You are on page 1of 28

1

I PENDAHULUAN
Yang paling dikenal sebagai tiga penyebab klasik kematian ibu disamping
infeksi dan preeklamsia adalah perdarahan. Perdarahan pasca persalinan (PPP) adalah
perdarahan yang massif yang berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan jalan
lahir dan jaringan disekitarnya yang merupakan salah satu penyebab dari kematian
ibu disamping karena kehamilan ektopik dan abortus. PPP bila tidak mendapat
penanganan yang semestinya akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu serta
proses penyembuhan kembali. Dengan berbagai kemajuan pelayanan obstetric di
berbagai tempat di Indonesia, maka telah terjadi pergeseran kausal kematian ibu
bersalin dengan perdarahan dan infeksi yang semakin berkurang tetapi penyebab
eklamsia dan penyakit medic non kehamilan semakin menonjol
1
.
Perdarahan setelah melahirkan adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari
tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur disekitarnya , atau
keduanya.Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih
darah setelah kalatiga persalinan selesai. Hal ini setara dengan pengeluaran darah
1000 ml pada seksio sesarea,1400 ml pada histerektomi sesarea elektif, dan 3000
sampai 3500 ml pada histerektomisesarea darurat. Di Inggris, separuh kematian ibu
hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan postpartum. Apabila terjadi
perdarahan berlebihan, harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensi
plasenta, termasuk plasenta akreta dan yang semacamnya, serta laserasitraktus
genitalia. Atonia uteri merupakan salah satu penyebab terjadinya kematian ibu setelah
proses persalinan bayi dan plasenta, dimana atonia uteri terjadi pada sekitar 80-90%
kasus perdarahan postpartum dan terjadi pada sekitar 2-5% persalinan pervaginam.
Hal tersebut menyebabkan atonia uteri menjadi indikasi utama dilakukannya
histerektomi atau transfusidarah postpartum
2

Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum
secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut serabut miometrium
2

yangmengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta.
Atonia uteriterjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi
1,2
.
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah
persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak
mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini
adalah terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh
darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas
seluruhnya. Atonia uteri menyebabkan terjadinya perdarahan yang cepat dan parah
dan juga shock hypovolemik. Dari semua kasus perdarahan postpartum sebesar 70 %
disebabkan oleh atonia uteri
3
.

II. ANATOMI
Anatomi alat kandungan di bedakan menjadi 2 yaitu genetalia eksterna dan
genetalia interna.

Gambar 1. Anatomi organ genitalia
4

3

1. Genetalia eksterna
a. Mons veneris
Bagian yang menonjol bagian simfisis yang terdiri dari jaringan lemak,daerah ini
di tutupi bulu pada masa pubertas.
b. Vulva
Adalah tempat bermuara sistem urogenital. Di sebelah luar vulva dilingkari oleh
labia mayora (bibir besar) yang ke belakang, menjadi satu dan membentuk
kommisura posterior dan perineum. Di bawah kulitnya terdapat jaringan lemak
seperti yang ada di mons veneris.
c. Labia mayora
Labia mayora ( bibir besar ) adalah dua lipatan besar yang membatasi vulva, terdiri
atas kulit, jaringan ikat, lemak dan kelenjar sebasca. Saat pubertas tumbuh rambut
di mons veneris dan pada sisi lateral.
d.Labia minora
Labia minora ( bibir kecil ) adalah dua lipatan kecil diantara labia mayora,dengan
banyak kelenjar sebasea. Celah diantara labia minora adalah vestibulum.
e. Vestibulum
Vestibulum merupakan rongga yang berada diantara bibir kecil (labia minora),
maka belakang dibatasi oleh klitoris dan perenium, dalam vestibulum terdapat
muara muara dari liang senggama (introetus vagina uretra, kelenjar bartholimi
dan kelenjar skene kiri dan kanan).
f. Himen (selaput dara)
Lapisan tipis yang menutupi sebagian besar liang senggama ditengahnya berlubang
supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar, letaknya mulut vagina. Pada
bagian ini bentuknya berbeda beda ada yang seperti bulan sabit, konsistensi ada
yang kaku dan yang lunak, lubangnya ada seujung jari, ada yang dapat dilalui satu
jari.
g. Perineum
4

Terbentuk dari korpus perineum, titik tentu otot-otot dasar panggul yang ditutupi
oleh kulit perineum.
2. Genetalia interna
a. Vagina
Tabung yang di lapisi membran dari jenis-jenis epitelium bergaris, khusus dialiri
banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Panjangnya dari vestibulum sampai
uterus 71/2. Merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus. Dinding
depan liang senggama (vagina) 9 cm, lebih pendek dari dinding belakang. Pada
puncak vagina sebelah dalam berlipat-lipat disebut rugae.
b. Uterus
Organ yang tebal,berotot berbentuk buah pir,terletak di dalam pelvis antara rectum
di belakang dan kandung kemih di depan, ototnya disebut miometrium. Uterus
terapung di dalam pelvis dengan jaringan ikat dan ligament. Panjang uterus 71/2
cm, lebar 5 cm, tebal 2 cm. Berat 59 gr, dan berat 30-60 gr.
Uterus terdiri dari :
1) Fundus uteri (dasar rahim )
Bagian uterus yang terletak antara pangkal saluran telur. Pada pemeriksaan
kahamilan, perabaan fundus uteri dapat memperkirakan usia kehamilan.
2) Korpus uteri
Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan,bagian ini berfungsi sebagai tempat
janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri di sebut kavum uteri
atau rongga rahim.
3) Servik uteri
Ujung servik yang menuju puncak vagina disebut porsio,hubungan antara kavum
uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri internum.
Lapisan-lapisan uterus, meliputi :
1) Endometrium
2) Myometrium
3) Parametrium
5


Gambar 2. (a) Anatomi uterus normal. (b) Atonia uteri. 4,5
c. Ovarium
Merupakan kelenjar berbentuk kenari, terletak kiri dan kanan uterus di bawah
merupakan tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum
uterus.
d. Tuba fallopi
Tuba fallopi dilapisi oleh epitel bersilia yang tersusun dalam banyak lipatan
sehingga memperlambat perjalanan ovum ke dalam uterus. Sebagian sel tuba
mensekresikan cairan serosa yang memberikan nutrisi pada ovum.Tuba fallopi
disebut juga saluran telur terdapat 2 saluran telur kiri dan kanan. Panjang kira-kira
12cm tetapi tidak berjalan lurus. Terus pada ujung-ujungnya terdapat fimbria,
untuk memeluk ovum saat ovulasi agar masuk kedalam tuba.

Serviks merupakan organ bagian paling bawah dari uterus, menempel pada vagina
dan menghubungkan antara rongga vagina dan rongga rahim. Panjang dari serviks
hanya sekitar 4 cm dengan 2 cm berada dalam rongga vagina bagian atas. Ada dua
bagian yang utama dari serviks, pertama adalah ektoserviks yang dapat dilihat dari
dalam vagina secara langsung selama pemeriksaan ginekologi, dibagian sentral
ektoserviks adalah Ostium Uteri Eksterna (OUE) yang menghubungkan antara
6

rahim dan vagina. Bagian kedua adalah endoserviks atau kanalis endoservikalis,
merupakan suatu terowongan melalui serviks dari OUE ke dalam uterus.
4,5
III. PERDARAHAN POST PARTUM
Pengertian Perdarahan Postpartum

Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau
lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama, atau
sesudah lahirnya plasenta.(1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15)
Definisi lain menyebutkan Perdarahan Pasca Persalinan adalah perdarahan 500 cc
atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir.(2)
Penyebab Perdarahan Postpartum

Penyebab perdarahan Postpartum antara lain
5
:

1. Tone (Atonia uteri) 50% - 60%
2. Tissue (Retensio plasenta 16% - 17% , Rest plasenta 23 24 %)
3. Trauma (Laserasi jalan lahir) 4% - 5%
5. Trombin (Kelainan darah) 0,5% - 0,8%

Klasifikasi Perdarahan Postpartum

Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu
5
:
1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi
dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer
adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio
uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi
setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan
oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

7

Gejala Klinik Perdarahan Postpartum

Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari
volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada
kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus-
menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda
syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas
dingin, dan lain-lain
5

Patofisiologi Perdarahan Post Partum

Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum
sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus
berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh
darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan
retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama
penyebab perdarahan pasca persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan
seperti robekan servix, vagina dan
5

Perdarahan pasca persalinan juga dapat disertai dengan komplikasi disamping
dapat menyebabkan kematian. Perdarahan pasca persalinan memperbesar kemungkinan
infeksi puerperal karena daya tahan tubuh penderita berkurang. Perdarahan banyak, kelak
bisa menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior
sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut. Gejala-gejalanya adalah astenia, hipotensi,
anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual
dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan
metabolisme dengan hipotensi, amenorea, dan kehilangan fungsi laktasi
4,5,6

Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi
dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah
atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri
4,5,6

8

ATONIA UTERI
A. Definisi
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus / kontraksi Rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir
1
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi
dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta
menjadi tidak terkendali. Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus
sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah
kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500 cc/menit
dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium
akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi
2

Gambar 2 : Keadaan pembuluh darah pada atonia uteri
2

B. Faktor Predisposisi :
Penilaian faktor risiko perdarahan postpartum pada wanita sangat penting
dalam mengidentifikasi terjadinya peningkatan risiko atonia uteri, sehingga
memungkinkan untuk tindakan preventif, adanya faktor risiko perdarahan postpartum
meningkatkan risiko perdarahan 2 - 4 kali lipat dibandingkan dengan wanita tanpa
faktor risiko. Dengan demikian wanita yang memiliki faktor risiko harus persalinan di
rumah sakit dengan fasilitas yang memadai untuk mengelola perdarahan postpartum.
Namun, perlu dicatat bahwa kejadian atonia uteri tak dapat diprediksi pada wanita
9

yang tidak mempunyai faktor risiko. Sehingga diperlukan protokol yang ketat untuk
pengelolaan perdarahan postpartum di tempat yang menyediakan perawatan
kebidanan
7
.

Faktor faktor predisposisi terjadinya atonia uteri
1,2,5,6,7,10
:
1. Regangan Rahim berlebihan karena kehamilan gemelli, polihidramnion,
atau anak terlalu besar
2. Kehamilan lewat waktu;
3. Partus lama;
4. Grande multipara;
5. Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia );
6. Perdarahan antepartum (Plasenta previa atau Solutio plasenta);
7. Riwayat perdarahan postpartum;
8. Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya
Atonia uteri juga dapat terjadi karena salah dalam penanganan kala III
persalinan, dengan cara memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha
melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus
7,8
C. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan
kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar
tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma
jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga
menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada
ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya
fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari
perdarahan postpartum
9
,
10
. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada
keadaan shock hemoragik.
10


D. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala atonia uteri
11
:
1. Perdarahan pervaginam.
Perdarahan pada atonia darah sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang
sering terjadi adalah adanya darah disertai gumpalan.Hal ini terjadi karena
tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah
2. Konsistensi rahim lunak.
Gejala ini merupakah gejala khas yang membedakan atonia dengan penyakit
perdarahan lain
3. Fundus uteri naik.
Disebabkan karena adanya darah dalam cavum uteri dan menggumpal
4. Adanya tanda-tanda shock
Tekanan darah rendah, denyut nadi mengecil dan lemah,ekstremitas dingin,
gelisah, mual, dan lain-lain
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir
adalah:
Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi
yang lemah tersebut menjadi kuat.
Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras
tapi perdarahan tidak berkurang
11
.
11

Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila
perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan
banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena
atonia uteri, rahim membesar dan lembek. Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia
pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat
membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah
mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada
persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan
dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
9,10,11

E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan
masih aktif dan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa padasaat atonia
uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500 1000 cc
yang sudah keluar dari pembuluhdarah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan
harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti
6
Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosa Kerja
Uterus tidak
berkontraksi dan
lembek. Perdarahan
segera setelah anak
lahir
Syok
Bekuan darah pada serviks atau
posisi telentang akan
menghambat aliran darah
keluar

Atonia uteri
Darah segar mengalir
segera setelah bayi
lahir Uterus
berkontraksi dan
keras
Pucat
Lemah
Menggigil

Robekan jalan lahir
12

Plasenta lengkap

Plasenta belum lahir
setelah 30 menit
Perdarahan segera
Uterus berkontraksi dan
keras

Tali pusat putus akibat traksi
berlebihan
Inversio uteri akibat tarikan
Perdarahan lanjutan

Retensio plasenta
Plasenta atau sebagian
selaput tidak lengkap
Perdarahan segera

Uterus berkontraksi tetapi tinggi
fundus tidak berkurang
Retensi sisa plasenta
Uterus tidak teraba
Lumen vagina terisi
massa
Tampak tali pusat (bila
plasenta belum lahir)

Neurogenik syok
Pucat dan limbung
Inversio uteri
Sub-involusi
uterus,Nyeri tekan
perut bawah dan pada
uterusPerdarahan
sekunder

Anemia
Demam
Endometritis atau sisa
fragmen plasenta
(terinfeksi atau tidak)
Table 1 Diagnosis Atonia Uteri
10

Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan
ditatalaksana sesuai penyebabnya.(6) Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan
13

yang hebat dan menakutkan Sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam
keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi
terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas
ataupun jatuh kedalam syok.( Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul
gejala penurunan tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin,
sampai terjadi syok. Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan
retensio plasenta atau laserasi jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka
perdarahan akan berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah
plasenta lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma
jalan lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek dan membesar
jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk
mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.
Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum (4)
1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :
a. Sisa plasenta dan ketuban
b. Robekan rahim
c. Plasenta succenturiata
4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan lain-lain.

E. Pencegahan
Pencegahan Perdarahan Postpartum
11

1. Perawatan masa kehamilan
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang
disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja
dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan
antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu
14

yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan
untuk bersalin di rumah sakit.
2. Persiapan persalinan
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,golongan
darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank darah.
Pemasangan cateter intravena dengan lobangyang besar untuk persiapan apabila
diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung
dilakukan transfusi. Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan
postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.
3. Persalinan
Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau
maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massae
yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah
lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan
mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan
memicu terjadinya perdarahan postpartum.
Pencegahan atonia uteri :
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut
sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam
persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.Kegunaan utama oksitosin sebagai
pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan
tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling
bermanfaat untuk mencegah atonia uteri.
Atonia uteri dapat dicegah dengan manajemen aktif kala III yaitu
11,12
.:
a. Memberikan obat oksitosin 10 IU segera setelah bahu bayi lahir;
b. Melakukan penegangan tali pusat terkendali;
c. Masase uterus segera setelah plasenta dilahirkan agar uterus tetap berkontraksi
15

a. Memberikan obat uterotonika (untuk kontraksi rahim) dalam waktu dua menit
setelah kelahiran bayi

Penyuntikan obat uterotonika segera setelah melahirkan bayi adalah salah satu
intervensi paling penting yang digunakan untuk mencegah perdarahan pasca persalinan.
Obat uterotonika yang paling umum digunakan adalah oxytocin yang terbukti sangat
efektif dalam mengurangi kasus perdarahan pasca persalinan dan persalinan lama.
Syntometrine (campuran ergometrine dan oxytocin) ternyata lebih efektif dari oxytocin
saja. Namun, syntometrine dikaitkan dengan lebih banyak efek samping seperti sakit
kepala, mual, muntah, dan tekanan darah tinggi. Prostaglandin juga efektif untuk
mengendalikan perdarahan, tetapi secara umum lebih mahal dan memiliki berbagai efek
samping termasuk diarrhea, muntah dan sakit perut.
b. Menjepit dan memotong tali pusat segera setelah melahirkan
Pada manajemen aktif persalinan kala III, tali pusat segera dijepit dan dipotong
setelah persalinan, untuk memungkinkan intervensi manajemen aktif lain. Penjepitan
segera dapat mengurangi jumlah darah plasenta yang dialirkan pada bayi yang baru lahir.
Diperkirakan penjepitan tali pusat secara dini dapat mencegah 20% sampai 50% darah
janin mengalir dari plasenta ke bayi. Berkurangnya aliran darah mengakibatkan tingkat
hematokrit dan hemoglobin yang lebih rendah pada bayi baru lahir, dan dapat
mempunyai pengaruh anemia zat besi pada pertumbuhan bayi. Satu kemungkinan
manfaat bagi bayi pada penjepitan dini adalah potensi berkurangnya penularan penyakit
dari darah pada kelahiran seperti HIV.
c. Melakukan penegangan tali pusat terkendali sambil secara bersamaan
melakukan tekanan terhadap rahim melalui perut
Penegangan tali pusat terkendali mencakup menarik tali pusat ke bawah
dengan sangat hati-hati begitu rahim telah berkontraksi, sambil secara bersamaan
memberikan tekanan ke atas pada rahim dengan mendorong perut sedikit di atas
tulang pinggang. Dengan melakukannya hanya selama kontraksi rahim, maka
mendorong tali pusat secara hati-hati ini membantu plasenta untuk keluar. Tegangan
16

pada tali pusat harus dihentikan setelah 30 atau 40 detik bila plasenta tidak turun,
tetapi tegangan dapat diusahakan lagi pada kontraksi rahim yang berikut
13.

Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi
lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bonus.Analog sintetik
oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk
mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat
long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit
dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara
pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan
operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin
13
.
G. Penatalaksanaan
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien.
Pasien bisa masih dalam keadaaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat
hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan tergantung pada keadaaan
klinisnya
14
.
No Langkah penatalaksanaan Alasan
1. Masase fundus uteri segera
setelah lahirnya
plasenta(maksimal 15 detik)
Masase merangsang kontraksi uterus.
Saat dimasase dapat dilakukan penilaia
kontraksi uterus
2. Bersihkan bekuan darah adan
selaput ketuban dari vaginadan
lubang servik
Bekuan darah dan selaput ketuban
dalam vagina dan saluran serviks akan
dapat menghalang kontraksi uterus
secara baik.
3. Pastikan bahwa kantung kemih
kosong,jika penuh dapat
dipalpasi, lakukan kateterisasi
menggunakan teknik aseptik
Kandung kemih yang penuh akan dapat
menghalangi uterus berkontraksi secara
baik.
4. Lakukan Bimanual Internal (KBI)
selama 5 menit
Kompresi bimanual internal
memberikan tekanan langsung pada
pembuluh darah dinding uterusdan juga
17

merangsang miometrium untuk
berkontraksi.
5. Anjurkan keluarga untuk mulai
membantu kompresi bimanual
eksternal
Keluarga dapat meneruskan kompresi
bimanual eksternal selama penolong
melakukan langkah-langkah selanjutnya
6. Keluarkan tangan perlahan-lahan Menghindari rasa nyeri
7. Berikan ergometrin 0,2 mg IM
(kontraindikasi hipertensi) atau
misopostrol 600-1000 mcg
Ergometrin dan misopostrol akan
bekerja dalam 5-7 menit dan
menyebabkan kontraksi uterus
8. Pasang infus menggunakan jarum
16 atau 18 dan berikan 500cc
ringer laktat + 20 unit oksitosin.
Habiskan 500 cc pertama secepat
mungkin
Jarum besar memungkinkan pemberian
larutan IV secara cepat atau tranfusi
darah. RL akan membantu memulihkan
volume cairan yang hilang selama
perdarahan.oksitosin IV akan cepat
merangsang kontraksi uterus.
9. Ulangi kompresi bimanual
internal
KBI yang dilakukan bersama dengan
ergometrin dan oksitosin atau
misopostrol akan membuat uterus
berkontraksi
10. Rujuk segera Jika uterus tidak berkontaksiselama 1
sampai 2 menit, hal ini bukan atonia
sederhana. Ibu membutuhkan perawatan
gawat darurat di fasilitas yang mampu
melaksanakan bedah dan tranfusi darah
Table 2 : langkah penatalaksanaan atonia uteri
14

F. Manajemen atonia uteri
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
postpartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut
sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam
persalinan, anemia,dan kebutuhan transfusi darah
13
.Manajemen aktif kala III terdiri
dari atas intervensi yang direncanakan untuk mempercepat pelepasan plasenta dengan
meningkatkan kontraksi uterus dan untuk mencegah perdarahan postpartum dengan
menghindari atonia uteri
14,15
.

18

Manajemen atonia uteri :
A. Manajemen standar:
1. Resusitasi
2. Masase uterus
3. Kompresi uteus bimanual
4. Uterotonika
B. Manajemen bedah :
1. Tampon uterus internal
2. Ligasi arteri iliaka interna (hipogastrika)
3. Operasi ransel B Lynch
4. Histerektomi
16,17


A. Manajemen standar :

1. Resusitasi Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal
yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-
tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen.
Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan
transfusi darah.
2. Masase Uterus dilakukan dengan membuat gerakan meremas yang lembut
berulang-ulang dengan satu tangan pada perut bagian bawah untuk merangsang
uterus berkontraksi. Hal ini diyakini bahwa gerakan berulang seperti ini akan
merangsang produksi prostaglandin dan menyebabkan kontraksi uterus dan
mengurangi kehilangan darah, meskipun hal ini akan mengakibatkan
ketidaknyaman atau bahkan menyakitkan. Secara keseluruhan, masase uterus
tampaknya memiliki beberapa keuntungan dari segi kehilangan darah ibu
14,16,17
.




19

3. Kompresi Uterus Bimanual
a. Kompresi Bimanual eksterna
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling
mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau
aliran darah yang keluar, bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan,
pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil
dilakukan kompresi bimanual internal
16,17

b. Kompresi Bimanual interna
Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan
tinju tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam
miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan
yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang atau
berhenti,tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap
terjadi , coba kompresi aorta abdominalis
16,17


a b
Gambar 3 (a) kompresi bimanual eksterna (b) kompresi bimanual interna
16,17





20

Teknik pelaksanaan kompresi bimanual interna
18
:
Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut memasukan
tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke introitus dan ke dalam vagina
ibu.
a. Periksa vagina dan serviks untuk mengetahui ada tidaknya selaput ketuban atau
bekuan darah pada kavum uteri yang memungkinkan uterus tidak dapat
berkontraksi secara penuh.
b. Letakkan kepalan tangan pada forniks anterior, menekan dinding anterior uterus,
sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding
belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam.
c. Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan
juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
d. Evaluasi hasil kompresi bimanual internal:
e. Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI
selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina,
pantau kondisi ibu secara melekat selama kala IV
f. Jika uterus berkontraksi tetapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum,
vagina dan serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut, segera lakukan
penjahitan bila ditemukan laserasi.
g. kontraksi uterus tidak terjadi dalam 5 menit, ajarkan pada keluarga untuk
melakukan kompresi bimanual eksternal, kemudian teruskan dengan langkah-
langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai
menyiapkan rujukan.
c. Kompresi Aorta Abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut,
genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus
dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat
21

akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil
kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi
17

Gambar 4 teknik komprei aorta abdominalis 17
d. Uterotonika
a. Oksitosin
Oksitosin merupakan hormone sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior
hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring
dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin
6,8,17,18
. Pada
dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi
pada dosis tinggi menyebabkan tetani.Oksitosin dapat diberikan secara im atau iv,
untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika
sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal. Efek samping
pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek
samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan
13
. Dengan menggunakan
terapi uterotonika yang sesuai dan tepat waktu,mayoritas wanita dengan atonia uterus
dapat menghindari intervensi bedah. Stimulasi kontraksi uterus biasanya dicapai
22

dengan pemijatan uterus bimanual dan injeksi oksitosin (baik secara intramuskuler
atau intravena), dengan atau tanpa ergometrine. Oksitosin melibatkan stimulasi dari
segmen uterus bagian atas untuk kontraksi secara ritmik. Karena oksitosin
mempunyai half-life dalam plasma pendek (rata-rata 3 menit), infus intravena secara
kontinu diperlukan untuk menjaga uterus berkontraksi . Dosis biasa adalah 20 IU
dalam 500 ml larutan kristaloid, dengan tingkat dosis disesuaikan dengan respon (250
ml / jam). Ketika diberikan secara intravena, puncak konsentrasi dicapai setelah 30
menit. Sebaliknya, jika diberikan secara intramuscular mempunyai onset yang lebih
lambat (3-7 menit) tetapi efek klinis berlangsung lama (hingga 60 menit)
15
.
b. Methyl Ergometrine

Berbeda dengan oksitosin,ergometrine menyebabkan kontraksi tonik yang terus
menerus melalui stimulasi reseptor -adrenergik miometrium terhadap kedua segmen
bagian atas dan bawah uterus dengan demikian dirangsang untuk berkontraksi secara
tetanik. Suntikan intramuscular dosis standar 0,25 mg dalam permulaan aksi 2-5
menit. Metabolismenya melalui rute hepar dan half-life nya dalam plasma adalah 30
menit. Meskipun demikian, dampak klinis dari ergometrine berlangsung selama
sekitar 3 jam. Respon oksitosin segera dan ergometrine lebih berkelanjutan
15
.
c. Misoprostol
Misoprostol adalah suatu analog sintetik prostaglandin E1 yang mengikat secara
selektif untuk reseptor prostanoid EP-2/EP-3 miometrium, sehingga meningkatkan
kontraktilitas uterus. Hal ini dimetabolisme melalui jalur hepar.Ini dapat diberikan
secara oral,sublingual, vagina, dubur atau melalui penempatan intrauterin langsung.
Pemberian melalui rektal terkait dengan tindakan awal, tingkat puncak yang lebih
rendah dan profil efek samping yang lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan
rute oral atau sublingual. Misoprostol oral sebagai agent profilaksis untuk partus kala
III menunjukkan kurang efektif untuk mencegah perdarahan postpartum
dibandingkan pemberian oksitosin parenteral. Namun, karena kenyataan bahwa
interval waktu Misoprostol lebih lama yang diperlukan untuk mencapai kadar puncak
23

serum dapat membuatnya menjadi agen lebih cocok untuk perdarahan uterus yang
berkepanjangan, dan dalam perannya sebagai terapi bukan agen profilaksis
15
.

Table 3 : Penilaian Klinik Atonia Uteri
10

B. Manajemen Bedah
1. Tampon Uterus Internal
Pada perdarahan postpartum, dengan memasukkan beberapa jenis tampon uterus
untuk menghentikan aliran darah. Biasanya dalam bentuk satu bungkus kasa atau
balon kateter. prosedur internal uterin tamponade telah digunakan dengan sukses
secara tersendiri atau dalam kombinasi dengan Brace jahitan untuk mengurangi atau
menghentikan perdarahan postpartum
18
.

24

Prinsip Tampon Uterin
Prinsip tampon uterin dalam menghentikan perdarahan dengan membuat tekanan
intrauterin. Ini bisa dicapai dengan dua cara:
1. Dengan masuknya balon yang mengakibatkan distensi dalam rongga uterus dan
menempati seluruh ruang, sehingga menciptakan tekanan intrauterin yang lebih
besar dari pada tekanan arteri sistemik. Dengan tidak adanya lecet, aliran darah ke
dalam uterus akan berhenti saat tekanan di balon tampon lebih besar daripada
tekanan arteri sistemik;
2. Dengan penyisipan dari uterinepack yang terdiri dari gulungan kasa yang dikemas
dimasukkan ke dalam uterus dengan demikian tekanan kapiler langsung pada
perdarahan pembuluh vena atau permukaan dari dalam uterus,sehingga dapat
menghentikan perdarahan uterus
16,17,18
.Tindakan Ini harus dilakukan di ruang
operasi dengan anestesi dan staf keperawatan serta persiapan transfuse darah.
Wanita itu ditempatkan dalam posisi lithotomy dengan kateter. Pemeriksaan
dilakukan dibawah pembiusan. kemudian prosedur tampon dicoba. Uterotonika
dan hemostatik disarankan sebagai terapi tambahan dan dapat diberikan secara
simultan
16
.

2. Ligasi Arteri Iliaka Interna (Hipogastrika)
Sejumlah publikasi menyatakan ligasi arteri iliaka internal tersebut telah
digunakan oleh ahli bedah dengan berbagai spesialisasi di seluruh dunia.
Indikasi Ligasi Arteri Iliaka Internal
Pencegahan, indikasi ligasi arteri iliaka internal untuk tindakan pencegahan
meliputi perdarahan post aborsi, perdarahan postpartum, atonia uteri sebelum
histerektomi, solusio plasenta dengan atonia uterus, kehamilan abdominal dengan
pelvis implantasi plasenta, plasenta akreta dengan perdarahan keras, dan sebelum
total atau subtotal histerektomi ketika semua langkah yang konservatif telah gagal
19
.Pasien yang juga dianggap beresiko tinggi untuk perdarahan postpartum berulang,
plasenta previa atau mempunyai faktor-faktor risiko yang penting mungkin menjadi
25

kandidat untuk ligasi profilaksis iliaka internal. Penilaian klinis sangat penting dan
jika ligasi profilaksis dianggap jalan terbaik,maka tidak boleh ditunda
19.
Tindakan
ligasi diperlukan pada keadaan:
1. Sebelum atau setelah histerektomi untuk perdarahan postpartum;
2. Apabila terjadi perdarahan yang signifikan dari bagian bawah ligamentum latum
3. Apabila ada perdarahan yang banyak dari dinding samping pelvis;
4. Jika ada perdarahan berlebihan dari sudut vagina;
5. Dimana terjadi perdarahan yang difus tanpa identifikasi yang jelas dari vascular
bed;
6. Ketika ada indikasi tambahan termasuk atonia uteri dimana metode
konvensional telah gagal;
7. Luka yang luas pada servix yang terjadi setelah persalinan;
8. Bila ada luka tembakan pada perut bagian bawah;
9. Dalam hal fraktur panggul dan perdarahan intraperitoneal.
Dalam keadaan seperti itu,histerektomi sendiri mungkin tidak memadai untuk
mengontrol perdarahan.ligasi arteri iliaka internal, unilateral atau bilateral, menjadi
perlu dan tidak boleh ditunda dalam situasi yang membahayakan jiwa
19
.

3. Jahitan kompresi B-Lynch

Prosedur ini pertama kali dilakukan dan dijelaskan pada tahun 1997 oleh Mr.
Christopher B-Lynch,seorang konsultan obstetri, ahli bedah ginekologi , anggota dari
the Royal College of Obstetricians and Gynaecologists of the UK, dan anggota dari
the Royal College of Surgeons of Edinburgh, bermarkas di Milton KeynesGeneral
Hospital National Health Service (NHS) Trust (Oxford Deanery,UK), selama
menangani pasien dengan perdarahan postpartum, pasien ini menolak untuk
dilakukan histerektomi
17
.
26


Gambar 1 :a c Prosedur Teknik B-Lynch 19

Keuntungan Teknik Jahitan B-Lynch
1. Aplikasi sederhana;
2. Life saving;
3. Relatif aman;
4. Mempertahankan uterus dan fertilitas;
5. Hemostasis dapat dinilai segera setelah aplikasi;
6. Daya regang berkurang dalam 48 jam, sehingga menghindari adanya kerusakan
permanen pada uterus;
7.Uterus yang terbuka memungkinkan mengeksplorasi rongga uterus untuk
mengeluarkan produk-produk yang tertinggal dan memungkinkan penjahitan
langsung dibawah visualisasi operator
19
.








27

Jahitan U

Beberapa prosedur melibatkan kompresi dengan jahitan seperti penahan untuk
mempertahankan uterus setelah perdarahan dengan atonia
11,12,13,18,19
, juga dengan
kombinasi dengan intrauterine balon kateter
6
. Yang lain menjelaskan beberapa
jahitan persegi dan jahitan vertikal ke dalam segmen bawah rahim dikombinasikan
dengan jahitan penetrasi miring pada korpus atau beberapa jahitan vertikal
20

Gambar 2 teknik Jahitan U
20





















28

KESIMPULAN

Perdarahan post partum adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau
lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama, atau
sesudah lahirnya plasenta.Perdarahan post partum dibedakan menjadi 2 yaitu
perdarahan post partum primer dan perdarahan post partum sekunder. Perdarahan
Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam
pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia
uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus / kontraksi Rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Factor faktor terjadinya atonia
antara lain adalah : Regangan Rahim berlebihan karena kehamilan gemelli,
polihidramnion, atau anak terlalu besar, kehamilan lewat waktu, partus lama, grande
multipara, infeksi uterus, perdarahan antepartum, riwayat perdarahan postpartum, ada
riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
Tanda dan gejala atonia uteri adalah : perdarahan pervaginam, konsistensi
rahim lunak, fundus uteri naik, adanya tanda shock. Atonia uteri dapat dicegah
dengan penakanan aktif kala III yang terdiri dari : peregangan tali pusat terkendali,
pemberian oksitoksin 10 IU/ IM, dan masase fundus uteri. Diagnosis ditegakkan bila
setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan kontraksi yang
lembek. Perlu diperhatikan bahwa padasaat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat
itu juga masih ada darah sebanyak 500 1000 cc yang sudah keluar dari
pembuluhdarah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan
dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
Manajemen atonia uteri terdiri atas manajemen standar dan manajemen bedah.
Manajemen standar terdiri dari : Resusitasi,Masase uterus,Kompresi uteus bimanual,
dan Uterotonika. Sedangkan manajemen bedah terdiri dari : Tampon uterus internal,
Ligasi arteri iliaka interna (hipogastrika), Operasi ransel B Lynch, dan Histerektomi

You might also like