Ahmad Faizal Bustomi*, Melita Sylvyana**, Kiki Akmad Rizki*** *Peserta PPDGS Departemen Bedah Mulut dan MaksiloFasial FKG Universitas Padjadjaran, RSUP Dr.Hasan Sadikin, Bandung ** Staf Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG Universitas Padjadjaran, RSUP Dr.Hasan Sadikin, Bandung *** Staf Departemen Bedah Onkologi FK Universitas Padjadjaran, RSUP Dr.Hasan Sadikin, Bandung Email : afbustomi@gmail.com
Abstrak Pendahuluan: Tuberkulosis kelenjar parotis adalah kasus yang secara klinis jarang ditemukan, disebabkan diagnosisnya yang sulit ditegakkan karena secara klinis dapat mempunyai kesamaan dengan neoplasma. Kesalahan diagnosis umumnya dapat terjadi sehingga biasanya memerlukan beberapa macam pemeriksaan. Laporan kasus: Seorang perempuan usia 18 tahun dirujuk dari rumah sakit swasta dengan diagnosa awal suspek tumor parotis sinistra terinfeksi. Pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran kelenjar parotis sinistra dan benjolan pada daerah colli sinistra. Hasil pemeriksaan USG parotis terlihat area-area hipoechoic yang mengesankan benign dan disubmandibula kiri daerah otot tampak area kistik (suspek abses) yang meluas ke leher. Hasil PPD5TU (-), BTA 3X (1X positif) dan FNAB kesan merupakan abses a/r parotis dan colli sinistra e.c Tuberculosa. Pembahasan: Diagnosis tuberkulosis kelenjar parotis biasanya ditegakkan setelah dilakukan superficial parotidectomy. Pada kasus ini kami sajikan sebuah kasus abses tuberkulosis kelenjar parotis yang didiagnosis dengan PPD5TU, BTA dan FNAB. Pasien sembuh dengan pemberian OAT dan tidak ada kekambuhan. Simpulan: Abses tuberkulosis kelenjar parotis merupakan kasus yang jarang ditemukan di klinik. Pemeriksaan tuberkulosis (PPD5TU, BTA) dan FNAB perlu dilakukan untuk mencegah tindakan operasi yang tidak diperlukan. Kata Kunci: Abses parotis, Tuberkulosis, Neoplasma 1
TUBERCULOSIS ABSCESS OF PAROTID GLAND (CASE REPORT)
Ahmad Faizal Bustomi*, Melita Sylvyana**, Kiki Akhmad Rizki*** *Resident, Department of Oral and Maxillofacial Surgery, Faculty of Dentistry, Padjadjaran University, Bandung ** Staff, Department of Oral and Maxillofacial Surgery,Faculty of Dentistry, Padjadjaran University, Hasan Sadikin Hospital, Bandung, Indonesia *** Staff, Division of Oncology Surgery, Department of Surgery, Faculty of Medicine,Padjadjaran University,Hasan Sadikin Hospital, Bandung,Indonesia Email : afbustomi@gmail.com
Abstract Introduction: Tuberculosis of parotid gland is clinically rare case, due to a difficult diagnosis because of its similar clinical appearance with neoplasms. Error in diagnosis generally occur so it usually requires some examinations. Case report: A 18-year-old woman was referred from a private hospital with the initial diagnosis of suspected tumor of the left parotid with infection. From physical examination there was enlargement of the left parotid gland and lump on the left colli area. Ultrasound examination of the parotid showed areas of hipoechoic of benign tissue impression and on the left disubmandibula muscle area appeared cystic areas (suspected abscess) extended to the neck . Results of PPD5TU ( - ) , BTA 3X ( 1X positive ) and FNAB revealed an abscess FNAB revealed an abscess on left parotid and colli region because of tuberculosis. Discussion: The diagnosis of tuberculosis of parotid gland is usually made after superficial parotidectomy. In this case we present a case of tuberculosis abscess of parotid gland diagnosed with PPD5TU, BTA and FNAB. Patient was cured by administering OAT and there was no recurrence. Conclusion: Tuberculosis abscess of parotid gland is a rare case in the clinic. Examination of tuberculosis ( PPD5TU , BTA ) and FNAB needs to be performed to prevent unneeded surgery. Key Words: Parotid gland abscess, Tuberculosis, Neoplasm
2
PENDAHULUAN Tuberkulosis adalah proses inflamasi granulomatous yang disebabkan infeksi Mycobacterium tuberculosis (tipe human atau bovine) yang mempengaruhi 1/3 populasi dunia. Dinegara berkembang 75 % tuberkulosis menyerang usia produktif antara 15-50 tahun. 1 Insidensi semua tipe tuberkulosis di Indonesia berdasarkan Global Tuberculosis Control tahun 2009 sebesar 228 per 100.000 penduduk atau sekitar 528.063 kasus semua tipe tuberkulosis. Insidensi kasus baru tuberkulosis BTA positif sebesar 102 per 100.000 penduduk atau sekitar 236.029 kasus baru sedangkan kematian tuberkulosis 39 per 100.000 penduduk atau 250 orang per hari. 2
Tuberkulosis merupakan penyakit dengan penyebaran yang luas dan memiliki bermacam-macam gambaran klinis. Pulmonal biasanya adalah organ yang paling banyak terlibat. Bentuk ekstrapulmonal penyakit ini sekitar 20% dari semua kasus tuberkulosis aktif dan dapat di temukan pada ginjal, tulang, meningen dan kelenjar getah bening. 3,4
Kelenjar parotis adalah salah satu kelenjar saliva yang jarang terinfeksi tuberkulosis, dilaporkan hanya kurang dari 1% kasus tuberkulosis ekstrapulmonal. Infeksi kronis kelenjar parotis biasanya akibat dari adanya batu kelenjar ludah atau penyempitan saluran kelenjar. 5,6
Tuberkulosis parotis secara klinis umumnya tampak massa yang tumbuh lambat dan sulit dibedakan dari suatu neoplasma. Diagnosis kearah tuberkulosis parotis perlu dicurigai terutama pada negara berkembang.Tidak adanya riwayat tuberkulosis paru dan gejala yang berhubungan dengan tuberkulosis menyebabkan sulitnya menegakkan diagnosis ke arah tuberkulosis parotis. 3
Diagnosis tuberkulosis kelenjar parotis biasanya ditegakkan setelah dilakukan superficial parotidectomy. Pada kasus abses tuberkulosis kelenjar parotis ini diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan PPD5TU, BTA dan fine needle aspiration biopsy (FNAB). 7
LAPORAN KASUS Pada anamnesis didapatkan seorang pasien perempuan berusia 18 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUP dr.Hasan Sadikin Bandung dengan keluhan benjolan pada pipi sebelah kiri. 21 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan sakit berdenyut pada gigi belakang sebelah kiri rahang bawah. 18 hari sebelum masuk rumah sakit timbul benjolan di pipi depan telinga sebelah kiri yang awalnya sebesar kelereng dan makin membesar hingga berukuran sebesar telur ayam. Pada sudut bawah pipi dan leher sebelah kiri timbul pembengkakan yang disertai rasa baal di rahang kiri. Pasien lalu berobat ke klinik di daerah Cibaduyut, oleh dokter umum diberi 3 macam obat (pasien lupa nama obatnya) tetapi pembengkakan tidak berkurang. 14 hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan sulit membuka mulut dan hanya dapat sedikit makan dan minum. 4 hari 3
sebelum masuk rumah sakit pasien kembali berobat ke dokter umum dan dianjurkan berobat ke RS swasta, disana dilakukan rehidrasi, pemberian antibiotik intra vena, rontgen rahang, USG dan pasien dirawat selama satu hari lalu pasien pulang paksa karena alasan biaya. 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh sakit menelan, tidak terdapat sesak nafas. Riwayat batuk lama tidak ada, terdapat riwayat interaksi dengan rekan yang mempunyai keluhan batuk lama, terdapat riwayat penurunan berat badan 3 kg dalam 18 hari sejak timbul benjolan. Pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien didapatkan takipnea (respirasi 22 x/menit), suhu hipotermia (35,9 C) dan lainnya dalam batas normal. Status Lokalis pasien pada ekstra oral tampak wajah yang asimetris dengan benjolan di daerah preaurikular sinistra berukuran 6x5x1,5 cm, konsistensi keras, cuping telinga sedikit terangkat, terfiksasi, berbatas difus, tidak tampak fluktuasi, suhu afebris dengan warna permukaan sama dengan jaringan sekitar. Pada daerah submandibula sinistra tampak pembengkakan yang meluas sampai ke colli lateral sinistra dengan ukuran 5x3x1 cm dengan konsistensi keras, berbatas difus, tidak tampak fluktuasi, terdapat nyeri tekan, suhu febris dengan warna permukaan lebih merah dari jaringan sekitar serta tampak fistel pada daerah colli lateral sinistra.
Gambar 1. Profil ekstra oral: tampak pembengkakan pada daerah parotis, submandibula dan fistule pada colli lateral sinistra.
Pada pemeriksaan intra oral pembukaan mulut 2 cm, tidak tampak kelainan pada gingiva, bibir, vestibulum, lidah, palatum, dasar mulut, mukosa bukal maupun tonsil. Status gelingi tampak adanya gangren pulpa pada gigi 36 serta gigi 28,38 dan 48 masih belum erupsi.
4
Gambar 2. Foto intra oral tidak tampak adanya kelainan, pembukaan mulut 2cm
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
Gambar 3. Status geligi, terdapat gangren pulpa pada gigi 36
Hasil pemeriksaan laboratorium, pada pemeriksaan darah rutin tampak hemoglobin yang sedikit menurun / anemia (11,8 g/dL), terdapat sedikit lekositosis (11,400 /mm 3 ) dan trombositosis (476.000 /mm 3 ) sedangkan pada pemeriksaan hematologi darah dalam batas normal (PT: 13,2 ; INR: 1,04 ; APTT: 27,2). Hasil pemeriksaan kimia klinik dalam batas normal kecuali kalsium didapat sedikit meningkat (5,7 mEq/L). Pada pemeriksaan analisa gas darah dapat disimpulkan terdapat alkalosis respiratori terkompensasi sebagian dengan nilai pH: 7,479 ; PCO 2 : 26,2 ; HCO 3 : 19,6 dan saturasi O 2 97,8% Pada foto panoramik tampak adanya karies profunda pada gigi 36 serta impaksi pada gigi 28,38, dan gigi 48. Dari hasil USG parotis sinistra didapatkan kesan terlihat area hipoechoic yang mengesankan massa benign, di submandibula kiri daerah otot tampak area kistik suspek abses yang meluas ke leher.
5
Karies Profunda gigi 36
Gambar 4. Kesan foto panoramik : tampak karies profunda gigi 36, Impaksi gigi 28, 38 dan 48
Gambar 5. Kesan USG Parotis sinistra : terlihat area hipoechoic yang mengesankan benign, di submandibula kiri daerah otot tampak area kistik suspek abse yang meluas ke leher
Untuk pemeriksaan foto thorax dan STL AP-Lateral dilakukan di RS dr.Hasan Sadikin. Hasil foto thorax didapat kesan tidak tampak TB paru aktif dan tidak tampak kardiomegali. Sedangkan pada foto STL AP-Lateral didapat kesan dalam batas normal
Gambar 6. Kesan foto Thorax : Tidak tampak TB paru aktif, tidak tampak kardiomegali.
6
Gambar 7. Kesan foto STL AP-Lateral dalam batas normal
Pasien kami diagnosis awal suspek tumor parotis terinfeksi disertai periodontitis apikalis kronis e.c gangren pulpa gigi 36 dengan diagnosis banding abses tuberkulosis kelenjar, limfadenopathi tuberkulosis serta abses parotis e.c odontogen. Tindakan selama pasien berada di emergensi dilakukan pemberian oksigen 3 L/menit, pemasangan IVFD RL dengan rehidrasi sedang 67 gtt/menit, pemasangan kateter urin dengan inisial urin sebanyak 150cc warna urin teh pekat dan pemberian obat-obatan intravena yang terdiri dari Ceftriaxone 1 gr, Metronidazole infus 500 mg, Ranitidine 1 ampul serta Keterolac 1 ampul. Pasien kami masukkan ruangan rawat inap dengan rehidrasi sedang, pemberian obat intra vena (Ceftiaxone 2x1gr, Metronidazole infus 3x500mg, Keterolac 2x1 ampul dan Ranitidin 2x1 ampul). Pasien kami rencanakan akan dilakukan pencabutan gigi 36 yang dapat menjadi fokus infeksi serta pemeriksaan FNAB diruangan.
Gambar 8. Pencabutan gigi 36 yang dapat menjadi fokus infeksi
Pemeriksaan histologis dilakukan dari dua tempat yaitu dari luka di Colli sinistra dilakukan apusan sedangkan pada parotis sinistra dilakukan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB). Hasil apusan terdiri dari sel-sel PMN limfosit, histiosit, sel squamosa dengan inti dalam batas normal, sel epitheloid dan sel Datia Langhans. Tampak pula nekrosis perkejuan. Tidak tampak sel tumor ganas. Hasil FNAB parotis terdiri dari massa nekrotik, sel 7
limfosit dan sel epitheloid. Tidak tampak sel tumor ganas. Kesimpulan merupakan abses a/r parotis dan colli sinistra e.c Tuberculosa. Pasien kami konsulkan ke bagian ilmu penyakit dalam untuk penanganan tuberkulosisnya. Pemeriksaan tuberkulosis, yaitu PPD5TU dan sputum BTA memberikan hasil yang positif. Pengobatan yang diberikan antara lain OAT kategori I + B6 (Rifampicin 450mg, INH 300mg, Pyrazinamide 1500mg dan Ethambutol 1000mg). Setelah 1 bulan perawatan perawatan OAT dipoli DOT RS dr.Hasan Sadikin Bandung, pada pemeriksaan fisik pembengkakan di daerah parotis, submandibula dan colli sinistra sudah tidak ada. Hasil pemeriksaan 3x sputum BTA negatif.
Gambar 9. Profil setelah perawatan. Tampak pembengkakan daerah parotis, submandibula dan colli sinistra telah hilang.
PEMBAHASAN Tuberkulosis ekstra pulmonal terjadi pada 25% seluruh kasus morbidity tuberkulosis. Jenis tuberkulosisi ekstra pulmonal yang paling umum adalah kelenjar getah bening tuberkulosis dan bentuk lain termasuk pleural, skeletal, central nervous system, abdominal, genitourinary, miliary, dan pericarditis tuberkulosis. Di negara-negara berkembang dimana penderita tuberkulosis banyak ditemukan, tuberkulosis dapat melibatkan kelenjar parotis kadang muncul sebagai tuberkulosis primer kelenjar parotis. 5,6 Tuberkulosis kelenjar parotis merupakan bentuk tuberkulosis ekstra pulmonal yang jarang ditemukan, dapat terjadi melalui 2 cara yang berbeda. Pertama dapat dimulai sebagai infeksi gigi, jaringan tonsil atau oleh autoinokulasi sputum yang terinfeksi yang mencapai parenkim dan atau limfatik kelenjar parotis melalui limfatik aferen atau melalui saluran kelenjar. Kedua, kelenjar parotis dapat terinfeksi oleh metastasis dari pulmonal melalui jalur hematogen atau limfatik. 3,7
Secara klinis infeksi tuberkulosis kelenjar parotis tampak dalam dua bentuk yang berbeda. Pertama adalah lesi inflamasi akut dengan edema kelenjar difus yang dapat keliru dengan sialadenitis akut atau abses. Bentuk kedua adalah lesi kronis yang terjadi sebagai massa tumbuh lambat yang 8
menyerupai tumor dan kebanyakan tidak dapat dibedakan dari tumor parotis atau tuberkulosis kelenjar parotis dapat juga ada bersama-sama dengan tumor parotis. Diagnosis tuberkulosis kelenjar parotis menjadi sangat sulit pada kasus dimana secara klinis tidak ada penyakit pulmonal dan tanpa adanya tanda-tanda dan gejala-gejala sistemik. 3,5,7,8
Pada kasus kami, tuberkulosis ekstra pulmonal telah memperlihatkan pembentukan abses pada parotis, submandibula dan colli sinistra disertai drainase fistula pada daerah colli sinistra. Dari hasil pemeriksaan pulmonal tidak ada tanda-tanda kelainan, riwayat batuk lama juga tidak ada sehingga kemungkinan terjadinya tuberkulosis abses parotis pada pasien kami melalui autoinokulasi sputum yang terinfeksi tuberkulosis mencapai kelenjar parotis melalui limfatik afferen atau melalui saluran kelenjar. Ultrasonografi dapat merupakan pilihan pertama modalitas pencitraan untuk menilai abnormalitas kelenjar parotis. 5 Hasil pemeriksaan ultrasonografi pada pasien kami memperlihatkan kesan terlihat area hipoechoic yang mengesankan benign, di submandibula kiri daerah otot tampak area kistik suspek abses yang meluas ke leher. Hal ini yang mendasari diagnosis awal kami sebagai suspek tumor parotis sinistra terinfeksi dengan diagnosis banding abses parotis ec tuberkulosis. Untuk mendapatkan diagnosis definitif tuberkulosis dilakukan pemeriksaan tuberkulin menggunakan Purified Protein Derivative 5 Tuberculin Units (PPD5TU), BTA dan FNAB. Hasil tes tuberkulin negatif dapat terjadi pada pasien yang belum pernah terinfeksi tuberkulosis sebelumnya. Hasil tes akan menjadi positif 3-5 minggu setelah terinfeksi. 3
Hasil pemeriksaan PPD5TU negatif pada pasien kami dapat disebabkan karena tes dilakukan terlalu awal setelah pasien terinfeksi sehingga belum berubah menjadi respon positif. Pembengkakan pada daerah parotis kiri dirasakan pasien 18 hari sebelum datang ke RS dr.Hasan Sadikin. Hasil pemeriksaan BTA 3x didapatkan hanya 1x positif. Biopsi dan operasi merupakan prosedur yang dapat dilakukan dalam melakukan diagnosis banding penyakit kronis kelenjar parotis. FNAB merupakan prosedur yang sederhana dan ekonomis untuk mendiagnosis Tuberkulosis jika dibandingkan dengan Core needle biopsy atau biopsi eksisi, tidak hanya pada tahap awal tetapi juga selama follow up pasien setelah perawatan dengan regimen antituberkular. Pada daerah parotis, FNAB mempunyai sensitifitas 81-100% dan spesifitas 94-100% sehingga FNAB harus dilakukan pertama kali dalam mengevaluasi massa di parotis. 3,9
Diagnosis akhir pasien kami berdasarkan hasil FNAB adalah abses parotis sinistra ec tuberkulosis sehingga pasien diberikan pengobatan OAT kategori I yang terdiri dari Rifampicin 450mg, Isoniazid 300mg, Pyrazinamide 1500mg dan Ethambutol 1000mg. Dengan pengobatan tersebut pembengkakan pada daerah parotis, submandibula dan colli sinistra sembuh tanpa adanya kekambuhan.
9
KESIMPULAN Abses kelenjar parotis yang disebabkan tuberkulosis merupakan kasus yang jarang ditemukan di klinik. Gejalanya yang mirip dengan neoplasma dan tidak adanya gejala-gejala tuberkulosis yang menyertai penderita menyebabkan penegakkan diagnosis menjadi sulit. Abses kelenjar parotis yang disebabkan tuberkulosis tetap harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding pada pasien dengan massa soliter di kelenjar parotis untuk mencegah tindakan operasi yang tidak diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA 1. Maharjan, M. 2009. Incidence of Tuberculosis in Enlarged Neck Nodes, Our Experience. Kathmandu University Medical Journal 7(1): 54-58. 2. Laporan Subdit TB Depkes RI. Situasi Epidemiologi TB Indonesia. Melalui <http://www.tbindonesia.or.id/pdf/Data_tb_1_2010.pdf> 3. Birkent, H. 2008. Primary parotid tuberculosis mimicking parotid neoplasm: a case report. Jurnal of Medical Case Reports 2:62. Melalui http://www.jmedicalcasereports.com/content/2/1/62. 4. Bannister, B. & Gillespie, S. 2006. Infection Microbiology and Management. Blackwell Publishing Ltd. 5. Lin, C.H. & Chen, M.K. 2013. Mycobacterium tuberculosis infection within a parotid Warthin tumor: Magnetic resonance imaging appearance. International Journal of Case Reports and Images: ISSN-(0976- 3198) 6. Ghorbani, G.A. 2006. Primary Tuberculous Abscess of the Parotid Gland: A Case Report. Tanaffos 5(1): 65-68. 7. Dixit, R. & Shah, V. 2005. Tuberculous Abscess of Parotid Gland. Jurnal Indian Academy of Clinical Medicine 6(2): 161-3. 8. Carlson, E.R. & Ord, R.A. 2008. Textbook and Color Atlas of Salivary Gland Pathology Diagnosis and Management. Iowa: Wiley- Blackwell. 9. Das, D.K. 2000. Fine-Needle Aspiration Cytology in the Diagnosis of Tuberculous Lesions. Laboratory Medicine 31(11): 625-630.