You are on page 1of 8

Arti Iman Kepada Allah

Iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan memperbuat dengan anggota
badan (beramal). Dengan demikian iman kepada Allah berarti meyakini dengan sepenuh hati bahwa
Allah SWT itu ada, Allah Maha Esa. Keyakinan itu diucapkan dalam kalimat :

Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah
Sebagai perwujudan dari keyakinan dan ucapan itu, harus diikuti dengan perbuatan, yakni
menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.
Rukun Iman yang pertama adalah iman kepada Allah SWT yang merupakan dasar dari seluruh ajaran
Islam. Orang yang akan memeluk agama Islam terlebih dahulu harus mengucapkan kalimat syahadat.
Pada hakekatnya kepercayaan kepada Allah SWT sudah dimiliki manusia sejak ia lahir. Bahkan
manusia telah menyatakan keimanannya kepada Allah SWT sejak ia berada di alam arwah. Firman
Allah SWT :

Dan ingatlah, ketika TuhanMu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : Bukankah Aku ini
Tuhanmu? Mereka menjawab : Betul Engkau Tuhan kami, kami bersaksi. (QS. Al-Araf : 172)
Jauh sebelum datangnya agama Islam, orang-orang jahiliyah juga sudah mengenal Allah SWT.
Mereka mengerti bahwa yang menciptakan alam semesta dan yang harus disembah adalah dzat yang
Maha Pencipta, yakni Allah SWT. Sebagaimana diungkapkan di dalam Al-Quran :

Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka : Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?,
niscaya mereka akan menjawab : Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui. (QS. Az-Zukhruf : 9)
Manusia memiliki kecenderungan untuk berlindung kepada sesuatu Yang Maha Kuasa. Yang Maha
Kuasa itu adalah dzat yang mengatur alam semesta ini. Dzat yang mengatur alam semesta ini sudah
pasti berada di atas segalanya. Akal sehat tidak akan menerima jika alam semesta yang sangat luas
dan teramat rumit ini diatur oleh dzat yang kemampuannya terbatas. Sekalipun manusia sekarang ini
sudah dapat menciptakan teknologi yang sangat canggih, namun manusia tidak dapat mengatur alam
raya ini. Dengan kecanggihan teknologinya, manusia tidak akan dapat menghentikan barang sedetik
pun bumi untuk berputar.
Dzat Allah adalah sesuatu yang ghaib. Akal manusia tidak mungkin dapat memikirkan dzat Allah.
Oleh sebab itu mengenai adanya Allah SWT, kita harus yakin dan puas dengan apa yang telah
dijelaskan Allah SWT melalui firman-firman-Nya dan bukti-bukti berupa adanya alam semesta ini.
Ketika Rasulullah SAW endapat kabar tentang adanya sekelompok orang yang berusaha memikirkan
dan mencari hakekat dari dzat Allah, maka beliau melarang mereka untuk melakukan hal itu.
Rasulullah SAW bersabda :
(
)
Dari Ibnu Abbas RA, diceritakan bahwa ada suatu kaum yang memikirkan tentang (hakekat) dzat
Allah Azza Wajalla, maka Nabi SAW bersabda : Pikirkanlah tentang ciptaan Allah dan janganlah
kamu memikirkan (hakekat) dzat Allah. (HR. Abu Asy-Syaikh)
Sebagai perwujudan dari keyakinan akan adanya Allah, Tuhan Yang Maha Esa adalah pengabdian
kita kepada Nya. Pengabdian kita kepada Allah adalah pengabdian dalam bentuk peribadatan,
kepatuhan, dan ketaatan secara mutlak. Tidak menghambakan diri kepada selain Allah, dan tidak pula
mempersekutukan Nya dengan sesuatu yang lain. Itulah keimanan yang sesungguhnya. Jika sudah
demikian Insya Allah hidup kita akan tentram. Apabila hati dan jiwa sudah tentram, maka seseorang
akan berani dan tabah dalam menghadapi liku-liku kehidupan ini. Segala nikmat dan kesenangan
selalu disyukurinya. Sebaliknya setiap musibah dan kesusahan selalu diterimanya dengan sabar.
Dasar Beriman Kepada Allah
a. Kecenderungan dan pengakuan hati
b. Wahyu Allah atau Al-Quran
c. Petunjuk Rasulullah atau Hadits
Setiap manusia secara fitrah, ada kecenderungan hatinya untuk percaya kepada kekuatan ghaib yang
bersifat Maha Kuasa. Tetapi dengan rasa kecenderungan hati secara fitrah itu tidak cukup. Pengakuan
hati merupakan dasar iman. Namun dengan pengakuan hati tidak akan ada artinya, tanpa ucapan lisan
dan pengalaman anggota tubuh. Sebab antara pengakuan hati, pengucapan lisan, dan pengalaman
anggota tubuh merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Untuk mencapai keimanan yang
benar tidak hanya berdasarkan fitrah pengakuan hati nurani saja, tetapi harus dipadukan dengan Al-
Quran dan Hadits.

Cara Beriman Kepada Allah SWT
Iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari seluruh iman yang tergabung dalam rukun iman.
Karena iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari keimanan yang lain, maka keimanan kepada
Allah SWT harus tertanam dengan benar kepada diri seseorang. Sebab jika iman kepada Allah SWT
tidak tertanam dengan benar, maka ketidak-benaran ini akan berlanjut kepada keimanan yang lain,
seperti iman kepada malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab Nya, rasul-rasul Nya, hari kiamat, serta qadha
dan qadar Nya. Dan pada akhirnya akan merusak ibadah seseorang secara keseluruhan. Di masyarakat
tidak jarang kita jumpai cara-cara beribadah seorang yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, padahal
orang tersebut mengaku beragama Islam.
Ditinjau dari segi yang umum dan yang khusus ada dua cara beriman kepada Allah SWT :
a. Bersifat Ijmali
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat ijmali maksudnya adalah, bahwa kita mepercayai
Allah SWT secara umum atau secara garis besar. Al-Quran sebagai suber ajaran pokok Islam telah
memberikan pedoman kepada kita dalam mengenal Allah SWT. Diterangkan, bahwa Allah adalah
dzat yang Maha Esa, Maha Suci. Dia Maha Pencipta, Maha Mendengar, Maha Kuasa, dan Maha
Sempurna.
b. Bersifat Tafshili
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat tafsili, maksudnya adalah mempercayai Allah secara
rinci. Kita wajib percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT memiliki sifat-sifat yang berbeda
dengan sifat-sifat makhluk Nya. Sebagai bukti adalah adanya Asmaul Husna yang kita dianjurkan
untuk berdoa dengan Asmaul Husna serta menghafal dan juga meresapi dalam hati dengan
menghayati makna yang terkandung di dalamnya.


Read more: http://erosandi.blogspot.com/2011/04/iman-kepada-allah.html#ixzz1oUltlxbu

Keimanan seorang hamba kepada Allah merupakan pondasi dan asas yang sangat agung bagi
kehidupan manusia. Ketenangan, ketentraman dan keamanan akan selalu menyelimuti hati dan jiwa
orang-orang yang memiliki keimanan kepada Allah . Hal ini sebagaimana termaktub dalam firman-
Nya, Ketahuilah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada rasa takut atas mereka; dan tidak pula
mereka bersedih; yaitu orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Bagi mereka kabar gembira di
dunia dan di akhirat, dan tidak ada perubahan bagi kalimat Allah. Dan itu adalah keberuntungan
yang besar. (QS. Yunus: 62 63)
Dalam ayat yang lain Allah juga berfirman,


Orang-orang yang beriman dan tidak mencampurkan keimanannya dengan kesyirikan, bagi mereka
itulah keamanan, dan mereka (adalah orang yang) mendapatkan petunjuk. (QS. Al-Anam: 82 )
Para pembaca yang mulia, karena panjangnya pembahasan masalah keimanan maka kita akan mulai
dengan pembahasan iman kepada Allah . Iman kepada Allah , sebagaimana diterangkan oleh Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin -rahimahullah- dalam syarah (penjelasan) kitab Al-Ushul Ats-
Tsalaatsah beliau mengatakan bahwa iman kepada Allah mencakup 4 perkara. Dan karena
panjangnya pembahasan ini, maka penulis akan terangkan secara bertahap dalam beberapa edisi
buletin tercinta ini.
A. Perkara Yang Pertama; Yaitu Iman Dengan Adanya Wujud Allah
Sungguh telah ditunjukkan adanya wujud Allah ini dari empat sisi, yaitu Fitrah, Akal, Syariat, dan
Indra yang ada pada setiap manusia.
1. Secara fitrah (naluri) tentang adanya wujud Allah , maka sesungguhnya semua makhluk
difitrahkan/mempunyai naluri terhadap penciptanya tanpa didahului dengan berfikir dan belajar
sebelumnya. Dan tidak akan menyimpang dari fitrah ini kecuali orang yang telah terlontar dalam
hatinya sesuatu yang memalingkan dia dari fitrah tersebut. Hal ini sebagaimana sabda Nabi
Muhammad ,


Tidaklah dilahirkan seseorang melainkan ia dilahirkan di atas fitrahnya, maka orang tuanya-lah
yang menjadikan ia Yahudi, Nashrani, atau Majusi. (HR. Bukhari , dalam Kitabul Janaaiz).
2. Adapun dalil akal tentang wujud/adanya Allah . Bahwa seluruh makhluk dari zaman terdahulu
maupun yang akan datang, pasti ada yang mencipta dan mengadakannya. Karena tidak mungkin
seorang mengadakan dirinya sendiri dan tidak mungkin terjadi secara tiba-tiba.
Tidak mungkin seorang menciptakan dirinya sendiri karena sesuatu itu tidak menciptakan dirinya
sendiri sebab sebelumnya ia tidak ada. Maka bagaimana mungkin sesuatu yang asalnya tidak ada bisa
mencipta? Dan tidak mungkin pula makhluk itu ada secara tiba-tiba atau spontan, karena setiap
kejadian pasti ada yang mengadakannya. Karena alam yang begitu indah, yang teratur dengan rapi
dan selaras, serta semua yang ada di dalamnya memiliki keterkaitan sebab-akibat. Maka sangatlah
mustahil apabila hal itu terjadi dengan kebetulan atau spontanitas. Karena sesuatu yg terjadi secara
kebetulan/tiba-tiba/spontan itu keberadaannya pasti tidak teratur.
Dengan demikian, apabila tidak mungkin makhluk itu menciptakan dirinya sendiri dan tidak pula ada
secara mendadak/kebetulan, maka bisa dipastikan bahwa makhluk tersebut ada yang menciptakan
yaitu Allah , Tuhan Yang Maha Esa, satu-satunya Tuhan yang berhak kita sembah, tidak ada sekutu
bagi-Nya.
Allah telah menyebutkan dalil akal ini di dalam Al-Quran,
)

3)


Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun? ataukah mereka yang menciptakan diri mereka
sendiri? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini
(apa yang mereka katakan). (QS. Ath-Thur : 35)
Yaitu mereka tidak tercipta tanpa adanya pencipta dan tidak pula mereka menciptakan diri mereka
sendiri. Maka dengan demikian, sangatlah jelas bahwa ada pencipta yang telah menciptakan mereka
yaitu Allah .
Dalam sebuah riwayat di sebutkan ketika Zubair bin Muthim mendengar Rasulullah membaca surat
Ath-Thur, ketika sampai pada ayat 3537 diatas, yang artinya Apakah mereka di ciptakan tanpa
sesuatupun ataukah mereka menciptakan diri mereka sendiri? Ataukah mereka menciptakan langit dan
bumi ? Sebenarnya mereka tidak meyakini ( apa yang mereka katakan), dan di kala itu Zubair d
masih musyrik. Maka Zubair berkata ketika itu, Hampir-hampir hatiku seperti terbang dan saat itulah
awal kali iman bersemi dalam hatiku. (HR. Bukhari dalam Kitabut Tafsir)
Para pembaca yang mulia, kita buat permisalan untuk memperjelas permasalahan. Seandainya saja
ada seseorang yang mengabarkan kepada anda bahwa ada sebuah istana yang sangat kuat, luas dan
megah, dikelilingi taman-taman yang indah yang mengalir di antara kebun-kebun tersebut sungai-
sungai, penuh dengan perabot rumah tangga serta permadani, dihiasi dengan segala macam perhiasan
permanen maupun dekorasi tambahan yang elok, kemudian orang itu mengatakan kepadamu :
Sesungguhnya istana dan semua yang ada di dalam dan sekitarnya tersebut ada dengan sendirinya
atau ada secara tiba-tiba tanpa ada yang menciptakan !!!, niscaya dengan secepat kilat anda akan
mengingkari dan mendustakannya. Dan pastilah anda menganggap apa yang diberitakannya sebagai
suatu kebodohan dan ketololan.
Pembaca yang budiman, jika dalam kisah istana yang demikian saja orang tidak akan percaya kalau
hal itu terjadi dengan tiba-tiba, maka bagaimana dengan alam semesta ini yang begitu luas, langit dan
buminya, laut serta gunung-gunungnya, serta ratusan bahkan jutaan planet yang semua berjalan
dengan penuh keteraturan! Maka apakah mungkin semua itu terjadi dengan tiba-tiba/spontan tanpa
ada yang mengatur dan mengadakannya??? Maka hanya orang gila saja yang mempercayainya.
3. Pendalilan dari sisi syariat. Yaitu dalil syariat tentang adanya wujud Allah . Bahwa kitab-
kitab samawiyah (langit) semuanya menyatakan demikian. Hukum-hukum yang ada pada kitab-kitab
tersebut yang terkandung didalamnya kemashlahatan bagi makhluk-Nya, maka itu sebagai bukti
bahwa kitab-kitab tersebut datang dari Rabb Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui
kemaslahatan hamba-Nya.
4. Dalil Indrawi. Yaitu bukti dengan indrawi tentang adanya wujud Allah , maka dapat di tinjau
dari dua sisi.
a. Pertama : Kita sering mendengar dan menyaksikan kejadian-kejadian terkabulnya doa dan
ditolongnya orang-orang yang sedang menghadapi kesulitan. Hal ini menunjukkan secara nyata dan
pasti akan adanya Allah .
Dalam Al-Quran Allah berfirman, Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika Dia berdoa, dan
Kami memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan Dia beserta keluarganya dari bencana yang
besar. (Al-Anbiya: 76). Dan juga firman-Nya, (Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan
kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: Sesungguhnya aku akan mendatangkan bala
bantuan kepada kamu dengan seribu Malaikat yang datang berturut-turut. (QS. Al-Anfaal: 9)
Dalam shahih Bukhari dari shahabat Anas Bin Malik , Bahwa ada seorang arab badui yang masuk
ke mesjid pada hari Jumat dan tatkala itu Rasulullah sedang berkhutbah, berkata si badui, Ya
Rasulullah! Telah musnah harta benda dan telah kelaparan manusia, berdoalah kepada Allah (agar
menurunkan hujan) untuk kami. Mendengar hal itu Rasulullah pun segera mengangkat kedua
tangannya berdoa kepada Allah dan tidak terlihat sedikitpun awan di langit-langit. Dia berkata,
Mulailah muncul dan terkumpul awan laksana gunung dan beliau tidak turun dari mimbar sampai
aku melihat air hujan membasahi dan menetes dari jenggotnya. Pada jumat berikutnya berdirilah
orang badui tersebut atau orang lain sambil mengatakan, Ya Rasulullah! Telah roboh bangunan-
bangunan dan telah tenggelam harta benda terendam air, berdoalah kepada Allah (Agar
menghentikan hujan) untuk kami! Kembali Rasulullah menengadahkan kedua tangannya berdoa
kepada Allah, Ya Allah! (Turunkan) sekitar kami dan bukan kepada kami. Lalu beliau menunjuk
kesuatu arah dan hujanpun reda. (HR. Bukhari, Kitabul Jumah, bab Raful Yadaini fid-Dua)
Terkabulnya doa adalah perkara yang senantiasa disaksikan sampai pada hari kita ini dan hal itu bagi
orang-orang yang benar-benar jujur dalam bersandar dan berlindung kepada Allah serta memenuhi
syarat-syaratnya.
b. Kedua : Adanya tanda-tanda kenabian yang disebut dengan mujizat yang disaksikan atau
yang didengar oleh manusia adalah sebagai bukti dan dalil yang kuat dan pasti akan adanya Dzat yang
mengutus para rasul tersebut. Karena semua perkara yang terjadi di luar jangkauan manusia diadakan
oleh Allah untuk memperkuat dan menolong rasul-rasul-Nya.
Sebagai contoh mujizatnya Nabi Musa tatkala Allah memerintah ia untuk memukul tongkatnya ke
laut dan setelah ia pukulkan terbelahlah laut menjadi 12 jalan yang sangat lebar sedangkan air berada
di antara jalan-jalan tersebut laksana gunung. Allah berfirman, Lalu Kami wahyukan kepada Musa:
Pukullah lautan itu dengan tongkatmu. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah
seperti gunung yang besar. (QS. As-Syuara : 63)
Contoh yang lain adalah mujizatnya Nabi Isa yang mana dia mampu menghidupkan orang yang
sudah mati dan membangkitkannya dari kuburan dengan izin Allah . Allah berfirman : Dan aku (Isa
) menghidupkan orang mati dengan seizin Allah. (QS. Ali-Imran : 49)
Dan Allah juga berfirman,


Dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-
Ku. (QS. Al-Maidah: 110)
`Contoh yang lain adalah mujizat Nabi Muhammad tatkala orang-orang Quraisy menuntut beliau
untuk menunjukkan kepada mereka tanda-tanda kenabian, maka beliau menunjuk kearah bulan dan
terbelahlah bulan saat itu juga. Kejadian tersebut disaksikan oleh orang-orang Quraisy dan Allah
berfirman akan hal ini,


Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin)
melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: (Ini adalah) sihir yang terus
menerus. (QS. Al-Qomar: 1-2)
Inilah ayat-ayat yang bisa disaksikan dan dirasakan oleh panca indera yang dijalankan oleh Allah
untuk memperkuat dan menolong rasul-rasul-Nya sebagai bukti nyata dan pasti akan keberadaan
Allah .
Mungkin ada saja yang bertanya, Apakah ada orang yang mengingkari keberadaan Allah ? Sehingga
permasalahan yang sudah jelas seperti ini dibahas di sini. Dalam realitas, mungkin saja kita temui
orang yang mengatakan Saya tidak percaya Tuhan itu ada! atau perkataan lain semisal dengan itu
yang intinya tidak mempercayai keberadaan Pencipta alam semesta ini. Dengan sombong mereka
mengatakan, Alam ini ada dengan sendirinya, semua ada dengan sendirinya!. Kita berlindung
kepada Allah dari ucapan orang-orang kafir seperti ini.
Maka, secara akal sehat, dengan sedikit saja pemaparan di atas, kita dapat mengetahui kebodohan
orang-orang ateis (tidak mengakui adanya Tuhan) seperti ini. Hanya kepada Allah kita meminta
perlindungan dari pemikiran seperti ini.
Semoga Allah senantiasa menjaga kita untuk dapat memeluk agama Allah , agama Islam yang haq
(benar) hingga maut menjemput kita. Amiin yaa mujiibas sailiin.



Iman kepada Allah Taala adalah pedoman dari kehidupan rohaniah, sumber ketenangan dan
ketenteraman diri serta langkah awal dari semua bentuk kebahagiaan. Iman merupakan sebuah
keyakinan yang muncul dari pemahaman diri tentang alam beserta isinya yang berkaitan dengan
kebesaran Sang Khaliq.

Tanda-tanda keimanan dalam diri seseorang dapat terlihat dari amal perbuatan yang dikerjakan,
karena kepribadian diri seseorang merupakan pancaran dari iman yang ada di dalam diri seseorang.

Seseorang dikatakan beriman dengan sebenar-benarnya iman adalah jika ia berbuat kebajikan dan
berada di jalan yang lurus serta meninggalkan kemungkaran karena takut mendapat adzab yang pedih
dari Allah Swt. Hal ini sering kita dengar dengan istilah iman hakiki. Di dalam Al-Quran dijelaskan
bahwa setiap kali terdapat kata iman, pasti tidak akan terlepas dari kata amal shalih. Hal ini
menunjukan bahwa Allah Taala mewajibkan kepada siapa saja yang beriman agar senantiasa
mengikat dirinya dengan amal kebajikan. Karena orang yang beriman kepada Allah lalu diikuti
dengan amal shalih, ia akan mendapatkan tempat yang paling mulia di sisi Allah di akhirat kelak.
Allah berfirman dalam Al-Quran: Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang
beriman dan beramal shalih, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga. (QS. Al-Baqarah: 25)

Dalam ayat lain dikatakan: Sungguh, mereka yang beriman dan mengerjakan kebajikan , kami
benar-benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatan baik itu. (QS.
Al-Kahfi: 30)

Salah satu pengaruh Iman kepada Allah, menjauhkan seseorang dari perbuatan maksiat, kerena
manusia ketika di dalam hatinya memiliki benteng dan pondasi yang kuat (iman) maka tidak ada
satupun yang dapat menyingkirkannya, baik itu dari godaan setan ataupun pengaruh hawa nafsu.

Nabi Saw. bersabda: Tidak berzina orang yang beriman itu, tidak mencuri orang yang beriman itu,
dan tidak minum-minuman keras bagi orang yang minum sedang dalam keadaan beriman.(HR.
Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas menjelaskan bahwa orang yang beriman dan kuat menahan hawa nafsunya, niscaya
Allah pun akan menjaganya dari perbuatan-perbuatan munkar.

Selain menjauhkan diri dari maksiat, adanya iman kepada Allah juga menerangi segala kegelapan
yang meliputi kehidupan kita. Ketika seorang hamba hampir putus asa dalam menghadapi masalah,
namun ia masih memiliki iman kepada Yang Maha Kuasa, maka keputusasaaan itu akan terarah
kepada hal-hal yang positif. Karena ia yakin bahwa Allah lah yang paling berhak merubah keadaan
manusia dengan segala ikhtiar dan tawakkal hambanya.

Allah Taala telah memberi kabar gembira kepada para hamba-Nya yang beriman di dalam Al-
Quran: "Dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada
hatinya. (QS. At-Taghabun: 11). Pada ayat lain dikatakan: Dan sungguh, Allah memberi petunjuk
bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus. (QS. Al-Hajj: 54)

Mengingat Allah
Salah satu tujuan hidup kita adalah menikmati kententeraman dan kenyamanan atas segala nikmat
yang dikaruniakan Allah kepada kita. Mengingat Allah (dzikrullah) adalah washilah untuk mencapai
kebahagaiaan di dunia dan akhirat. Mengingat Allah adalah salah satu wujud keimanan seorang
hamba kepada-Nya yang juga merupakan konsumsi ruhiah setiap hamba Allah. Allah berfirman:
Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingat allah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Rad: 28)

Mengingat Allah (dzikrullah) juga merupakan salah satu wujud cinta seorang hamba kepada sang
Khaliq. Dengan menyebut dan mengingat-Nya, seorang hamba akan mendapatkan cinta dan rahmat
dari-Nya sebagai balasan untuknya. Ayat-ayat berikut merupakan bukti nyata akan janji Allah kepada
hambanya yang senantiasa berdzikir kepadanya: Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat
kepadamu. (Aku) limpahkan rahmat dan ampunan kepadamu. (QS.Al-Baqarah: 152)

Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah dengan mengingat (namanya) sebanyak-
banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat
kepadamu dan para malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu) agar Dia mengeluarkan kamu
dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang
beriman. (QS.Al-Ahzab: 41-43)

Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, maka Allah telah menyediakan
untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS.Al-Ahzab: 35)

Jika sebelumnya, al-Quran menyebutkan beberapa keutamaan dzikir, maka pada ayat lain juga
dikatakan bahwa orang yang berpaling dari Allah dan lidahnya kering dari menyebut nama-Nya serta
hatinya jauh dari mengingat Allah, maka manusia itu akan tersesat dan terlempar ke jurang
kebinasaan. Dan barang siapa berpaling dari mengingat Allah Yang Maha Pengasih, kami biarkan
setan (menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya. Dan sunguh , mereka (setan-setan itu) benar-
benar menghalang-halangi dari jalan yang benar, sedang mereka menyangka bahwa mereka
mendapat petunjuk .(QS.Az-Zukhruf: 36-37)

Orang yang berpaling dari mengingat Allah dan jauh dari petunjuknya, maka Allah menjadikan setan
sebagai pemimpin yang membawa dan menghiasi hidupnya dengan segala bentuk perbuatan maksiat.

Iman Kepada Allah
Last Updated on Friday, 10 December 2010 04:12 Written by Rudy Hermawan Saturday, 03 April
2010 10:26

Muslim beriman kepada Allah dalam arti membenarkan eksistensi Allah Tabaraka wa Ta'ala, bahwa
Allah Azza waJalla Pencipta langit dan bumi, bahwa Allah mengetahui alam ghaib dan alam nyata,
bahwa Allah Tuhan segala sesuatu sekaligus pemiliknya, bahwa tidak ada Tuhan yang berhak
disembah kecuali Dia, bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, bahwa Allah Mahaagung dan Mahatinggi
yang bersifatkan seluruh kesempurnaan, dan bersih dari semua kekurangan.


Dalil-dalil wahyu:
1. Firman Allah di surat Al-A'raaf:54, yang artinya:
Sesungguhnya Tuhan kalian ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan
cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk
kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah, Mahasuci Allah,
Tuhan semesta alam.
Surat Al-Qishash:30, yang artinya:
Hai Musa, sesungguhnya Aku Allah, Tuhan semesta alam.
Surat Thaha:14, yang artinya:
Sesungguhnya Aku ini Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
Dan masih banyak lagi beberapa ayat yang menjelaskan tentang eksistensi-Nya.
2. Penjelasan seratus dua puluh empat ribu para nabi, dan para rasul tentang eksistensi Allah Ta'ala,
tentang pemeliharaan-Nya terhadap seluruh alam, tentang penciptaan-Nya terhadap seluruh alam,
tentang pengelolaan-Nya terhadapnya, tentang nama-nama, dan sifat-sifat-Nya. Tidak ada seorang
pun dari para nabi, dan para rasul melainkan ia pernah diajak bicara oleh Allah Ta'ala, atau Allah
mengutus malaikat kepadanya, atau memasukkan ke dalam hatinya sesuatu yang ia yakini sebagai
firman, dan wahyu-Nya kepadanya.
Penjelasan sejumlah orang-orang pilihan tersebut mustahil dikatakan bohong oleh akal manusia, dan
mustahil sejumlah besar orang tersebut sepakat bohong, dan mustahil mereka menjelaskan sesuatu
yang tidak mereka ketahui, tidak bisa diwujudkan, dan mereka tidak meyakini kebenarannya, padahal
mereka manusia pilihan, orang-orang yang bersih jiwanya, orang yang paling lurus akalnya, dan
orang yang paling benar ucapannya.
3. Keimanan miliaran manusia kepada eksistensi Allah, penyembahan mereka, dan ketaatan mereka
kepada-Nya. Pada saat yang sama, manusia biasanya membenarkan seseorang atau dua orang, atau
jama'ah, atau umat, atau sejumlah orang yang tidak bisa dihitung berdasarkan dalil akal dan fitrah
tentang kebenaran apa yang mereka imani, apa yang mereka jelaskan dari Allah Ta'ala, siapa yang
mereka sembah, dan kepada siapa mereka mendekatkan diri.
4. Penjelasan jutaan ulama tentang eksistensi Allah Ta'ala, sifat-sifat-Nya, nama-nama-Nya,
pemeliharaan-Nya terhadap segala sesuatu, dan kekuasaan-Nya atas segala sesuatu. Selain itu, mereka
menyembah-Nya, taat kepada-Nya, mencintai karena-Nya, dan marah karena-Nya.

Dalil-dalil akal:
1. Keberadaan berbagai alam, dan beragam makhluk yang kesemuanya bersaksi atas keberadaan
Penciptanya, yaitu Allah Azza wa Jalla. Akal memandang mustahil keberadaan sesuatu tanpa
penciptanya, demikian halnya dengan alam semesta ini.
2. Keberadaan firman Allah Azza wa Jalla di tangan kita yang bisa kita baca, renungkan, dan pahami
makna-maknanya. itu semua dalil tentang keberadaan Allah Azza wa Jalla, karena mustahil ada
firman tanpa ada pihak yang memfirmakannya, mustahil ada ucapan tanpa ada pihak yang
mengucapkannya.
3. Adanya sistem yang cermat ini dalam bentuk ketentuan-ketentuan alam pada makhluk, penciptaan,
dan pengembangan semua makhluk hidup di alam raya ini.
(disadur dari buku Ensiklopedia Muslim atau Minhajul Muslim oleh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi,
terbitan Darul Falah)

You might also like