You are on page 1of 18

Abstrak.

Angka kejadian yang rendah serta gejala awal hipertiroid pada anak yang tidak khas
seringkali luput dari perhatian, bahkan oleh para praktisi kesehatan dalam menentukan
diagnosis dan tatalaksananya. Penegakan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat
akan mengurangi morbiditas dan mortalitasnya. Riwayat penyakit Graves pada ibu dan
keluarga, terapi ablasi tiroid pada ibu, dosis antitiroid yang meningkat selama ibu hami, dan
titer TRAb yang tinggi selama ibu hamil merupakan faktor risiko yang harus diwaspadai
terjadinya neonatal Graves pada bayi. Terdapatnya gejala klinis yang menyokong ditambah
peningkatan kadar T dan T43 yang disertai kadar TSH yang rendah merupakan konfirmasi
diagnosis yang memerlukan penatalaksanaan yang tepat. Sedangkan pada anakanak; goiter
yang difuse, takikardia, gangguan konsentrasi dan tingkah-laku, tremor, diare, gangguan
tidur, bising jantung, penurunan berat badan, ophthalmopathy, peningkatan tinggi badan,
dan gangguan pubertas merupakan gejala klinis penyakit Graves. Adanya peningkatan kadar
T dan T43 disertai penurunan TSH, dan kadar TRAb yang tinggi merupakan konfirmasi
diagnosis. Penggunaan obat-obat anti-tiroid baik PTU maupun MMI merupakan pilihan
pertama untuk terapi pada anak, sebelum metode lain berupa tiroidektomi dan terapi
radioaktiv digunakan. Kata kunci: hipertiroid, diagnosis, penatalaksanaan.
Abstract
The low incidence and unspecific early symptoms of pediatric hyperthyroidism often make
unrecognized even by health care providers. Early diagnosis and proper management can
reduce its morbidity and mortality. The diagnosis of neonatal Graves should be considered
in every neonate with clinical symptoms of tachycardia, irritable, diarrhea, jaundice, poor
feeding, and hepatosplenomagaly associated with the presence of the history of Graves
disease in the mother or family, thyroid ablation in the mother, persistently high
requirement of antithyroid medication in mother during pregnancy, and persistently high
TSH receptor antibody in mother during pregnancy. The elevation of T an either T43
combined with suppressed TSH confirmed diagnosis of neonatal hyperthyroidism. In the
older children; the clinical presentations of Graves disease include: goiter, tachycardia,
behavioural changes, tremors, sleep disturbances, weight loss, tall and thin stature, systolic
murmur, and delayed puberty. The elevation of T and either T43 combined with suppressed
TSH, and the elevation of TRAb confirmed the diagnosis of Graves disease. The treatment
of Graves disease in children consist of medical thyroid suppression, radioiodine ablation,
or surgical thyroidectomy. Medical therapy is the first line of therapy. Keywords : Graves,
PTU, MMI, hyperthyroidism, dignosis, management












PENDAHULUAN
Hipertiroid merupakan penyakit yang relatif jarang terjadi pada masa anak, namun
kejadiannya semakin meningkat pada usia remaja dan dewasa. Pada anak-anak, lebih dari
95% disebabkan penyakit Graves.
1-3
Penggunaan istilah hipertiroid sendiri seringkali
dikacaukan dengan tirotoksikosis, keduanya merupakan keadaan yang hampir sama namun
pada dasarnya berbeda.
(1)
Tirotoksikosis merupakan istilah umum yang menunjukkan
terjadinya peningkatan kadar T3 (triiodothyronine) dan atau T1,44 (thyroxine) dengan
penyebab apapun, sedangkan hipertiroid menunjukkan penyebab dari keadaan tirotoksikosis
khusus akibat peningkatan produksi hormon tiroid.
1,4
Rendahnya angka kejadian serta tidak khasnya gejala awal hipertiroid pada anak
seringkali tidak diperhatikan para praktisi kesehatan dalam menentukan diagnosis dan
penatalaksananya.
2,5
Seringkali anak dengan hipertiroid harus mengalami penderitaan
beberapa bulan lebih lama sampai diagnosis hipertiroidnya tertegakkan.
5-7
Pemilihan topik pada makalah ini bertujuan untuk memberikan penyegaran tentang
aspek diagnosis dan penatalaksanaan hipertiroid pada anak. Mengingat lebih dari 95%
penyebab hipertiroid pada anak adalah penyakit Graves, maka pembahasan makalah ini
dibatasi pada penyakit Graves yang terjadi pada bayi dan anak.
EPIDEMIOLOGI
Sampai saat ini belum didapatkan angka yang pasti insiden dan prevalensi
hipertiroid pada anak-anak di Indonesia. Beberapa pustaka di luar negeri menyebutkan
insidennya pada masa anak secara keseluruhan diperkirakan 1/100.000 anak per tahun.
5

Mulai 0,1/100.000 anak per tahun untuk anak 0-4 tahun, meningkat sampai dengan
3/100.000 anak pertahun pada usia remaja.
5,8.9
Secara keseluruhan insiden hipertiroid pada
anak jumlahnya kecil sekali atau diperkirakan hanya 5-6 % dari keseluruhan jumlah
penderita penyakit Graves segala umur.
1,9,10

Prevalensinya pada remaja wanita lebih besar 6-8 kali dibanding pada remaja pria.
2,11

Kebanyakan dari anak-anak yang menderita penyakit Graves mempunyai riwayat keluarga
dengan penyakit tiroid atau penyakit autoimun yang lain, misalnya: diabetes mellitus tipe 1,
penyakit Addison, lupus sistemik, ITP, myasthenia gravis, artritis rematoid, dan vitiligo.
2,3,8,11
Penyakit Graves juga lebih sering terjadi pada pasien dengan trisomi 21.
2
Sedangkan
penyakit Graves pada neonatus (Neonatal Graves) hanya terjadi pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu-ibu berpenyakit Graves dengan prevalensi 1 dibanding 70 kelahiran.
12
NEONATAL GRAVES
Patofisiologi
Terdapat perbedaan yang mendasar patofisiologi penyakit Graves yang terjadi pada
bayi dengan yang terjadi pada anak dan dewasa. Penyakit Graves pada bayi atau neonatus
selalu transient atau bersifat sementara, sedangkan pada anak dan dewasa biasanya bersifat
menahun.
2,3,12

Neonatal Graves hanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita
penyakit Graves dengan aktifitas antibodi stimulasi terhadap reseptor TSH (TSH
receptorstimulating antibodies, di sini kita gunakan sebagai TRAb-stimulasi) yang kuat. Hal
ini dikarenakan adanya TRAb-stimulasi dari ibu yang mencapai bayi melalui plasenta.
TRAbstimulasi bisa terdapat dalam sirkulasi ibu hamil yang tidak dalam keadaan
hipertiroid, oleh karena itu adanya riwayat penyakit Graves pada ibu harus menjadi
pertimbangan risiko terjadinya penyakit Graves pada bayinya.
2,12,13

Ibu dengan penyakit Graves dapat mempunyai campuran antibodi stimulasi dan
inhibisi/blocking terhadap reseptor TSH (TRAb-stimulasi dan TSH receptor-blocking
antibodies atau kita sebut TRAb-inhibisi) sekaligus. Jenis antibodi yang sampai kepada bayi
melalui plasenta akan mempengaruhi kelenjar tiroid bayi, bayi yang dilahirkan dapat
hipertiroid, eutiroid, atau hipotiroid, tergantung antibodi yang lebih dominan.
3,12,13
Potensi
masing-masing dari kedua jenis antibodi, beratnya penyakit ibu, lama paparan terhadap
kondisi hipertiroid di dalam kandungan, serta obat-obatan anti-tiroid dari ibu merupakan
faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada status tiroid bayi.
2,12

Gejala Klinis
Walaupun paparan terhadap TRAb terjadi sejak di dalam kandungan, tidak semua
bayi yang lahir segera menunjukkan gejala klinis sebagai hipertiroid. Apabila terdapat
TRAbinhibisi di dalam sirkulasi bayi, bayi dapat mengalami hipotiroid yang bersifat
transient atau eutiroid. Gejala klinis akan muncul dalam minggu pertama setelah kerja
TRAb-inhibisi menurun. Demikian juga bila ibu mengkonsumsi obat-obatan anti-
tiroid.
2,3,12
Gejala klinis neonatal Graves adalah seperti pada tabel 1.






Half life dari TRAb adalah sekitar 1-2 minggu. Lama gejala klinis neonatal Graves
tergantung dari potensi dan kecepatan klirens antibodi, biasanya berlangsung 2-3 bulan, dan
bahkan bisa lebih.
2,12
Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal jantung, gagal tumbuh,
penutupan sutura tulang tengkorak yang terlalu dini dengan konsekwensi adanya gangguan
perkembangan motorik maupun mental.
2,3,13
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis hipertiroid pada neonatal Graves ditunjukkan dengan adanya peningkatan
kadar T4, FT4, T3, dan FT3,123 yang disertai supresi kadar TSH. Adanya titer TRAb yang
tinggi pada ibu atau bayi (biasanya diukur sebagai TSH receptor-binding inhibiting
immunoglobulin = TBII, mengukur kedua antibodi stimulasi atau inhbisi) merupakan
konfirmasi penyebabnya.
3,12
Mengingat pentingnya diagnosis dan terapi yang segera, beberapa keadaan seperti
pada tabel 1 patut dipertimbangkan sebagai neonatal Graves untuk dilakukan pemeriksaan
uji fungsi tiroid yang diperlukan.
Tabel 1: Beberapa kondisi yang harus dipertimbangkan sebagai neonatal Graves

(Dikutip dari Brown RS, Huang S. The Thyroid and Its Disorders. In: Brook CGD, Clayton
PE, Brown RS, eds. Brooks Clinical Pediatric Endocrinology. Massachusetts: Blackwell
Publishing Ltd, 2005: 218-51)

Terapi
Pada awal pengobatan perlu diingat bahwa neonatal Graves merupakan self limiting
desease sehingga bersifat sementara, dan pengobatan dilakukan dengan prinsip titrasi untuk
menjadikan bayi dalam keadaan eutiroid.
12
Dapat menggunakan propylthiouracil (PTU)
dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari atau methimazole (MMI) dengan dosis 0,5-1
mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3. Jika gejalanya sangat hebat bisa ditambahkan larutan
Lugol dengan dosis 1 tetes setiap 8 jam untuk menghambat pelepasan hormon tiroid. Respon
terapi harus dilakukan dengan ketat selama 24-36 jam pertama.
2,12,13
Bila respon terapi kurang baik, dosis anti-tiroid bisa dinaikkan sampai 50%, dan
perlu ditambahkan propanolol untuk mengurangi gejala overstimulasi simpatik, dengan
dosis 2 mg/kgBB/hari. Prednison dengan dosis 2 mg/kgBB/hari juga ditambahkan untuk
mengurangi sekresi hormon tiroid dan mengurangi konversi T4 menjadi T3 di perifer.
2,12,1)

Konsultasikan juga dengan bagian kardiologi anak.
ASI pada ibu yang mengkonsumsi antitiroid dapat tetap diberikan bila tidak melebihi
400 mg/hari untuk PTU, dan 40 mg/hari untuk MMI.
2,12
GRAVES PADA ANAK DAN REMAJA.
Patofisiologi
Penyakit Graves merupakan penyakit autoimun dengan adanya defek pada toleransi
imun dengan penyebab yang belum jelas.
1,8,14,15
Adanya autoantibodi yang bekerja pada
reseptor TSH pada kelenjar tiroid (TSH receptorstimulating antibodies atau di sini disebut
TRAb-stimulasi) menyebabkan peningkatan sintesis dan sekresi hormon tiroid secara
otonom di luar jaras hipotalamus-hipofisis-tiroid (gambar 1).
2,11,15
Antibodi tersebut
merupakan IgG subklas IgG1,
(15)
dengan target utama auto-antigen dari reseptor TSH,
selain dari auto-antigen yang mirip di jaringan subkutan dan otot-otot ekstraokuler.
2,11,14-16


Gambar 1 TSH dan auto-antibodi keduanya dapat merangsang reseptor TSH pada kelenjar
tiroid yang akan meningkatkan sintesis dan sekresi hormon tiroid.
Dikutip dari Breedlove M. Graves Disease. Available at
http://www.bio.davidson.edu/Courses/Immunology/Students/Spring2003/Breedlove/Graves
Disease.html. Accessed June 6, 2006.

Disamping itu penderita penyakit Graves juga memproduksi imunoglobulin yang
mempunyai aktivitas menghambat reseptor TSH secara langsung (TSH receptorblocking
antibodies atau di sini disebut TRAb-inhibisi). Antibodi ini juga mempunyai target antigen
yang lain di kelenjar tiroid yakni tiroid peroksidase sebagi anti-TPO, dan juga tiroglobulin
sebagai anti-Tg.
2,3,8,11
Perbedaan aktivitas biologis kedua jenis auto-antibodi stimulasi dan inhibisi, hanya
dapat dilihat pada pemeriksaan in vitro dengan kultur menggunakan antibodi penderita pada
sel-sel yang mengekspresikan reseptor TSH. Antibodi stimulasi akan meningkatkan
produksi cAMP pada kultur, sedangkan antibodi inhibisi akan menghambat peningkatan
cAMP.
2,11,15


Gejala Klinis
Onset gejala klinis sering kali tidak disadari oleh penderita, keluarga penderita, dan
bahkan tidak dikenali oleh tenaga kesehatan pada masa pertamakali dikunjungi.
2,5

Sehingga diagnosis hipertiroid atau penyakit Graves sering ditegakkan beberapa bulan
setelah onset.
5
Penelitian Shulman dkk, mendapatkan bahwa pada anak-anak prepubertas
sering didiagnosis 8 bulan setelah onset, sedangkan pada anak pubertas didiagnosis
terlambat sekitar 5 bulan setelah onset
5
Demikian juga Bhadada dkk pada penelitiannya
terhadap anak-anak penderita penyakit Graves yang berumur 3-18 tahun, mendapatkan
bahwa rata-rata diagnosis Graves baru ditegakkan 7 bulan setelah onset
6
Pada penelitian di
Inggris, seringkali anak-anak dengan penyakit Graves dirujuk karena bising jantungnya,
gagal tumbuh, diare yang bekepanjangan, atau gangguan pelajaran sekolahnya, sebelum
mereka mendapatkan diagnosis dan terapi yang sesuai untuk hipertiroidnya.
5
Yang paling sering dikeluhkan terutama pada anak-anak prepubertas adalah
penurunan berat badan yang nyata dan diare. Sedangkan tanda klinis klasik hipertiroid
seperti pada dewasa yang meliputi palpitasi, iritabilitas, tremor halus, dan intoleransi
terhadap panas lebih menonjol terjadi pada anak-anak remaja.
7
Pembesaran kelenjar tiroid (goiter), walau hampir selalu ada, tetapi bukanlah hal
yang utama menjadi keluhan, bahkan sering menjadi hal yang diluar perhatian keluarga
penderita, bahkan oleh tenaga kesehatan sekalipun; dikarenakan pembesarannya sering kali
ringan.
6,7

Kelenjar tiroid yang membesar teraba lembut dan berbatas tidak tegas (diffuse), tidak
berdungkul, dan fleshy; sering juga terdengar bruit pada auskultasi.
2,6
Gangguan pemusatan perhatian dan emosi yang labil sering menyebabkan anak-
anak mengalami gangguan dalam pelajaran sekolahnya. Beberapa penderita juga sering
mengeluhkan adanya poliuria dan mengompol di malam hari, sebagai akibat peningkatan
laju filtrasi glomerulus.
2,3,11
Peningkatan laju pertumbuhan linier disertai meningkatnya
umur tulang, sehingga anak terlihat lebih tinggi dan kurus dari teman sebaya terutama terjadi
pada anak-anak prepubertas; sedangkan pada anak-anak remaja, hal ini tidak terjadi.
2,7

Pada anak-anak remaja sering terjadi gangguan pubertas (pubertas terlambat). Pada
remaja wanita yang telah menarche, seringkali terjadi amenorrhea sekunder. Gangguan tidur
yang menyertai seringkali menyebabkan anak cepat lelah.
2,6,7
Di samping sering terjadi pada orang dewasa, opthalmopathy merupakan salah satu
tanda klinis yang khas yang bisa terjadi pada anak-anak, namun terjadi lebih ringan dan
lebih mudah terjadi remisi spontan.
5,16,18
Secara keseluruhan gejala dan tanda klinis penyakit
Graves dapat dilihat pada tabel 2.














PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah kadar T4, FT4, T3, FT, dan TSH.
Pemeriksaan T33 merupakan hal yang penting, sekitar 5% anak-anak dengan penyakit
Graves mempunyai kadar T3 yang meningkat nyata, namun dengan kadar T yang normal
atau sedikit di atas normal. Keadaan ini dikenal sebagai T3 toxicosis.
(2,3,11)
TSH biasanya
sangat rendah atau tidak terdeteksi. Peningkatan T4 atau T3(2) tanpa disertai kadar TSH
yang rendah tidak menyokong keadaan hipertiroid. Hal ini kemungkinan dapat diakibatkan
karena kelebihan thyroxine-binding globulin (bisa familial atau dapatan, misal: obat-obat
kontrasepsi) atau karena gangguan binding protein (misal: pada familial dysalbuminemic
hyperthyroxinemia).(2,11) Pada keadaan terakhir, kadar TBG di dalam serum harus
diperiksa juga. Kadar TSH yang rendah juga dapat menyingkirkan kemungkinan hipertiroid
karena induksi TSH dan hipofisis yang resisten terhadap hormon tiroid.
(2,11)
Antibodi terhadap tiroid (anti-TG dan anti-TPO) kadang juga positif pada anak
dengan penyakit Graves, yang sulit dibedakan dengan fase tirotoksik pada tiroiditis
Hashimoto. Pada keadaan demikian, untuk membedakannya perlu pemeriksaan TRAb-
stimulasi.
(2,10,11)
Namun demikian, pada keadaan yang sudah jelas terdapat tanda klinis
penyakit Graves, semisal hipertiroid, goiter, proptosis, maka pemeriksaan TRAb-stimulasi
tidak diperlukan lagi mengingat mahalnya pemeriksaan ini.
(2)
Berbeda pada orang dewasa, pemeriksaan uptake radioaktiv jarang sekali diperlukan
pada kasus-kasus penyakit Graves yang sudah jelas. Pemeriksaan ini hanya diperlukan pada
kasus-kasus yang meragukan, misalnya pada kasus dengan TRAb yang negative, tiroiditis
Hashimoto fase tirotoksik, dan atau tiroid nodul fungsional.
(2)
TERAPI.
Terdapat 3 pilihan metode terapi pada anak dengan penyakit Graves, yakni obat-obat
antitiroid, abalasi dengan radioaktiv iodium, dan pembedahan
.(2,3,16)
Tidak ada satupun yang
memuaskan secara keseluruhan.
(16)
Pemilihan metode terapi harus disesuaikan dengan
keadaan individu dan pertimbangan keluarga tentang keuntungan dan kerugiannya.
(2,16)

Dengan pertimbangan kemungkinan terjadinya remisi yang signifikan pada anak, maka
penggunaan obat-obat anti tiroid merupakan pilihan pertama.
(2,3,5)

Obat anti-tiroid: Prophylthyouracil (PTU) dan methimazole (MMI) atau
carbimazole (diubah menjadi MMI) merupakan obat-obatan yang paling banyak
dipakai.
(5,8,19)
Obat-obat ini menghambat sintesis hormone tiroid dengan cara menghalangi
coupling iodotirosin melalui penghambatan kerja enzim tiroperoksidase.
(2,11,19)
Khusus
PTU, obat ini juga menghambat konversi T4 menjadi T(8,13,19)3 di perifer, hal ini
merupakan keuntungan tersendiri pada keadaan yang memerlukan penurunan segera kadar
hormon tiroid aktiv seperti yang terjadi pada keadaan krisis tiroid.
(8,13,19)
PTU dan MMI diabsorpsi secara cepat di saluran cerna, kadar puncak di dalam
serum terjadi 1-2 jam setelah obat diminum
.(19)
Kadar obat di dalam serum akan menurun
habis dalam 12-24 jam untuk PTU, dan lebih lama lagi untuk MMI.
(2,19)
Hal ini
mempengaruhi lama kerja masing-masing obat. Dengan demikian MMI dapat diberikan 1
kali sehari, sedangkan PTU diberikan 2-3 kali sehari. MMI di dalam serum dalam bentuk
bebas, sedangkan PTU 80-90% terikat pada albumin.
(1,2,8,19)
Pada awal terapi PTU dapat diberikan dengan dosis 5-7 mg/kgBB/hari dalam dosis
terbagi 3, and MMI dapat diberikan 5-10% dari dosis PTU dalam dalam dosis terbagi 2 atau
sekali sehari.
(2,11,13)
Pada kasus-kasus yang berat, beta blocker (Propanolol 0,5-2,0
mg/kgBB/hari dalam dosisi terbagi 3) dapat diberikan untuk mengendalikan aktivitas
kardiovaskuler yang berlebihan sampai dicapai keadaan eutiroid.
(11,13)
Follow-up uji fungsi
tiroid harus dilakukan setiap 4-6 minggu sampai kadar T4 (dan T(2,11,13) total) dalam batas
normal. Kadar TSH serum biasanya akan kembali normal dalam waktu beberapa bulan agak
lama, sehingga pengukuran TSH akan lebih berarti sebagai indikator terapi bila dilakukan
setelah dalam keadaan eutiroid, bukan pada awal terapi.
(2,11,13)
Setelah kadar T4 dan T3 kembali normal, dosis obat anti tiroid dapat diturunkan
secara bertahap 30-50% dari total harian.
(2,8,13)
Alternatif yang lain adalah dengan tidak
merubah dosis anti tiroid, melainkan menunggu kadar TSH meningkat sambil
menambahkankan dosis kecil l-thyroxine (1 g/kgBB/hari) atau yang disebut regimen block-
replacement; namun demikian menurut penelitian yang telah dilakukan, kombinasi terapi ini
(anti tiroid dan l-T4 tidak memperbaiki angka remisinya.
(2,5,16)
Keadaan eutiroid biasanya
tercapai dalam waktu 6-12 minggu.
(7)
Selama masa rumatan PTU dapat diberikan 2 kali
sehari, dan MMI cukup 1 kali sehari. Biasanya penderita dapat difollow-up setiap 4-6
bulan.
(2,13)

Lama terapi sangat individual, sampai saat ini tidak ada pedoman mengenai lama
terapi yang optimal.
(2)
Rata-rata dapat mencapai 2-3 tahun.
(6,7)
Sekitar 50% dari anak-anak
yang diterapi akan terjadi remisi dalam 4 tahun pertama terapi, dengan peningkatan angka
remisi sebesar 25% setiap 2 tahunnya sampai tahun ke-6 terapi.
(2)
Dikatakan remisi, bila 1
tahun setelah pengobatan dihentikan penderita masih dalam keadaan eutiroid.
(7)
Kecilnya dosis anti-tiroid yang diperlukan, goiter yang ringan merupakan indikator
yang baik bahwa penggunaan anti-tiroid dapat dikurangi secara bertahap dan dihentikan.
Rendahnya derajat hipertroksinemia [T4 <20 g/dL (257.4 nmol/L); rasio T3:T(2,16)4 <20],
indeks masa tubuh yang rendah, dan anak yang lebih tua mempunyai kecenderungan terjadi
remisi yang permanent.(2,11) Sedangkan kadar TRAb yang tinggi mempunyai risiko yang
tinggi untuk terjadinya relaps. Efek samping anti-tiroid dilaporkan sebesar 5-20%, berupa
rash eritema, atralgia, urtikaria, granulositopenia bersifat transient (<1500 /mm33). Jarang
terjadi dan lebih berat: hepatitis, lupus like syndrome, trombositopenia, dan agranulositosis,
(<250 /mm(2,3,11,13,19)). Kebanyakan reaksi yang terjadi ringan, dan bukan merupakan
indikasi kontra untuk diteruskan.(2,13,20) Pada kasus yang berat, perlu dipertimbangkan
terapi dengan cara yang lain (terapi ablasi menggunakan radioaktiv atau pembedahan).
Ablasi dengan radioaktiv: Merupakan terapi pilihan pada kasus-kasus dewasa.(2,8)(1,8)131
Walaupun belum cukup bukti adanya peningkatan risiko keganasan atau mutasi genetik,
namun dengan pertimbangan teori, penggunaan metode ini jarang digunakan untuk penderita
anak. Digunakan I dengan perhitungan dosis:(2,16)
perkiraan berat kelenjar tiroid (g) x 50-200 Ci I131
(13,16)Diberikan per-oral dalam 1-2 dosis. Ablasi akan memakan waktu beberapa minggu
sampai beberapa bulan, dan gejala hipertiroid masih akan tetap terjadi pada waktu tersebut.
Propanolol dapat digunakan untuk mengurangi gejala tersebut.(13,16,20) Efek yang
diharapkan dari metode ini adalah hipotiroid. Apabila keadaan hipotiroid tercapai maka
perlu substitusi hormon tiroid seumur hidup.
Pembedahan tiroidektomi: Tiroidektomi Near-total merupakan pilihan dalam metode
(13)ini. Penderita yang mengalami kegagalan dengan anti-tiroid, goiter yang sangat besar,
dan menolak dilakukan terapi radioaktiv, atau terdapat indikasi kontra terapi radioaktiv,
merupakan indikasi untuk dilakukan pembedahan. Komplikasi pembedahan yang mungkin
terjadi adalah: keloid, hipokalsemia transient,
(2,13,16)paralysis nervus laryngius rekurens, hipoparatiroid, dan kematian. Oleh karena itu
sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh ahli bedah anak yang berpengalaman. (13)Sebelum
pembedahan anak harus dalam keadaan eutiroid untuk mencegah keadaan krisis tiroid.
Dapat diberikan larutan Lugol 5-10 tetes 3 kali sehari selama 7-14 hari sebelum pembedahan
untuk menurunkan vaskularisasi kelenjar tiroid. Seperti halnya setelah terapi ablasi dengan
radioaktiv, penderita akan menjadi
hipotiroid permanent sehingga memerlukan terapi pengganti tiroksin seumur
hidupnya.(13)(2,13) Namun bila terapi tidak adekwat, hipertiroid akan dapat kembali. Oleh
karena itu perlu follow-up jangka panjang. KRISIS TIROID.
(1,5,8,13,16)Krisis tiroid merupakan komplikasi yang berat, namun jarang terjadi pada anak-
anak hipertiroid. Biasanya didahului faktor pencetus yakni: pembedahan, infeksi, dan KAD
(ketoasidosis diabetes). Hal ini juga dapat terjadi pada saat pembedahan tiroidektomi
maupun terapi ablasi menggunakan radioaktiv. Gejala klinisnya berupa hipertermi akut,
berkeringat banyak, takikardia, dan
penurunan kesadaran sampai dengan koma.(1,13,16) Terapi harus segera dilakukan, sebagai
berikut:(1,13,16) 1. Propanolol 2-3 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi setiap 6 jam untuk
mengendalikan
gejala adrenergiknya. Propanolol dapat diberikan intravena dengan dosis 0,01-0,1
mg/kgBB dengan dosis maksimal 5 mg dalam 10-15 menit; mulai dengan dosis yang
kecil.
2. Dexamethasone diberikan dengan dosis 1-2 mg setiap 6 jam dapat mengurangi
konversi T4 menjadi T3. 3. NaI dengan dosis 1-2 g/hari dapat menurunkan pelepasan
hormon tiroid. 4. Larutan Lugol 5 tetes setiap 8 jam dapat diberikan per-oral apabila
penderita mulai
sadar. 5. Kompres dingin dengan cooling blanket untuk mengendalikan
hiperterminya. 6. PTU sendiri tidak memberikan efek terapi sampai beberapa hari, tetapi
dapat diberikan
untuk jangka lamanya dengan dosis 6-10 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi setiap 6
jam (dosis maksimal 200-300 mg).
7. Keseimbangan cairan harus selalu terjaga. 8. Jika terdapat tanda-tanda gagal jantung,
dapat dipertimbangkan digitalis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Jonathan G Gold, Sadeghi-Nejad Ab. Hyperthyroidism. Available at
http://www.emedicine.com/PED/topic1099.htm. Accessed June 5, 2006.
2. Brown RS, Huang S. The Thyroid and Its Disorders. In: Brook CGD, Clayton PE,
Brown RS, eds. Brooks Clinical Pediatric Endocrinology. Massachusetts: Blackwell
Publishing Ltd, 2005: 218-51.
3. Rossi WC, Caplin N, Alter CA. Thyroid Disorders in Children. In: Moshang T, ed.
Pediatric Endocrinology The Requisites in Pediatrics. St Louis, Missouri: Elsevier
Mosby, 2005: 17190.
4. Wingo ST, Bruch HB. Hyperthyroidism. In: McDermott MT, ed. Endocrine Secrets.
Philadelphia: Hanley & Belfus, INC, 2002: 273-8.
5. Birrel G, Cheetam T. Juvenile Thyrotoxicosis; Can We Do Better?. Arch Dis Child
2004; 89: 745-50.
6. Bhadada S, Bhansali A, Velayutham P, Masoodi SR. Juvenile Hyperthyroidism: An
Experience. Indian Pediatrics 2006; 43: 301-7.
7. Lazar I, et al. Thyrotoxicosis in Prepubertal Children Compared with Pubertal and
Postpubertal Patients. J Clin Endocrinol Metab 2000; 85: 3678-82.
8. Levitsky LL. Graves Disease. Available at
http://www.emedicine.com/PED/topic899.htm. Accessed June 5, 2006.
9. Lavard L, et.al. Incidence of Juvenile Thyrotoxicosis in Denmark, 1982-1988. A
Nationwide Study. Eur J Endocrinol 1994; 130(6): 565-8. (Abstract)
10. Dallas JS, Foley TP. Hyperthyroidism. In: Lifshitz F, ed. Pediatric Endocrinology.
New York: Marcel Dekker, 1996: 401-14.
11. Fisher DA. Thyroid Disorders in Childhood and Adolescence. In: Sperling MA, ed.
Pediatric Endocrinology. Philadelphia: Saunders, 2002: 187-207.
12. Fisher DA. Disorders of the Thyroid in the Newborn and Infant. In: Sperling MA,
ed. Pediatric Endocrinology. Philadelphia: Saunders, 2002: 161-82.
13. Styne DM. Disorders of the Thyroid Gland. In: Core Handbooks in Pediatrics
Pediatric Endocrinology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2004: 83-108.
14. Weetman AP. Graves Disease. N Engl J Med 2000; 343(17): 1236-48. 15.
Prabhakar BS, Bahn RS, Smith TJ. Current Perspective on Pathogenesis of Graves
Disease
and Opthalmopathy. Endocrine Review 2003; 24(6): 802-35. 16. Krassas GE.
Treatment of Juvenile Graves Disease and its Opthalmic Complication: The
European Way. European Journal of Endocrinology 2004; 150: 407-414. 17.
Breedlove M. Graves Disease. Available at
http://www.bio.davidson.edu/Courses/Immunology/Students/Spring2003/Breedlove/Gra
vesDi sease.html. Accessed June 6, 2006.
18. Chan W. Ophthalmopaty in Childhood Graves Disease. Br J Ophthalmol 2002: 86:
740-2. 19. Cooper DS. Drug Therapy: Anti Thyroid Drugs. N Engl J Med 2005; 352:
905-17. 20. Rahman MAS, Birrell G, Lucraft H, Cheetam TD. Successful Radioiodine
Treatment in A 3 Years Old Child with Graves Disease Following antithjyroid
Medication Induced Netropenia. Arch Dis Child 2003; 88: 158-9.

You might also like