You are on page 1of 10

JTM Vol. XIX No.

4/2012

197
STUDI FORMASI PEMALI DAERAH BESUKI DAN SEKITARNYA,
KECAMATAN LUMBIR, KABUPATEN BANYUMAS, JAWA
TENGAH

Yan Andriansyah Kabul
1
, Aswan
2*
, dan Eko Bayu Purwasatriya
3


1
Alumni Jurusan Teknik Geologi, Universitas Jenderal Soedirman,
2
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung,
3
Program Studi Teknik, Fakultas Sains dan Teknik Geologi, Universitas Jenderal Soedirman


Sari
Lokasi penelitian secara administratif berada di Desa Besuki, Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas, Jawa
Tengah. Daerah penelitian berada di sebelah barat dari Kabupaten Banyumas. Secara geografis daerah penelitian
terletak pada 108
o
5840 BT 109
o
0120 BT dan 7
o
2930 LS - 7
o
3200 LS. Formasi Pemali menarik untuk diteliti
karena hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh Lunt dkk. (2008) menunjukkan umur yang jauh lebih muda yaitu
Miosen Akhir - Pliosen (sebelumnya adalah Oligosen - Miosen Awal). Para peneliti terdahulu beranggapan bahwa
Formasi Pemali yang diyakini sebagai batuan sumber ditinjau dari sistem hidrokarbon di sekitar wilayah Jawa Tengah
berumur jauh lebih tua, yaitu Oligosen Akhir Miosen Awal. Hasil penelitian Lunt dkk. (2008) ini menyatakan bahwa
hasil penentuan umur yang lebih tua dari penelitian-penelitian sebelumnya diakibatkan adanya fosil rombakan yang
turut dijadikan acuan penentuan umur. Hasil analisis umur yang jauh lebih muda ini menyebabkan kedudukan Formasi
Pemali secara stratigrafi menjadi diatas Formasi Halang dan Formasi Tapak. Penelitian ini bertujuan untuk
mengklarifikasi umur Formasi Pemali yang tersebar di daerah penelitian berdasarkan peta geologi yang dibuat oleh
Pusat Survei Geologi (PSG) Bandung, serta mempelajari lingkungan pengendapan unit batuan ini. Formasi Pemali di
daerah penelitian didominasi oleh material sedimen klastik halus yang diendapkan dengan mekanisme arus turbid pada
kipas bawah laut bagian bawah (lower fan). Litologi Formasi Pemali di daerah penelitian terdiri dari litologi napal
lempungan, batupasir, dan batugamping. Analisa umur berdasarkan foraminifera planktonik dari Formasi Pemali di
daerah penelitian yaitu berumur Miosen Akhir, sesuai dengan Sumarso dan Suparyono (1974) dan Casdira (2007),
serta diperkirakan merupakan Formasi Pemali bagian atas. Hasil penentuan umur ini setara dengan penelitian Lunt
dkk. (2008) yaitu berumur Miosen Akhir Pliosen. Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa umur Formasi Pemali
yang lebih tua dibandingkan dengan Formasi Halang, sedangkan menurut Lunt dkk. (2008) Formasi Halang lebih tua
dibandingkan Formasi Pemali. Penelitian ini juga menunjukan bahwa kontak Formasi Pemali dan Formasi Halang di
atasnya adalah berangsur.

Kata kunci: formasi pemali, umur, miosen akhir, fosil rombakan

Abstract
Research area is located to the west of Banyumas Regency and administratively as a part of Besuki Village, Lumbir
District, Banyumas Regency, Central Jawa. Geographically the studied area lies on 108
o
5840 E 109
o
0120 E and
7
o
2930 S - 7
o
3200 S. Pemali Formation is an interesting rock unit due to the latest study of Lunt et al. (2008) that
indicated more younger age of late Miocene - Pliocene (the former age is Oligocene - early Miocene). Many previous
authors mentioned that Pemali Formation which believe as source rock based on petroleum system of Central Jawa has
much older ages of late Oligocene - early Miocene. Lunt et al. (2008) wrote that much older of previous age
determination were due to reworked fossils content that considered during age analysis. The new younger age
determination changed Pemali Formation stratigraphic position into upper Halang Formation, moreover after the
depositional of Tapak Formation. This study furthermore also to clarify the age of Pemali Formation distributed
around geologic maps of Geological Survey Institute (PSG) in Bandung, and to analyze paleodepositional environment
of this rock unit. Pemali Formation distributed around research area dominated by fine clastic sediment deposited by
turbiditic current in the lower fan. Pemali Formation in this area content of clay marl, sandstone, and limestone. Age
analysis based on planktonic foraminifers of this rock unit is late Miocene, equivalent to the age analysis result of
Sumarso and Suparyono (1974) also Casdira (2007), and estimated as Upper Pemali Formation. The age
determination of this study almost correlable with Lunt et al. (2008) that signed late Miocene - Pliocene. Stratigraphic
position analysis indicates Pemali Formation age is older than Halang Formation whereas Lunt et al. (2008) suggested
that Halang Formation is older than Pemali Formation. This research also demonstrate gradual contact of Pemali
Formation into Halang Formation above.

Keyword : pemali formation, age, late miocene, reworked fossils

*
Jl. Jalan Ganesa 10 Bandung 40132, Tel: (022) 250 2197, Fax: (022) 250 2201, Email: aswan_gl@gc.itb.ac.id






Yan Andriansyah Kabul, Aswan, dan Eko Bayu Purwasatriya

198
I. PENDAHULUAN
Nama Formasi Pemali mula-mula diusulkan oleh
ter Haar (1935) dengan lokasi tipe di Sungai
Pemali yang mengalir ke barat dan terletak di
utara Bumiayu Jawa Tengah (pada Peta Geologi
Lembar Majenang berdasarkan Kastowo, 1975).

Lokasi penelitian berada jauh dari lokasi tipe
Formasi Pemali, yaitu di selatan Kota Banyumas
(Gambar 1). Berdasarkan peta-peta geologi yang
diterbitkan oleh Pusat Survei Geologi Bandung,
daerah penelitian (Gambar 2) merupakan
gabungan dari tepi-tepi Peta Geologi Lembar
Banyumas (Asikin, 1992), Peta Geologi Lembar
Majenang (Kastowo, 1975), Peta Geologi
Lembar Purwokerto-Tegal (Djuri, 1996), Peta
Geologi Lembar Pangandaran (Simanjuntak dan
Surono, 1992).


Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian

Gambar 2. Peta geologi daerah penelitian
Keterangan Notasi Huruf:
Tmph: Formasi Halang
Tmhs: Anggota Batupasir Fm. Halang
Tmp: Formasi Pemali
Studi Formasi Pemali Daerah Besuki dan Sekitarnya, Kecamatan Lumbir,
Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah



199
Peneliti terdahulu, Lunt dkk. (2008) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa umur Formasi
Pemali adalah N17-N21 (akhir Miosen Akhir-
Akhir Pliosen), yang bertentangan dengan
peneliti-peneliti terdahulunya yang menetapkan
umur Formasi Pemali yaitu Miosen Awal.
Armandita dkk. (2009) yang mendukung
pernyataan dari Lunt dkk. (2008) bahwa umur
Formasi Pemali yang lebih muda dari
sebelumnya, dan lebih muda dari Formasi
Halang dipengaruhi oleh struktur regional Sesar
Mendatar Menganan yang berarah NW-SE yang
disebut dengan Zona Sesar Pamanukan-Cilacap
yang terbentuk sejak Neogen Awal. Di sekitar
Majenang-Kuningan-daerah Majenang, zona
sesar duplex yang menyebabkan adanya bagian
pembukaan trough atau trans-tension.
Pembukaan tersebut dikontrol oleh kegiatan
vulkanisme di Miosen Akhir, dan material
piroklastik ini yang menjadi sumber suplai untuk
turbidit Halang pada Akhir Miosen. Pada Mio-
Pliosen di Majalengka-Banyumas, palung yang
ada terbalik dan membentuk tinggian struktural.
Sedimen Pemali diendapkan setelah itu di
cekungan yang diapit oleh tinggian struktural
tersebut (Armandita dkk., 2009).

Dengan adanya penyempitan dari cekungan
secara terus menerus, Formasi Pemali tua
tercampur dengan material yang ada di pinggir
cekungan yang jatuh dan mengendapkan kembali
Formasi Pemali (Lunt dkk., 2008), sehingga
Umur Formasi Pemali menjadi lebih muda dari
perkiraan umur peneliti terdahulu, yaitu akhir
Miosen Akhir - Pliosen.

Daerah penelitian berada di Desa Besuki dan
sekitarnya, Kecamatan Lumbir, Kabupaten
Banyumas, Jawa Tengah. Tersingkapnya
Formasi Pemali di daerah penelitian masih
menarik untuk diteliti, karena adanya perdebatan
dari peneliti terdahulu mengenai tatanan
stratigrafi dan umur dari unit batuan ini. Formasi
Pemali di daerah penelitian ini juga penting dari
segi sistem minyak bumi, karena memiliki
potensi cadangan minyak bumi yang ditandai
dengan adanya rembesan minyak atau seepage.

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan umur
dan lingkungan pengendapan Formasi Pemali
yang terdapat di daerah penelitian untuk
mengetahui posisi stratigrafinya secara regional.

II. METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pemetaan geologi dengan
metode survei di lapangan dan analisis
laboratorium. Metode survei yaitu suatu metode
penelitian yang dilakukan untuk memperoleh
fakta geologi dari gejala-gejala yang ada dan
mencari keterangan secara faktual berdasarkan
litologi dan objek-objek geologi lainnya di
lapangan. Analisis laboratorium mencakup
analisis foraminifera planktonik untuk penentuan
umur batuan, dan analisis foraminifera bentonik
untuk mengetahui kisaran batimetri lingkungan
pengendapannya.

III. SUSUNAN BATUAN
Penyebaran Formasi Pemali memanjang barat-
timur sepanjang sekitar 5km
2
di daerah
penelitian, yang. tersebar di desa Cidora, Besuki,
dan Parungkamal, Kecamatan Lumbir,
Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Kontak
antara Formasi Pemali dengan satuan yang
mengalasinya tidak di temukan di daerah
penelitian. Sementara bagian atas Formasi
Pemali ditindih secara selaras oleh Anggota
Batupasir Formasi Halang (Simanjuntak dan
Surono, 1992).
Formasi Pemali menurut ter Harr (1935) yaitu
terdiri dari batulempung yang kaya akan
Globigerina, dengan sisipan batupasir tufaan.

Kastowo (1975) dalam Peta Geologi Lembar
Majenang merinci bahwa Formasi Pemali terdiri
dari napal Globigerina berwarna biru keabu-
abuan. Jarang sekali berlapis baik, terdapat
sisipan batugamping pasiran berwarna biru
keabu-abuan.

Asikin (1992) dalam Peta Geologi Lembar
Banyumas merinci bahwa Formasi Pemali terdiri
dari batupasir gampingan dengan sisipan napal,
batulempung dan breksi atau konglomerat.

Simanjuntak dan Surono (1992) dalam Peta
Geologi Lembar Pangandaran merinci bahwa
Formasi Pemali terdiri dari napal dengan sisipan
kalkarenit.

Djuri (1996) dalam Peta Geologi Lembar
Purwokerto-Tegal merinci bahwa Formasi
Pemali terdiri dari napal globigerina berwarna
kelabu muda dan kelabu kehijauan, bersisipan
batugamping pasiran, batupasir tufaan dan
batupasir kasar. Umumnya merupakan runtutan
batulempung kelabu yang monoton.

Casdira (2007) dalam penelitiannya merinci
bahwa Formasi Pemali terdiri dari batulempung
dengan kandungan karbonat 5%, batupasir,
dengan sisipan kalkarenit.

Lunt dkk. (2008) dalam penelitiannya merinci
bahwa Formasi Pemali terdiri dari batulempung
karbonatan yang kaya akan mikrofosil dengan
sisipan batupasir.

Berdasarkan pengamatan lapangan di lokasi
penelitian yang disesuaikan dengan penyebaran
Yan Andriansyah Kabul, Aswan, dan Eko Bayu Purwasatriya

200
Formasi Pemali dalam Peta geologi lembar
Banyumas (Asikin, 1992), Majenang (Kastowo,
1975), dan Pangandaran (Simanjuntak dan
Surono, 1992) termasuk dalam Satuan Napal,
dan untuk mengetahui komposisi dan urutan
batuan penyusun Formasi Pemali secara
terperinci, telah dibuat tiga penampang stratigrafi
yang dibuat pada bagian yang sama secara
stratigrafi, yaitu pada bagian atas Satuan Napal
dan bagian bawah dari satuan Batupasir-
Batulempung, namun berbeda secara lateral
sebagai berikut:
1. Lintasan PPS 1 di Desa Cidora
2. Lintasan PPS 2 di Desa Besuki
3. Lintasan PPS 3 di Sungai Karang Ayam Desa
Besuki

Tampilan PPS 1 PPS 3 dapat dilihat pada
Gambar 3, semua penampang stratigrafi yang
dibuat tidak ada yang menunjukkan kontak
Formasi Pemali dengan satuan di bawahnya. PPS
1 dan PPS 2 secara lengkap menyajikan kontak
yang berangsur antara Formasi Pemali dengan
Anggota Batupasir Formasi Halang.

Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa Formasi
Pemali di dominasi oleh material sedimen klastik
halus, yaitu Napal, dengan sisipan batupasir dan
batugamping.

Hasil pemetaan terperinci pada daerah penelitian
menunjukan bahwa litologi penyusun Formasi
Pemali yaitu: napal, batupasir, dan batugamping
dengan kedudukan lapisan umum N110
o
E/56
o
SE
dan N285
o
E/55
o
NE. Lokasi pengamatan pada
umumnya di sungai-sungai kecil.

Keterangan litologi
: Napal
: Batulempung
: Batupasir
PPS 3
Studi Formasi Pemali Daerah Besuki dan Sekitarnya, Kecamatan Lumbir,
Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah



201
Gambar 3. Kolom stratigrafi dari lintasan PPS 1 PPS 3
Napal berwarna hijau gelap-terang keabu-abuan,
ukuran butir lempung-lanau, karbonatan, kurang
kompak, karbonatan. Batupasir hadir sebagai
sisipan, warna cokelat terang ukuran butir pasir
sedang-halus, kompak, pemilahan baik, porositas
baik, kemas tertutup, karbonatan lemah, dan
batugamping berwarna putih kusam, klastik,
ukuran butir pasir kasar, pemilahan baik, kemas
tertutup, porositas baik. Perbandingan litologi
Formasi Pemali dengan hasil penelitian terdahulu
dapat dilihat pada Tabel 1.

Pengamatan ke daerah lokasi tipe Formasi
Pemali telah dilakukan yaitu di daerah Larangan,
Kabupaten Brebes. Di Daerah Larangan ini
ditemukan adanya kesamaan litologi dengan
Satuan Napal di daerah penelitian, yaitu
Batulempung berwarna hijau terang keabu-abuan
(warna lapuk) sampai hijau keabu-abuan (warna
segar), kurang kompak, karbonatan kuat, dan
adanya batupasir berwarna abu-abu terang,
ukuran butir sedang-halus, kemas tertutup,
kompak, pemilahan baik, porositas baik, dan
karbonatan. Kedua contoh batuan, baik yang
berasal dari lokasi tipe Formasi Pemali maupun
dari daerah penelitian dapat dilihat pada Foto 1.

Tabel 1. Perbandingan litologi Formasi Pemali dengan hasil penelitian terdahulu
No Peneliti Tahun Litologi Formasi Pemali
1 ter Harr 1935
Batulempung yang kaya akan Globigerina, dengan
sisipan batupasir tufaan.
2 Kastowo 1975
Napal globigerina berwarna biru keabu-abuan. Jarang
sekali berlapis baik, terdapat sisipan
batugamping pasiran berwarna biru keabu-abuan.
3 Asikin 1992
Batupasir gampingan dengan sisipan napal,
batulempung dan breksi atau konglomerat.
4 Simanjuntak dan Surono 1992 Napal dengan sisipan kalkarenit.
5 Djuri 1996
Napal globigerina berwarna kelabu muda dan
kelabu kehijauan, bersisipan batugamping
pasiran, batupasir tufaan dan batupasir kasar.
Umumnya merupakan runtutan batulempung
kelabu yang monoton.
6 Casdira 2007
Batulempung dengan kandungan karbonat 5%,
Batupasir, dengan sisipan kalkarenit.
7 Lunt dkk. 2008
Batulempung karbonatan yang kaya akan mikrofosil
dengan sisipan Batupasir.
8 Peneliti 2012 Napal, dengan sisipan Batupasir dan Batugamping





A. Sampel dari lokasi tipe formasi pemali B. Sampel di daerah penelitian
Foto 1. Perbandingan sampel batulempung dari lokasi tipe (A) dan dari lokasi penelitian (B)
A B
Yan Andriansyah Kabul, Aswan, dan Eko Bayu Purwasatriya

202
IV. SEDIMENTASI FORMASI PEMALI
Mekanisme pengendapan Formasi Pemali cukup
sulit dianalisis, karena litologi penyusun Formasi
Pemali berupa napal yang monoton. Peneliti
terdahulu, Koesoemadinata dan Martodjojo,
1974 dalam Darman (1991), menemukan gejala
flysch yang merupakan penciri dari arus turbidit.
Asikin (1992) juga menyebutkan bahwa Formasi
Pemali adalah Batuan Sedimen Turbidit, dan
menurut Lunt dkk. (2008) Formasi Pemali
tersusun oleh batulempung yang diendapkan di
bawah laut.
Metode yang digunakan untuk menganalisis
fasies turbidit dalam penelitian ini adalah dengan
melakukan pengukuran penampang stratigrafi
dan mengamati karakteristik litofasiesnya,
kemudian menentukan fasiesnya berdasarkan
model Stow dan Shanmugam (1980). Stow dan
Shanmugam (1980) dalam kaitannya dengan
turbidit menjelaskan secara mendetil sikuen
turbidit pada batulempung yang disebandingkan
dengan model klasik turbidit Bouma (1962),
(Gambar 4).


Gambar 4. Perbandingan model fasies turbidit (Bouma, 1962)


Gambar 5. Model turbidit kipas laut dalam (Walker, 1984)
Interpretasi terhadap lingkungan pengendapan dilakukan berdasarkan model turbidit pada kipas
Studi Formasi Pemali Daerah Besuki dan Sekitarnya, Kecamatan Lumbir,
Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah



203
laut dalam (Walker, 1984). Sistem kipas laut
dalam merupakan suatu system pengendapan
yang berada di zona lereng pada kipas laut dalam
yang meliputi feeder chanel, kipas laut dalam
bagian atas (upper fan), kipas laut dalam bagian
tengah (middle fan), kipas laut dalam bagian
bawah (lower fan), dan lantai cekungan (basin
plain) (Gambar 5).

Pada bagian bawah dari kolom stratigrafi
(Gambar 3) didapatkan litologi dengan dominasi
napal yang tebal dengan sisipan batupasir dan
batugamping. Pada beberapa bagian mengandung
foraminifera. Pada bagian bawah kolom
stratigrafi ini terdapat struktur sedimen laminasi
sejajar yang jelas (T
3
), konvolut tipis (T
5
), dan
nongraded mud (T
7
) (Foto 2 dan 3).

Secara umum sekuen endapan turbidit di daerah
penelitian tidak menunjukkan urutan ideal Sekuen
Bouma, umumnya T
d
, T
e
dan Sekuen Stow T
3
,T
5
,
dan T
7
.

Ciri-ciri karakteristik litologi dan struktur
sedimen menunjukkan bahwa proses sedimentasi
Formasi Pemali dipengaruhi oleh arus turbid,
berdasarkan kenampakan struktur sedimen yang
ada yaitu fasies T
3
,T
5
, dan T
7
(Stow dan
Shanmugam, 1980) disetarakan dengan fasies T
d

dan T
e
seri Bouma (1962).
Foto 2. Struktur laminasi sejajar yang jelas T
3
dan konvolut tipis T
5
(Stow dan Shanmugam, 1980)
Foto 3. Struktur laminasi sejajar yang jelas (T
3
), konvolut tipis (T
5
), dan nongraded mud (T
7
, Stow dan Shanmugam,
1980)
Yan Andriansyah Kabul, Aswan, dan Eko Bayu Purwasatriya

204
Perkiraan lingkungan pengendapan dari endapan
ini adalah kipas laut dalam bagian bawah (lower
fan). Hal tersebut dikarenakan adanya struktur
sedimen yang ada yaitu fasies T
3
,T
5
, dan T
7
(Stow
dan Shanmugam, 1980) disetarakan dengan fasies
T
d
dan T
e
seri Bouma (1962) dan dominasi litologi
napal berukuran butir lempung dengan napal
berukuran butir lanau dengan perulangan lapisan
tebal-tipis yang antara napal berukuran butir
lempung-napal berukuran butir lanau yang
menunjukan siklus yang teratur. Lapisan napal
berukuran butir lanau mewakili endapan arus
traksi, sedangkan lapisan napal berukuran butir
lempung mewakili endapan suspensi air tenang.
Didukung dengan kandungan foraminifera yang
mengindikasikan sebagai pengendapan pada
lingkungan laut pada Zona Bathyal Atas.

V. UMUR FORMASI PEMALI
Beberapa peneliti terdahulu pernah melakukan
penyelidikan geologi regional meliputi daerah
penelitian dan sekitarnya antara lain tentang
umur dari Formasi Pemali yaitu van Bemmelen
(1949), Sujanto dan Roskamil (1975), Ratman
dan Robinson (1996), Muchsin dkk. (2002),
menduga Formasi Pemali berumur Miosen Awal.
Haryono (1981) dengan menganalisis
foraminifera dalam Formasi Pemali dan
menemukan Globigerinoides trilobus,
Globigerinoides imarutus, Globigerinoides
sacculifer, Globigerinoides sicanus,
Globorotalia siakensis, Globoquadrina altispira
dan Orbulina universa, yang menunjukkan umur
Miosen Tengah. Sumarso dan Suparyono (1974)
menemukan fauna, yaitu Globorotalia tumida,
Globorotalia tumida flexuosa, Pulieniatina, dan
Spaerodinellopsis subdehiscens, yang
menunjukkan umur N16-N18 atau Miosen Akhir
Pliosen Awal. Casdira (2007) dalam
penelitiannya menemukan fauna, yaitu
Globorotalia menardii, Globigerina cintinuosa,
Globigerina woodi, dan Globigerina
angustiumbilicata, yang menunjukkan umur
N13-N14 dan Globorotalia menardii,
Globogerinoides obiquus obliquus, Orbulina
universa, Sphaerodinellopsis sphaeiroides,
Globorotalia humerosa, Globoquadrina altispira
globosa, dan Globoquadrina baroemoensis, yang
menunjukan umur N17-N18. Lunt dkk. (2008)
dalam penelitiannya menemukan fauna, yaitu Gt.
truncatulinoides, D. altispira s.l, S. dehiscence,
Gt. tumida, Gt. tumida fluxeosa, dan Puleniatina,
yang menunjukan umur N17-N21 atau Miosen
Akhir Pliosen dengan menggunakan zonasi
menurut Blow (1969).

Hasil analisis foraminifera di lokasi penelitian
yang merupakan Satuan Napal lempungan dan
disetarakan dengan Formasi Pemali, yaitu
menunjukan umur N17-N18 dengan
menggunakan Zonasi Blow (1969) dengan fauna
yang ditemukan, yaitu Globoquadrina
dehiscens, Sphaerodinellopsis seminulina,
Globoquadrina altispira, Orbulina universa,
Globorotalia acostaensis, Globigerinoides
immaturus, Globorotalia obesa, Globorotalia
pseudopima, Globorotalia menardii, Orbulina
bilobata. Hasil analisis foraminifera tidak
mengindikasikan adanya fosil rombakan atau
reworked fosil.

Berdasarkan perbandingan dengan penelitian
terdahulu pada Formasi Pemali, daerah penelitian
yang menunjukkan umur N17-N18, dapat
disetarakan dengan Formasi Pemali menurut
Sumarso dan Suparyono (1974) yang berumur
N16-N18 (Miosen Akhir) dan Casdira (2007)
yang berumur N17-N18. Lokasi pengambilan
sampel Formasi Pemali peneliti dan Lunt dkk.
(2008) disajikan dalam Gambar 6, dan
perbandingan umur Formasi Pemali dengan
peneliti terdahulu ditunjukan pada Tabel 2.




















Tabel 2. Perbandingan hasil analisa umur formasi pemali dengan peneliti terdahulu
No Peneliti Tahun Umur Formasi Pemali Zonasi Blow
1 van Bemmelen 1949 Miosen Tengah ?
2 Sumarso dan Suparyono 1974 Miosen Akhir N16-N18
3 Sujanto dan Roskamil 1975 Miosen Tengah ?
4 Haryono 1981 Miosen Tengah ?
5 Ratman dan Robinson 1996 Miosen Tengah ?
6 Muchsin dkk. 2002 Miosen Tengah ?
7 Casdira 2007
Miosen Tengah Miosen Akhir
N13-14
N17-N18
8 Lunt dkk. 2008 Miosen Akhir Pliosen N17-N21
9 Penelitian sekarang 2012 Miosen Akhir N17-N18
Studi Formasi Pemali Daerah Besuki dan Sekitarnya, Kecamatan Lumbir,
Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah



205

Gambar 6. Perbandingan lokasi pengambilan sampel fosil Lunt dkk. (2008) dengan peneliti. Gambar dasar berdasarkan
Armandita dkk. (2009)

VI. KESIMPULAN
1. Formasi Pemali di daerah penelitian
didominasi oleh material sedimen klastik
halus.
2. Sedimentasi Formasi Pemali diendapkan
dengan mekanisme arus turbidit dan
diendapkan pada kipas bawah laut bagian
bawah (lower fan), yaitu disusun oleh
napal, batupasir, dan batugamping.
3. Umur dari Formasi Pemali yaitu berumur
Miosen Akhir sesuai dengan Sumarso dan
Suparyono (1974) serta Casdira (2007)
yang diperkirakan merupakan Formasi
Pemali bagian atas. Analisis umur dalam
penelitian ini setara dengan penelitian Lunt
dkk. (2008) yaitu berumur Miosen Akhir
Pliosen. Secara stratigrafi, perbedaan antara
penelitian ini dengan Lunt dkk. (2008) yaitu
umur Formasi Pemali yang lebih tua
dibandingkan dengan Formasi Halang,
sedangkan menurut Lunt dkk. (2008)
Formasi Halang lebih tua dibandingkan
Formasi Pemali.
4. Berdasarkan hasil analisis pengukuran
penampang stratigrafi (PPS) Formasi
Pemali dan Anggota Batupasir Formasi
Halang di atasnya menunjukkan kontak
berangsur (tidak tegas).

UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada
pengelola Laboratorium Prodi Teknik Geologi
Universitas Jenderal Soedirman yang telah
memberikan bantuan sarana dalam analisis
Laboratorium. Penghargaan yang tinggi
diberikan kepada Ketua Program Studi Teknik
Geologi UNSOED, yaitu Drs. Gentur Waluyo,
M.Si dan segenap staf pengajar UNSOED yang
telah banyak memberikan masukan, saran,
bimbingan, dan diskusi mengenai Geologi daerah
penelitian. Ucapan terima kasih juga kami
sampaikan kepada Prof. Dr. Yahdi Zaim (Prodi
Teknik Geologi-FITB-ITB) yang telah banyak
memberikan masukan mengenai Formasi Pemali
pada khususnya dan stratigrafi Cekungan
Banyumas pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Armandita. C., Satyana, A.H., dan Mukti,
M.M., 2009. Intra-Arc Trans-Tension
Duplex Of Majalengka To Banyumas Area:
Profilitik Petroleum Seeps And
Opportunities In West-Central Java Border:
Proceedings Indonesian Petroleum
Association, 33
rd
annual Convention and
Exibition, May 2009.
2. Asikin, S., 1992. Peta Geologi Lembar
Banyumas, Skala 1:25.000, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi, Bandung.
3. Blow, W.H., 1969. Late Middle Eocene to
Recent planktonic foraminiferal
biostratigraphy. In: Paper Presented at the
Proceeding First International Conference
on Planktonic Microfossils, Geneva, 1969.
4. Bouma, A.H., 1962. Sedimentology of
some Flysch Deposit: A graphic approach
to facies interpretation, pp. 168.Elsavier,
Amsterdam.
Yan Andriansyah Kabul, Aswan, dan Eko Bayu Purwasatriya

206
5. Casdira, 2007. Kajian Rembesan
Hidrokarbon dan Sistem Petroleum Daerah
Bantarkawung dan Sekitarnya, Kabupaten
Brebes, Jawa Tengah, Thesis S1, Jurusan
Teknik Geologi ITB, Tidak dipublikasikan.
6. Darman, H., 1991. Geologi dan Stratigrafi
serta Studi Mineralogi Formasi Halang
Daerah Bantarkawung dan Sekitarnya,
Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Thesis
S1, Jurusan Teknik Geologi ITB, Tidak
dipublikasikan.
7. Djuri, M., dkk. 1996. Geologi Lembar
Purwokerto dan Tegal, Jawa Skala
1:100.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi: Bandung
8. Haryono, E., 1981. Geologi dan Studi
Formasi Halang di daerah Wangon dan
sekitarnya, Kabupaten Banyumas dan
Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, skala
1;25.000, Tesis, Fak. Tekn. Geol., UPN, tak
diterb.
9. Kastowo, 1975. Peta Geologi Lembar
Majenang, skala 1:100.000. Direktorat
Geologi, Bandung.
10. Lunt, P., Burgon, G., dan Baky, A. 2008.
The Pemali Formation of Central Java and
equivalents: Indicators of sedimentation on
an active plate margin, Elsevier Ltd.
11. Muchsin, N., Ryacudu, R., Tri Widyo
Kunto, Budiyani, S., Yulihanto, B., Piyanto,
Nurjayadi, A., Rahardjo, K., dan Riandra,
F., 2002. Miocene Hydrocarbon System of
the Southern Central Java Region, The 31st
Annual Convention of Indonesian
Association of Geologists (IAGI). IAGI,
Jakarta, pp. 5867.
12. Ratman, N. dan Robinson, G., 1996. The
geology from Gunung Slamet to the Dieng
Plateau, Central Java. Bulletin of the
GRDC, Bandung 20, 134.
13. Simanjuntak, T.O., dan Surono, 1992. Peta
Geologi Lembar Pangandaran, Jawa, skala
1:25.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
14. Sujanto, F.X. dan Roskamil, 1975. The
Geology and Hydrocarbon Aspect of South
Central Jawa, Pertamina Unit III, Jakarta
15. Sumarso, dan Suparyono, N., 1974. A
contribution to the stratigraphy of Bumiayu
Area, Presented at the 3rdconvention, the
association of Indonesia Geologist, Jakarta.
16. Stow, D.A.V. dan Shanmugam, G., 1980.
Sequence of structures in fine-grained
turbidites; comparison of recent deep-sea
and ancient flysch sediments. Sedim. Geol.
17. Ter Haar, C., 1935. Toelichting bij Blad 58
(Boemiajoe), Geologische kaart van
Java1:100,000, Dienst van den Mijnbouw
in Nederlandsch-Indi.
18. Van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology
of Indonesia. Vol I-A, The Hague, Martinus
Nijhoff, V, I-A.
19. Walker, R.A., 1984. Facies Models,
Geological Association of Canada
Publication, Bussiness and Economic
Service, Canada.

You might also like