You are on page 1of 78

LABORATORIUM FITOKIMIA

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN LENGKAP
PRAKTIKUM ISOLASI SENYAWA BIOAKTIF
ISOLASI FLAVONOID DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi)

OLEH
KELOMPOK V (LIMA)
GOLONGAN JUMAT SORE

1. MARDIA N11107016
2. SASKIAH N11107020
3. VYNZZIE GUNANANDA N11107035
4. MULIYATI NUR N11107057
5. ALFONS YAHYA I N11107062
6. AGUSTINA N11107077
7. WAN NOR FADZLINA N11107083

ASISTEN
ICHSAN SAID, S.Si.

MAKASSAR
2009

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................ ii

BAB I LATAR BELAKANG ...................................................................... 1


I.1 Pendahuluan ................................................................................ 1
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan ................................................... 3
I.3 Prinsip Percobaan ....................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 6


II.1 Uraian Tumbuhan ........................................................................ 6
II.2 Ekstraksi ...................................................................................... 9
II.3 Metode Pemisahan ...................................................................... 30

BAB III METODE KERJA ........................................................................ 45


III.1 Alat dan Bahan ............................................................................ 45
III.2 Penyiapan Sampel ...................................................................... 45
III.3 Ekstraksi dan Partisi Sampel ....................................................... 46
III.4 Isolasi dengan Kromatografi Kolom Konvensional ....................... 47
III.5 Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif ...................... 50
III.6 KLT Dua Dimensi dan Multi Eluen ............................................... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 52

BAB V KESIMPULAN ............................................................................. 61


V.1 Kesimpulan .................................................................................. 61
V.2 Saran dan Kritik ........................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 61

LAMPIRAN ............................................................................................. iii


GAMBAR ............................................................................................ iv
SKEMA KERJA ................................................................................... vii
HASIL DISKUSI ……………………………………………………………. xiii

2
BAB I
LATAR BELAKANG

1.1 Pendahuluan

Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah, baik

kekayaan fauna maupun kekayaan floranya. Tidak salah lagi bahwa di

Indonesia terdapat banyak tumbuhan yang beraneka ragam lengkap dengan

ciri khasnya masing-masing. Hal ini disebabkan Indonesia terletak di garis

khatulistiwa dengan iklim tropis sehingga tanahnya subur dan cocok untuk

berbagai macam jenis tanaman.

Berbicara mengenai obat, sumber penggunaannya dapat ditelusuri dari

budaya dan konsep kesehetan dari beberapa prinsip pandang. Di Indonesia

sendiri, landasan ilmiah konsep pengobatan tradisional belum di

dokumentasikan secara sistematis, namun manfaatnya telah dirasakan

terutama oleh masyarakat yang hidupnya jauh dari fasilitas modern.

Di Indonesia penggunaan obat tradisional yang lebih dikenal sebagai

jamu, telah meluas sejak zaman nenek moyang hingga kini dan terus

dilestarikan sebagai warisan budaya. Bangsa Indonesia yang terdiri dari

berbagai suku bangsa, memiliki keanekaragaman obat tradisional yang

dibuat dari bahan-bahan alami bumi Indonesia, termasuk tanaman obat.

Tidak sedikit masyarakat mengalihkan kepercayaan kepada produk-

produk kecantikan dan kesehatan dari bahan-bahan tradisional yang banyak

diproduksi. Apalagi fenomena ini didukung oleh banyaknya warisan resep

3
dari nenek moyang kita yang teruji khasiatnya dan kenyataan bahwa

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati jenis tumbuhan obat.

Manfaat keanekaragaman hayati tersebut bagi manusia sangat

beragam seperti sebagai obat, kosmetik, pengharum, penyegar, pewarna,

dan penghasil senyawa organik yang jenisnya dan jumlahnya tak terhingga.

Salah satunya adalah tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi).

Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) merupakan tanaman yang memiliki

banyak kegunaan hampir disemua bagiannya karena memiliki banyak

kandungan komponen kimia seperti saponin, tanin, glukosida, kalsium

oksalat, sulfur, asam format, peroksidase pada batangnya, serta tannin,

sulfur, asam format, peroksidase, kalsium oksalat, kalium sitrat, flavonoid

pada daunnya, dimana diketahui bahwa komponen-komponen kimia tersebut

memiliki khasiat masing-masing.

Oleh karena itu, dilakukanlah percobaan isolasi senyawa bioaktif. Pada

praktikum ini, akan dilakukan pengisolasian senyawa flavonoid dari daun

belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi). Percobaan ini dilakukan atas dasar telah

diketahuinya kandungan senyawa flavonoid pada tanaman ini dan tujuan

untuk menentukan metode ekstrasi, isolasi dan pengidentifikasian pada

simplisia ini.

4
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1. Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami cara-cara mengekstraksi, mengisolasi,

dan mengidentifikasi komponen kimia dari suatu tanaman atau bahan alam.

1.2.2. Tujuan Percobaan

1. Menentukan metode ekstraksi simplisia daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi).

2. Menentukan metode pemisahan atau isolasi komponen kimia dari

simplisia daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi).

3. Menentukan metode identifikasi komponen kimia dari simplisia daun

belimbing wuluh belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi).

1.3 Prinsip Percobaan

1.3.1 Maserasi

pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam

rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut

organik tersebut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat

aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan

berdifusi keluar sel dan proses ini berulang terus sampai terjadi

keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam sel dan diluar sel.

1.3.2 Ekstraksi Cair-Padat

Memisahkan satu atau lebih senyawa dengan menggunakan satu

pelarut dimana senyawa tersebut akan terdistribusi menurut tingkat

5
kepolarannya menggunakan magnetik stirrer atau sentrifus, dan yang tidak

larut akan membentuk endapan.

1.3.3 Kromatografi Lapis Tipis

Adsorpsi yaitu pemisahan daya serap komponen kimia terhadap

adsorben (fase diam). Dan partisi yaitu komponen kimia bergerak naik

mengikuti fase gerak (eluen) dengan kecepatan yang berbeda tingkat

kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan.

1.3.4 Kromatografi Kolom Konvensional

Pemisahan suatu senyawa dari senyawa lain dalam suatu ekstrak,

dimana senyawa-senyawa itu akan terpartisi sesuai tingkat kepolarannya,

dimana fase diam yang digunakan adalah bubur silika kasar yang

dimampatkan pada kolom yang terlebih dahulu dimasukkan kapas untuk

mencegah silikanya turun, dan digunakan kertas saring agar proses partisi

dapat berjalan baik dan lebih selektif karena lewat pori-pori penggunaan

perbandingan eluen tertentu berguna untuk mempartisi ekstrak dan

digunakan dari yang paling nonpolar lalu paling polar agar proses pemisahan

lebih baik dan dibantu dengan bantuan gaya gravitasi.

1.3.5 Kromatografi Lapis TIpis Preparatif

Adsorpsi dan partisi berdasarkan pada jumlah dan cara penotolan

cuplikan yang berkesinambungan yang memberikan hasil elusi berupa pita.

6
1.3.6 Multi Eluen dan KLT Dua Dimensi

Prinsip dari multi eluen yaitu adsorpsi dan partisi dengan

menggunakan lempeng GF 254 sebagai fase diam dan beberapa

perbandingan eluen dengan tingkat kepolaran tertentu untuk mempertegas

dan memastikan adanya senyawa tunggal.

Sedangkan prinsip dari KLT dua dimensi adalah adsorpsi dan partisi

dengan menggunakan lempeng GF 254 sebagai fase diam dan

perbandingan eluen pada profil KLT dimana akan memperpanjang lintasan

noda (Rf) oleh menunjukkan senyawa tunggal.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Uraian Tumbuhan

II.1.1 Klasifikasi Tumbuhan (1)

Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)

Kingdom : Plantae

Divisio : Mlyophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class : Magnoliopsida

Ordo : Oxalidales

Family : Oxalidaceae

Genus : Averrhoa

Spesies : Averrhoa bilimbi

II.1.2 Nama Lain

Limeng, selimeng, thlimeng (Aceh), selemeng (Gayo),; Asom,

belimbing, balimbingan (Batak), malimbi (Nias),; balimbieng (Minangkabau),

belimbing asam (Melayu),; Balimbing (Lampung). calincing, balingbing

(Sunda),; Balimbing wuluh (Jawa), bhalingbhing bulu (Madura).; Blingbing

buloh (Bali), limbi (Bima), balimbeng (Flores),; Libi (Sawu), belerang (Sangi).

(1)

8
II.1.3 Morfologi Tumbuhan

Pohon kecil, tinggi mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu

besar dan mempunyai garis tengah hanya sekitar 30 cm. Ditanam sebagai

pohon buah, kadang tumbuh liar dan ditemukan dari dataran rendah sampai

500 m dpi. (2)

Pohon yang berasal dari Amerika tropis ini menghendaki tempat

tumbuh tidak ternaungi dan cukup lembab. Belimbing wuluh mempunyai

batang kasar berbenjol-benjol, percabangan sedikit, arahnya condong ke

atas. Cabang muda berambut halus seperti beludru, warnanya coklat muda.

Daun berupa daun majemuk menyirip ganjil dengan 21-45 pasang anak

daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat telur sampai jorong,

ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm,

warnanya hijau, permukaan bawah hijau muda. Perbungaan berupa malai,

berkelompok, keluar dari batang atau percabangan yang besar, bunga kecil-

kecil berbentuk bintang warnanya ungu kemerahan. (2)

Bentuk buahnya bulat lonjong bersegi, panjang 4-6,5 ern, warnanya

hijau kekuningan, bila masak berair banyak, rasanya asam. Biji bentuknya

bulat telur, gepeng. Rasa buahnya asam, digunakan sebagai sirop penyegar,

bahan penyedap masakan, membersihkan noda pada kain, mengkilapkan

barang-barang yang terbuat dari kuningan, membersihkan tangan yang kotor

atau sebagai bahan obat tradisional. Perbanyakan dengan biji dan cangkok.

(2)

9
II.1.4 Kandungan Kimia

Batang belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) mengandung saponin,

tanin, glukosida, kalsium oksalat, sulfur, asam format, peroksidase. (2)

Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) mengandung tannin, sulfur,

asam format, peroksidase, kalsium oksalat, kalium sitrat, flavonoid. (2)

Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) mengandung flavonoid dan

saponin. (3)

Bunga belimbing wuluh (Averhoa bilimbi) mengandung alkaloida dan

polifenol. (3)

II.1.5 Kegunaan

Bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) berguna untuk pengobatan

batuk dan sariawan (sotamatitis). Sedangkan daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi) memiliki kegunaan untuk menyembuhkan sakit perut,

gondongan (parotitis), dan rematik. Untuk buah belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi) dapat berguna sebagai obat untuk menyembuhkan batuk rejan, gusi

berdarah, sariawan, sakit gigi berlubang, jerawat, panu, tekanan darah tinggi,

kelumpuhan, memperbaiki fungsi pencernaan, dan radang rektum.

Sedangkan untuk batangnya, belum ditemukan penggunaannya dalam

masyarakat dikarenakan sifatnya yang keras. (2&3)

10
II.1.6 Data Ekologi

Frekuensi : Frekuensi pertumbuhan belimbing wuluh dari tahun ke

tahun cukup cepat. Hal ini dikarenakan tanaman

belimbing wuluh tumbuh diberbagai iklim tertentu

khususnya di daerah iklim tropis. (1)

Habitat : tumbuhan belimbing wuluh biasanya dapat tumbuh

dimana saja tanpa perlu adanya populasi sendiri. (1)

Keadaan tanah : tumbuh di tanah yang subur dan kaya unsur hara. (1)

Tempat tumbuh : Iklim yang cocok adalah iklim tropis, dengan curah

hujan yang cukup tinggi. Ketinggian tempat adalah

200-450 m di atas permukaan laut. (1)

Lokasi : India, Myanmar, Laos, Kamboja, Thailand, Indonesia,

china. Menyebar juga ke Semenanjung India,

Muangthai, dan Filipina. (1)

II.2 Ekstraksi

II.2.1 Definisi Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi

zat aktif dari simplisisa nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan

massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi

baku yang telah ditetapkan. (4)

11
II.2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun

cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat

mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.

(4)

Pelarut organik yang paling sering digunakan dalam mengekstraksi

zat aktif dari sel tanaman adalah metanol, etanol, kloroform, hexan, aseton,

benzen dan etil asetat. (4)

Proses terekstraksinya zat aktif dalam sel tanaman adalah : pelarut

organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik tersebut

sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel

dan pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar

sel dan proses ini berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara

konsentrasi cairan zat aktif di dalam sel dan diluar sel. (4)

Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen

terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses

yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke

keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan

padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven

pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya

sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang

12
larut karena efektivitasnya. [Lucas, Howard J, David Pressman. Principles

and Practice In Organic Chemistry]

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah: (4)

- Tipe persiapan sampel

- Waktu ekstraksi

- Kuantitas pelarut

- Suhu pelarut

- Tipe pelarut

Minyak dapat diekstraksi dengan perkolasi, imersi, dan gabungan

perkolasi-imersi. Dengan metode perkolasi, pelarut jatuh membasahi bahan

tanpa merendam dan berkontak dengan seluruh spasi diantara partikel.

Sementara imersi terjadi saat bahan benar-benar terendam oleh pelarut yang

bersirkulasi di dalam ekstraktor. Sehingga dapat disimpulkan: (4)

- Dalam proses perkolasi, laju di saat pelarut berkontak dengan

permukaan bahan selalu tinggi dan pelarut mengalir dengan cepat

membasahi bahan karena pengaruh gravitasi.

- Dalam proses imersi, bahan berkontak dengan pelarut secara

periodeik sampai bahan benar-banar terendam oleh pelarut. Oleh karena

itu pelarut mengalir perlahan pada permukaan bahan, bahkan saat

sirkulasinya cepat.

- Untuk perkolasi yang baik, partikel bahan harus sama besar untuk

mempermudah pelarut bergerak melalui bahan.

13
- Dalam kedua prosedur, pelarut disirkulasikan secara counter-current

terhadap bahan. Sehingga bahan dengan kandungan minyak paling

sedikit harus berkontak dengan pelarut yang kosentrasinya paling rendah.

Metode perkolasi biasa digunakan untuk mengekstraksi bahan yang

kandungan minyaknya lebih mudah terekstraksi. Sementara metode imersi

lebih cocok digunakan untuk mengekstraksi minyak yang berdifusi lambat.

(4)

Ekstraksi adalah teknik yang sering digunakan bila senyawa organik

(sebagian besar hidrofob) dilarutkan atau didispersikan dalam air. Pelarut

yang tepat (cukup untuk melarutkan senyawa organik; seharusnya tidak

hidrofob) ditambahkan pada fase larutan dalam airnya, campuran kemudian

diaduk dengan baik sehingga senyawa organik diekstraksi dengan baik.

Lapisan organik dan air akan dapat dipisahkan dengan corong pisah, dan

senyawa organik dapat diambil ulang dari lapisan organik dengan

menyingkirkan pelarutnya. Pelarut yang paling sering digunakan adalah dietil

eter (C2H5OC2H5), yang memiliki titik didih rendah (sehingga mudah

disingkirkan) dan dapat melarutkan berbagai senyawa organik. (4)

Ekstraksi bermanfaat untuk memisahkan campuran senyawa dengan

berbagai sifat kimia yang berbeda. Contoh yang baik adalah campuran fenol

(C6H5OH), anilin (C6H5NH2) dan toluen (C6H5CH3), yang semuanya larut

dalam dietil eter. Pertama anilin diekstraksi dengan asam encer. Kemudian

fenol diekstraksi dengan basa encer. Toluen dapat dipisahkan dengan

menguapkan pelarutnya. Asam yang digunakan untuk mengekstrak anilin

14
ditambahi basa untuk mendapatkan kembali anilinnya, dan alkali yang

digunakan mengekstrak fenol diasamkan untuk mendapatkan kembali

fenolnya. (4)

Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya

akan lengkap. Namun, nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam

dan basa organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini

merupakan masalah dalam ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang

disebabkan gejala pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi

berulang. Daripada anda menggunakan keseluruhan pelarut itu untuk satu

kali ekstraksi, lebih baik menggunakan sebagian-sebagian pelarut untuk

beberapa kali ekstraksi. Kemudian akhirnya menggabungkan bagian-bagian

pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa akan terekstraksi dengan lebih baik.

Alasannya dapat diberikan di bawah ini dengan menggunakan hukum partisi.

(4)

Perhatikan senyawa organik yang larut baik dalam air dan dalam dietil

eter ditambahkan pada campuran dua pelarut yang tak saling campur ini.

Rasio senyawa organik yang larut dalam masing-masing pelarut adalah

konstan. Jadi, (4)

Ceter / Cair = k (konstan)

Ceter dan Cair adalah konsentrasi zat terlarut dalam dietil eter dan di

air. k adalah sejenis konstanta kesetimbangan dan disebut koefisien partisi.

Nilai k bergantung pada suhu. (4)

15
II.2.3 Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun

cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat

mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.

(4)

II.2.4 Tujuan Ekstraksi

Untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Proses

ekstraksi ini didasarkan atas perpindahan massa komponen zat padat yang

ada dalam simplisia ke dalam pelarut organik. Setelah pelarut menembus

lapisan permukaan, dinding sel zat padat yang terlarut, berdifusi karena

faktor perbedaan konsentrasi dalam sel dan pelarut organik di luar sel,

proses ini berselang terus-menerus sampai terjadi keseimbangan antara

konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. (5)

Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang

terdapat disimplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang

tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya. Dalam

sediaan ekstrak yang dapat distandarisasikan kadar zat berkhasiat di

dalamnya sukar untuk diperoleh hasil yang sama. (5)

16
II.2.5 Jenis-Jenis Ekstraksi

Metode Ekstraksi secara Dingin

A. Maserasi

Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari

selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya.

Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung

komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung

benzoin, tiraks dan lilin. (6)

Keterangan:

A = Bejana untuk maserasi berisi bahan yang sedang dimaserasi

B = Tutup

C = Pengaduk yang digerakkan secara mekanik

Maserasi umumnya dilakukan dengan cara : memasukkan simplisia

yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian

17
ke dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian

ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 5 hari

pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk.

Setelah 5 hari, disaring kedalam dalam bejana penampung, kemudian

ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk

kemudian disaring lagi hingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh

ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari,

endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. (6)

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan

dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian

cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang

sempurna. (6)

Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya : (6)

1. Digesti, adalah cara maserasi dengan menggunakan

pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40 – 50oC. Cara maserasi ini hanya

dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap

pemanasan. Dengan pemanasan akan diperoleh keuntungan antara

lain : (6)

a. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat

mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan batas.

b. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat,

sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama

dengan pengadukan.

18
c. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu

absolut dan berbanding terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan

suhu akan berpengaruh pada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan

zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.

2. Maserasi dengan mesin pengaduk, Penggunaan

mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses maserasi

dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam. (6)

3. Remaserasi, Cairan penyari dibagi dua, Seluruh

serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah

dienaptuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan

cairanpenyari yang kedua. (6)

4. Maserasi melingkar, Maserasi dapat diperbaiki

dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan

menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara

berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.

Keuntungan cara ini : (6)

a. Aliran cairan penyari mengurangi lapisan batas.

b. Cairan penyari akan didistribusikan secara

seragam, sehingga akan memperkecil kepekatan setempat.

c. Waktu yang diperlukan lebih pendek.

5. Maserasi melingkar bertingkat, Pada maserasi

melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, karena

19
pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi.

Masalah ini dapat diatas dengan maserasi melingkar bertingkat. (6)

B. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan

cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Kekuatan yang

berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat, kekentalan, daya larut,

tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya gesekan

(friksi). (6)

Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang

digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat

aktif yang keluar dari perkolator disebut sari /perkolat, sedang sisa setelah

dilakukannnya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi. (6)

Keterangan:

A = Perkolator

B= Botol Cairan-

penyari

C = Keran

D = Tutup karet

E = Gabus

F = Sarangan

G = Botol

20
Kecuali dinyatakan lain, perkolasi dilakukan sebagai berikut : 10 bagian

simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dibasahi

dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari, lalu dimasukkan ke

dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya selama 3 jam. Massa

dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam percolator sambil tiapkali ditekan

hati-hati, dituangi dengan cairan penyari secukupnya sambil cairan mulai

menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari. Lalu

perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. (6)

Cara perkolator lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena: (6)

a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang

terjadi dengan larutan yang konsentasinya lebih rendah, sehingga

meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi. (6)

b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran

tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut,

maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga

dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi. (6)

Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari,

maka cara perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Dalam proses perkolasi

biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar yang maksimal. (6)

Metode Ekstraksi secara Panas

A. Refluks

21
Metode refluks merupakan metode berkesinambungan dimana cairan

penyari secara kontinu akan menyari zat aktif di dalam simplisia. Cairan

penyari dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut dikondensasikan

oleh pendingin balik, sehingga mengalami kondensasi menjadi molekul-

molekul cairan dan jatuh kembali ke dalam labu alas bulat sambil menyari

simplisia, proses ini berlangsung secara berkesinambungan dan dilakukan 3

kali dalam waktu 4 jam. (7)

d Keterangan :

c a. Labu alas bulat

b. Slang air masuk

b c. Kondensor bola

d. Slang air keluar

Alat Refluks

Keuntungan metode refluks : (7)

- Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara

langsung diperoleh hasil yang lebih pekat.

- Serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni,

sehingga dapat menyari zat aktif lebih banyak.

22
Simplisia yang biasa diekstraksi dengan cara ini adalah simplisia yang

mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan

mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, buah/biji dan herba. (7)

Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks

ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan

pelarut organik misalnya methanol sampai serbuk simplisia terendam kurang

lebih 2 cm diatas permukaan simplisia, atau 2/3 dari volume labu kemudian

labu alas bulat dipasang kuat pada statif pada heating mantel lalu kondensor

dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem pada statif. (8)

Aliran air dan pemanasan dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang

digunakan. Setelah 4 jam dilakukan penyaringan filtratnya ditampung dalam

wadah penampung dan ampasnya ditambah lagi pelarut dan dikerjakan

seperti semula, ekstraksi dilakukan sebanyak 3 – 4 jam. Filtrat yang

diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan alat rotavapor, kemudian

dilakukan pengujian selanjutnya. (8)

B. Soxhletasi

Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan,

cairan penyari dipanaskan hingga menguap, uap cairan penyari

terkondensasi menjadi molekul cairan oleh pendingin balik dan turun menyari

simplisia di dalam klonsong dan selanjutnya masuk kebali ke dalam labu alas

bulat setelah melewati pipa siphon, proses ini berlangsung hingga proses

penyarian zat aktif sempurna yang ditandai dengan beningnya cairan penyari

23
yang melalui pipa siphon tersebut atau jika diidentifikasi dengan KLT tidak

memberikan noda lagi. (5)

Keterangan

a = Pendingin

b = mantel

c = Pipa samping

d = sifon

e = labu alas bulat

Keuntungannya : cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan lebih

pekat. Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan, tanpa

menambah volume cairan penyari. Kerugiannya : larutan dipanaskan terus-

menerus, sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan kurang cocok.

Metode soxhlet bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara panas namun

24
proses ekstraksinya secara dingin, sehingga metode soxhlet digolongkan

dalam cara dingin. (5)

Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu diserbukkan

dan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klonsong yang telah dilapisi

kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klonsong tidak boleh

lebih dari pipa sifon). Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari

yang sesuai kemudian ditempatkan di atas water bath atau heating mantel

dan diklem dengan kuat kemudian klonsong yang telah diisi sampel dipasang

pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan cairan penyari

ditambahkan untuk membasahkan sample yang ada dalam klonsong

(diusahakan tidak tejadi sirkulasi). (6)

Setelah itu kondensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif

dengan kuat. Aliran air dan pemanas dilanjutkan hingga terjadi proses

ekstraksi zat aktif sampai sempurna (biasanya 20 – 25 kali sirkulasi). Ekstrak

yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan pada alat rotavapor. (8)

C. Metode Infus

Merupakan metode ekstraksi panas yang dilakukan dengan merendam

sampel tanaman dalam pelarut dengan suhu 90ºC selama 15 menit. Hal ini

sesuai dengan teori bahwa peningkatan suhu berlangsung paling sedikit 15

menit hingga 30 menit. Jika dilakukan selama 30 menit maka metode

ekstraksinya disebut dekok. Biasanya alat yang digunakan disebut panci

infus. Jika tidak dinyatakan lain prosedur kerja infus dengan merendam

25
sampel dalam pelarut yang bersuhu 90ºC selama 15 menit setelah itu

didinginkan dan disaring. (8)

Keterangan: A = Panci berisi bahan dan air

B = Tangas air

D. Metode Destilasi

Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan

kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap

(volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga

menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan.

Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.

Jadi ada perbedaan komposisi antara fase cair dan fase uap, dan hal ini

merupakan syarat utama supaya pemisahan dengan distilasi dapat

dilakukan. (6)

Kalau komposisi fase uap sama dengan komposisi fase cair, maka

pemisahan dengan jalan destilasi tidak dapat dilakukan.

Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa.

Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan,

masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Model ideal

distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton. (6)

26
1: Heat source

2: Still pot

3: Still head

4: Thermometer

5: Condenser

6: Cooling water in

7: Cooling water out

Alat Destilasi

8: Distillate/receiving flask

9: Vacuum/gas inlet

10: Still receiver

11: Heat control

12: Stirrer speed control

13: Stirrer/heat plate

14: Heating (Oil/sand) bath

27
15: Stirrer bar/anti-bumping granules

16: Cooling bath.

Ini adalah gambaran destilasi yang sangat sederhana ditemukan.

Namun konsep dasar destilasi tersebut seperti gambar di atas. Tujuan

destilasi umumnya antara lain : (6)

a. Untuk memisahkan dan sekaligus menurunkan suatu zat (zat padat

maupun zat cair) dari suatu campuran yang mempunyai titik didih

berbeda.

b. Untuk mengetahui titik didih suatu zat

Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia

yang mengandung komponen yang mempunyai tititk didih tinggi pada

tekanan udara normal. Pada pemanasan biasa terjadi kemungkinan

kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut maka dilakukan

dengan destilasi uap.

Dengan adanya uap air yang masuk, maka tekanan kesetimbangan uap

zat kandungan akan diturunkan menjadi sama dengantekanan bagian di

adlam suatu system, sehingga produk akan terdestilasi dan terbawa oleh uap

air yang mengalir. Destilasi uap bukan semata-mata suatu proses

penguapan pada titik didihnya, tetapi suatu proses perpindahan massa

kesuatu media yang bergerak. (6)

28
Uap jenuh akan membasahi permukaan bahan, melunakkan jaringan

dan menembus ke dalam melalui dinding sel, dan zat aktif akan pindah ke

rongga uap air yang aktif dan selanjutnya akan pindah ke rongga uap yang

bergerak melalui antar fase. Proses ini disebut hidrofusi. Di bawah ini contoh

alat dan fungsi bagian-bagiannya : (6)

Alat Destilasi (6)

1. Labu destilasi, berfungsi sebagai wadah atau tempat suatu campuran zat

cair yang akan di destilasi.

Terdiri dari :

a. Labu dasar bulat.

b. Labu erlenmeyer khusus untuk destilasi atau refluks.

2. Steel Head, berfungsi sebagai penyalur uap atau gas yang akan masuk

ke alat pendingin (kondensor), dan biasanya labu destilasinya sudah

dilengkapi dengan leher yang berfungsi sebagai steel head.

29
3. Thermometer, biasanya digunkan untuk mengukur suhu uap zat cair yang

didestilasi selama proses destilasi berlangsung, dan seringnya

thermometer yang digunakan harus,

a. Berskala suhu tinggi yang diatas titik didih zat cair yang akan

didestilasi.

b. Ditempatkan pada labu destilasi atau steel head dengan ujung atas

reservoir HE sejajar dengan pipa penyalur uap ke kondensor.

4. Kondensor, memiliki 2 celah, yaitu celah masuk dan celah keluar, untuk

aliran uap hasil reaksi dan untuk aliran air keran. Pendingin yang

digunakan biasanya adalah air yang dialirkan dari dasar pipa,tujuannya

adalah agar bagian dari dalam pipa lebih lama mengalami kontak dengan

air sehingga pendinginan lebih sempurna dan hasil yang dihasilkan lebih

sempurna.

5. Labu didih, biasanya selalu berasa atau keset, yang berfungsi untuk

sebagai wadah sampel. Contohnya untuk memisahkan alkohol dan air.

6. Pipa dalam = pipa destilasi, berfungsi sebagai tempat mengalirnya uap air

yang telah didinginkan oleh pendingin pada bagian luarnya.

7. Adaptor (Recervoir Adaptor), berfungsi untuk menyalurkan hasil destilasi

yang sudah terkondisi untuk disalurkan ke penampung yang telah

tersedia.

Minyak Menguap merupakan subtansi yang menyebabkan/

menimbulkan bau dari bemacam-macam tanaman. Sifat-sifat Umumnya tidak

berwarna dan tidak bercampur dengan air. Sumber-sumber simplisia

30
terutama dari tumbuh-tumbuhan, mineral, dan mikroorganisme. Cara

memperoleh Minyak Menguap antara lain : (6)

- Penyulingan dengan uap air, dengan memanaskan atau menguapkan

zat cair lalu uap tersebut didinginkan kembali supaya jadi cair dengan

bantuan kondensor.

- Hidrolisa enzimatik, pemecahan ikatan glikosidisterhadap

glikosidayang dilakukan dengan enzim tertentu yang disebut glikosidase.

- Dekstruksi (Penyulingan biasa), merupakan metode yang sangat

penting dari dalam menganalisis suatu bahan yang bertujuan untuk

merubah sampel menjadi bahan yang dapat diukur.

- Pengurangan tekanan, beberapa minyak menguap dapat disuling

dengan pengurangan tekanan atmosfer.

- Pemerasan, atau pengempaan dilakukan untuk mendapatkan

berbagai minyak jeruk dengan menggunakan alat pemeras.

- Enfleurage, merupakan ekstraksi menggunakanpelaut cara kuno

yang sampe sekarang digunakan. Bahan pelarut yang digunakan adalah

minyak murni. Lemak murni biasanya dengan bahan-bahan lain dioleskan

pada permukaan kaca tipis. Lembaran kaca yang telah dioles lemak

disusun dalam rak secara teratur. Kemudian ditempeli dengan bunga-

bunga, setelah dua atau tiga hari, bunga-bunga yang layu dibuang diganti

dengan segar, dilakukan berulang, sampai lemak benar-benar telah jenuh

dengan minyak bunga.

31
Kegunaan minyak menguap antara lain sebagai korigensia odoris,

karminatifum, makanan, dan antiseptik. Untuk klasifikasi minyak menguap

antara lain : (6)

- Hidrokarbon : Terpen-terpen/Siskuiterpen

- Alkohol : Ester dan alkohol

- Aldehid

- Keton

- Fenol

- Ester Fenolik : Ester dan Fenol

- Oksida-oksida : Peroksida

- Ester-ester : Ester-ester dan Alkohol

II.3 Metode Pemisahan

II.3.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT), zat penjerap merupakan lapisan

tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik ataulogam

secara merata. Dengan memakai KLT, pemisahan senyawa yang amat

berbeda seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik,

kompleks anorganik-anorganik dan bahan ion anorganik dapat dilakukan

beberapa menit dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal. (9)

Pada kromatografi kolom merupakan proses yang lambat, yang

membutuhkan penyerap relatif dalam jumlah yang besar demikian pula

cuplikan yang digunakan, sedangkan dalam kromatografi lapis tipis hanya

membutuhkan penyerap dan cuplikan dalam jumlah yang sedikit dan noda-

32
noda yang terpisahkan dilokalisir pada plat seperti pada lembaran kertas.

Setelah pemisahan mudah diperoleh senyawa – senyawa yang terpisah

secara individu yaitu dengan jalan menggeruknya dan mengumpulkan tiap-

tiap lapisan dalam mana lap[isan tersebut dirap. (9)

Adsorben yang paling anyak digunakan dalam KLT adalah silikagel

dan aluminium oksida. Silika gel umumnya mengandung zat tambahan

kalsium sulfat untuk mempertinggi daya lekatnya. Zat ini digunakan untuk

adsorben universal untuk kromatografi senyawa netral, asam dan basa. (10)

Pemisahan komponen suatu senyawa yang dipisahkan dengan

kromatografi lapis tipis tergantung pada jenis pelarut, zat penyerap dengan

sifat daya serap masing-masing komponen. Komponen yang terlarut akan

terbawa oleh fase diam (penyerap) dengan kecepatan perpindahanyang

berbeda-beda. Perbandingan kecepatan bergeraknya komponen terlarut

dalam fase gerak (pelarut) adakah dasar untuk mengidentifikasi komponen

yang dipisahkan, perbandingan kecepatan ini dinyatakan dalam Rf (Rate of

Flow), dengan persamaan : (11)

Jarak yang ditempuh senyawa terlarut


Rf =
Jarak yang ditempuh pelarut

Pelaksanaan Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran

menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja

berdasarkan prinsip ini. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat

berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa

33
cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa

komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen

yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Kita akan membahasnya

lebih lanjut. (12)

Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis

silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam

atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase

diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi

yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet, alasannya akan

dibahas selanjutnya. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut

yang sesuai. (12)

Sebuah garis menggunakan pinsil digambar dekat bagian bawah

lempengan dan setetes pelarut dari campuran pewarna ditempatkan pada

garis itu. Diberikan penandaan pada garis di lempengan untuk menunjukkan

posisi awal dari tetesan. Jika ini dilakukan menggunakan tinta, pewarna dari

tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk. (12)

34
Ketika bercak dari campuran itu mengering, lempengan ditempatkan

dalam sebuah gelas kimia bertutup berisi pelarut dalam jumlah yang tidak

terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada di bawah garis

dimana posisi bercak berada. Alasan untuk menutup gelas kimia adalah

untuk meyakinkan bawah kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap

dari pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya

ditempatkan beberapa kertas saring yang terbasahi oleh pelarut. Kondisi

jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut. Karena

pelarut bergerak lambat pada lempengan, komponen-komponen yang

berbeda dari campuran pewarna akan bergerak pada kecepatan yang

berbeda dan akan tampak sebagai perbedaan bercak warna. (12)

Gambar : menunjukkan lempengan setelah pelarut bergerak setengah dari lempengan.

Pelarut dapat mencapai sampai pada bagian atas dari lempengan. Ini

akan memberikan pemisahan maksimal dari komponen-komponen yang

berwarna untuk kombinasi tertentu dari pelarut dan fase diam. (12)

Jika anda ingin mengetahui bagaimana jumlah perbedaan warna yang

telah terbentuk dari campuran, anda dapat berhenti pada bahasan

35
sebelumnya. Namun, sering kali pengukuran diperoleh dari lempengan untuk

memudahkan identifikasi senyawa-senyawa yang muncul. Pengukuran ini

berdasarkan pada jarak yang ditempuh oleh pelarut dan jarak yang tempuh

oleh bercak warna masing-masing. (12)

Ketika pelarut mendekati bagian atas lempengan, lempengan

dipindahkan dari gelas kimia dan posisi pelarut ditandai dengan sebuah

garis, sebelum mengalami proses penguapan. Pengukuran berlangsung

sebagai berikut: (13)

Sebagai contoh, jika komponen berwarna merah bergerak dari 1.7 cm

dari garis awal, sementara pelarut berjarak 5.0 cm, sehingga nilai Rf untuk

komponen berwarna merah menjadi: (13)

Jika mengulang percobaan ini pada kondisi yang tepat sama, nilai R f

yang akan diperoleh untuk setiap warna akan selalu sama. Sebagai contoh,

nilai Rf untuk warna merah selalu adalah 0.34. Namun, jika terdapat

36
perubahan (suhu, komposisi pelarut dan sebagainya), nilai tersebut akan

berubah. Anda harus tetap mengingat teknik ini jika anda ingin

mengidentifikasi pewarna yang tertentu. Mari kita lihat bagaimana

menggunakan kromatografi lapis tipis untuk menganalisis pada bagian

selanjutnya. (13)

Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai Rf adalah : (13)

- Pelarut

- Bahan penmgambang (jenis dan ketebalan lapisan)

- Kejenuhan ruangan akan pelarut

- Kelembaban udara

- Konsentrasi

- Komposisi larutan diperiksa

- Panjang trayek migrasi

- Senyawa asing

- Ketidak homogenan kertas

- Arah serabut kertas

- Mutu dan sifat dari lapisan adsorbsi dan kertas

- Derajat kejenuhan bejana pemisah.

II.3.2 Kromatografi Kolom Konvensional dan Kromatografi Vakum Cair

Kromatografi Kolom Konvensional

Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang

masih banyak digunakan. Kromatografi kolom digunakan untuk memisahkan

senyawa-senyawa dalam jumlah yang banyak berdasarkan adsorpsi dan

37
partisi. Kemasan adsorben yang sering digunakan adalah silika gel G-60,

kieselgur, Al2O3, dan Diaion. Cara pembuatannya ada dua macam : (14)

a. Cara kering yaitu silika gel dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi

kapas kemudian ditambahkan cairan pengelusi.

b. cara basah yaitu silika gel terlebih dahulu disuspensikan dengan

cairan pengelusi yang akan digunakan kemudian dimasukkan ke dalam

kolom melalui dinding kolom secara kontinyu sedikit demi sedikit hingga

masuk semua, sambil kran kolom dibuka. Eluen dialirkan hingga silika gel

mapat, setelah silika gel mapat eluen dibiarkan mengalir sampai batas

adsorben kemudian kran ditutup dan sampel dimasukkan yang terebih

dahulu dilarutkan dalam eluen sampai diperoleh kelarutan yang spesifik.

Kemudian sampel dipipet dan dimasukkan ke dalam kolom melalui

dinding kolom sedikit demi sedikit hingga masuk semua, dan kran dibuka

dan diatur tetesannya, serta cairan pengelusi ditambahkan. Tetesan yang

keluar ditampung sebagai fraksi-fraksi.

Pelaksanaan kromatografi kolom

Dalam kromatografi lapis tipis, fase diam adalah lapisan tipis jel silika

atau alumina pada sebuah lempengan gelas, logam atau plastik. Kolom

kromatografi berkerja berdasarkan skala yang lebih besar menggunakan

material terpadatkan pada sebuah kolom gelas vertikal. (14)

Dalam laboratorium, seringkali dengan mudah digunakan buret biasa

sebagai kromatografi kolom. (14)

38
Penggunaan kolom

Anggaplah akan dilakukan pemisahan campuran dari dua senyawa

yang berwarna, yaitu kuning dan biru. Warna campuran yang tampak adalah

hijau. Larutan jenuh dibuat dari campuran dengan menggunakan pelarut

yang lebih disukai dalam kolom. (14)

Pertama kran penutup dibuka untuk membiarkan pelarut yang sudah

berada dalam kolom mengering sehingga material terpadatkan rata pada

bagian atas, dan kemudian tambahkan larutan secara hati-hati dari bagian

atas kolom. Lalu buka kran kembali sehingga campuran berwarna akan

diserap pada bagian atas material terpadatkan, sehingga akan tampak

seperti gambar dibawah ini: (14)

39
Selanjutnya tambahkan pelarut baru melalui bagian atas kolom, cegah

sedapat mungkin jangan sampai merusak material terpadatkan dalam kolom.

Lalu buka kran, supaya pelarut dapat mengalir melalui kolom, kumpulkan

dalam satu gelas kimia atau labu dibawah kolom. Karena pelarut mengalir

kontinyu, tetap tambahkan pelarut baru dari bagian atas kolom sehingga

kolom tidak pernah kering. (14)

Gambar berikut menunjukkan perubahan yang mungkin terjadi sejalan

dengan perubahan waktu. (14)

40
Penjelasan tentang apa yang terjadi

Senyawa biru lebih polar daripada senyawa kuning dan memungkinkan

mempunyai kemampuan berikatan dengan hidrogen. Hal ini dikarenakan

senyawa biru tidak bergerak secara sangat cepat melalui kolom. Itu berarti

bahwa senyawa biru harus dijerap secara kuat pada jel silika atau alumina

dibanding dengan senyawa kuning. Karena kurang polar, senyawa kuning

menghabiskan waktu dalam pelarut, sehingga keluar dari kolom lebih cepat.

(14)

Proses pencucian senyawa melalui kolom menggunakan pelarut dikenal

sebagai elusi. Pelarut disebut sebagai eluen. (14)

Bila yang diinginkan adalah senyawa biru saja

41
Setelah seluruh senyawa kuning selesai terkumpulkan, Pelarut yang

telah digunakan diganti dengan pelarut yang lebih polar. Ini akan mempunyai

dua pengaruh, keduanya akan mempercepat senyawa biru melalui kolom.

(14)

• Pelarut polar akan bersaing untuk mendapatkan ruang pada jel silika atau

alumina dengan senyawa biru. Beberapa ruang untuk sementara

dipergunakan oleh molekul-molekul pelarut pada permukaan fase diam,

tidak menyediakan molekul-molekul biru untuk melekat dan ini akan

cenderung menjaga pergerakannya dalam pelarut.

• Akan ada atraksi yang lebih besar antara molekul-molekul pelarut polar dan

molekul biru yang polar. Kecenderungan ini akan menarik molekul-molekul

biru menempel pada fase diam kembali pada larutan.

Pengaruh total yaitu dengan bertambahnya kepolaran pelarut, senyawa

biru akan menghabiskan waktu dalam larutan dan karenanya akan bergerak

lebih cepat. (14)

Jika Campuran yang Dimiliki Tidak Berwarna

Jika menggunakan kromatografi kolom untuk memurnikan produk

organik, mungkin produk yang diharapkan akan menjadi produk yang tidak

berwarna, meskipun satu atau lebih dari pengotor berwarna. Anggaplah

segala sesuatunya tidak berwarna. (14)

Ini bukan merupakan pekerjaan yang cepat dan mudah. Apa yang akan

dikumpulkan dan apa yang keluar dari bawah kolom dalam seluruh

rangkaian pipa yang berlabel. Bagaimana besar setiap sampel akan jelas

42
tergantung pada bagaimana besar kolom yaitu mungkin akan terkumpul

1cm3 atau 5cm3 sampel atau apapun itu besarnya yang sesuai. (14)

Maka kemudian akan dilakukan pengambilan setetes dari setiap larutan

dan membuatnya ke dalam kromatografi lapis tipis. Tetesan pada garis dasar

ditempatkan bersama dengan setetes senyawa murni dari senyawa yang

sementara dibuat. Dengan mengulangi pekerjaan ini, sampel dapat

diidentifikasi yang mana yang dikumpulkan pada bawah kolom yang

mengandung produk yang diinginkan dan hanya dibutuhkan. (14)

II.3.3 Fraksinasi

Prinsip dari fraksinasi adalah penggabungan senyawa berdasarkan

bercak noda pada lempeng dengan pengamatan pada UV 254 nm dan 366.

Tujuan dilakukan penggabungan adalah untuk memisahkan dan memperoleh

senyawa dalam jumlah yang maksimal, di mana penggabungannya

didasarkan pada nilai Rf yang sama dan penampakan warna yang

ditunjukkna itu sama.

II.3.4 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Absorbsi dan partisi berdasarkan pada jumlah dan cara penotolan

cuplikan yang berkesinambungan dengan hasil akhir membentuk pita.

Kromatografi lapis tipis preparative merupakan metode isolasi dari suatu

simplisia untuk mendapatkan senyawa tunggal. (15: 54)

Lapusan preparatif normalnya adalah lapisan KLT yang lebih tebal

dari 0,5. Seperti aturan umumnya dimana ketebalan maksimumnya adalah 2

43
mm meskipun beberapa pengerjaan melibatkan penggunaan lempeng yang

tebalnya mencapai 10 mm. Pembuatan lempeng KLTP haruslah resisten

terhadap abrasi. KLTP dibahas dalam beberapa literatur dimana metode ini

masih menjadi metode yang populer. Ada perbedaan utama antara KLTP

dan KLT konvensional : (15: 54)

1. Sampel ditotolkan berupa pita, biasanya bila memungkinkan ditotolkan

selebar lempeng.

2. Deteksi dari pemisahan senyawa biasanya dilakukan dengan absorbansi

UV atau flouresensi.

3. Biasanya multi elusi diperlukan untuk memperoleh resolusi pemisahan

yang baik dari komponen sampel.

Karena besarnya volume yang diaplikasikan pada KLTP bila

dibandingkan dengan KLT, penggunaan alat penotolan seperti yang

dibicarakan nanti diperlukan untuk keakuratan. Larutan sampel dapat

ditotolkan sepanjang lempeng KLTP. Ini memungkinkan jumlah maksimum

volume yang ditotolkan (volume hingga 500 ml larutan dapat dicapai dengan

penggunaan alat). Bagaimanapun juga sangat penting untuk membiarkan

sekitar 2 cm dari ujung pita dengan tepi lempeng. Ini dapat menghindarkan

efek tepi yang dapat terjadi selama pengembangan karena perbedaan

ketebalan sorben pada tepi lempeng. Ketebalan dari lapisan dan

kemampuan sampel untuk melintasi jarak dari lempeng menyebabkan

miligram samapi satu berat yang sangat rendah dapat diaplikasikan tetapi

44
sayangnya waktu pengembangan yang panjang tidak dapat dihindarkan dari

penggunaan gaya kapilaritas normal. Biasanya pemisahan yang memakan

waktu 30-60 menit pada KLT akan memakan waktu beberapa jam pada

KLTP dengan lapisan setebal 2 mm. Ini tidak serta merta menjadi kerugian

dari KLTP karena pemisahan dapat dilakukan semalaman dan kromatografer

tidak perlu melakukan banyak hal selama pengembangan. Biasanya

pemilihan eluen ditentukan berdasarkan percobaan KLT sebelumnya. (15: 55)

Pengembangan dari lempeng KLTP dapat dilakukan beberapa kali

( biasanya 3 sampai 5 kali) jika diperlukan dengan pengeringan bersalang.

Resolusi biasanya ditingkatkan dengan cara ini. Sering digunakan campuran

pelarut sebagai fas gerak yang memiliki kepolaran di bawah profil KLTnya.

Pada pengembangan pertama senyawa dipisahkan sampai bergerak kurang

lebih 2 cm. Pengembangan kedua dan selanjutnya, polaritas dari fase gerak

dapat ditingkatkan sedikit untuk menaikkan resolusi. Dalam KLPT,

selanjutnya akan dipindahkan senyawa yang akan dipakai untuk analisis

lebih lanjut atau penggunaan lain. Suatu lempeng kecil yang tajam dapat

digunakan untuk menandai posis lapisan. Selalu diingat bahwa penandaan

dilakukan agak di bawah zona pemisahan. Zona ini dapat dikerok dengan

spatula besi atau alat lain yang cocok. Sejumlah pelarut diperlukan untuk

melarutkan analit. Sorben dapat dipisahkan dengan penyaringan dan pelarut

dapat diuapkan untuk memperoleh senyawa yang diinginkan. (15: 55)

II.3.5 KLT Dua Dimensi dan Multi Eluen

45
KLT dua dimensi dan multieluen memiliki prinsip yang sama yaitu

adsorbsi dan partisi tetapi yang membedakannya pada KLT 2 dimensi

didasarkan pada proses elusi yang bertujuan untuk memperpanjang jarak

lintasan noda untuk memperoleh senyawa tunggal sedangkan pada

multieluen jumlah totolannya yang berbeda yaitu berupa cuplikan yang

berkesinambungan dan menghasilkan hasil elusi berupa pita.

Kromatografi planar adalah satu-satunya teknik kromatografo dimana

kromatografi dua dimensi dapat dilakukan. Ini merupakan alat pemisahan

yang baik dan cukup sering dilirik sebagai suatu prosedur untuk dilakukan.

Sayangnya kebanyakan pemisahan dua dimensi dahulunya telah melibatkan

pemisahan kurang lebih 20 jenis asam amino pada selulosa atau silika gel,

dimana prosedurnya memakan waktu seharian untuk dilakukan dan hanya

satu sampel per lempeng yang bisa di analisa dalam satu waktu. Hasilnya

adalah suatu kromatogram seperti cetakan jari, mengidentifikasi noda

dengan membandingkannya dengan standar sangat memakan waktu dan

harus dilakukan terpisah pada kondisi eluen yang sama . Bagaimanapun

juga, suatu metode telah dikembangkan. Dulunya asam amino telah

dipisahkan dengan cara ini selama berabad-abad. (15:115)

Dalam hal untuk mendapatkan resolusi yang baik, penting untuk

memilih dua campuran pelarut yang berbeda, meskipun dengan kekuatan

pelarut yang sama ini cukup sulit tetapi penting. (15:115)

46
Gambar mekanisme KLT 2 dimensi

BAB III
METODE KERJA

47
III.1 Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan antara lain: Batang pengaduk,

bejana maserasi, botol penampung, botol semprot, buret, cawan porselin,

chamber, corong pisah, kaca ukuran 20x20 cm, gegep kayu, gelas piala,

gelas ukur, gunting, kipas angin, lampu UV 254 nm, lampu UV 366 nm, labu

Erlenmeyer, lempeng kromatografi, lumpang dan mortir, oven, penggaris,

pensil, pipa kapiler, pipet tetes, seperangkat alat sentrifuge, seperangkat alat

kromatografi kolom, statif dan klem, tabung reaksi, timbangan ohaus, dan

vial.

Adapun bahan-bahan yang digunakan antara lain: Aquadest,

aluminium foil, etanol, etil asetat, H2SO4 10%, hexan, kapas, kertas label,

kertas timbang, kertas saring, kloroform, lem, lempeng KLT, metanol, sampel

tanaman belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), silika halus, silika kasar.

III.2 Penyiapan Sampel

III.2.1 Pengambilan Sampel

Simplisia daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) diambil dari

pekarangan rumah di Jl.Perintis Kemerdekaan IV No.58, Makassar.

Menggunakan pisau atau gunting atau dipetik secara langsung dengan jari

pada bagian tangkai daunnya, dimasukkan dalam plastik. Kemudian dicuci

bersih dengan air, diangin-anginkan hingga agak kering.

III.2.2 Pengolahan Sampel

48
Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) yang telah diambil, dicuci

hingga bersih dengan air mengalir lalu ditiriskan lalu sampel dikeringkan

dengan cara diangin-anginkan di atas kertas koran pada tempat yang

terlindung dari sinar matahari langsung. Setelah kering digunting-gunting

hingga kecil-kecil lalu dikeringkan sampai kering betul.

III.3 Ekstraksi dan Partisi Sampel

III.3.1 Ekstraksi Sampel

Ekstraksi dengan Pelarut Metanol (Metode Maserasi)

Disiapkan alat dan bahan ; Simplisia daun belimbing wuluh (Averrhoa

bilimbi) yang telah kering dan halus ditimbang sebanyak 100 g ; Dimasukkan

ke dalam toples kemudian ditambahkan dengan cairan penyari (metanol)

hingga sampel terendam dengan cairan penyari volumenya lebih tinggi 2 cm.

Toples ditutup erat dan diberi plester untuk menghindari menguapnya cairan

penyari ; Dibiarkan selama 3 hari terlindung dari cahaya, kemudian disaring

hasil ekstraksi dan diperas ampasnya ; Hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam

wadah (yang telah ditarer) dan dibiarkan menguap dengan bantuan kipas

angin ; Ditimbang bobot ekstrak, diberi label dan disimpan dalam eksikator.

II.3.2 Partisi Ekstrak

Ekstraksi Cair – Padat

Karena ketidaktersediaan alat-alat yang dibutuhkan untuk percobaan

ECP ini seperti magnetik stirer ataupun sentrifuge, maka yang digunakan

adalah lumpang dan mortirnya dimana ekstrak nanti akan dimasukkan ke

49
dalam lumpang dan digerus dengan mortir sebagai pengganti magnetik

stirer.

Sejumlah ekstrak metanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)

dilarutkan dalam etil asetat sedikit demi sedikit dalam wadah ; Kemudian

ekstrak tersebut dimasukkan dan digerus sampai homogen ; Setelah

homogen, didiamkan sebentar sehingga terlihat ada yang larut dan tidak larut

berupa endapan ; Ambil bagian yang larut dan pindahkan ke dalam wadah

lain dengan menggunakan pipet tetes ; Sisa ekstrak berupa endapan yang

tidak larut dipindahkan ke wadah lain ; Ulangi prosedur ini hingga dua kali

(hingga jernih)

III.4 Isolasi dengan Kromatografi Kolom Konvensional

II.4.1 Penyiapan Kolom Kromatografi Kolom Konvensional

Penyiapan Alat-alat Perangkat Kromatografi Kolom Konvensional

Alat-alat perangkat kromatografi kolom dicuci dengan metanol dan

dikeringkan ; Dirangkai alat kolom berdasarkan petunjuk yang ada ;

Rangkaian tersebut ditegakkan dengan bantuan statif dan klem

II.4.2 Penyiapan Sampel

Penyiapan Bubur Silika

Ditimbang silika kasar dan ekstrak ; Diperoleh bobot silika yaitu 100x

dari ekstrak ; Silika dibagi dalam dua bagian ; Bagian pertama yang

bobotnya lebih besar dimasukkan ke dalam cawan porselen, sedangkan

sisanya untuk penyiapan ekstrak ; Silika yang ada di cawan porselen

50
dibasahkan dengan pelarut hexan ; Diaduk-aduk hingga terbasahi semuanya

; Didiamkan beberapa saat (sesekali diaduk) ; Silika siap digunakan

Penyiapan Ekstrak (Metode Kering)

Disiapkan alat dan bahan ; Ekstrak ditimbang ; Kemudian ekstrak

dilarutkan dengan kloroform ; Ekstrak dikeringkan dengan penambahan sisa

silika yang tadi sedikit demi sedikit ; Kemudian digerus di dalam lumpang

kecil ; Sisa silika disimpan ; Ekstrak siap digunakan

Pengerjaan Partisi

Disiapkan alat dan bahan ; Alat kolom yang telah dipasang

dimasukkan kapas pada ujung kolom (dasar kolom) ; Dimasukkan bubur

silika yang telah disiapkan secara perlahan-lahan ; Ditunggu beberapa saat

sehingga mampat atau dipukul dengan karet pipet tetes ; Dimasukkan

sampel perlahan-lahan ; Ditunggu beberapa saat ; Dimasukkan sisa silika

dari pengeringan ekstrak sebagai pengganti kertas saring ; Dimasukkan

perbandingan eluen satu-satu mulai dari non-polar hingga polar,

perbandingannya yaitu: Hexan : Etil = 1 : 0 (100ml : 0ml), Hexan : Etil = 10 :

0 (45ml : 5ml), Hexan : Etil = 5 : 1 (42ml : 8 ml), Hexan : Etil = 1 : 1 (25 ml :

25ml), Metanol = 100% (25 ml) ; Ditampung dalam vial hingga mencapai

volume 5 ml dan dibiarkan menguap.

III.4.3 Fraksinasi Komponen Kimia

51
Disiapkan alat dan bahan ; 49 vial yang tersedia dari hasil pemisahan

dengan metode kromatografi kolom dipilih dengan range tertentu. Vial yang

dipilih adalah vial ke 1, 7, 11, 15, 19, 23, 27, 31, 35, 39, 43, 47, dan 49 ;

Terdapat 13 vial yang telah dipilih kemudian dilarutkan dengan kloroform ;

Ditambahkan dengan 1 vial yang berisi ekstrak hexan dan kemudian

dilarutkan ; Totolkan ke-14 vial di atas lempeng silika ukuran 10 x 7 cm,

dimana vialnya telah diberi batas atas 0,5 cm, batas bawah 1 cm, jarak

antara tepi silika dengan noda pertama dan terakhir 0,4 cm, jarak antara

nodanya yaitu 0,7 cm ; Dielusi dengan eluen yang paling baik pemisahannya

dengan KLT yaitu eluen hexan : etil asetat (3 : 1) di dalam chamber yang

telah dijenuhkan ; Setelah terelusi sampai batas atas kemudian didiamkan

atau dikeringkan ; Dilihat penampakannya pada lampu UV 366 nm dan UV

254 nm serta penyemprotan H2SO4 ; Digabungkan noda-noda yang sama

penampakannya dalam beberapa fraksi, terdapat 4 fraksi yang telah

digabungkan. Antara lain: 1 – 14  fraksi I, 15 – 30  fraksi II, 31 – 42 

fraksi III, 43 – 49  fraksi IV ; Ke-4 fraksi ini dimasukkan ke dalam vial

dengan cara dilarutkan dengan kloroform ; Fraksi di dalam vial ini dibiarkan

menguap.

III.5 Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)

52
III.5.1 Penyiapan Lempeng KLTP

Lempeng kaca 20x20 cm dibilas dengan alkohol ; Ditimbang silika

halus 7 gram untuk satu lempeng ; Disiapkan sejumlah air yaitu 2 kali dari

bobot silika ; Dilarutkan silikanya dalam air hingga terbasahi ; Alat pembuat

lempeng kaca silika dirangkai ; Ditaburkan silika di atas lempeng kaca ;

Diratakan dengan gabus hingga rata ; Dikeluarkan dari alat dan diratakan

dengan bantuan tangan dengan cara ditepuk-tepuk dari belakang ;

Dikeringkan.

III.5.2 Isolasi Komponen Kimia

Disiapkan lempeng dan ekstrak (fraksi III) ; Dilarutkan ekstrak dengan

kloroform ; Dibuat batas tanda pada lempeng ; Ditotolkan ekstrak secara

berkesinambungan ; Dibuat eluen hexan : etil (4 : 1) sebanyak 25 ml ;

Chamber dijenuhkan ; Dimasukkan lempeng pada chamber dan dibiarkan

terelusi ; Setelah terelusi, lempeng dikeluarkan dari chamber ; Dilihat pitanya

pada lampu UV 254 nm dan UV 366 nm ; Dikerok semua pita yang tampak ;

Diperoleh 6 hasil pita KLTP

III.6 KLT Dua Dimensi dan Multi Eluen

Multi Eluen

Disiapkan alat dan bahan ; Hasil kerukan KLTP disentrifuge dalam

tabung sentrifus sebanyak 3 kali dengan metanol ; Diuapkan dan setelah itu

dilarutkan dengan kloroform (ada 6 vial) ; Disediakan lempeng yang sudah

diaktifkan ; Masing-masing vial ditotolkan pada lempeng yang berbeda ;

53
Disiapkan perbandingan eluen dari yang non-polar hingga polar

(hexan:kloroform=3:1 ; hexan:etil=4:1 ; hexan:etil=1:1) ; Setelah di elusi

dengan tiga eluen, dilihat penampakannya di lampu UV.254 nm dan UV 366

nm.

KLT Dua Dimensi

Disiapkan alat dan bahan ; Dilarutkan ekstrak dengan kloroform ;

Ditotolkan pada lempeng yang telah diaktifkan ; Dibuat perbandingan eluen

hexan : etil = 4 : 1 ; Dimasukkan ke dalam chamber dan dielusi ; Setelah

mencapai batas atas, diputar 90o, lalu dielusi lagi ; Setelah di elusi ke-2

mencapai batas atas, dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan ; Dilihat

penampakan nodanya pada UV.254 nm dan UV.366 nm.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

54
Pada praktikum isolasi senyawa bioaktif ini dilakukan proses ekstraksi,

identifikasi, dan isolasi komponen kimia yang terdapat dalam daun belimbing

wuluh (Averrhoa bilimbi).

Pengerjaan awal pada praktikum ini yaitu pengambilan sampel daun

belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) di lokasi. Simplisia daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi) diambil menggunakan pisau atau gunting atau dipetik

secara langsung dengan jari pada bagian tangkai daunnya, dimasukkan

dalam plastik. Kemudian dicuci bersih dengan air, diangin-anginkan hingga

agak kering. Setelah itu, daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) yang telah

diambil, dicuci hingga bersih dengan air mengalir lalu ditiriskan lalu sampel

dikeringkan dengan cara diangin-anginkan di atas kertas koran pada tempat

yang terlindung dari sinar matahari langsung. Setelah kering digunting-

gunting hingga kecil-kecil lalu dikeringkan sampai kering betul.

Kemudian, sampel yang telah kering tersebut di ekstraksi dengan

metode maserasi dengan menggunakan pelarut metanol. Metode maserasi

ini dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari

selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya.

Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung

komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari. Prinsip dari

maserasi itu sendiri yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan

masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut

dalam pelarut organik tersebut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi

55
antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut organik di luar sel, maka

larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini berulang terus

sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam sel

dan diluar sel.

Setelah diekstraksi, selanjutnya dilakukan partisi ekstrak dengan

metode ekstraksi cair-padat. Namun, Karena ketidaktersediaan alat-alat yang

dibutuhkan untuk percobaan ECP ini seperti magnetik stirer ataupun

sentrifuge, maka yang digunakan adalah lumpang dan mortirnya dimana

ekstrak nanti akan dimasukkan ke dalam lumpang dan digerus dengan mortir

sebagai pengganti magnetik stirer. Pengerjaannya yaitu sejumlah ekstrak

metanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) dilarutkan dalam etil asetat

sedikit demi sedikit dalam wadah. Kemudian ekstrak tersebut dimasukkan

dan digerus sampai homogen. Setelah homogen, didiamkan sebentar

sehingga terlihat ada yang larut dan tidak larut berupa endapan. Ambil

bagian yang larut dan pindahkan ke dalam wadah lain dengan menggunakan

pipet tetes. Sisa ekstrak berupa endapan yang tidak larut dipindahkan ke

wadah lain. Ulangi prosedur ini hingga dua kali (hingga jernih)

Selanjutnya yaitu isolasi dengan kromatografi kolom konvensional.

Metode kolom konvensional ini dibantu dengan gaya gravitasi dan oleh

karena hanya bantuan ini sehingga prosesnya memakan waktu yang lama.

Langkah awal dari metode ini adalah semua alat dibersihkan dan dicuci

dengan metanol, termasuk vial dan kolom. Setelah itu disiapkan bubur

silikanya. Dimana proses penyiapan bubur silika itu, silika kasar saja yang

56
digunakan, meskipun sebenarnya silika haluspun juga bisa digunakan.

Namun, penggunaan silika halus harus dibarengi dengan penambahan silika

kasar dengan konsistensi atau bobot yang lebih besar dibandingkan silika

halus. Hal ini dikarenakan bila hanya menggunakan silika halus akan

menyebabkan silika tersebut terlalu mampat ketika berada di dalam kolom

karena rongga-rongga antar partikel terlalu kecil sehingga menyulitkan eluen

untuk mempartisi ekstrak sebab kromatografi kolom ini hanya dibantu

dengan gaya gravitasi. Silika kasar direndam dengan hexan dalam suatu

wadah sambil diaduk-aduk dengan maksud membasahinya sehingga

membuatnya bisa memadat.

Jumlah silika kasar yang digunakan untuk pembuatan bubur silika

kasar adalah 100 kali dari jumlah bobot ekstrak yang digunakan. Sisa bobot

silika dari yang telah dipersiapkan digunakan untuk mengeringkan ekstrak

pada saat penyiapan sampel dengan metode kering. Prosesnya yaitu ekstrak

dilarutkan dengan kloroform hingga larut, dan ditambahkan sisa silika tadi,

digerus hingga kering dan sisa silika yang tidak dipakai disimpan sebagai

pengganti kertas saring di atas sampel dan dibawah eluen. Setelah

penyiapan ekstrak selesai, rangkai alat kolom.

Setelah terangkai, dimasukkan sedikit kapas untuk menahan atau

menyumbat sedikit ujung kolom, dan biarkan memadat terlebih dahulu dan

dimampatkan dengan cara memukul-mukul buret kolom dengan karet pipet

tetes. Setelah itu ditambahkan sampel tadi yang sudah disiapkan lalu

dimasukkan sisa silika kasar tadi sebagai pengganti kertas saring (sehingga

57
proses partisi lebih maksimal), setelah itu dimasukkan perbandingan eluen

satu per satu, dimulai dari eluen yang paling non-polar hingga ke yang polar.

Maksud dari kenapa eluen yang digunakan haruslah dari non-polar terlebih

dahulu ke yang polar adalah agar senyawa-senyawa yang ada didalam

simplisia tersebut terpartisi menurut tingkat kepolarannya masing-masing

karena apabila yang digunakan eluen polar terlebih dahulu maka akan

menyebabkan senyawa polar dan non-polar akan ikut tertarik oleh eluen

polar tersebut sehingga hasil partisinya pun menjadi kacau. Jadi harus

digunakan eluen non-polar terlebih dahulu agar senyawa yang mula-mula

tertarik lebih dulu adalah senyawa-senyawa non-polar dan saat digunakan

eluen polar, senyawa yang tertarikpun hanya senyawa-senyawa polar saja,

sebab tidak ada lagi senyawa non-polar yang tersisa, sehingga hasil

partisinya pun menjadi bagus.

Perbandingan eluen yang digunakan adalah hexan : etil asetat = 1 : 0

(100ml) ; 10 : 1 (50ml) ; 5 : 1 (50ml) ; 1 : 1 (50ml) ; metanol : hexan = 1 : 0

(25ml).

Hasil partisi ditampung di dalam vial dan diuapkan hingga kering.

Jumlah vial yang digunakan adalah 49 buah vial.

Setelah itu, dilakukan fraksinasi atau penggabungan vial-vial yang

sama penampakan nodanya setelah ditotolkan kembali di atas lempeng

silika. Langkah awal dari fraksinasi adalah pemilihan dari hasil partisi metode

kolom konvensional berdasarkan pemilihan secara acak dimana pada

umumnya dipilih range 10. Hal ini disesuaikan dengan kondisi hasil partisi

58
(jumlah vial yang digunakan). Semakin kecil range vial semakin tampak hasil

partisinya jika ada senyawa yang sama dari tiap perwakilan vial.

Setelah terpilih sejumlah vial perwakilan (13 vial ditambah 1 vial

ekstrak hexan), ekstraknya dilarutkan dengan kloroform hingga larut.

Dibuatlah perbandingan eluen dimana yang digunakan adalah perbandingan

hexan : etil asetat (3 : 1) sebanyak 20 ml. Setelah itu dimasukkan ke dalam

chamber dan ditunggu hingga jenuh dengan cara memasukkan kertas

saring. Sambil menunggu chamber jenuh, ke-14 vial itu ditotolkan pada

lempeng yang seolah-olah sudah diaktifkan dan setelah ditotol dan chamber

dijenuh, lempeng dimasukkan ke dalam chamber dan dibiarkan terelusi

hingga batas atas setelah itu dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan dan

dilihat penampakan nodanya pada lampu UV.254 nm dan UV.366 nm serta

penyemprotan dengan H2SO4.

Dari penampakan noda, bisa dilakukan fraksinasi atau penggabungan

noda-noda menjadi beberapa fraksi. Penggabungan fraksi-fraksi ini

didasarkan pada penampakan nodanya yang hampir sama.

Didapat 4 fraksi dimana fraksi I merupakan penggabungan vial 1-14,

fraksi II yang merupakan penggabungan vial 15-30, fraksi III yang

merupakan penggabungan dari vial 31-42, dan fraksi IV yang merupakan

penggabungan dari vial 43-49. Selanjutnya dilakukan KLTP.

Pada Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) untuk skala

praktikum, penyiapan lempeng sangat sederhana sekali. Dimana ditimbang 7

gram silika halus untuk 1 lempeng dan sejumlah air yang digunakan adalah

59
dua kali bobot silika. Dilarutkan silika tadi dalam air di stock erlenmeyer

hingga larut. Dipasang kaca 20x20 cm pada alat dan diratakan posisinya.

Ditaburkan silika tadi di atas kaca yang sudah dibersihkan dengan etanol

untuk membebaslemakkannya. Diratakan dengan gabus. Dikeluarkan dari

alat dan diratakan lagi bagian yang belum rata dengan tangan sambil

ditepuk-tepuk. Dikeringkan di oven.

Disiapkan ekstrak dan lempeng yang telah dibuat tadi. Ekstrak yang

dipilih adalah ekstrak pada fraksi III. Hal ini berdasarkan penampakan noda

pada percobaan fraksinasi yang telah dilakukan sebelumnya, karena noda

yang warnanya paling menonjol yaitu ungu kehijauan (vial ke-31) berada

pada fraksi III. Dilarutkan ekstrak dengan kloroform hingga larut. Diberi tanda

pada lempeng. Ditotolkan ekstrak pada lempeng secara berkesinambungan.

Dibuat perbandingan eluen hexan : etil (4 : 1) sebanyak 25 ml. Dijenuhkan

chamber dengan memasukkan eluen tadi dan ditutup (bila perlu dengan

pengocokan). Setelah jenuh dimasukkan lempeng tadi dan dibiarkan terelusi

hingga batas atas. Dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan. Dilihat

penampakan pitanya pada UV 254 nm dan 366 nm. Dikerok sejumlah pita

sesuai pita yang tampak. Diperoleh 6 pita.

Yang terakhir, dilakukan multi eluen dan KLT dua dimensi. Mula-mula,

6 hasil KLTP disentrifus terpisah, dengan menggunakan metanol sebanyak 3

kali lalu ditampung di vial lalu diuapkan. Metanol digunakan berdasarkan

pemilihan fraksi untuk penotolan KLTP yang telah dilakukan sebelumnya.

Karena fraksi yang dipilih adalah fraksi III, maka pelarut yang digunakan

60
untuk melarutkan ekstrak didalam vial adalah metanol. Karena seperti yang

telah diketahui metanol bersifat semi-polar berarti kepolarannya berada di

tengah-tengah dan fraksi yang dipilih adalah fraksi III yang diketahui

mengandung ekstrak yang kepolarannya berada ditengah-tengah pula

dimana fraksi III ada penggabungan noda-noda pada vial 31 – 42 dari 49 vial

hasil kromatografi kolom. Jadi pelarut yang digunakan pun bersifat hampir

sama dengan ekstrak pada vial-vial tersebut, dipilihlah metanol.

Setelah disentrifus dengan menggunakan pelarut metanol, hasil

sentrifus kemudian dipisahkan dan ditampung di dalam vial. Setelah itu vial

tersebut didiamkan hingga metanolnya menguap.

Untuk pengerjaan multieluen, ekstrak yang telah disentrifus tersebut

dilarutkan dengan kloroform. Digunakan kloroform karena pelarut tersebut

baik untuk penotolan pada lempeng sebab memenuhi syarat pelarut yang

bisa digunakan untuk penotolan pada lempeng yaitu dapat melarutkan

ekstrak dan mudah menguap. Meskipun sebenarnya pelarut lain bisa juga

digunakan asalkan memenuhi syarat tersebut. Kloroform tidak spesifik atau

harus digunakan untuk melarutkan ekstrak pada percobaan ini. Setelah

ekstrak dilarutkan dengan kloroform, ditotolkan pada lempeng yang sudah

diaktifkan. Ditotolkan pada lempeng secara terpisah. Eluen yang digunakan

adalah mulai dari perbandingan eluen yang nonpolar ke polar, tetapi

perbedaan tingkat kepolarannya hanya sedikit antara satu dengan yang

lainnya yaitu hexan : CHCl3 = 3 : 1 ; hexan : etil = 4 : 1 ; dan hexan : etil = 1 :

1. Digunakan ketiga eluen yang perbedaan tingkat kepolarannya berbeda

61
sedikit ini agar bisa dilihat pergerakan noda atau hasil dari elusinya, apakah

noda yang ingin dibuktikan tunggal atau tidak bisa dilihat kenaikannya sedikit

demi sedikit sehingga jelas hasilnya, karena itu dipilih dari non-polar ke polar.

Eluen yang dipilih tidak boleh memiliki perbedaan tingkat kepolaran yang

jauh apa lagi kalau eluen kedua atau ketiga melebihi kepolaran dari eluen

yang digunakan pada KLTP. Eluen-eluen tersebut tidak boleh memiliki

kepolaran yang lebih tinggi dari KLTP, harus berdekatan sehingga kenaikan

noda pun terlihat jelas.

Setelah terelusi dengan menggunakan ketiga eluen dari non-polar

hingga polar, dilihat penampakan atau kenaikan nodanya pada UV 254 nm

dan UV 366 nm. Namun, pada percobaan ini tidak didapatkan hasil yang

diinginkan. Setelah dilihat penampakan nodanya pada UV 254 nm dan UV

366 nm, noda yang telah ditotolkan justru melayang atau menumpuk di atas

hingga batas elusi.

Untuk KLT dua dimensi, disiapkan semua alat dan bahannya.

Dilarutkan ekstrak dengan kloroform, lalu ditotokan pada lempeng yang

sudah diaktifkan dibuat perbandingan eluen hexan : etil = 4 : 1. Dielusi

hingga batas atas. Setelah mencapai batas atas, diputar 90o untuk

memperpanjang jarak lintasannya, lalu dielusi lagi. Setelah dielusi ke dua

mencapai batas atas dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan. Dilihat

penampakan atau kenaikan nodanya pada UV 254 nm dan UV 366 nm.

Namun pada percobaan KLT dua dimensi ini pun tidak didapatkan senyawa

tunggal seperti halnya pada multi eluen.

62
BAB V
KESIMPULAN

63
V.1 Kesimpulan

Dari semua hasil percobaan yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan:

1. Metode ekstraksi yang digunakan untuk simplisia daun belimbing wuluh

(Averrhoa bilimbi) adalah metode dengan berat simplisia 100 gram dan

volume menstrum metanol 3 liter.

2. Metode partisi yaitu ekstraksi cair padat dengan menggunakan pelarut

etil asetat 25 ml dan hasil partisi larut etil asetat 1,6 gram dan yang tidak

larut etil 0,75 gram.

3. Metode kromatografi lapis tipis tipis dengan menggunakan eluen

heksan : etil 3 ; 1 sebanyak 5 ml dan diperoleh profil KLT.

4. Kromatografi kolom dengan menggunakan berat simplisia sebanyak 0,42

gram, berat silica 42 gram dan perbandingan eluen heksan : etil ( 1:0 =

100 ml ; 10:0 = 50 ml ; 5:1 = 50 ml ; 1:1 = 50 ml ; dan methanol 25 ml )

dan diperoleh 49 vial.

5. Fraksinasi dengan perbandingan eluen heksan : etil = 3 : 1 sebanyak 20

ml dan diperoleh hasil fraksi 4 fraksi.

6. Fraksi ketiga dilanjutkan ke kromatografi lapis tipis preparatif dengan

perbandingan eluen heksan : etil = 4 : 1 sebanyak 25 ml dan diperoleh

hasil sebanyak 6 pita.

7. Semua pita dikeruk dan dilanjutkan ke KLT 2 dimensi dan multieluen

dengan perbandingan eluen untuk multieluen heksan : kloroform = 3 ; 1

(5 ml), heksan : etil = 4:1 (5ml) dan heksan : etil asetat = 1 : 1 (5ml) serta

untuk KLT 2 dimensi menggunakan eluen heksan : etil = 4 ; 1 ( 25 ml).

64
8. Hasil pengisolasian menunjukkan bahwa belimbing wuluh tidak diperoleh

senyawa tunggal.

V.2 Saran dan Kritik

Cara kakak membimbing praktikan sudah cukup baik, dan perlu

ditingkatkan sedikit lagi, serta metode diskusinya tetap dipertahankan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Http://www.rizkytrondol.wordpress.com/belimbing-wuluh//

65
2. Http://www.tubuhsehat.com/tanaman-obat-dilingkungan-sendiri/averrhoa-
bilimbi//

3. Http://www.tanamanObat.org/BelimbingWuluh//

4. Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Jakarta : Depkes RI. 7.

5. Anief, Moh. 1995. Ilmu Meracik Obat : Teori Dan Praktik. Gadjah Mada
University Press : Yogyakarta. 165-166.

6. DEPKES RI. 1989. Sediaan Galenik. Jakarta : Dirjen POM. 10-28.

7. Sudjadi. 1994. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Kanisius. 63-66.

8. Darise, dkk. 1997. Komponen Kimia dalam Praktek Phytochemistry.


Makassar : Fakultas Farmasi. 1-10, 24

9. Gritter J.R, dkk. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB: Bandung. 6,


83, 107, 109.

10. Sastrohamidjojo. 1985. Kromatografi. Penerbit Liberty : Yogyakarta, 27.

11. Roth, H.J., Blaaschke, G. 1988. Analisis Farmasi. Penerjemah Sarjono


Kisman. Universitas Gadjah Mada Press : Yogyakarta. 374

12. Http://www.chemistry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi1/
kromatografi_kolom/

13. Http://www.chemistry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/kromatografi1/
kromatografi_lapis_tipis/

14. Http://www.chemistry.org/SitusKimiaIndonesia/Kromatograf-Kolom//

15. Thin-Layer Chromatography. E-book.

16. Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan.


Yogyakarta : UGM Press.

17. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern


Menganalisis Tumbuhan. Penerbit ITB : Bandung. 4-7, 19-30.

LAMPIRAN

66
GAMBAR

A. Ekstraksi Cair Padat

Ekstrak tidak larut etil asetat Ekstrak larut etil asetat

B. Kromatografi Lapis Tipis

UV 254 nm UV 366 nm

Eluen = Hexan : Etil ( 3 : 1 )

C. Kromatografi Kolom Konvensional

67
Eluen = Heksan : etil asetat = 1 : 0

Heksan : etil asetat = 10 : 1

Heksan : etil asetat = 5 : 1

Heksan : etil asetat = 1 : 1

Metanol : etil asetat = 1 : 0

D. Fraksinasi

UV 254 nm UV 366 nm H2SO4

Eluen = Hexan : Etil ( 3 : 1 )

E. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

68
UV 366 nm UV 254 nm

Eluen = Hexan : Etil ( 4 : 1 )

F. KLT 2 Dimensi dan Multieluen

UV 254 nm UV 366 nm

69
UV 254 nm UV 366 nm

Eluen = Hexan : CHCl3 ( 3 : 1 )

Hexan : Etil ( 4 : 1 )

Hexan : Etil ( 1 : 1 )

70
SKEMA KERJA

A. Ekstraksi Cair Padat

Ekstrak MeOH

Dilarutkan dengan etil asetat

Digerus dalam lumpang


Diamkan beberapa saat

Larut etil asetat (diambil) tidak larut etil asetat(disimpan)

Dilakukan sebanyak 3 kali

Diuapkan

B. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Ekstrak awal ekstrak larut etil asetat ekstrak tidak larut etil

Dilarutkan dengan kloroform

Ditotolkan pada lempeng

Dielusi dengan eluen hexan : etil = 3 :1

Dilihat penampakannya di UV 254 dan 366 nm

71
C. Kromatografi Kolom Konvensional

Penyiapan Bubur Silika

Ditimbang silika kasar dan ekstrak

Diperoleh bobot silika kasar 100x dari ekstrak

Dibagi menjadi 2 bagian

Bagian pertama dimasukkan di cawan porselen


Bagian kedua untuk penyiapan sampel

Dibasahkan dengan pelarut hexan

Diaduk-aduk hingga terbasahi semuanya

Diamkan beberapa saat (sekali-sekali diaduk)

Silika siap digunakan

Penyiapan Ekstrak

Ekstrak ditimbang

Dilarutkan dengan CHCl3

Penyiapan dengan metode kering

Ekstrak dikeringkan dengan penambahan sisa silika tadi


Sedikit demi sedikit

Digerus hingga kering

72
Sisa silika disimpan

Ekstrak siap digunakan

Proses Partisi
Dirangkai alat kolom

Dimasukkan kapas pada buret kolom

Dimasukkan bubur silika


mampatkan
Dimasukkan sampel

Dimasukkan sisa silika

Dimasukkan perbandingan eluen

Ditampung di vial

Diuapkan

D. Fraksinasi

Diambil 13 perwakilan vial + pembanding

Ditotolkan pada lempeng

Dielusi dengan eluen heksan : etil (4:1)

Dilihat pada UV 254 , 366 , & H2SO4

Digabung noda yang sama

73
Diperoleh 4 fraksi

E. Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Penyiapan Lempeng KLTP

Lempeng kaca 20x20 yang telah dibilas dengan alkohol

Ditimbang silika halus 7 gram tiap lempeng

Disiapkan sejumlah air yaitu 2x dari bobot silika

Dilarutkan silikanya dalam air hingga larut

Dipasang alatnya

Ditaburkan silika di atas lempeng

Diratakan dengan gabus hingga rata

Dikeluarkan dari alat dan diratakan dengan bantuan tangan

dikeringkan

Proses KLTP

Dilarutkan ekstrak fraksi ke 3 dengan kloroform

Ditotolkan pada lempeng secara berkesinambungan

Dielusi dengan eluen heksan : etil (4:1)

74
Dilihat pita yang terbentuk pada UV 254 dan 366

Dikerok pita yang terbentuk

Diperoleh 6 hasil pita KLTP

F. Multi Eluen dan KLT Dua Dimensi

Multi Eluen

6 vial (ekstrak)

Dilarutkan dengan CHCl3

Disiapkan perbandingan eluen


Hexan : CHCl3 = 3 : 1
Hexan : Etil = 4 : 1
Hexan : Etil = 1 : 1

Ditotolkan pada lempeng

Dielusi dengan ketiga eluen yang telah disiapkan

Dilihat pada UV 254 nm dan UV 366 nm

KLT Dua Dimensi

Ekstrak

Dilarutkan dalam CHCl3

Disiapkan eluen hexan : etil = 4 : 1

Ditotolkan pada lempeng

75
Dielusi hingga batas atas

Diputar 90o

Dielusi lagi hingga batas atas

Dikeluarkan dari chamber

Dikeringkan

Dilihat pada UV 254 nm dan UV 366 nm

76
HASIL DISKUSI

Digunakan penyari etil asetat karena menurut jurnal yang diperoleh

dikatakan bahwa senyawa flavonoid larut dalam etil asetat. Dan alasan

mengapa eluaen yang digunakan pada proses KLT adalah heksan : etil

asetat 3 : 1 karena belum tentu senyawa yang ditarik dengan etil asetat

hanya bisa menarik senyawa-senyawa yang memiliki tingkat kepolaran sama

atau dibawah etil asetat, tetapi adapun senyawa walaupun dengan

konsentrasi yang sedikit bisa ikut tertarik dalam etil asetat. Sehingga hasil

yang diperoleh ada senyawa yang tertinggal di bawah dan adapula yang

terelusi. Alas an mengapa eluen yang digunakan kelompok lima berbeda

dengan kelompok lain yang sama-sama memiliki tujuan untuk mengisolasi

flavonoid karena senyawa flavonoid yang ditarik oleh kelompok lima berbeda

dengan flavonoid yang ditarik oleh kelompok lain. Setiap jenis flavonoid

memiliki cirri-ciri yang berbeda termasuk pelarut yang bias menaikkan

nodanya.

Alasan mengapa pada hasil KLT muleluen dan 2 dimensi tidak

menampakkan noda karena mungkin senyawa flavonoidnya sangat mudah

terhidrolisis oleh pemaparan cahaya yang terlalu lama, yang mengakibatkan

senyawa tersebut pada waktu dielusi tidak naik atau dengan kata lain oleh

karena terhidrolisisnya menyebabkan senyawa tersebut bertambah

kepolarannya.

77
Alasan mengapa menggunakan metode partisi padat karena

sebenarnya tidak terlalu bermasalah pada metode apa yang digunakan. Hal

ini didasarkan pada jurnal yang diperoleh, dikatakan bahwa dengan metode

partisi cair maupun padat, senyawa flavonoid bisa ditarik dari suatu simplisia.

Hal ini terbukti juga dengan kelompok lain yang juga menarik flavonoid

dengan metode partisi cair, tetap juga mendapatkan senyawa tunggal dari

flavonoid.

Alasan mengapa semua pita diambil karena merupakan kesalahan

dari kelompok yang tidak melakukan uji pendahuluan dengan menggunakan

pereaksi spesifik untuk menentukan ada tidaknya senyawa flavonoid di

dalam suatu simplisia.

78

You might also like