You are on page 1of 59

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sistem ekstrapiramidalis merupakan salah satu sistem yang mengatur persarafan manusia,
dimana sistem ini meliputi : ganglia basalis, putamen, dan nucleus rubra. Gangguan
ekstrapiramidalis ini dapat menimbulkan gerakan involunter yaitu gerakan otot secara spontan
dan tidak dapat dikendalikan.
Pada gangguan dalam fungsi traktus ekstrapiramidalis dapat menimbulkan gejala positif
dan negative yaitu berupa sindrom hiperkinetik-hipotonik akibat asetilkolin menurun dan
dopamine yang meningkat dan sindrom hipokinetik-hipertonik akibat asetilkolin yang meningkat
dan dopamine yang menurun. Sindrom hiperkinetik-hipotonik dapat terlihat pada chorea,
atethosis, distonia, dan balismus. Sindrom hipokinetik-hipertonik dapat terlihat pada Penyakit
Parkinson.
Salah satu penyakit ekstrapiramidal terbanyak adalah penyakit Penyakit Parkinson,
penyakit ini merupakan penyakit neurodegenerative yang bersifat kronis progresif. Penyakit ini
pertama kali ditemukan oleh dokter Inggris yang bernama James Penyakit Parkinson pada tahun
1887. Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami gangguan pergerakan
akibat rusaknya substansia nigra yang memiliki karakteristik yakni tremor, kekakuan, dangguan
dalam berjalan.
National Penyakit Parkinson Foundation memperkirakan bahwa prevalensi dunia untuk
penyakit Penyakit Parkinson (Penyakit Parkinson Disease) adalah 4 juta - 6 juta, sedangkan di
Indonesia diperkirakan sekitar 200.000 400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50
tahun dengan rentang usia-sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di
Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85 tahun. Menurut data dari Yayasan Peduli Penyakit Parkinson
Indonesia (YPPI), sekitar 5 dari 1000 orang di usia 60-an dan sekitar 40-an dari 1000 orang
berusia 80-an terkena penyakit Penyakit Parkinson.. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri
2

maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan
yang belum diketahui.
Di Sumatera belum didapatkan jumlah pasti penderita penyakit Penyakit Parkinson,
begitu juga disalah satu kecamatan di provinsi Bengkulu ,yakni Kecamatan Argamakmur.
Kecamatan Arga Makmur merupakan kecamatan yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas
Argamakmur Kecamatan Argamakmur Kabupaten Bengkulu Utara.Terdapat 1 Kelurahan dan 11
desa sekitar Kecamatan Argamakmur yang termasuk wilayah kerja Puskesmas Argamakmur.
Desa dan kelurahan yang menjadi wilayah kerja Puskesmas Aragmakmur adalah desa Lubuk
Saung , desa Pagar Ruyung, desa Datar Ruyung , desa Gunung Besar , desa Tanjung Raman ,
desa Gunung Agung, desa Talang Denau, desa Sido Urip , desa Karang Suci , desa Gunung
Selan, desa Rama Agung , dan kelurahan Gunung Alam. Puskesmas Arga Makmur memiliki
jumlah penduduk 19.971 jiwa. Sejak Maret 2013 Maret 2014 jumlah kasus penyakit Penyakit
Parkinson di wilayah kerja puskesmas Arga Makmur hanya ditemukan 1 kasus. Menimbang
sedikitnya jumlah penemuan kasus Penyakit Parkinson dengan cukup luasnya wilayah kerja
puskesmas perlu diketahui penyebab permasalahan ini dengan menilai dari aspek tingkat
pengetahuan tenaga kesehatan di Puskesmas Arga Makmur yakni penyebab, factor resiko dan
gejala klinis dari penyakit Penyakit Parkinson. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tenaga
kesehatan mengaenai penyakit Penyakit Parkinson diharapkan dapat dilakukan intervensi agar
penyakit Penyakit Parkinson dapat diketahui lebih awal yang berujung dengan peningkatan
kualitas hidup lansia. Oleh karena itu saya mengambil judul Parkinson Disease pada mini
project ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam mini project ini adalah
Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan tenaga kesehatan dalam pengertian, penyebab,
dan factor resiko Penyakit Parkinson di puskesmas Argamakmur ?
1.3 Tujuan Mini Project
1.3.1 Tujuan Umum
3

Untuk menurunkan prevalensi Parkinson di Indonesia mengenai Penyakit Parkinson
khususnya wilayah kerja Puskesmas Arga Makmur.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan petugas kesehatan dalam penemuan penyakit
Penyakit Parkinson.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Untuk puskesmas
Meningkatkan pengetahuan tentang penyakit Penyakit Parkinson untuk mendeteksi lebih awal.
Mengetahui gambaran pengetahuan tingkat pengetahuan petugas kesehatan di Puskesmas Arga
Makmur, sehingga dapat diketahui sejauh mana upaya edukasi perlu diberikan mengingat para
petugas kesehatab yang akan memberikan edukasi ke masyarakat mengenai factor resiko dan
penatalaksanaan kasus Parkinson.
1.4.2 Untuk Masyarakat
Meningkatkan mutu pelayanan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup lansia
Meningkatakan pengetahuan masyarakat tentang penyakit Parkinson, termasuk penanganan
penyakit Parkinson yang perlu perawatan khusus yang diberikan kepada penderita.
1.4.3 Untuk Dokter Internship
Meningkatkan keilmuan tentang penyakit Penyakit Parkinson
Merupakan kesempatan untuk menerapkan ilmu kedokteran terutama ilmu kesehatan masyarakat
Meningkatkan keterampilan komunikasi di masyarakat juga meningkatkan kemampuan berpikir
analisis dan sistematis dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan.
Dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
4

Karena adanya keterbatasan waktu, dana, dan kemampuan yang ada, maka penelitian ini
dibatasi hanya membahas gambaran tingkat pengetahuan penyakit Penyakit Parkinson di wilayah
kerja Puskesmas Arga Makmur. Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data yang ada dari
puskesmas Gunung Alam, Arga Makmur.


















5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


II.1 DEFINISI
Penyakit Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan
erat dengan usia. Secara patologis penyakit Penyakit Parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-
neuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang disertai
inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga Penyakit Parkinsonisme
idiopatik atau primer.
Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat,
rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamine dengan
berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai Sindrom Penyakit Parkinson

II.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI
A. Anatomi dan Fisiologi
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan bersambungan serta terdiri
terutama dari jaringan saraf.Sistem persarafan merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk
menyelenggarakan kerjasama yang rapi dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh
Fungsi sistem saraf yaitu :
1. Mendeteksi perubahan dan merasakan sensasi
2. Menghantarkan informasi dari satu tempat ke tempat yang lain
3. Mengolah informasi sehingga dapat digunakan segera atau menyimpannya untuk masa
mendatang sehingga menjadi jelas artinya pada pikiran.
Sistem saraf dibedakan atas 2 divisi anatomi yaitu :
1.Sistem saraf pusat (sentral), terbagi atas:
a. Otak
b. Sumsum tulang belakang(medula spinalis)
2.Sistem saraf perifer (tepi) terdiri atas:
6

A. Divisi Aferen, membawa informasi ke SSP (memberitahu SSP mengenai lingkungan
eksternal dan aktivitas-aktivitas internal yg diatur oleh SSP
B. Divisi Eferen, informasi dari SSP disalurkan melalui divisi eferen ke organ efektor
(otot atau kelenjar yg melaksanakan perintah untuk menimbulkan efek yg diinginkan),
terbagi atas:
-Sistem saraf somatik, yg terdiri dari serat-serat neuron motorik yg mempersarafi otot-
otot rangka
-Sistem saraf otonom, yg mempersarafi otot polos, otot jantung dan kelenjar, terbagi atas :
1. Sistem saraf simpatis
2. Sistem saraf Parasimpatis
Neuron (sel Saraf)
Sistem saraf manusia mengandung lebih dari 1010 saraf atau neuron.
Neuron merupakan unit structural dan fungsional system saraf
Sel saraf terdiri dari badan sel yang di dalamnya mempunyai inti sel,nukleus, Mitokondria,
Retikulum endoplasma, Badan golgi, di luarnya banyak terdapat dendrit,kemudian bagian yang
menjulur yang menempel pada badan sel yang di sebut akson
Dendrit menyediakan daerah yg luas untuk hubungan dengan neuron lainnya. Dendrit adalah
serabut aferen karena menerima sinyal dari neuron-neuron lain dan meneruskannya ke badan sel.
Pada akson terdapat selubung mielin,nodus ranvier,inti sel Schwan,butiran neurotransmiter
Akson dengan cabang-cabangnya (kolateral), adalah serabut eferen karena membawa sinyal ke
saraf-saraf otot dan sel-sel kelenjar. Akson akan berakhir pada terminal saraf yg berisi vesikel-
vesikel yg mengandung neurotransmitter. Terminal inilah yg berhubungan dengan badan sel,
dendrit atau akson neuron berikutya.
Sel saraf menurut bentuk dan fungsinya terbagi atas :
1. Sel saraf sensoris (neuron aferen)
Bentuknya berbeda dari neuron aferen dan interneuron, di ujung perifernya
terdapatreseptor sensorik yang menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap rangsangan
spesifik.
7

Sel saraf ini menghantarkan impuls(pesan) dari reseptor ke sistem saraf pusat,dendritnya
berhubungan dengan reseptor(penerima rangsangan ) dan ujung aksonnya berhubungan dengan
sel saraf asosiasi,
Klasifikasi reseptor sensoris menurut jenis stimulusnya yaitu :
Mekanoreseptor mendeteksi stimulus mekanis seperti nyeri,suara,raba
Termoreseptor mendeteksi perubahan temperatur seperti panas dan dingin
Nosiseptor mendeteksi kerusakan jaringan baik fisik maupun mekanik seperi nyeri
Elektromaknetik reseptor mendeteksi cahaya yang masuk ke mata seperti warna,cahaya
Khemoreseptor mendeteksi pengecapan,penciuman,kadar O2 dan CO2
2. Sel saraf motoris
`Sel saraf ini mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot/skelet yang hasilnya berupa
tanggapan terhadap rangsangan. Badan sel saraf berada di sistem saraf pusat dan dendritnya
berhubungan dengan akson sel saraf asosiasi dan aksonnya berhubungan dengan efektor(bagian
motoris yang menghantarkan sinyal ke otot/skelet).
Aktivitas sistem motoris tergantung dari aktivitas neuron motoris pada medula spinalis. Input
yang masuk ke neuron motorik menyebabkan 3 kegiatan dasar motorik yaitu :
1. Aktivitas volunter( di bawah kemauan)
2. Penyesuaian posisi untuk suatu gerakan tubuh yang stabil
3. Koordinasi kerja dari berbagai otot untuk membuat gerakan yang tepat dan mulus.
3. Sel saraf intermedit/Asosiasi (Interneuron)
Ditemukan seluruhnya dalam SSP. Neuron ini menghubungkan neuron sensorik dan motorik
atau menyampaikan informasi ke interneuron lainnya. Beberapa interneuron dalam otak terkait
dengan fungsi berfikir, belajar dan mengingat. Sel saraf ini terbagi 2 yaitu :

Sel saraf ajustor yaitu menghubungkan sel saraf sensoris dan motoris

Sel saraf konektor yaitu untuk menghubungkan neuron yang satu dengan neuron
yang lainnya.
Sel Neuroglial
Biasa disebut glia yg merupaka sel penunjang tambahan pada SSP yg berfungsi sebagai jaringan
ikat
8

Sel glial dapat mengalami mitosis selama rentang kehidupannya dan bertanggungjawab atas
terjadinya tumor system saraf.
IMPULS SARAF
Terjadinya impuls listrik pada saraf sama dengan impuls listrik yg dibangkitkan dalam
serabut otot. Sebuah neuron yg tdk membawa impuls dikatakan dalam keadaan polarisasi,
dimana ion Na+ lebih banyak diluar sel dan ion K+ dan ion negative lain lebih banyak dalam sel
Suatu rangsangan (ex: neurotransmiter) membuat membrane lebih permeable terhadap ion
Na+ yang akan masuk ke dalam sel, keadaan ini menyebabkan depolarisasi dimana sis luar akan
bermuatan negative dan sisi dalam bermuatan positif.
Segera setelah depolarisasi terjadi, membrane neuron menjadi lbih permeable terhadap
ion K+, yg akan segera keluar dari sel. Keadaan ini memperbaiki muatan positif diluar sel dan
muatan negatif di dalam sel, yg disebut repolarisasi. Kemudian pompa atrium dan kalium
mengmbalikan Na+ keluar dan ion K+ ke dalam, dan neuron sekarang siap merespon stimulus
lain dan mengahantarkan impuls lain.
Sebuah potensial aksi dalam merespon stimulus berlangsung sangat cepat dan dpt di ukur
dlm hitungan milidetik. Sebuah neuron tunggal mampu meghantarkan ratusan impuls setiap
detik.
SISTEM SARAF PUSAT
OTAK
Merupakan alat tubuh yang sangat vital karena pusat pengatur untuk seluruh alat
tubuh,terletak di dalam rongga tengkorak (Kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang
kuat.Otak terdiri dari 3 bagian besar yaitu:
1.Otak Besar (serebrum)
Merupakan bagian terluas dan terbesar dari otak ,bentuk telur dan mengisi penuh bagian
atas rongga tengkorak. Adapun fungsi serebrum yaitu :untuk pusat pengaturan semua aktivitas
mental yaitu berkenaan dengan kepandaian(Intelegensi),ingatan(memori),kesadaran,pusat
menangis,keinginan buang air besar maupun kecil. Terdiri atas:
Lobus frontalis (depan), sebagai area motorik yg embangkitkan impuls u/ pergerakan
volunteer. Area motorik kiri mengatur pergeakan sisi kanan tubuh dan sebalikya.
Lobus oksipital (belakang), untuk pusat penglihatan
9

Lobus temporal (samping) untuk pusat pendengaran
Lobus parietal (tengah) untuk pusat pengatur kulit dan otot terhadap panas, dingin,
sentuhan,tekanan.
Antara bagian tengah dan belakang merupakan pusat perkembangan
kecerdasan,ingatan,kemauan dan sikap
2. Batang otak(Truncus serebri) terdiri dari :
a. Diensephalon
Merupakan bagian batang otak paling atas,terdapat di antara serebrum dan
mesensephalon,Adapun fungsinya yaitu :
Vasokonstriksi yaitu mengecilkan pembuluh darah
Respiratori
Mengontrol kegiatan refleks
Membantu pekerjaan jantung.
b. Mesensephalon (Otak tengah)
Terletak diantara pons dan Diensephalon. Di depan otak tengah ada talamus dan
hipotalamus,fungsinya:
Menjaga tetap tegak dan mempertahankan keseimbangan
Membantu pigmen mata dan mengangkat kelopak mata
Memutar mata dan pusat pergerakan mata
c. Pons varoli
Terletak antara Medula oblongata dan mesensephalon,Adapun fungsinya
Penghubung antara serebrum dan medula oblongata
pencernaan Pusat saraf N.Trigeminus,N.Optalmicus,N.Maxillaris dan N.Mandibularis
d. Medula oblongata
Merupakan bagian otak paling bawah,menghubungkan pons varoli dengan medula
spinalis,Adapun fungsinya yaitu:
Mengontrol kerja jantung
Vasokonstriksi
Pusat pernafasan
Mengontrol kegiatan refleks
10

3. Otak kecil (Serebelum)
Terletak di bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan cerebrum,diatas
medula oblangata, Adapun fungsinya yaitu :
Pusat keseimbangan
Mengkoordinasi dan mengendalikan ketepatan gerakan otot dgn baik
Menghantarkan impuls dari otot-otot bagian kiri dan kanan tubuh
Talamus
Pusat pengatur sensoris untuk serabut aferen dari medula spinalis ke serebrum
Hipotalamus
Berperan penting dalam pengendalian aktivitas SSO yg melakukan fungsi vegetative
penting untuk kehidupan seperti pengaturan frekuensi jantung, TD, Suhu tubuh,
keseimbangan air, selera makan, saluran pencernaan dan aktivitas seksual
Sebagai pusat otak untuk emosi seperti kesenangan, nyeri, kegembiraan dan
kemarahan.
Memproduksi hormone yg mengatur pelepasan atau inhibisi hormion kelenjar hipofisis,
sehingga mempengaruhi keseluruhan system endokrin.
4. Sumsum tulang belakang (Medulla spinalis)
Merupakan bagian SSP yang terletak di dalam canalis cervikalis bersama ganglion
radix pos yang terdapat pada setiap toramen intervertebralis terletak berpasangan kiri dan
kanan
Fungsi sumsum tulang belakang adalah :
1. Penghubung impuls dari dan ke otak
2. Memungkinkan jalan terpendek pada gerak refleks
3. Organ ini mengurus persyarafan tubuh,anggota badan dan bagian kepala
Cairan serebrospinal
Terdapat pd ruang subaraknoid yang mengisi ventrikel dlm otak yg terletak antara araknoid
dan piameter
Lapisan pelindung otak (piameter, araknoid dan durameter)
Menyerupai plasma dan cairan interstisial tp tdk mengandung protein
Fungsinya:
11

Sebagai bantalan untuk jaringan lunak otak dan medulla spinalis
Sebagai media pertukaran nutrient dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla spinalis.

SISTEM SARAF TEPI (Perifer)
Sistem saraf perifer mempunyai 2 subdivisi fungsional utama yaitu sistem somatik dan
otonom.Eferen somatik dipengaruhi oleh kesadaran yang mengatur fungsi-fungsi seperti
kontraksi otot untuk memindahkan suatu benda,sedangkan sistem otonom tidak dipengaruhi oleh
kesadaran dalam mengatur kebutuhan tubuhsehari-hari,sistem saraf otonom terutama terdiri atas
saraf motorik visera (eferen) yang menginversi otot polos organ visera,otot jantung,pembuluh
darah dan kelenjar eksokrin
Sistem saraf tepi terdiri dari :
-12 pasang saraf serabut otak ( saraf cranial ) yang terdiri dari 3 pasang saraf sensorik, 5 pasang
saraf motorik dan 4 pasang saraf gabungan.
-31 pasang saraf sumsum tulang belakang ( saraf spinal ) yang terdiri dari 8 pasang saraf leher,12
pasang saraf punggung,5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul dan 1 pasang saraf ekor.

SISTEM SARAF TAK SADAR ( OTONOM )
Sistem saraf otonom bersama-sama dengan sistem endokrin mengkoordinasi pengaturan dan
integrasi fungsi-fungsi tubuh.
Sistem saraf mengirimkan sinyal pada jaringan targetnya melalui transmisi impuls listrik secara
cepat melalui serabut-serabut saraf yang berakhir pada organ efektor dan efek khusus akan
timbul sebagai akibat pelepasan substansi neuromediator(Neurotransmiter)
Neurotransmitor adalah suatu penandaan kimiawi antar sel yang berfungsi sebagai komunikasi
antar sel saraf dan antara sel saraf dengan organ efektor . Neurotransmiter adalah senyawa yang
disintesa, disimpan dalam saraf tempat dia bekerja,sekresinya bergantung pada adanya ion
kalsium dan diatur melalui fosforilasi protein sinapsis.Menyebar secara cepat sepanjang celah
sinaps antara ujung neuron dan berikatan dengan reseptor spesifik pada sel target ( pasca sinaps).
Adapun jenis-jenis neurotransmiter yaitu :
1. Acetylcolin
Bersifat inhibisi melalui susunan saraf parasimpatis
12

2. Norepinefrin dan epinefrin
Bersifat inhibisi melalui susunan saraf simpatis
3. Dopamin
Terdapat di ganglia otonom dan bagian otak seperti substansi nigra,dopamin menyebabkan
vasodilatasi,relaksasi saluran cerna,meningkatkan sekresi kelenjar ludah(salivas) dan sekresi
insulin.
4. Serotonin
Terdapat di saluran cerna,di ssp yaitu di medula spinalis dan hipotalamus,fungsinya menghambat
impuls nyeri dan mengatur perasaan seseorang.
5. Asam gamma aminobutirat(GABA)
Bersifat inhibisi pada otak,medulla spinalis dan retina,berperan dalam mekanisme kerja obat
hipnotif-sedatif dan psikotropik pada penyakit epilepsi.
6. Histamin
7. Prostaglandin
8. Asam glutamat
SSO memiliki 2 devisi yaitu sistem simpatis dan sistem parasimpatis.
1. Saraf simpatis berasal dari area toraks dan lumbal pada medula spinalis,memiliki
neurotransmiter norefinefrin/Adrenalin shg disebut juga saraf adrenergik,fungsinya
mempertahankan derajat keaktifan(menjaga tonus vaskuler),memberi respon pada situasi stres
seperti.trauma,ketakutan,hipoglikemi,kediginanan,latihan.
2. Saraf parasimpatis berasal dari area otak dan sakral pada medula spinalis,neurotransmiternya
yaitu asetilkolin shg disebut jg saraf kolinergik,fungsinya menjaga fungsi tubuh esensial seperti
proses dan pengurangan zat-zat sisa.

II.3 EPIDEMIOLOGI
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita
hampir seimbang. 5 10 % orang yang terjangkit penyakit Parkinson, gejala awalnya muncul
sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara
keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa,
13

meningkat dari 0,6 % pada usia 60 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 89 tahun (WHO,
2004).
Di Amerika Serikat ada sekitar 500.000 penderita Penyakit Parkinson. Di Indonesia
sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000
penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-sesuai dengan penelitian
yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik
menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding
perempuan (3:2) dengan alasan yang belum diketahui.
II.4 KLASIFIKASI
Penyakit Penyakit Parkinson dapat dibagi atas 3 kategori, yaitu :
1. Penyakit Parkinson primer/idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas.
Kira-kira 7 dari 8 kasus Penyakit Parkinson termasuk jenis ini.
2. Penyakit Parkinson sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis
meningovaskuler. Toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine (MPTP),
Mn, CO, sianida. Obat-obatan yang menghambat reseptor dopamin dan menurunkan
cadangan dopamin misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain,
misalnya perdarahan serebral pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark
lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.
3. Sindrom Penyakit Parkinson Plus (Multiple System Degeneration)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit
keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada Progressive supranuclear palsy, Multiple system atrophy
(sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, olivo-pontocerebellar degeneration,
Parkinsonism-amyotrophy syndrome), Degenerasi kortikobasal ganglionik, Sindrom demensia,
Hidrosefalus normotensif, dan Kelainan herediter (Penyakit Wilson, penyakit Huntington,
Penyakit Parkinsonisme familial dengan neuropati peripheral).


14

II.5 ETIOLOGI
Etiologi Penyakit Parkinson primer masih belum diketahui. Terdapat beberapa dugaan, di
antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal
terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui,
terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.


Penyakit Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra.
Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary).
Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.
Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar, akan tetapi ada beberapa faktor
resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan, yaitu :
1. Usia : Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000
penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang
mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra pada penyakit Penyakit
Parkinson.
2. Genetik : Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit
Penyakit Parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang kromosom 4
(PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan
autosomal resesif Penyakit Parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin
(PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria. Adanya
riwayat penyakit Penyakit Parkinson pada keluarga meningakatkan faktor resiko menderita
penyakit Penyakit Parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali
pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala
Penyakit Parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat
sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun
demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari
penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu
terjadi pada usia 46 tahun.
3. Faktor Lingkungan
a) Xenobiotik : Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan
kerusakan mitokondria.
15

b) Pekerjaan : Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c) Infeksi : Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi
penyakit Penyakit Parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan
menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides.
d) Diet : Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada Penyakit Parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan
neuroprotektif.
4. Ras : angka kejadian Penyakit Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan
kulit berwarna.
5. Trauma kepala : Cedera kranio serebral bisa menyebabkan Penyakit Parkinson, meski
peranannya masih belum jelas benar.
6. Stress dan depresi : Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala
motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan Penyakit Parkinson karena pada stress dan
depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif.

II.6 PATOFISIOLOGI
Secara umum dapat dikatakan bahwa Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar
dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 40 50% yang
disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies). Lesi primer pada Penyakit
Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin di dalam batang otak,
khususnya di substansia nigra pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang.
Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamin dari ujung saraf nigrostriatum akan
merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2 (inhibitorik) yang berada di dendrit output
neuron striatum. Output striatum disalurkan ke globus palidus segmen interna atau substansia
nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur indirek berkaitan
dengan reseptor D2 . Maka bila masukan direk dan indirek seimbang, maka tidak ada kelainan
gerakan.
Pada penderita penyakit Penyakit Parkinson, terjadi degenerasi kerusakan substansia
nigra pars kompakta dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada rangsangan
terhadap reseptor D1 maupun D2. Gejala Penyakit Parkinson belum muncul sampai lebih dari
16

50% sel saraf dopaminergik rusak dan dopamin berkurang 80%. Reseptor D1 yang eksitatorik
tidak terangsang sehingga jalur direk dengan neurotransmitter GABA (inhibitorik) tidak
teraktifasi. Reseptor D2 yang inhibitorik tidak terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke
globus palidus segmen eksterna yang GABAergik tidak ada yang menghambat sehingga fungsi
inhibitorik terhadap globus palidus segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi dari saraf
GABAergik dari globus palidus segmen ekstena ke nucleus subtalamikus melemah dan kegiatan
neuron nukleus subtalamikus meningkat akibat inhibisi.
Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus segmen interna /
substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik yang eksitatorik akibatnya terjadi
peningkatan kegiatan neuron globus palidus / substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh
lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung ,sehingga output ganglia basalis menjadi
berlebihan kearah talamus.
Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke talamus adalah GABAnergik sehingga
kegiatan talamus akan tertekan dan selanjutnya rangsangan dari talamus ke korteks lewat saraf
glutamatergik akan menurun dan output korteks motorik ke neuron motorik medulla spinalis
melemah terjadi hipokinesia.
17


Gambar.1.: Skema teori ketidakseimbangan jalur langsung dan tidak langsung
Keterangan Singkatan
D2 : Reseptor dopamin 2 bersifat inhibitorik
D1 : Reseptor dopamin 1 bersifat eksitatorik
SNc : Substansia nigra pars compacta
SNr : Substansia nigra pars retikulata
GPe : Globus palidus pars eksterna
GPi : Globus palidus pars interna
STN : Subthalamic nucleus
VL : Ventrolateral thalamus = talamus

18

Kajian Biomolekuler penyakit Penyakit Parkinson
Studi postmortem secara konsisten menyoroti adanya kerusakan oksidatif dalam
patogenesis PD, dan khususnya kerusakan oksidatif pada lipid, protein, dan DNA dapat diamati
pada substansia nigra pars compakta (SNc) otak pasien PD sporadik. Stress oksidatif akan
membahayakan integritas neuron sehingga mempercepat degenerasi neuron. Sumber
peningkatan stress oksidatif ini masih belum jelas namun mungkin saja melibatkan disfungsi
mitokondria, peningkatan metabolisme dopamin yang menghasilkan hidrogen peroksida dan
reactive oxygen species (ROS) lain dalam jumlah besar, peningkatan besi reaktif, dan gangguan
jalur pertahanan antioksidan (Jenner 2003).
Penurunan selektif sebesar 30-40 % pada aktivitas complex-I rantai respirasi mitokondria
ditemukan dalam SNc penderita penyakit Penyakit Parkinson (Svhapira, dkk 1990). Mitokondria
terekspos oleh lingkungan yang sangat oksidatif, dan proses fosforilasi oksidatif berhubungan
dengan produksi ROS. Banyak bukti mengarah pada peran utama disfungsi mitokondria sebagai
dasar patogenesis PD, dan khususnya, defek mitokondria complex-I (complex-I) dari rantai
respirasi. Defek complex-I mungkin yang paling tepat menyebabkan degenerasi neuron pada PD
melalui penurunan sintesis ATP.
Beberapa studi epidemiologi memperlihatkan bahwa pestisida dan toksin lain dari
lingkungan yang menghambat complex-I terlibat dalam patogenesis PD sporadik (Sherer, dkk,
2002a). MPTP menghambat complex-I dan menimbulkan gejala Penyakit Parkinson pada
manusia dan model binatang (Dauer & Przedborski, 2003).
Bukti terbaru menunjukkan cacat pada ubiquitin proteasome system (UPS) dan protein
yang salah peran juga mendasari patogenesis molekuler penyakit Penyakit Parkinson. Gagasan
ini didukung oleh fakta bahwa -synuclein, parkin, dan DJ-1 yang merupakan kelainan genetik,
saling mempengaruhi fungsi UPS maupun mitokondria, yang mungkin menghasilkan permulaan
jalur yang terlibat dalam degenerasi neuron pada penyakit Penyakit Parkinson.
Agregasi -synuclein secara jelas menurun dari inhibisi complex-I dan agregasi semacam
itu bisa juga menghambat atau membanjiri fungsi proteasomal. Jika inhibisi complex-I
merupakan inti patogenesis PD, maka dalam rangkaian kejadian yang dipicu oleh agregasi -
19

synuclein, peningkatan stress oksidatif, dan defisit sintesis ATP, semuanya itu bisa mengganggu
fungsi normal UPS. Inhibisi terhadap UPS akan menghasilkan akumulasi protein di samping
ditargetkan untuk degradasi, beberapa diantaranya bersifat sitotoksik, yang dalam kombinasinya
dengan bahaya oksidatif akan pasti mengakibatkan kematian neuron dopaminergik. Parkin,
UCH-L1, dan DJ1 terlibat dalam pemeliharaan fungsi UPS, sementara PINK1, bersama dengan
parkin dan DJ1, akan meregulasi fungsi normal mitokondria; penyakit terkait mutasi dalam gen
ini akan mengarah pada sekelompok kejadian yang mengawali kematian neuron DA. Namun,
jalur kejadian ini selain mengakibatkan inhibisi proteasome tetapi dapat juga bolak-balik
mengganggu fungsi mitokondria. Pengamatan ini mengarah pada hubungan silang berderajat
besar antara mitokondria dan UPS, dan disfungsi pada masing-masing atau semua sistem akan
mengarah pada poin akhir yang umum dari degenerasi neuron DA.


20

Gambaran Patologi Anatomi pada Penyakit Parkinson
Lesi primer pada Penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang mengandung
neuromelanin di dalam batang otak , khususnya di substansia nigra pars kompakta, yang menjadi
terlihat pucat dengan mata telanjang.


Gambar 3 . Lesi Substasia Nigra pada Penyakit Parkinson
Substansia nigra pada penderita Penyakit Parkinson memperlihatkan depigmentasi
menyolok pada pars kompakta , menunjukkan degenerasi sel saraf yang mengandung
neuromelanin.
Dengan mikroskop elektron terlihat neuron yang bertahan hidup mengandung inklusi
eosinofilik sitoplasmik disertai halo ditepinya yang dikenal sebagai Lewy Body. Lewy body
ditemukan di nucleus batang otak tertentu biasanya mempunyai diameter > 15 cm , berbentuk
sferis dan inti hialin yang padat. Komponen struktural yang predominan pada Lewy body terlihat
berupa bahan filamen yang tersusun dalam pola sirkuler dan linear , kadang terjulur kearah dari
inti yang padat elektron. Lewy body bukan gambaran yang spesifik pada penyakit Penyakit
Parkinson karena juga ditemukan pada beberapa penyakit neurodegeneratif lain yang langka.
II.7 GAMBARAN KLINIS
Gejala Motorik

21

















Gambar 4 Gejala Klinis

Gejala non motorik
a. Disfungsi otonom
Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia
dan hipotensi ortostatik
22

Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik
Pengeluaran urin yang banyak
Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual,
perilaku, orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi
kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna
penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension
orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian
tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau anosmia).

Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non spesifik, yang didapat
dari anamnesa yaitu kelemahan umum, kekakuan pada otot, pegal-pegal atau kram otot, distonia
fokal, gangguan ketrampilan, kegelisahan, gejala sensorik (parestesia) dan gejala psikiatrik
(ansietas atau depresi). Gambaran klinis penderita Penyakit Parkinson :
1. Tremor
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangeal, kadang
kadang tremor seperti menghitung uang logam (pil rolling). Pada sendi tangan fleksi ekstensi
atau pronasi supinasi, pada kaki fleksi ekstensi, pada kepala fleksi ekstensi atau menggeleng,
mulut membuka menutup, lidah terjulur tertarik tarik. Tremor terjadi pada saat istirahat dengan
frekuensi 4-5 Hz dan menghilang pada saat tidur. Tremor disebabkan oleh hambatan pada
aktivitas gamma motoneuron. Inhibisi ini mengakibatkan hilangnya sensitivitas sirkuit gamma
yang mengakibatkan menurunnya kontrol dari gerakan motorik halus. Berkurangnya kontrol ini
akan menimbulkan gerakan involunter yang dipicu dari tingkat lain pada susunan saraf pusat.
Tremor pada penyakit Penyakit Parkinson mungkin dicetuskan oleh ritmik dari alfa motor
neuron dibawah pengaruh impuls yang berasal dari nukleus ventro-lateral talamus. Pada keadaan
23

normal, aktivitas ini ditekan oleh aksi dari sirkuit gamma motoneuron, dan akan timbul tremor
bila sirkuit ini dihambat.
2. Rigiditas
Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis dan otot protagonis dan
terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas motoneuron otot protagonis dan otot antagonis
sewaktu gerakan. Meningkatnya aktivitas alfa motoneuron pada otot protagonis dan otot
antagonis menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh luas gerakan dari ekstremitas yang
terlibat.
3. Bradikinesia
Gerakan volunter menjadi lamban sehingga gerak asosiatif menjadi berkurang misalnya:
sulit bangun dari kursi, sulit mulai berjalan, lamban mengenakan pakaian atau mengkancingkan
baju, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak bibir dan lidah menjadi lamban.
Bradikinesia menyebabkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan
berkurang sehingga wajah mirip topeng, kedipan mata berkurang, menelan ludah berkurang
sehingga ludah keluar dari mulut. Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi
dari impuls optik sensorik, labirin , propioseptik dan impuls sensorik lainnya di ganglia basalis.
Hal ini mengakibatkan perubahan pada aktivitas refleks yang mempengaruhi alfa dan gamma
motoneuron.
4. Hilangnya refleks postural
Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama, namun pada awal stadium
penyakit Penyakit Parkinson gejala ini belum ada. Hanya 37% penderita penyakit Penyakit
Parkinson yang sudah berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan ini disebabkan
kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada
level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh.
5. Wajah Penyakit Parkinson
24

Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta
mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata berkurang, disamping itu kulit muka seperti
berminyak dan ludah sering keluar dari mulut.
6. Mikrografia
Bila tangan yang dominan yang terlibat, maka tulisan secara graduasi menjadi kecil dan
rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.
7. Sikap Penyakit Parkinson
Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada Penyakit Parkinson.
Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam posisi kepala difleksikan ke dada, bahu
membongkok ke depan, punggung melengkung kedepan, dan lengan tidak melenggang bila
berjalan.
8. Bicara
Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah dan bibir
mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang monoton dengan volume yang kecil
dan khas pada penyakit Penyakit Parkinson. Pada beberapa kasus suara mengurang sampai
berbentuk suara bisikan yang lamban.
10. Gerakan bola mata
Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi menjadi sulit, gerak
bola mata menjadi terganggu.
11. Refleks glabela
Dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela berulang-ulang. Pasien dengan
Penyakit Parkinson tidak dapat mencegah mata berkedip pada tiap ketokan. Disebut juga sebagai
tanda Mayersons sign
12. Demensia
25

Demensia relatif sering dijumpai pada penyakit Penyakit Parkinson. Penderita banyak
yang menunjukan perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya. Disfungsi
visuospatial merupakan defisit kognitif yang sering dilaporkan. Degenerasi jalur dopaminergik
termasuk nigrostriatal, mesokortikal dan mesolimbik berpengaruh terhadap gangguan intelektual.
13. Depresi
Sekitar 40 % penderita terdapat gejala depresi. Hal ini dapat terjadi disebabkan kondisi
fisik penderita yang mengakibatkan keadaan yang menyedihkan seperti kehilangan pekerjaan,
kehilangan harga diri dan merasa dikucilkan. Tetapi hal ini dapat terjadi juga walaupun penderita
tidak merasa tertekan oleh keadaan fisiknya. Hal ini disebabkan keadaan depresi yang sifatnya
endogen. Secara anatomi keadaan ini dapat dijelaskan bahwa pada penderita Penyakit Parkinson
terjadi degenerasi neuron dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron norepineprin yang
letaknya tepat dibawah substansia nigra dan degenerasi neuron asetilkolin yang letaknya diatas
substansia nigra.

II.8 DIAGNOSIS
Diagnosis penyakit Penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya gejala
motorik utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya
refleks postural. Kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah kriteria Hughes (1992) :
Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama
Probable : didapatkan 2 dari gejala-gejala utama
Definite : didapatkan 3 dari gejala-gejala utama
Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit dalam
hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu :
Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat
gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor
pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman)
26

Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara
berjalan terganggu
Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat
berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang
Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibandingkan stadium sebelumnya
Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu
berdiri dan berjalan walaupun dibantu.

Diagnosis penyakit Penyakit Parkinson dapat juga ditegakkan berdasarkan kriteria :
1. Secara klinis
Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia
atau
3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan postural.
2. Krieteria Koller
Didapati 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik : tremor saat istirahat atau gangguan
refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung 1 tahun atau lebih.
Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang (minimal
1.000 mg/hari selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1 tahun atau lebih.
3. Kriteria Gelb & Gilman
Gejala kelompok A (khas untuk penyakit Penyakit Parkinson) terdiri dari :
1) Resting tremor
2) Bradikinesia
3) Rigiditas
4) Permulaan asimetris
Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif, terdiri dari :
1) Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama
2) Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun pertama
3) Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun pertama
27

4) Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama.
Diagnosis possible : terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok A dimana salah
satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tak terdapat gejala kelompok B,
lama gejala kurang dari 3 tahun disertai respon jelas terhadap levodopa atau
dopamine agonis.
Diagnosis probable : terdapat paling sedikit 3 dari 4 gejala kelompok A, dan tidak
terdapat gejala dari kelompok B, lama penyakit paling sedikit 3 tahun dan respon
jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis.

Diagnosis pasti : memenuhi semua kriteria probable dan pemeriksaan histopatologis
yang positif.

II.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis,karena tidak
memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk Penyakit Parkinson. Pengukuran kadar NT
dopamine atau metabolitnya dalam air kencing , darah maupun cairan otak akan menurun pada
Penyakit Parkinson dibandingkan control .Lebih lanjut , dalam keadaan tidak ada penanda
biologis yang spesifik penyakit, maka diagnosis definitive terhadap Penyakit Parkinson hanya
ditegakkan dengan otopsi . Dua penelitian patologis terpisah berkesimpulan bahwa hanya 76%
dari penderita memenuhi kriteria patologis aktual, sedangkan yang 24% mempunyai penyebab
lain untuk Penyakit Parkinsonisme tersebut.
Neuroimaging :

Baru baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI , didapati bahwa hanya pasien yang
dianggap mempunyai atropi multi sistem memperlihatkan signal di striatum.

28

Ini merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah memberi kontribusi yang
signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal dan peranannya dalam
patofisiologi penyakit Penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan
fluorodopa , khususnya di putamen , dapat diperlihatkan hampir pada semua penderita
penyakit Penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini.Pada saat awitan gejala , penderita
penyakit Penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan 30% pada pengambilan
fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat membedakan antara penyakit
Penyakit Parkinson dengan Penyakit Parkinsonisme atipikal. PET juga merupakan suatu
alat untuk secara obyektif memonitor progresi penyakit , maupun secara obyektif
memperlihatkan fungsi implantasi jaringan mesensefalon fetus.

Gambar 5. PET pada penderita Penyakit Parkinson pre dan prost transplantasi

Sekarang telah tersedia ligand untuk imaging sistem pre dan post sinapsis oleh SPECT ,
suatu kontribusi berharga untuk diagnosis antara sindroma Penyakit Parkinson plus dan penyakit
Penyakit Parkinson, yang merupakan penyakit presinapsis murni. Penempelan ke striatum oleh
derivat kokain [123]beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI-55, berkurang secara signifikan
disebelah kontralateral sisi yang secara klinis terkena maupun tidak terkena pada penderita
hemiPenyakit Parkinson. Penempelan juga berkurang secara signifikan dibandingkan dengan
nilai yang diharapkan sesuai umur yang berkisar antara 36% pada tahap I Hoehn dan Yahr
sampai 71% pada tahap V. Marek dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata penurunan
tahunan sebesar 11% pada pengambilan [123]beta-CIT striatum pada 34 penderita penyakit
29

Penyakit Parkinson dini yang dipantau selama 2 tahun. Sekarang telah memungkinkan untuk
memvisualisasi dan menghitung degenerasi sel saraf nigrostriatal pada penyakit Penyakit
Parkinson.
Dengan demikian, imaging transporter dopamin pre-sinapsis yang menggunakan ligand
ini atau ligand baru lainnya mungkin terbukti berguna dalam mendeteksi orang yang beresiko
secara dini. Sebenarnya, potensi SPECT sebagai suatu metoda skrining untuk penyakit Penyakit
Parkinson dini atau bahkan presimptomatik tampaknya telah menjadi kenyataan dalam praktek.
Potensi teknik tersebut sebagai metoda yang obyektif untuk memonitor efikasi terapi
farmakologis baru, sekarang sedang diselidiki
II.10 DIAGNOSIS BANDING
Gangguan Parkinson dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe (primer, sekunder, dan
parkinsonism plus syndromes). Beberapa gejala klinik seperti tremor, gaya berjalan yang
abnormal (freezing), instabilitas postural, gejala-gejala pyramidal lain yang responsive dengan
pemberian levodopa, dapat digunakan sebagai pembeda penyakit parkinson dengan gangguan
parkinsonian lainnya.

II.11 PENATALAKSANAAN
Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang progresif dan
penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi penatalaksanaannya adalah 1) terapi
simtomatik, untuk mempertahankan independensi pasien, 2) neuroproteksi dan 3) neurorestorasi,
keduanya untuk menghambat progresivitas penyakit Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk
mempertahankan kualitas hidup penderitanya.

1. Terapi farmakologik
a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak levodopa
dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada neuron
dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase).
Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya
30

dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena
mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan
benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-
Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita penyakit
parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan
bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai memang
dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya terapi
dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan
dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa melintasi sawar-darah-otak dan memasuki
susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin. Dopamin
menghambat aktifitas neuron di ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1) Neusea, muntah, distress abdominal
2) Hipotensi postural
3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia
lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system
konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol.
4) Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau
muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi
levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu
karena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti,
membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak.
5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum darah
yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu gerakan
motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon penderita yang
mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang.

Untuk menghilangkan
efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan
31

memberikan tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin
agonis, COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor.

b. Agonis Dopamin
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax), Pramipexol
(Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk
mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan
tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang
selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson.


Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang
berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat
diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi
gejala motorik.
Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki, mual dan
muntah.
c. Antikolinergik
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat aksi
neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu mengoreksi
keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala tremor.
Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu
thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk
golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan procyclidine
(kamadrin).
Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur. Sebaiknya obat jenis ini
tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia diatas 70 tahun, karena dapat
menyebabkan penurunan daya ingat.
d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada penyakit
Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan mencegah
perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom Parkinson,
32

dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna
untuk mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan pergerakan.

Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi monoamine
oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh
neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-amphetamin and L-methamphetamin.
Biasa dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini
juga berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah insomnia, penurunan
tekanan darah dan aritmia.
e. Amantadin
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak. Obat ini dulu
ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat menghilangkan gejala
penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor, bradikinesia, dan fatigue pada awal
penyakit Parkinson dan dapat menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan
diskinesia pada penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi
dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat mengakibatkan
mengantuk.
f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru, berfungsi
menghambat degradasi dopamine oleh enzim COMT dan memperbaiki transfer levodopa
ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi levodopa saat efektivitas levodopa menurun.
Diberikan bersama setiap dosis levodopa. Obat ini memperbaiki fenomena on-off,
memperbaiki kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu diperiksa tes fungsi hati
secara serial. Obat ini juga menyebabkan perubahan warna urin berwarna merah-oranye.
g. Neuroproteksi
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi
progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif adalah
apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic
agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering digunakan di klinik adalah
33

monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamin agonis, dan complek I
mitochondrial fortifier coenzyme Q10.


Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson

2. Terapi pembedahan
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses patologis yang
mendasari (neurorestorasi).
a. Terapi ablasi lesi di otak
Termasuk katergori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy
Indikasi : - fluktuasi motorik berat yang terus menerus
- diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik
Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan kauterisasi. Efek
operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan sangat tidak aman untuk melakukan ablasi
dikedua tempat tersebut.
b. Deep Brain Stimulation (DBS)
Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang dihubungkan
dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti alat pemacu jantung.
34

Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak, jadi relatif aman. Manfaatnya adalah
memperbaiki waktu off dari levodopa dan mengendalikan diskinesia.
c. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh Lindvall dan
kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous adrenal) yang menghasilkan dopamin.
Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan antara lain dari jaringan embrio
ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells,
non neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testis-derived sertoli cells dan carotid
body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat
immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga masa idup
graft jadi lebih panjang. Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit
parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4 6 tahun sesudah transplantasi.
Teknik operasi ini sering terbentur bermacam hambatan seperti ketiadaan donor, kesulitan
prosedur baik teknis maupun perijinan.

3. Non Farmakologik
a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya pentingnya
meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa simpati dan empati dari
anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.
b. Terapi rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan
menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah sebagai
berikut : Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur tubuh yang salah, Gejala otonom,
Gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living ADL), dan Perubahan psikologik.
Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan fisioterapi, okupasi, dan
psikoterapi.
Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan ekstensi trunkus,
latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada tanda-tanda di lantai, latihan
35

isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot ekstensor panggul agar memudahkan menaiki
tangga dan bangkit dari kursi.
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian lingkungan tenpat
tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai bermacam strategi, yaitu :
Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara jelas dan tidak
cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun visual dan hanya
melakukan satu tugas kognitif maupun motorik.
Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan yang agak
lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut sesuatu dilantai.
Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau berdiri dengan kedua
kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada dinding. Hindari eskalator
atau pintu berputar. Saat bejalan di tempat ramai atau lantai tidak rata harus
konsentrasi penuh jangan bicara atau melihat sekitar.
Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif, kepribadian, status mental
pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan untuk melakukan terapi rehabilitasi kognitif
dan melakukan intervensi psikoterapi.

II. 12 PROGNOSIS

Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan
perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka
penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi
mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan
fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian.
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien
berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat
bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah. Penyakit Parkinson sendiri
tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata
harapan hidup pada pasien Parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak
36

menderita Parkinson. Pada tahap akhir, penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi
seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian.


Progresifitas gejala pada Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun
demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk
memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan treatment yang
tepat, kebanyakan pasien Parkinson dapat hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis.
























37

BAB III
METODOLOGI
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian survei dengan rancangan Deskriptif untuk mengetahui gambaran
tingkat pengetahuan petugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Arga Makmur.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dalam wilayah kerja Puskesmas Argamakmur
3.2.2 Waktu Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 17 Maret 2014 23 Maret 2014
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah petugas kesehatan di Puskesmas Argamakmur.
3.3.2 Sampel
Penghitungan besar sampel dihitung berdasarkan rumus Taro Yamane :
n = N
Nd
2
+1
Keterangan rumus :
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi yang diketahui
d = Presisi (Ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%)
38

Jadi besar sampel pada
N = 57
57(0,1)
2
+ 1
= 57
1.57
= 36 Sampel
Teknik sampling yang digunakan adalah dengan menggunakan simple random sampling (secara
acak) pada wilayah kerja puskesmas argamakmur.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu tingkat pengetahuan petugas kesehatan
tentang penyakit Parkinson.
3.5 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
N
O
Variabel Definisi Operasional
Alat
Ukur
Cara
Ukur
Hasil Ukur
Skala
Ukur
1 Tingkat
Pengetahuan
petugas
kesehatan
tentang
Parkinson
Banyaknya
informasi yang
diketahui petugas
kesehatan mengenai
Parkinson yang
diperoleh dengan
menjawab
pertanyaan pada
kuesioner
Kuesi
oner
wawa
ncara
1. Kurang jika nilai
jawaban benar antara0-8
2. Cukup jika jawaban
benar 9-17
3. Baik jika jawaban benar
antara 18-25
Ordinal


39

3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Kuesioner yang dibagikan kepada petugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Arga
Makmur
b. Wawancara dengan petugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Arga Makmur
c. Alat tulis menulis.
d. Komputer.
3.7 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer ini berupa data identitas responden dan hasil kuesioner serta wawancara
langsung dengan petugas kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Arga Makmur.
2. Data sekunder
Data sekunder ini berupa gambaran umum kecamatan Arga Makmur, serta data
penunjang lainnya yang diperoleh dari profil Puskesmas Gunung Alam tahun 2013-2014.
.3.8 Pengolahan Data
Kuesioner terdiri dari 1 jenis, yaitu kuesioner untuk petugas kesehatan. Dimana kuesioner
terdiri dari duapuluh lima pertanyaan, masing-masing jawaban di setiap nomor diberikan
penilaian : 1 untuk jawaban benar dan 0 untuk jawaban salah.
Pada kuesioner petugas kesehatan, total nilai bilai seluruh jawaban benar adalah 25.
Setelah kuesioner diberikan penilaian, maka responden diklasifikasikan menjadi 3 kelompok
berdasarkan nilai yang diperoleh. Ketentuannya sebagai berikut :
- Tingkat pengetahuan kurang jika nilai jawaban benar antara 0-8
- Tingkat pengetahuan cukup jika nilai jawaban benar antara 9-17
- Tingkat pengetahuan baik jika nilai jawaban benar antara 18-25
Data disajikan dalam bentuk diagram disertai dengan penjelasan yang bersifat deskriptif.
40

3.9 Kerangka Konsep Penelitian













Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian









PENYAKIT
PARKINSON
DI PKM
ARGAMAKMUR
PENGETAHUAN
TENAGA
KESEHATAN
PENYAKIT
PARKINSON
PENYAKIT
PARKINSON
PENATALAKSANAAN
(RUJUKAN)
41

BAB IV
HASIL MINI PROJECT

4.1 Profil Komunitas Umum
4.1.1 Letak Geografis
Puskesmas Arga Mamur terletak di pusat Ibukota Kabupaten Bengkulu Utara,
yaitu merupakan salah satu Puskesmas yang berada di Kecamatan Kota Arga Makmur.
Secara geografis, Puskesmas Arga Makmur terletak di lokasi yang sangat strategis dan
sangat mudah untuk dijangkau karena letaknya yang berada di Pusat Ibukota Kabupaten.
Luas wilayah kerja Puskesmas Arga Makmur 38 Km dengan jumlah desa binaan 10
desa, dengan jumlah kepala keluarga 4.509 KK serta jumlah rumah 4.509 rumah dengan
tingkat hunian rata-rata tiap rumah sebanyak 3 dan 4 orang. Diperkirakan kepadatan
penduduk 99 jiwa per Km, keseluruhan desa tersebut dapat dilalui oleh kendaraan roda
2 maupun roda 4.
Batas wilayah kecamatan Argamakmur adalah :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Taba Tembilang
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kali
- Sebalah Barat berbatasan dengan Desa Gunung Sari
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tebing Kaning

42


Gambar 4.1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Arga Makmur

4.1.2 Data Demografik / Kependudukan
Puskesmas Arga Makmur memiliki jumlah penduduk 20.393 jiwa yang
tersebar hampir merata di seluruh Desa yang berada dalam wilayah kerja
Puskesmas, adapun jumlah penduduk ini dapat dilihat dalam tabel 4.1.


Tabel 4.1. Jumlah Penduduk per Kelurahan Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
No. Kelurahan Laki-laki Perempuan
1. Gunung Alam 4.333
0 - 4 tahun 174 190
5 - 14 tahun 463 482
15 - 44 tahun 999 1.084
45 - 64 tahun 459 444
65 tahun 18 20
2. Rama Agung 2.980
0 - 4 tahun 183 217
5 - 14 tahun 175 239
43

15 - 44 tahun 468 595
45 - 64 tahun 371 380
65 tahun 155 197
3. Karang Suci 3.155
0 - 4 tahun 144 147
5 - 14 tahun 318 343
15 - 44 tahun 755 763
45 - 64 tahun 278 293
65 tahun 58 56
4. Talang Denau 382
0 - 4 tahun 26 24
5 - 14 tahun 40 25
15 - 44 tahun 102 101
45 - 64 tahun 25 23
65 tahun 7 9
5. Gunung Selan 2.634
0 - 4 tahun 144 165
5 - 14 tahun 237 246
15 - 44 tahun 598 635
45 - 64 tahun 203 208
65 tahun 101 97
6. Gunung Agung 1.857
0 - 4 tahun 100 95
5 - 14 tahun 191 203
15 - 44 tahun 471 487
45 - 64 tahun 138 134
65 tahun 20 18
7. Tanjung Raman 1.119
0 - 4 tahun 63 60
44

5 - 14 tahun 114 97
15 - 44 tahun 278 313
45 - 64 tahun 73 62
65 tahun 30 29
8. Lubuk Saung 1.564
0 - 4 tahun 120 125
5 - 14 tahun 126 121
15 - 44 tahun 415 449
45 - 64 tahun 89 74
65 tahun 17 28
9. Datar Ruyung 762
0 - 4 tahun 43 56
5 - 14 tahun 60 75
15 - 44 tahun 185 204
45 - 64 tahun 55 53
65 tahun 16 15
10. Sido Urip 1.607
0 - 4 tahun 62 69
5 - 14 tahun 93 100
15 - 44 tahun 404 389
45 - 64 tahun 201 197
65 tahun 41 51
Jumlah 20.393
Sumber : PKM, 2013

Masyarakat yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Arga Makmur sudah sangat
mengerti pentingnya manfaat pendiddikan. Adapun tingkat pendidikan masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas Arga Makmur dapat di lihat dari tabel 4.2.

45


Tabel 4.2. Distribusi Penduduk berdasarkan Pendidikan
No Pendidikan Jumlah Persentase ( % )
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Buta Aksara
Tidak/ Belum pernah sekolah
Tidak/ Belum tamat SD
SD / MI
SLTP / MTs
SLTA / MA
Perguruan Tinggi
311
1.056
1.143
3.734
3.310
4.798
2.182
1,91
6,41
6,93
22,50
20,02
29,02
13,21
Jumlah 16.534 100
Sumber : PKM, 2013

Penduduk yang berada di wilayah kerja Puskesmas Arga makmur mayoritas
memiliki pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Petani (tabel.4), hal tersebut
juga kemungkinan didukung masih luasnya areal yang kosong yang berada diwilayah
kerja Puskesmas Arga Makmur. Adapun distribusi jumlah penduduk menurut jenis
pekerjaan di gambar dalam tabel 8.

Tabel 4.3. Distribusi Penduduk berdasarkan Pekerjaan
No Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1.
2.
3.
4.
5.
PNS
Petani
Pedagang
Buruh
Lain-lain
2.598
2.291
898
1.340
1.670
29,60
26,20
10,40
15,40
18,40
Jumlah 8.797 100
Sumber : PKM, 2013

46

Variasi suku dalam wilayah kerja Puskesmas Arga Makmur cukup variatif antara
penduduk asli (Suku Rejang) dengan pendatang dari suku Jawa, Batak, Minang, Melayu dan
yang lainnya. Adapun distribusi penduduk menurut agama sebagai berikut.
Tabel. 4.4. Distribusi Penduduk berdasarkan Agama
No Agama Persentase ( % ) Keterangan
1.
2.
3.
4.
Islam
Kristen Protestan
Kristen Katolik
Hindu dan Budha
146,53
4,72
0,52
4,6

Sumber : PKM 2013

Dari gambaran data-data yang terdapat pada tabel-tabel diatas, dapat dikatakan bahwa
dalam rentang waktu yang relative singkat, pelaksanaan pembangunan kesehatan di Bengkulu
Utara khususnya di Wilayah kerja Puskesmas Arga Makmur telah menunjukan hasil yang cukup
berarti, hal ini tidak terlepas dari kinerja semua unsure/elemen Pemerintah Daerah khususnya,
yang ada di wilayah kerja Puskesmas Arga Makmur. Akan tetapi hasil yang telah dicapai bukan
hasil akhir yang diharap, melainkan Puskesmas Arga Makmur mengharapkan hasil yang jauh
lebih baik dari hasil tersebut.
Untuk itu kami sangat berharap dari semua unsur baik yang ada di Puskesmas Arga
makmur atau dari pihak pemerintah/swasta dapat membantu kami didalam pencapaian hasil yang
jauh lebih baik untuk tahun-tahun mendatang, sehingga apa yang menjadi visi Puskesmas dapat
dicapai dan dapat menunjang program yang dicanangkan oleh pemerintah untuk pembangunan
kesehatan menjadikan Bengkulu Utara Sehat dapat pula tercapai.


47

Tabel 4.5. Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Arga Makmur
No Jenis Penyakit
Kasus
Jumlah
Persentase
(%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Penyakit Saluran Pernafasan Atas (ISPA)
Penyakit lainnya
Penyakit Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
Penyakit Gangguan Mulut
Penyakit Kulit dan Jaringan Sub Kutan (Dermatitis)
Penyakit pada Sistem Otot dan Jar. Pengikat (Rheumatik)
Penyakit Bakteri (Pneumonia, Bronkitis)
Penyakit Infeksi pada Usus (Diare, Disentri)
Riketiasis dan Penyakit karena Antropoda Lain (Malaria)
Penyakit Infeksi karena Parasit dan Akibat Kemudian
2.481
2.064
1.103
882
604
462
196
184
138
55
12,16
10,12
5,40
4,32
2,96
2,26
0,96
0,90
0,67
0,26
Sumber : PKM, 2013

Dari data tabel 4.5, adapun kasus penyakit menular di Puskesmas Arga Makmur adalah
penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) terdapat 2.481 kasus, riketiasis dan penyakit
karena antropoda lain (malaria) dengan jumlah 55 kasus, dan penyakit kulit dan jaringan sub
kutan (dermatitis) dengan jumlah 604 kasus.
4.1.3. Sarana dan Prasarana
Puskesmas Arga Makmur memiliki 1 pustu yaitu Pustu Gunung Selan yang posisi
tempatnya telah terjangkau ke seluruh desa yang jauh dari Puskesmas Induk, 3 Puskesdes
(Lubuk Saung, Talang Denau, Sidourip) dan 18 Posyandu. Memiliki kendaraan roda 4
(Pusling), serta 10 unit motor dinas yang kesemuanya digunakan untuk menunjang
kelancaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang berada dalam wilayah kerja
puskesmas Arga Makmur demi tercapainya misi dan visi Puskesmas.
48

Di Puskesmas Arga Makmur saat ini telah memiliki laboraturium sederhana yang
dapat dipergunakan untuk pelayanan pemeriksaan sederhana seperti Pemeriksaan Hb,
Golongan Darah, DDR, Pemeriksaan Gula Darah, Kolesterol, Asam Urat dan tes HCG.

4.1.4 Ketenagaan
Ketersediaan tenaga kesehatan di Puskesmas Arga Makmur saat ini adalah
sebagai berikut:
Dokter Umum : 1 orang
Dokter Gigi : 1 orang
S1. Keperawatan : 2 orang
S1. Kesehatan Masyarakat : 8 orang
D3 Keperawatan : 13 orang
D4 Perawat : 1 orang
Perawat : 2 orang
D3 Kebidanan : 7 orang
D4 Bidan : 1 orang
Bidan : 13 orang
Perawat Gigi : 1 orang
Assisten Apoteker : 1 orang
Sanitarian : 2 orang
Nutrisimis : 1 orang
Pekarya Kesehatan : 1 orang
Tenaga Sukarela (TKS) : 2 orang

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Puskesmas Arga Makmur masih
membutuhkan seorang tenaga Analis untuk menunjang program dan kegiatan lainnya.
Untuk pelayanan Laboratorium dapat berjalan dengan baik dengan koordinasi yang baik
dengan Dinas Kesehatan. Sementara di pelayanan kesehatan di desa sudah dapat dilayani
dan ditanggulangi oleh Petugas Pustu dan Bidan Desa.

49

4.2 Karakteristik Responden
4.2.1 Jenis Kelamin Responden
Penelitian ini diikuti oleh semua petugas kesehatan wilayah kerja Puskesmas Gunung
Alam, Arga Makmur.

Diagram 4.1 Jenis Kelamin Responden

Hasil penelitian menunjukkan distribusi jenis kelamin yang paling banyak adalah berjenis
kelamin perempuan yaitu terdapat 97% sedangkan laki-laki sebanyak 3%.
4.2.2 Usia Responden
Responden yang mengikuti penelitian ini usianya bervariasi, namun paling banyak
berusia antara 20-29 tahun, yaitu sebanyak 28% dan paling sedikit berusia 50-59 tahun.
Distribusi usia dapat dilihat pada diagram di bawah ini :
perempuan
97%
laki-laki
3%
Jenis Kelamin Responden
50


Diagram 4.2 Usia Responden

4.2.3 Tingkat Pendidikan Responden

Diagram 4.3 distribusi tingkat pendidikan responden
20-29
28%
30-39
47%
40-49
19%
50-59
6%
Usia Responden
Tamat SMA
0%
Tamat D3
73%
Tamat S1
27%
Tingkat Pendidikan Responden
51

Dalam penelitian ini, peneliti mendapat sampel seluruh petugas kesehatan di wilayah
kerja Puskesmas Gunung Alam, dimana paling banyak terdapat responden dengan tingkat
pendidikan D3 paling banyak 40 orang (73 %) dengan tingkat pendidikan S1 sebanyak 15 orang
(27 %)
4.2.4 Tingkat pengetahuan Petugas Kesehatan
Tingkat pengetahuan petugas kesehatan ini diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu
kurang (bila nilai akhir antara 0-8), cukup (bila nilai akhir antara 9-17), dan baik (bila nilai akhir
antara 18-25). Hasil penelitian menunjukkan mayoritas petugas kesehatan mempunyai tingkat
pengetahuan yang kurang mengenai Parkinson, yaitu mencapai 58 & responden poetugas
kesehatan. Namun masih ada petugas kesehatan yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik
tentang Parkinson, yaitu sebanyak 17 %. Gambaran tentang Parkinson dilihat pada diagram di
bawah ini.

Diagram 4.4 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan tentang Parkinson


kurang
58%
cukup
25%
baik
17%
Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan
52

BAB V
PEMBAHASAN

V. 1. Karakteristik Responden Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil responden (sampel) dari petugas kesehatan
di wilayah kerja Puskesmas Gunung Alam, Arga Makmur.
Terdapat perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin responden mengingat jumlah staf
di Puskesmas Gunung Alam, Arga Makmur adalah perempuan. Perbedaan jumlah ini tidak
mempengaruhi tingkat pengetahuan. Dalam hal usia responden, bisa dilihat bahwa mayoritas
berusia 30-39 tahun, kemudian jumlah terbanyak kedua adalah responden yang berusia 20-29
tahun. Perbedaan ini juga tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan. Dalam hal pendidikan ,
petugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Gunung Alam, dimana paling banyak terdapat
responden dengan tingkat pendidikan D3 paling banyak 73 % dengan tingkat pendidikan S1
sebanyak 27 %. Hal ini menunjukkan bahwa petugas kesehatan puskesmas Arga Makmur
memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan
mengenai Parkinson.

V.2 Tingkat pengetahuan Parkinson
Penelitian ini bersifat deskriptif untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan tentang
Parkinson pada petugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Gunung Alam, Arga Makmur.
Meskipun saat ini hanya ditemukan 1 kasus Parkinson di wilayah kerja Puskesmas Gunung
Alam, Arga Makmur, namun bukan berarti penyakit ini tidak dapat terdeteksi. Jika penyakit
Parkinson ini ditemui, maka perlu penanganan dan perawatan yang khusus dalam
penatalaksanaannya.
. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan
1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 89
tahun.
53

Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita Penyakit Parkinson. Di Indonesia
sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000
penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-sesuai dengan penelitian
yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik
menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding
perempuan (3:2) dengan alasan yang belum diketahui.
Oleh karena itu diperlukan suatu strategi pengendalian yang melibatkan seluruh sector,
baik petugas kesehatan maupun elemen masyarakat agar eradikasi Parkinson dapat segera
tercapai. Diharapkan dengan pengetahuan yang baik dari masyarakat maupun petugas kesehatan
di wilayah Arga Makmur, maka penyakit Parkinson ini dapat dideteksi lebih awal.
Hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan petugas kesehatan tentang Parkinson
menunjukkan bahwa mayoritas memiliki tingkat pengetahuan yang kurang mengenai Parkinson.
Idealnya tingkat pengetahuan tenaga kesehatan lebih baik daripada masyarakat awam karena
merekalah yang akan memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Namun demikian, hanya 17%
yang mempunyai pengetahuan yang baik. Hal ini tentu perlu menjadi evaluasi bersama.
Situasi ini salah satunya disebabkan jarangnya kasus Parkinson di wilayah Arga Makmur
yang menyebabkan petugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Gunung Alam, Arga Makmur
lebih memfokuskan kegiatan pada pencegahan dan pengobatan penyakit yang masih prevalen.
Akibatnya, sosialisasi mengenai penyakit Parkinson jarang dilakukan padahal angkat kejadian
penyakit ini masih cukup banyak di Indonesia.
Dalam hal ini petugas kesehatan berperan dalam upaya mendeteksi dan penatalaksanaan
Parkinson, antara lain melalui :
- melakukan upaya promosi kesehatan umum dan memberikan pendidikan
kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit ekstrapiramidal
- menyadarkan masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan yang mengenai
usia lansia utamanya
54

- Melakukan pemeriksaan seluruh lansia yang ada di wilayah kerja Puskesmas Arga
Makmur
- Segera menginformasikan penyakit Parkinson ini perlu perawatan yang khusus terutama
dalam hal medikasi dan fisioterapi
- Mencegah terjadinya kecacatan ataupun keterbatasan dalam menjalankan aktivitas sehari-
hari
















55

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan gambaran mengenai tingkat pengetahuan petugas
kesehatan Puskesmas Gunung Alam tentang penyakit dan penatalaksanaan penyakit Parkinson
memiliki kategori yang masih kurang dikarenakan sedikitnya angka kejadian di wilayah kerja
Puskesmas Gunung Alam, Arga Makmur. Sehingga perlunya dtingkatkan lagi mengingat
petugas kesehatan inilah yang berperan aktif dalam upaya mendeteksi lebih awal penyakit
Parkinson di tengah masyarakat.
VI.2 Saran
Untuk Puskesmas
Upaya peningkatan pengetahuan tentang Parkinson, terutama pada petugas
kesehatan juga perlu dilakukan, misal melalui seminar atau pertemuan ilmiah.
Petugas perlu mengenal tanda dan gejala mengenai penyakit Parkinson dan
apabila menemukan pasien Parkinson segera menyarankan datang ke puskesmas.
Sebaiknya pasien Parkinson segera dirujuk ke rumah sakit yang terdapat
spesialisnya, karena perlu penanganan khusus dan perawatan jangka panjang.
Untuk Dokter Internship
Agar dapat di follow up untuk yang selanjutnya, jika masih terdapat kekurangan
dalam penelitian saya.




56

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjahrir H, Nasution D, Gofir A. Parkinsons Disease & Other Movement Disorders. Pustaka
Cedekia dan Departemen Neurologi FK USU Medan. 2007. Hal 4-53.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III. FKUI. 2007. Hal 1373-1377.
3. Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. Gangguan Neurologis dengan Simtomatologi
Generalisata. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2006. Hal 1139-1144.
4. Harsono. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Neurologis Klinis. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia dan UGM. 2008. Hal 233-243.
5. Duus Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala Edisi II.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996. Hal 231-243.
6. Mardjono M, Sidharta P, 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat, hal 211-214
7. DeCarli C, Reed T, Miller BL, et.al.Impact of Apolipprotein E 4 and Parkinson Disease om
Brain Morphology in Men from the NHLBI Twin Study. American Heart Association 1999;
(5):1548-538.
8. Rocca WA, Hoffman Apendiks, Brayne C, et.al. The prevalence of vascular dementia in
Europe: facts and fragments from 1980-1990 studies. EURODEM-Prevalence Research
Group. Ann Neurol. 1991; 30(6): 817-247.







57

Lampiran
KUESIONER PENELITIAN
GAMBARAN PENGETAHUAN PETUGAS PUSKESMAS TENTANG PENYAKIT
PARKINSON

Nama:
Umur:
Tanggal :
Pengetahuan Penyakit
1. Apakah anda mengetahui apa itu Penyakit Parkinson?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda pernah melihat atau mengalaminya?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah anda mengetahui penyebab dari Penyakit Parkinson?
a. Ya
b. Tidak
4. Menurut anda apakah Penyakit Parkinson itu berbahaya?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah menurut anda Penyakit Parkinson merupakan penyakit keturunan?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah Penyakit Parkinson berhubungan dengan usia lanjut ?
a. Ya
b. Tidak
58

7. Penyakit Parkinson dapat menyerang pada usia muda?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah penyakit Parkinson dapat disebabkan oleh stress emosional?
a. Ya
b. Tidak
9. Apakah Penyakit Parkinson berpengaruh terhadap dapat posisi tubuh dan cara berjalan?
a. Ya
b. Tidak
10. Apakah Penyakit Parkinson dapat menimbulkan gemetar pada saat istirahat?
a. Ya
b. Tidak
11. Apakah Penyakit Parkinson dapat terjadi akibat obat-obatan ?
a. Ya
b. Tidak
12. Apakah pikun merupakan salah satu gejala Penyakit Parkinson?
a. Ya
b. Tidak
13. Apakah penyakit Parkinson dapat terjadi akibat trauma kepala?
a. Ya
b. Tidak
14. Apakah Penyakit Parkinson dapat terjadi setelah penyakit infeksi saraf?
a. Ya
b. Tidak
15. Apakah penyakit Parkinson dapat menyebabkan insomnia?
a. Ya
b. Tidak
16. Menurut anda apakah Penyakit Parkinson dapat menyebabkan kematian?
a. Ya
b. Tidak
59

17. Menurut anda, apakah penyakit Parkinson dapat sembuh total?
a. Ya
b. Tidak
18. Apakah penyakit Parkinson harus minum obat seumur hidup?
a. Ya
b. Tidak
19. Apakah pasien dengan penyakit Parkinson perlu pemeriksaan penunjang?
a. Ya
b. Tidak
20. Apakah pasien Parkinson perlu ditangani oleh spesialis saraf?
a. Ya
b. Tidak
21. Apakah penyakit Parkinson perlu dilakukan tindakan pembedahan?
a. Ya
b. Tidak
22. Apakah penyakit Parkinson perlu dilakukan psikoterapi ?
a. Ya
b. Tidak
23. Apakah pasien Parkinson perlu melakukan diet makanan tertentu?
a. Ya
b. Tidak
24. Apakah penyakit Parkinson dapat disembuhkan hanya dengan obat-obatan?
a. Ya
b. Tidak
25. Apakah penyakit Parkinson dapat menimbulkan komplikasi?
a. Ya
b. Tidak

You might also like