You are on page 1of 21

1

I. GANGGUAN MENTAL ORGANIK


Menurut PPDGJ-III (1993), gangguan mental organik adalah gangguan mental
yang berkaitan dengan penyakit atau gangguan sistemik atau otak yang dapat didiagnosis
tersendiri. Termasuk ke dalam gangguan mental simtomatik dimana pengaruh terhadap
otak merupakan akibat sekunder dari penyakit atau gangguan sistemik di luar otak.
Gambaran utama dari gangguannya membentuk dua kelompok utama. Yang pertama,
berupa sindrom dengan gambaran utamanya yang menonjol ialah gangguan fungsi
kognitif seperti daya ingat, daya pikir dan daya belajar, atau gangguan sensorium seperti
ganguan kesadaran dan perhatian. Yang kedua berupa sindrom dengan manifestasi yang
menonjol dalam bidang persepsi (halusinasi), isi pikiran (waham), atau suasana perasaan
dan emosi (depresi, gembira , cemas) (Anonym, 1993)
Sindroma otak organik adalah gangguan jiwa yang psikotik atau nonpsikotik yang
disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat
disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (seperti;
meningoensefalitis, gangguan pembuluh darah otak, tumor otak, dan sebagainya) atau
yang terutama di luar otak atau tengkorak (seperti; tifus, endomtritis, payah jantung,
toxemia kehamilan, intoxikasi, dan sebagainya).
Sindrom otak organik dinyatakan akut atau menahun berdasarkan dapat atau tidak
dapat kembalinya (reversibilitas) gangguan jaringan otak atau sindrom otak organik itu
dan bukan berdasarkan penyebabnya, permulaan, gejala atau lamanya penyakit yang
menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan nonpsikotik lebih menunjukkan
kepada gangguan otak pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut dan
menahun. Gejala utama sindrom otak organik akut ialah kesadaran yang menurun dan
sesudahnya terdpat amnesia, pada sindrom otak organik menahun ialah demensia
(Maramis, 2009).


2

1. Delirium
Delirium menunjuk kepada sindrom otak organik karena gangguan fungsi atau
metabolisme otak secara umum atau karena keracunan yang menghambat metabolisme
otak. Gejala utama ialah kesadaran menurun atau gangguan kesadaran, biasanya terlihat
bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi dan
perilaku adalah gangguan psikiatrik yang umum (Kaplan,2010). Gejala-gejala lain ialah
penderita tidak mampu mengenal orang dan berkomunikasi dengan baik, ada yang
bingung atau cemas, gelisah dan panik, ada pasien yang terutama berhalusinasi dan ada
yang hanya berbicara komat-kamit dan inkohoren. (Maramis, 2009).
Delirium merupakan suatu sindrom bukan penyakit. Delirium diketahui
mempunyai banyak sebab, semuanya menyebabkan pola gejala yang sama yang
berhubungan dengan tingkat kesadaran pasien dan gangguan kognitif. Sebagian besar
penyebab delirium terletak diluar sistem saraf pusat, sebagai contoh hati dan ginjal.
Kepentingan untuk mengenali delirium adalah:
(1) Kebutuhan klinis untuk mengidentifikasi dan mengobati penyakit dasar
(2) Kebutuhan untuk mencegah perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan
delirium.

a. Epidemiologi
Delirium adalah gangguan yang umum.kira-kira 10-15% dibangsal bedah umum
dan 15-25% pasien di bangsal medis umum mengalami delirium selama dirawat dirumah
sakit. Usia lanjut adalah faktor resiko utama untuk perkembangan delirium. Faktor
predisposisi lainnya untuk perkembangan delirium adalah usia muda, cedera otak,
ketergantungan alkohol, diabetes dn kanker(Kaplan,2010).

b. Penyebab
Penyebab utama delirium adalah penyakit sistem saraf pusat (sebagai contoh,
epilepsi), penyakit sistemik (sebagai contoh, gagal jantung), dan intoksikasi maupun
putus dari agen farmakologis atau toksik. Jika memeriksa seorang pasien delirium, dokter
3

harus menganggap bahwa tiap obat yang digunakan oleh pasien mungkin secara kausatif
berhubungan dengan delirium (Kaplan,2010).

c. Pedoman diagnostik dalam PPDGJ III
Gangguan kesadaran dan perhatian :
Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma
Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan,
mempertahankan dan mengalihkan perhatian
Gangguan kognitif secara umum :
Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi sering sekali visual
Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak, dengan atau tanpa waham
yang bersifat sementara, tetapi sangat khas terdapat inkohorensi yang
ringan
Hendaya daya ingat segera dan pendek, namun daya ingat jangka panjang
relatif masih utuh.
Disorientasi waktu pada kasus yang berat, tempat dan orang
Gangguan psikomotor:
- Hipo atau hiperaktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari
satu ke yang lain
- Waktu bereaksi yang lebih panjang
- Arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang
- Reaksi terperanjat meningkat
Gangguan siklus tidur-bangun
Insomnia, atau terbaliknya siklus tidur bangun; mengantuk pada siang
hari.
Gejala yang memburuk pada malam hari
Mimpi yang menggangu atau mimpi buruk, yang dapat berlanjut menjadi
halusinasi setelah bangun tidur.
Gangguan emosional
Misalnya depresi, anxietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis atau
rasa kehilangan akal
4

Onset biasanya cepat, perjalan penyakitnya hilang timbul sepanjang hari dan
keadaan itu berlangsung kurang dari 6 bulan.

d. Gambaran Klinis
Gambaran kunci dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran. Dua pola umum
kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium. Satu pola ditandai oleh
hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kesiagaan. Pola lain ditandai oleh
penurunan kesiagaan. Pasien dengan delirium yang berhubungan dengan putus zat
seringkali mempuyai delirium hiperaktif yang juga dapat disertai dengan tanda otonomik
seperti kulit kemerahan, pucat, berkeringat, pupil berdilatasi, takikardi, mual, muntah dan
hipertermi. Pasien dengan pola gejala campuran hipoaktif kadang-kadang
diklasifikasikan sebagai sedang depresi, katatonik, atau mengalami demensia (Kaplan,
2010)
Orientasi terhadap waktu seringkali hilang bahkan pada kasus delirium yang
ringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain mungkin
juga terganggu pada kasus yang berat. Pasien delirium jarang kehilangan orientasi
terhadap diri sendiri (Kaplan, 2010).
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai kelainan dalam bahasa. Kelainan
dapat berupa bicara yang melantur, tidak relevan atau membingungkan dan gangguan
untuk mengerti pembicaraan. Fungsi ingatan dan kognitif umum juga dapat terganggu.
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk
membedakan stimulasi sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan
pengalaman masa lalu mereka. Halusinasi juga relatif sering pada pasien delirium.
Halusinasi yang paling sering adalah visual atau auditoris, walaupun halusinasi juga
dapat taktil atau olfaktoris (Kaplan, 2010).

Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah terganggu. Pasien
seringkali mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan tidur sekejap di tempat
tidurnya atau di ruang keluarga. Tetapi tidur pada pasien delirium hampir selalu singkat
dan terputus-putus. Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam pengaturan
mood. Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran dan rasa takut yang tidak
5

beralasan. Selain itu, pasien dengan delirium sering kali mempnyai gejala neurologis
yang menyertai termasuk disfasia, tremor, inkoordinasi dan inkontinensia urin (Kaplan,
2010).

e. Diagnosis banding
Delirium lawan demensia
Penting untuk membedakan antara delirium dan demensia. Berbeda dengan onset
delirium yang tiba-tiba, onset demensia biasanya perlahan. Walaupun kedua
kondisi ini melibatkan gangguan kognitif, perubahan demensia lebih stabil dengan
berjalannya waktu dan tidak berfluktuasi.
Delirium lawan psikosis atau depresi
Deliririum juga harus dibedakan dari skizofrenia dan gangguan depresif. Pasien
dengan gangguan psikotik, biasanya skizofrenia atau episode manik mungkin
mempunyai episode prilaku yang sangat terdisorganisasi yang mungkin sulit
dibedakan dari delirium. Tetapi pada umumnya halusinasi dan waham pada
pasien skizofrenia adalah lebih konstan dan tidak mengalami perubahan tingkat
kesadaran atau orientasinya

f. Pengobatan
Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan
delirium. Jika disebabkan toksisitas antikolinergik, digunakan physostigmine salisilat 1- 2
mg IV atau IM. Tujuan pengobatan penting yang lain adalah memberikan bantuan fisik,
sensorik dan lingkungan. Bantuan fisik diperlukan sehingga pasien dengan delirium tidak
berada dalam kondisi yang mungkin akan menglami kecelakaan. Pasien dengan delirium
tidak boleh dalam lingkungan tanpa stimulasi sensorik atau dengan stimulasi yang
berlebihan.
Pengobatan framakologis. Dua gejala utama dari delirium yang mungkin
memerlukan pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Obat untuk psikosis
adalah haloperidol. Insomnia diobati dengan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek
atau hydroxyzine (Kaplan, 2010).
6


g. Prognosis
Delirium biasanya hilang bila penyakit badaniah yang menyebabkannya sudah
sembuh, mungkin sampai kira-kira 1 bulan sesudahnya. Jika disebabkan oleh proses yang
langsung menyerang otak, bila proses itu sembuh maka gejala-gejalanya tergantung pada
besarnya kerusakan yang ditinggalkan gejala-gejala neurologis dan atau gangguan mental
dengan gejala utama gangguan inteligensi. Prognosisnya tergantung pada dapat atau tidak
dapat kembalinya penyakit yang menyebabkannya dan kemampuan otak untuk menahan
pengaruh penyakit itu (Kaplan, 2010).


2. Demensia
a. Definisi
Demensia adalah kemunduran fungsi mental umum, terutama intelengesia
disebabkan oleh kerusakan jaringan otak. (Maramis, 2009). Fungsi kognitif yang dapat
dipengaruhi pada demensia adalah inteligensia umum, belajar dan ingatan, bahasa,
memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, dan konsentrasi, pertimbangan, dan
kemapuan sosial. Butir klinis penting dari demensia adalah identifikasi sindrom dan
pemeriksaan klinis tentang penyebabnya. Gangguan mungkin progresif atau statis
(Kaplan, 2010).

b. Epidemiologi
Dari semua pasien dengan demensia, 50-60% menderita demensia tipe alzheimer
yang merupakan tipe demensia yang paling sering. Kira-kira 5% dari semua orang yang
mencapai usia 65 tahun menderita demensia tuipe ini. Faktor resiko untuk perkembangan
demensia tipe ini adalah wanita, mempunyai sanak-saudara tingkat pertama, mempunyai
riwayat cedera kepala. Tipe demensia yang paling sering kedua adalah demensia vaskular
yaitu, demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovaskular
(Kaplan, 2010).
7


c. Etiologi
Demensia mempunyai banyak penyebab; tetapi demensia tipe Alzheimer dan
demensia vascular secara bersama-sama berjumlah sebanyak 80% dari semua kasus.
(Kaplan, 2010)
Gangguan yang dapat menyebabkan demensia:
o Penyakit Alzheimer
o Demensia vascular
o Obat dan toksin
o Massa intracranial
o Anoksia
o Trauma
o Hidrosefalus tekanan normal
o Infeksi
o Gangguan nutrisional
o Gangguan metabolik
o Gangguan peradangan kronis

d. Pedoman diagnostik dalam PPDGJ III:
Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang sampai
mengganggu kegiatan harian seseorang seperti mandi, makan, berpakaian
kebersihan diri, buang air kecil dan buang air besar.
Tidak ada gangguan kesadaran (clear conciousness)
Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan



8

e. Gambaran klinis
Pada stadium awal demensia, pasien menunjukkan kesulitan untuk
mempertahankan kinerja mental, lemah, dan kecenderungan untuk gagal jika suatu
tugas adalah baru atau kompleks atau memerlukan penggeseran strategi pemecahan
masalah. Ketidakmampuan melakukan tugas menjadi semakin berat dan menyebar ke
tugas-tugas harian, seperti belanja, saat demensia berkembang. Defek utama dalam
demensia melibatkan orientasi, ingatan, persepsi, fungsi intelektual dan pemikiran,
dan semua fungsi tersebut menjadi secara progresif terkena saat proses penyakit
berlanjut. Perubahan afektif dan perilaku, seperti kontrol impuls yang defektif dan
labilitas emosional, sering ditemukan, seperti juga penonjolan dan perubahan sifat
kepribadian premorbid. (Kaplan, 2010)
Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal dan menojol pada
demensia, khususnya demensia yang mengenai korteks seperti tipe alzeimer. Pada
awal perjalan demensia, gangguan daya ingat masih ringan dan biasanya lebih jelas
pasa peristiwa yang baru terjadi seperti melupakan nomor telepon atau percakapan.
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu,
orientasi dapat terganggu secara progresif selama perjalanan penyakit demensia.
Proses demensia yang mengenai korteks, dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa
pasien. Pasien dengan demensia mungkin menjadi introvert dan tampaknya kurang
memperhatikan tentang efek perilaku mereka terhadap orang lain. pasien demensia
yang mempunya waham paranoid biasanya bersikap bermusuhan pada anggota
keluarganya atau pengasuhnya.Diperkirakan 20-30% pasien demensia, terutama
pasien Alzheimer, memilki halusinasi, dan 30-40% pasien memiliki waham, terutama
dengan sifat paranoid dan tidak sistematik. Selain psikosis dan perubahan
kepribadian depresi dan kecemasan adalah gejala utama pada 40-50% pasien
demensia (Kaplan, 2010)
f. Pengobatan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang
disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan
9

dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik dan
tes laboratorium, pencitraan otak yang tepat, harus dilakukan segera setelah diagosis
dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab yang dapat diobati, terapi
diarahkan untuk pengobatan penyakit dasar (Kaplan, 2010). Seorang dokter dapat
meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresan untuk
deperesi, dan obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi; tetapi, dokter harus
menyadari kemungkinan efek idiosinkratik dari obat pada lanjut usia (Kaplan, 2010).
g. Prognosis
Dengan pengobatan psikologis dan farmakologis dan kemungkinan karena
sifat otak yang dapat menyembuhkan diri sendiri, gejala demensia dapat berkembang
hanya lambat untuk suatu waktu atau bahkan mundur sesaat. Regresi gejala tersebut
jelas merupakan suatu kemungkinan pada demensia yang reversibel (sebagai contoh,
demensia yang disebabkan oleh hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan
tumor otak) jika pengobatan dimulai. Perjalanan demensia bervariasi dari kemajuan
yang tetap (sering pada demensia alzeimer) sampai perburukan demensia yang
bertambah (sering pada demensia vaskuler) (Kaplan, 2010).









10

II. GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT PENGGUNAAN
ZAT PSIKOAKTIF
Banyak Fenomena penyalahgunaan zat mempunyai banyak implikasi untuk
penelitian otak dan psikiatri klinis. Dinyatakan dengan sederhana beberapa zat dapat
mempengaruhi keadaan mental yang dirasakan dari dalam (sebagai contoh, mood)
maupun aktivitas yang dapat diobservasi dari luar yaitu perilaku. Identifikasi dari zat
psikoaktif yang digunakan dapat dilaukan berdasarkan :
1. Data laporan individu
2. Analisis objektif dari spesimen urin, darah, dan sebagainya
3. Bukti lain(adanya sampel obat yang ditemukan pada pasien, tanda dan gejala klinis,
atau dari laporan pihak ketiga)
Selalu dianjurkan untuk mencari bukti yang menguatkan lebih dari satu sumber,
yang berkaitan dengan penggunaan zat.
Banyak pengguna menggunakan lebih dari satu jenis obat namun bila mungkin
diagnosis gangguan harus diklasifikasikan sesuai dengan zat tunggal yang paling penting
yang digunakannya. (Anonym, 1993).
Zat yang digunakan dan efeknya terhadap perilaku
no Obat Perubahan perilaku
1 Opiat dan opiod Euforia, mengantuk, anoreksia, hipoaktivitas dan perubahan
kepribadian
2 Amfetamin dan
kokain
Terjaga, banyak bicara, euforia, paranoid, halusinasi taktil dan visual
3 Barbiturat,
benzodiazepin
Mengantuk, konfusi dan tidak ada perhatian
4 Nitrogen oksida Euforia, mengantuk dan konfusi
5 Alkohol Banyak bicara, amnesia
6 Halusinogen Halusinasi visual, ide paranoid, kecenderungan bunuh diri.

11

a. Intoksikasi akut
Suatu kondisi peralihan yang timbul akibat menggunakan alkohol atau zat
psikoaktif sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau
perilaku.
Pedoman diagnostik intoksikasi akut
1. Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan: tingkat dosis yang digunakan, individu
dengan kondisi organik tertentu yang mendasarinya
2. Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu dipertimbangkan
3. Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat pengguanaan
alkohol atau zat psikoaktif kain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif,
persepsi, afek atau perilakum atau fungsi dan respon psikofisiologis lainnya.
4. Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya
menghilang bila tidak terjadi pengguanaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut
akan kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang rusak atau terjadi
komplikasi lainnya.
Gejala intoksikasi tidak selalu mencerminkan aksi primer dari zat. Sebagai
contoh, zat depresan dapat menimbulakan gejala agitasi atau hiperaktivitas, dan zat
stimulan menimbulakn penarikan diri secara sosial atau prilaku introvert. Banyak zat
psikoaktif mampu menimbulkan berbagai bentuk efek yang berbeda pada tingkat dosis
yang berbeda. Sebagai contoh alkohol dapat menimbulakan efek stimulan pada prilaku
pada dosis yang lebih rendah, namun dapat menyebabkan agitasib dan agresi dengan
meningkatnya dosis dan menimbulkan sedasi yang jelas pada dosis yang lebih tinggi.
b. Ketergantungan obat
Menurut PPDGJ-III untuk menegakkan diagnosis ketergantungan zat mutlak
diperlukan bukti adanya penggunaan dan kebutuhan terus menerus. Terdapatnya gejala
abstensi bukan satu-satunya bukti dan juga tidak selalu ada, misalnya pada penghentian
pemakaian kokain dan ganja. Obat yang diberikan dokter tidak termasuk dalam pengertian
ini selama pengguanaan obat tersebut berindikasi medis. (Maramis, 2009)
12

Istilah ketergantungan zat mempunyai arti yang lebih luas daripada istilah ketagihan
atau adiksi obat. WHO mendefinisikan ketagihan sebagai berikut: suatu keadaan keracunan
yang periodik atau menahun, yang merugikan individu sendiri dan masyarakat dan yang
disebabkan oleh penggunaan suatu zat yang berulang-ulang dengan ciri-ciri sebagai berikut,
yaitu adanya: (Maramis, 2009)
1. Keinginan atau kebutuhan yang luar biasa untuk meneruskan penggunaan obat itu dan
usaha mendapatkannya dengan segala cara
2. Kecendrungan menaikkan dosis
3. Ketergantungan psikologis dan kadang-kadang juga ketergantungan fisik pada zat itu
Faktor penyebab
Faktor kepribadian seseorang cenderung mempengaruhi apakah ia akan tergantung
pada suatu obat atau tidak. Orang yang merasa mantap serta mempunyai sifat tergantung
dan pasif lebih cenderung menjadi ketergantungan pada obat. Faktor sosiobudaya juga
tidak kalah penting dan saling mempengaruhi dengan faktor kepribadian. Di Indonesia
banyak penderita ketergantungan obat berasal dari golongan sosioekonomi menengah.
Faktor fisik dan badaniah seseorang menentukan efek fisik obat itu seperti hilangya rasa
nyeri dan ketidakenakkan badaniah yang lain, berkurangnya dorongan sexual, rasa lapar
dan mengantuk atau justru berkurangnya hambatan terhadap dorongan-dorongan.
(Maramis, 2009)
Faktor kebiasaan yang dikemukakan dalam hipotesis kebiasaan bekerja sebagai
berikut: karena obat itu mengurangi ketegangan dan perasaan dan tidak enak, maka
kebiasaan diperkuat dengan tiap kali pemakaian. Ketergantungan obat merupakan hasil
saling pengaruh dan mempengaruhi yang komplex berbagai faktor tadi ditambah dengan
mudah sukarnya obat itu diperoleh dan kesempatan untuk mengunakannya. Pemberian
obat oleh dokter dapat meninmbulkan ketergantungan juga. (Maramis, 2009)
Pedoman diagnosis Sindrom ketergantungan
Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan tiga atau lebih gejala
dibawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya: (Anonym, 1993)
13

a. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa untuk menggunakan zat
psikoaktif
b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak mulainya,
usaha penghentian atau pada tingkat sedang menggunakan
c. Keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian pengguanaan zat atau
pengurangan terbukti dengan adanya gejala putus zat khas , atau orang tersebut
menggunakan zat atau yang khas atau dorongan tersebut mengguanakan zat golongan zat
yang sejenis dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala
putus zat
d. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan guna
memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah
e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat lain disebabkan
pengguanaan zat psikoaktif , menignkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk
mendapatkan atau menggunakan zat atau untuk pulih dari akibatnya
f. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan
kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati karena minum alkohol berlebihan, keadaan
depresi sebagai akibat dari suatu periode penggunaan zat yang berat atau hendaya fungsi
kognitif berkaitan dengan penggunaan zat, upaya perlu diadakan untuk memastikan
bahwa penggunan zat sungguh-sungguh atau dapat diandalkan , sadar akan hakekat dan
besarnya bahaya.

Berbagai jenis ketergantung zat
Obat didefinisi oleh WHO sebagai semua zat yang bila dimasukkan yang ke
dalam tubuh suatu makhluk, akan mengubahh atau memengaruhi satu atau lebih fungsi
faali makhluk tersebut. Dalam masalah ketergantungan obat, biasanya yang dimaksud
dengan obat ialah zat dengan efek yang besar terhadap susunan saraf pusat dan fungsi
mental, seperti obat psokotropik, termasuk obat psikotomimetik dan stimulasia, morfin
dan derivatnyas serta obat tidur. Opioid adalah semua zat asli atau sintetik yang
mempunyai efek seperti morfin. Narkotika sebenarnya secara farmakologis berarti obat-
obat yang menekan juga tranqulaizer, neroleptika, dan hipnotika ke dalam kelompok
14

narkotika. Menurut peraturan di Indonesia, dalam narkotika termasuk juga kokain dan
psikomimetika.

Prognosis ketergantungan obat
Prognosis ketergantungan obat pada umumnya dipengaruhi oleh besar kecilnya
predisposisi (pengaruh faktor kepribadian, sosiobudaya dan fisik), mudah sukarnya
mendapatkan obat dan sering jarangnya kesempatan memakai obat tersebut seerta lamanya
ketergantungan. Makin mudah faktor ini dapt ditangani makin baik prognosis.

c. Keadaan Putus Zat
Pedoman diagnostik
1. Keadaan putus zat merupakan salah satu indikator dari sindrom ketergantungan dan
diagnosis sindrom ketergantungan zat harus turut dipertimbangkan
2. Keadaan putus zat hendaknya dicatat sebagai diagnosis utama, bila hal ini merupakan
alasan rujukan dan cukup parah sampai memerlukan perhatian medis secara khusus
3. Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Gangguan psikologis
merupakan gambaran umum dari keadaan putus zat ini. Yang khas ialah pasien akan
melaporkan bahwa gejala putus zat akan mereda dengan meneruskan penggunaan zat.
d. Keadaan Putus Zat dengan Delirium
Pedoman diagnostik
1. Suatu keadaan putus zat disertai komplikasi delirium
2. Termasuk: De;irium Tremens yang merupakan akibat dari putus obat secara absolut
atau relatif pada penguna ketergantungan berat dengan riwayat penggunaan yang
lama. Onset biasanya terjadi sesudah putus alkohol. Keadaan gaduh gerlisah toksik
yang berlangsung singkat tetapi adakalanya dapat membahayakan jiwa yang disertai
gangguan somatik
15

3. Gejala prodormal khas berupa: insomnia, gemetar dan ketakutan. Onset dapat
didahului oleh kejang setelah putus zat.
Trias yang klasik dari gejalanya adalah kesadaran berkabut dan kebingungan,
halusinasi dan ilusi yang hidup yang mengenai salah satu panca indera, tremor berat.
Biasanya ditemukan juga waham, agitasi, insomnia atau siklus tidur yang terbakik, dan
aktivitas otonomik yang berlebihan (Anonym, 1993)
e. Gangguan Psikotik
Pedoman diagnostik
1. Gangguan psikotik yang terjadi atau segera sesudah penggunaan sat psikoaktif (48
jam) bukan merupakan manifestasi dari keadaan putus zat dengan delirium atau suatu
onset lambat .
2. Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif dapat tampil dengan pola
gejala yang bervariasi. Variasi ini akan dipengaruhi oleh jenis zat yang digunkannya
dan kepribadian pengguna zat. Pada penggunaan obat stimuilan seperti kokain dan
amfetamin gangguan psikotik yang diinduksi oleh obat umumnya berhubungan erat
dengan tingginya dosis dan atau penggunaan zat yang berkepanjangan.
f. Sindrom Amnesik
Pedoman diagnosis
1. Sindrom amnesik yang disebabkan oleh zat psikoaktif harus memenuhi kriteria umum
untuk sindrom amnesik organik
2. Syarat utama untuk menentukan diagnosis adalah:
a. Gangguan daya ingat jangaka pendek, gangguan sensai waktu
b. Tidak ada gangguan daya ingat segera, tidak ada ganggaun keasadaran, dan
tidak ada gangguan kognitif secara umumn
c. Adanya riwayat atau bukti yang objektif dari pengguanaan alkohol atau zat
yang kronis
16

g. Zat psikoaktif
Amfetamin
Rasemik amphetamine sulfate pertasma kali disintesis tahun 1887 dan
diperkenalkan dlam praktek klinis dalam tahun 1932 sebagai inhaler yang dapat dibeli
bebas untuk mengobati kongesti hidung dan asma. (Kaplan, 2010)
- Neurofarmakologi
Semua amfetamin cepat diabsorbsi peroral dan disertai dengan onset kerja yang
cepat, biasanya dalam satu jam jika digunakan peroral. Amfetamin mempunyai efek
primernya yaitu menyebabkan pelepasan katekolamin, terutama dopamine, dari terminal
parasinaptik. Efek tersebut terutama kuat pada neuron dopaminergik yang keluar dari
area tegmental ventralis ke korteks serebral dan area limbic. (Kaplan, 2010)
Kriteria diagnostk untuk intoksikasi amfetamin:
a. Pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan yang belum lama terjadi
b. Perilaku maladaptive atau perubahan perilaku yang bermakana secara klinis yang
berkembang selama, atau segera setelah, pemakaian amfetamin atau zat yang
berhubungan
c. Dua (atau lebih) hal berikut, berkembang selama atau segera sesudah, pemakaian
amfetamin atau zat yang berhubungan:
1. Takikardia atau bradikardia
2. Dilatasi pupil
3. Peninggian atau penurunan tekanan darah
4. Berkeringat atau menggigil
5. Mual atau muntah
6. Tanda-tanda penurunan berat badan
7. Agitasi atau retardasi psikomotor
8. Kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada, atau aritmia jantung
9. Konfusi, kejang, diskinesia, distonia atau koma
17

d. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan
oleh gangguan mental lain (Kaplan, 2010).
h. Gambaran klinis
Pada seseorang yang sebelumnya belum pernah penggunakan amfetamin, dosis
tunggal 5 mg meningkatkan rasa kesehatannya dan menyebabkan elasi, euphoria dan
keramahan. Dosis kecil biasanya memperbaiki pemusatan perhatian mereka dan
meningkatkan kinerja dalam tugas menulis, oral, dan kinerja. Terdapat juga penurunan
kelelahan, menyebabkan anoreksia, dan peningkatan ambang rasa nyeri.
- Pengobatan
Pengobatan gangguan spesifik akibat penyalahgunaan amfetamin dengan obat
spesifik mungkin diperlukan dalam jangka waktu pendek. Antipsikotik, baik
phenothiazine atau haloperidol, dapat diresepkan pada beberapa hari pertama. Tanpa
adanya psikosis, diazepam berguna untuk mengobati agitasi dan hiperaktifitas pasien.
Dokter harus menegakkan ikatan terapeutik dengan pasien untuk mengatasi depresi atau
gangguan kepribadian (Kaplan, 2010)

Kanabis
Kanabis adalah nama singkat untuk tanaman rami Cannabis sativa. Tanaman
kanabis biasanya dipotong, dikeringkan, dipotong kecil-kecil, selanjutnya digulung
menjadi rokok. Nama yang umum untuk kanabis adalah mariyuana, grass, pot, weed, tea
dan Mary Jane. Bentuk kanabis yang paling poten berasal dari ujung tanaman yang
berbunga atau dari eksudat resin yang dikeringkan.
- Neurofarmakologi.
Komponen utama kanabis adalah 9-TCH. Suatu reseptor spesifik untuk
kanabinol telah diidentifikasi, diklon, dan dikarakterisasi. Reseptor adalah anggota dari
keluarga reseptor yang berkaitan dengan protein G. Reseptor kanabinoid diikat dengna
protein G inhibitor (Gi) yang berikatan dengna adenilil siklase di dalam pola
18

menginhibisi. Reseptor kanabinoid ditemukan dalam konsentrasi yang tertinggi di ganglia
basalis, hipokampus dan serebelum, dengan konsentrasi yang lebih rendah di korteks
serebral. (Kaplan, 2010)
- Diagnosis dan gambaran klinis
Efek fisik yang paling sering dari kanabis adalah dilatsi pembuluh darah
konjungtiva dan takikardia ringan. Pada dosis tinggi, hipotensi ortostatik dapat terjadi.
Peningkatan nafsu makan, dan mulut kering adalah efek intoksikasi kanabis yang sering
lainnya. Beberapa data menyatakan bahwa penggunaan kanabis yang berat berada dalam
resiko mengalami penyakit pernapasan kronis dan kanker paru-paru. Banyak laporan
menyatakan bahwa penggunaan kanabis jangka panjang berhubungan dengan atrofi
serebral, kerentanan kejang, kerusakan kromosom, defek kelahiran, gangguan reaktifitas
kekebalan, perubahan konsentrasi testosterone dan disregulasi siklus menstruasi. Tetapi,
laporan tersebut belum secara pasti ditegakkan, dan hubungan antara efek tersebut dengan
penggunaan kanabis adalah tidak pasti.
- Pengobatan
Pengobatan pemakaian kanabis terletak pada prinsip yang sama dengan pengobatan
penyalahgunaan substansial lain, yaitu abstinensia dan dukungan. Abstinensia dapat dicapai
melalui intervensi langsung, seperti perawatan di rumah sakit,atau melalui monitoring ketat
atas dasar rawat jalan dengan menggunakan skrining obat dalam urin, yang dapat
mendeteksi kanabis selama tiga hari sampai empat minggu setelah pemakaian.Dukungan
dapat dicapai dengan menggunakan psikoterapi individual, keluarga, dan kelompok.
(Kaplan, 2010)
Kokain
Kokain adalh zat yang paling adiktif yang sering disalahgunakan dan merupakan
zat yang paling berbahaya. Kpkain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman
belukarErytrhoxylon coca yang berasal dari amerika selatan. Kokain diklasifikasikan
sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin dan heroin, karena efek adiktifnya.

19

- Neurofarmakologi
Efek perilaku dari kokain dirasakan paling segera dan berlangsung dalam waktu
yang relatif singkat (30-60 menit). Walaupun efek perilaku berlangsung singkat,
metabolit kokain mungkin ditemukan didalam darah dan urin selama 10 hari

- Gambaran klinis
Perubahan yang sering berhubungan dengan pemakaian kokain adalah iritabilitas,
gangguan kemampuan berkonsentrasi, perilaku konfulsif, insomnia berat dan penurunan
berat badan.

- Pengobatan
Dua kelas obat yang paling berguna adalah agonis dopamin dan suatu obat
trisiklik. Dua agonis dopaminergik yang oaling sering digunakan adalah amantadine 100
mg dua kali sehari dan bromocriptin 2,5 mg dua kali sehari (Kaplan, 2010)
.
Inhalan
Di dalam DSM-IV, kategori gangguan berhubungan dengan inhalan memasukkan
sindrom psikiatrik yang disebabkan oleh penggunaan pelarut, lem, perekat, bahan pembakar
aerosol, pengencer cat, dan bahan bakar. Senyawa aktif di dalam inhalan tersebut adalah
toluene, acetone, benzene, trichloretane, perchlorethylene, trichloloethylene, 1,2,-
dichloropropane dan hidrokarbon berhalogen. (Kaplan, 2010)
- Neurofarmakologi
Inhalan biasanya dilepaskan ke paru-paru dengan menggunakan suatu tabung,
kaleng, atau kantung plastik, atau dengan suatu kain yang direndam dengan inhalan, melalui
atau dari mana pemakai dapat menghirup inhalan melalui hidung atau menyedot inhalan
memalui mulut. Kerja umum inhalan adalah sebagai depresan system saraf pusat. Inhalan
20

sangat cepat diserap malalui paru-paru dan cepat dikirim ke otak. Efeknya tampak dalam 5
menit dan dapat berlangsung selama 30 menit sampai beberapa jam, tergantung pada zat
inhalan dan dosisnya. Efek farmakodinamik spesifiknya tidak dimengerti dengan baik.
Karena efeknya biasanya mirip dengan dan menambahkan pada efek depresan sistem saraf
pusat lainnya, beberapa peneliti telah menyatakan bahwa inhalan bekerja melalui suatu
peningkatan GABA. Peneliti lain menyatakan bahwa inhalan mempunyai efeknya melalui
fluidisasi membran. (Kaplan, 2010)
- Gambaran klinis
Dalam dosis awal yang kecil inhalan dapat menginhibisi dan menyebabkan perasaan
euphoria, kegembiraan dan sensai mengambang yang menyenangkan; obat kemungkinan
digunakan untuk mendapatkan efek tersebut. Gejala psikologis lain pada dosis tinggi dapat
termasuk rasa ketakutan, ilusi sensorik, halusinasi auditoris dan visual, dan distorsi ukuran
tubuh. Gejala neurologis dapat termasuk bicara yang tidak jelas, penurunan kecepatan
bicara, dan ataksia. Penggunaan dalam periode lama dapat disertai dengan iritabilitas,
labilitas emosi, dan gangguan ingatan.
- Pengobatan
Biasanya, penggunaan inhalan relatif singkat dalam kehidupan seseorang. Orang
tersebut menghentikan aktifitas menggunakan zat atau pindah ke zat lain. Identifikasi
penggunaan inhalan pada seorang remaja adalah suatu indikasi bahwa remaja tersebut harus
mendapatkan konseling dan pendidikan tentang masalah umum penggunaan zat (Kaplan,
2010)
.




21

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Departemen Kesehatan: Jakarta
Kaplan. H. I., Sadock. B. J., dan Greeb. J. A., 2010 Sinopsis Psikiatri. Binarupa Aksara
Publisher: Tangerang
Maramis, W. F., 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 2. Airlangga University Press:
Surabaya

You might also like