You are on page 1of 22

1

LAPORAN KASUS
BENJOLAN DI PERGELANGAN TANGAN
Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah
di RSUD Tugurejo Semarang


Pembimbing:
dr. Rudiansyah Harahap, Sp.OT

Disusun Oleh :
Andika Retno Ayuni
H2A008005

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2014


2

I. PENDAHULUAN
Tumor tulang merupakan kelainan pada sistem musculoskeletal yang
bersifat neoplastik. Tumor dalam arti yang sempit berarti benjolan, sedangkan
setiap pertumbuhan yang baru dan abnormal disebut neoplasma. Tumor dapat
bersifat jinak atau ganas. Tumor ganas tulang dapat bersifat primer yang
berasal dari unsur-unsur tulang sendiri atau sekunder dari metastasis
(infiltrasi) tumor-tumor ganas organ lain ke dalam tulang. Tulang-tulang
primer 65,8% bersifat jinak dan 34,2% bersifat ganas. Ini berarti dari setiap
tiga tumor tulang terdapat satu yang bersifat ganas, Tumor ganas tulang
menempati urutan kesebelas dari seluruh tumor ganas yang ada dan hanya
1,5% dari seluruh tumor ganas organ. Perbandingan insidens tumor tulang
pada pria dan wanita adalah sama. Tumor jinak primer tulang yang paling
sering ditemukan adalah osteoma (39,3%), osteokondroma (32,5%),
kondroma ( 9,8%), dan sisanya oleh tumor jinak yang lain. Osteogenik
sarcoma (48,8%) meupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering
ditemukan, diikuti giant cell tumor (17,5%), kondrosarkoma (10%) dan
sisanya adalah tumor tulang ganas yang lain.
Giant cell tumour (GCT) didefinisikan sebagai neoplasma jinak namun
agresif secara lokal. Asal giant cell tumour tidak diketahui secara pasti.Giant
cell tumour menyerang tulang matur dengan lempeng epifisis yang sudah
tertutup. Diagnosis GCT pada pasien dengan tulang imatur sulit ditegakkan.


II. INSIDENS
Giant cell tumor (osteoklastoma) adalah tumor sel raksasa merupakan
tumor tulang yang mempunyai sifat dan kecendrungan untuk berubah
menjadi ganas dan agresif sehingga tumor ini dikategorikan sebagai suatu
tumor ganas. Tumor sel raksasa menempati urutan ke dua (17,5%) dari
seluruh tumor ganas tulang, terutama ditemukan pada umur 20 - 40 tahun dan
jarang sekali di bawah umur 20 tahun dan lebih sering pada wanita daripada
pria. Gejala utama yang ditemukan berupa nyeri serta pembengkakan
terutama pada lutut dan mungkin ditemukan efusi serta gangguan gerakan
3

pada sendi. Mungkin juga penderita datang berobat dengan gejala- gejala
fraktur (10%). Cooper pertama melaporkan giant cell tumor pada abad ke 18,
pada tahun 1940, Jaffe dan Lichtenstein menjelaskan giant cell tumor untuk
menyingkirkannya dari tumor lain. Abad ke 19 tumor ini dikenal sebagai
myeloid sarcoma dimana lesinya tidak mematikan seperti sarcoma tulang
primer yang lain. Pada 1853, Paget menyebutkan brown or myeloid tumor.
Ahli bedah Perancis, Nelaton, mengetahui bahwa secara klinis dan histologis,
tumor ini hanya lokal agresif. Beliau menyebutnya sebagai tumor of
myelopaxes myelopaxes menjadi osteoklastik giant cells. Virchow
menyebutkan bahwa tumor ini bukan hanya bisa rekuren namun bisa menjadi
ganas. Tahun 1910 Bloodgood menyebut tumor ini bukan hanya bisa rekuren
namun bisa menjadi ganas. Tahun 1910 Bloodgood menyebut tumor ini
menjadi Benign giant cell tumor. Stewart pada 1922, memperkenalkan
dengan osteoklastoma yang dipakai hingga sekarang. 1975, Aegerter dan
Kirkpatrick, setelah membantah tumor ini untuk beberapa tahun, akhirnya
mengakui sebagai osteoklastoma walaupun masih meragukan kebenarannya.
Giant cell tumor biasanya terjadi de novo tapi juga dapat terjadi sebagai
komplikasi penyakit.
Giant cell tumour menduduki peringkat keenam neoplasma tulang primer
yang paling umum, merupakan 20% dari tumor jinak tulang dan 5% dari
tumor tulang primer. Tidak seperti tumor tulang pada umumnya, GCT lebih
banyak diderita oleh perempuan dengan rasio perempuan : laki-laki = 1,3-1,5
: 1. Sekitar 70% pasien GCT berusia 20 sampai 40 tahun dengan insidens
puncak dekade ketiga kehidupan. Sebagian besar GCT terjadi di daerah
epifisis tulang panjang tetapi dapat meluas ke metafisis. Predileksi paling
sering yaitu distal femur, proximal tibia, proximal humerus, dan distal radius.
Tulang lain yang dapat menjadi predileksi adalah sacrum, pelvis, dan anterior
corpus vertebra.
2,3
Klasifikasi tumor tulang menurut WHO ditetapkan berdasarkan kriteria
histologis, jenis diferensiasi sel-sel tumor yang diperlihatkan dan jenis
matriks interseluler yang diproduksi. Dalam hal ini dipertimbangkan sifat-
4

sifat tumor, asal-usul sel serta pemeriksaan histologis menetapkan jenis tumor
bersifat jinak atau ganas. Sel-sel dari musculoskeletal berasal dari mesoderm
tapi kemudian berdiferensiasi menjadi beberapa sel osteoklas, kondroblas,
fibroblast dan mieloblas. Oleh karena itu klasifikasi tumor tulang berdasarkan
atas asal sel, yaitu bersifat osteogenik, kondrogenik atau mielogenik.


gambar 1 : distribusi giant cell tumour berdasarkan usia dan jenis kelamin

III. LOKASI
Lebih dari 75% GCT terjadi pada atau dekat dengan epifisis tulang
panjang setelah lempeng epifiseal sudah tertutup. Tumor ini juga biasanya
timbul pada akhir tulang kanselosa pada tulang panjang. Hampir sebagian
dari tumor ini terjadi pada distal femur, proksimal tibia dan fibula. Sering
juga terjadi pada distal radius, proksimal femur,sacrum dan humerus. Pada
sekitar 10 kasus, vertebra di atas sakrum merupakan tempat lesi primernya,
dan 3 kasus melibatkan tulang kraniofasial.
Pada tulang belakang, GCT sering berlokasi pada corpus vertebra,
prosesus spinosus atau prosesus tranversus. Daerah yang jarang ditemukan
GCT adalah pada patella, iga dan tulang karpal. Tulang pada tangan dan kaki
ditemukan GCT pada 6% kasus. GCT dapat meluas hingga kartilago
artikular.

5


gambar 2 : predileks giant cell tumur


IV. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut WHO ditetapkan berdasarkan atas kriteria histologis,
jenis diferensiasi sel-sel tumor yang diperlihatkan dan jenis interseluler matriks
yang diproduksi. Dalam hal ini dipertimbangkan sifatsifat tumor, asal usul serta
pemeriksaan histologis menetapkan jenis tumor bersifat jinak atau ganas.
Sel-sel dari muskuloskeletal berasal dari mesoderm tapi kemudian
berdiferensiasi menjadi beberapa sel osteoklas, kondroblas, fibroblas dan
mieloblas. Oleh karena itu sebaiknya klasifikasi tumor tulang berdasarkan atas
asal sel, yaitu bersifat osteogenik, kondrogenik atau mielogenik. Meskipun
demikian terdapat kelompok yang tidak termasuk dalam kelompok tumor yaitu
kelainan reaktif (reactive bone) atau hamartoma yang sebenarnya berpotensi
menjadi ganas.
Beberapa hal yang penting sehubungan dengan penetapan klasifikasi, yaitu :
6

1. Jaringan yang mudah menyebar tidak selalu harus merupakan jaringan asal
2. Tidak ada hubungan patologis atau klinis dalam kategori khusus
3. Sering tidak ada hubungan antara kelainan jinak dan ganas dengan unsur-
unsur jaringannya, misalnya osteoma dan osteosarkoma.

Klasifikasi tumor tulang menurut WHO tahun1972
ASAL SEL JINAK GANAS
Osteogenik

Osteoblastoma
Osteoma
Osteoblastoma
Osteoid Osteoma
Osteosarkoma
Parosteal osteosarkoma
Kondrogenik

Fibroma kondromiksoid
Kondroma
Osteokondroma
Kondrosarkoma
Kondrosarkoma juksta
kortikal
Kondrobalstoma
Fibroma kondromiksoid
Kondrosarkoma mesenkim
Giant cell tumor Osteoklastoma
Mielogenik Sarkoma Ewing
Sarkoma Retikulum
Limfosarkoma
Mieloma
Vaskuler

Intermediate:
Hemangio-endotelioma
Hemangio-peristoma
Hemangimona
Limfangioma
Tumor glomus
Angisarkoma
Jaringan Lunak



Fibroma desmoplastik
Lipoma


Fibrosarkoma
Liposarkoma
Mesenkimoma ganas
Sarkoma tak
berdiferensiasi
7

Tumor Lain Neurinoma
Neurofibroma
Kordoma
Adamantimoma

Tumor tanpa klasifikasi Kista Soliter
Kista Aneurisma
Kista juksta-artikuler
Defek Metafisis
Granuloma eosinofil
Displasia fibrosa
Miositis osifikans
Tumor Brown
Hiperparatiroidisme


Klasifikasi menurut TNM, yaitu:
T = Tumor induk
TX tumor tidak dapat dicapai.
T0 tidak ditemukan tumor primer.
T1 tumor terbatas dalam periost.
T2 tumor menembus periost.
T3 tumor masuk dalam organ atau struktur sekitar tulang.
N = Kelenjar limf regional
N0 tidak ditemukan tumor di kelenjar limf.
N1 tumor di kelenjar limf regional.
M = Metastasis jauh
M0 tidak ditemukan metastasis jauh.
M1 metastasis jauh.

V. STAGING
Enneking dan Campanacci membuat sistem staging untuk operasi giant
cell tumour, yang menitikberatkan pada temuan radiologis dan berhubungan
dengan prognosis.
8

Staging giant cell tumour menurut Campanacci adalah sebagai berikut :
Stage 1 : lesi terbatas pada tulang
Stage 2 : lesi meluas hingga ke korteks
Stage 3 : 1- melibatkan sendi
2- metastasis jauh
Enneking mengemukakan suatu sistem klasifikasi stadium TGC
berdasarkan klinis radiologis-histopatologis sebagai berikut:
Stage 1: Stage inaktif/laten:
(i) klinis, tidak memberikan keluhan, jadi ditemukan secara
kebetulan, bersifat menetap/tidak ada proses pertumbuhan
(ii) radiologis, lesi berbatas tegas tanpa kelainan korteks tulang
(iii) histopatologi, didapat gambaran sitologi yang jinak, rasio sel
terhadap matriks rendah.
Stage 2: stage aktif:
(i) klinis: didapat keluhan, ada proses pertumbuhan
(ii) radiologis: lesi berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, ada
gambaran septa di dalam tumor. Didapati adanya bulging
korteks tulang
(iii) histopatologis: gambaran sitologi jinak, rasio sel tehadap
matriks berimbang.
Stage 3: stage agresif:
(i) klinis: ada keluhan, dengan tumor yang tumbuh cepat
(ii) radiologis: didapatkan destruksi korteks tulang, sehingga tumor
keluar dari tulang dan tumbuh ke arah jaringan lunak secara
cepat; didapati reaksi periosteal segitiga Codman, kemungkinan
ada fraktur patologis
(iii) histopatologis: gambaran sitologi jinak dengan rasio sel terhadap
matriks yang tinggi, bisa didapat nukleus yang hiperkromatik,
kadang didapat proses mitosis.


9

VI. GEJALA KLINIS
a. Nyeri
Pasien biasanya merupakan dewasa muda yang datang dengan keluhan
nyeri dalam dan persisten di ujung tulang panjang, paling sering di daerah
lutut.
b. Pembengkakan
Bengkak sering menyertai keluhan nyeri. Selain disebabkan tumor itu
sendiri, pembengakakan dapat disebabkan oleh efusi yang reaktif. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan benjolan yang hangat.
c. Fraktur patologis
Fraktur patologis terjadi pada sekitar 10 sampai 15 persen kasus.


VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
a. X-RAY
Foto polos sangat penting untuk menemukan lokasi lesi,
keadaan matriks tulang, tepi lesi, reaksi periosteal, dan keadaan jaringan
lunak. Gambaran radiologis dari TGC tulang pada foto polos menurut
Campanacci mempunyai gambaran yang sangat khas, yaitu:
(i) stadium I: lesi osteolitik berbatas tegas tanpa deformasi
korteks tulang dan dapat disertai reaksi sklerotik di sekitar
lesi;
(ii) stadium II: lesi osteolitik berbatas tegas disertai gambaran
septa/trabekulasi di dalam tumor yang terlihat membagi lesi
tumor dalam beberapa kompartemen disertai deformitas
korteks tulang berupa bulging/ ekspansif dan
penipisan/erosi korteks serta terlihat perluasan lesi tumor ke
subartikular dan ke metafisis
(iii) stadium III: telah didapatkan adanya erosi dan destruksi
korteks tulang disertai perluasan tumor ke metafisis,
10

subartikular dan keluar dari tulang masuk ke jaringan lunak
secara cepat yang terlihat sebagai soft tissue mass (massa
jaringan lunak). Dapat terlihat reaksi periosteal berupa
segitiga Codman bila terdapat fraktur patologis.
Septa mungkin dapat dilihat di lesi pada 3357% pasien;
sebenarnya septa ini merupakan pertumbuhan nonuniform dari tumor
tersebut. Tumor ini biasanya sudah membesar pada waktu ditemukan,
dengan diameter kurang lebih 57 cm Sebanyak 85% TGC tulang yang
didiagnosis melalui foto polos terdapat di bagian akhir dari tulang
panjang; dan kurang lebih 50% terjadi pada tulang sekitar lutut. Lokasi
dari tumor ini sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Kebanyakan
letaknya eksentrik dan biasanya sampai ke subartikular. TGC yang
didiagnosis pada vertebra sangatlah jarang terjadi (5%). Sakrum adalah
tulang belakang yang sering terkena. Tumor ini biasanya sampai
meliputi korpus vertebra.
Pada foto polos daerah destruksi TGC pada korpus vertebra
terlihat di bagian posterior dan tumor ini dapat menyebabkan hancurnya
korpus vertebra dan kompresi saraf-saraf tulang belakang. Ketepatan
untuk diagnosis TGC pada tulang-tulang ekstremitas dengan
menggunakan foto polos sangat tinggi. Pada tulang belakang ketepatan
diagnosis tidak terlalu tinggi karena TGC sulit dibedakan dengan tumor
tipe lain.
11















12

b. CT-scan
Pemeriksaan CT-scan membantu menentukan luas dekstruksi
korteks secara tepat dan lokasi optimal untuk cortical window.
Pada CT Scan dapat ditemukan gambaran gambaran
karakteristik yang sama dengan foto polos. Marginal sklerosis,
destruksi korteks, dan massa jaringan lunak dapat terlihat lebih jelas
pada CT Scan dibandingkan foto polos. Gambaran dari fluid-fluid level
kadang-kadang dapat terlihat. Pada CT Scan akan terlihat adanya lesi
heterogen dengan area berukuran kecil, berbentuk bulat dengan densitas
yang rendah di dalamnya. Tepi lesi tumor licin dikelilingi oleh
expanded shell yaitu berupa lapisan tipis dari tulang atau periosteum,
disertai gambaran trabekulasi di dalam tumor disertai kelainan korteks
tulang berupa bulging/ ekspansif dengan penipisan/erosi korteks dan
terlihat perluasan lesi tumor ke metafisis dan subartikular dan bila
dibiarkan lesi akan meluas ke intraartikular disertai adanya erosi dan
destruksi korteks tulang (blow out) dan pertumbuhan jaringan tumor ke
luar dari tulang masuk ke jaringan lunak dengan batas tumor yang
suram (karena sudah bercampur dengan jaringan lunak) yang disebut
sebagai massa ekstraosseus
c. MRI
Pemeriksaan MRI diindikasikan ketka tumor telah mengikis
korteks dan dicurigai adanya keterlibatan neurovaskular. Pemeriksaan
MRI dapat membantu mengevaluasi penetrasi subkondral.

d. Bone Scan
Bone scan akan menunjukkan penurunan ambilan radioisotop di
tengah lesi (doughnut sign).


2. Biopsi
Pemeriksaan biopsi dapat dilakukan dengan metode frozen section
bersamaan dengan tindakan operasi maupun secara terpisah. Sediaan
diambil dari area yang nekrosis dan hemoragis. Pada pemeriksaan
13

histologi didapatkan gambaran giant cell berinti banyak dengan sel stroma
yang homogen, berinti satu yang bulat atau oval. Nukleus sel stroma yang
identik dengan nukleus giant cell merupakan gambaran histologi yang
khas pada GCT yang membedakan dengan kondisi lain yang mengandung
giant cell.












Gambar 4 : gambaran mikoroskopis giancell tumour (dikutip dari
kepustakaan
3
)


VIII. TERAPI
Intervensi pembedahan adalah terapi primer dari TGC, tindakan
pembedahan tergantung dari stadium (berdasarkan Eneking) dan lokasi lesi
tumor.Tindakan bedah terhadap TGC dapat berupa:
stadium I : kuretase di mana setelah tindakan kuret dapat disusul
dengan pengisian rongga tumor dengan bone graft dan atau dengan
bone cement
stadium II : reseksi, tindakan ini dilakukan pada tulang yang
expendable seperti tulang distal ulna, proksimal fibula
14

stadium III : reseksi yang disusul dengan tindakan rekonstruksi dapat
dilakukan dengan cara:
- atrodesis sendi, biasanya dilakukan terhadap sendi lutut untuk
tumor yang berlokasi di distal femur/proksimal tibia dan disebut
sebagai tindakan juvara
- penggantian dengan protese, dilakukan terhadap tumor di
proksimal femur, di mana setelah reseksi dipasang protese
- penggantian dengan autograft proksimal fibula, dilakukan terhadap
tumor di distal radius atau proksimal humerus
- sentralisasi ulna, dilakukan terhadap lesi di distal radius, bila tidak
dilakukan penggantian dengan proksimal fibula.

Pengobatan standar TGC adalah kuretase dan bone graft atau bone
cement, di mana angka rekurensi dilaporkan sampai mencapai 50% atau
lebih bila reseksi intra lesi tidak dilakukan dengan baik. Terapi
menggunakan ajuvan pada TGC di daerah sakrum seperti phenol, hidrogen
peroksidase maupun nitrogen cair harus digunakan dengan hati-hati untuk
meminimalkan trauma pada nerve root di sakrum, sehingga diperlukan
pengawasan terhadap nerve root dalam pengerjaannya. Embolisasi
preoperatif haru dipertimbangkan karena tumor ini hipervaskular.
Embolisasi dapat merupakan terapi paliatif dan atau menyembuhkan pada
kasus di mana tidak dapat dilakukan reseksi. Amputasi dilakukan terhadap
TGC dengan stadium 3 yang lanjut, di mana secara teknis sulit untuk
mendapatkan daerah yang bebas tumor, sehingga satusatunya tindakan
yang dapat menjamin jaringan bebas tumor adalah amputasi. Rekurensi
pasca tindakan paling banyak disebabkan oleh kuretase dan dapat
mencapai hingga 85%. Untuk dapat menekan angka rekurensi paska kuret
maka dianjurkan tindakan kauterisasi thermal dengan menggunakan fenol
5%, alkohol 7090%, bone cement ataupun dengan nitrogen cair dengan
tujuan untuk membersihkan dinding rongga tunor dari selsel tumor yang
mungkin masih tertinggal. Dengan cara ini, maka angka rekurensi paska
15

tindakan kuret dapat ditekan hingga mencapai 20%. Rekurensi paling
sering terjadi dalam jangka waktu 2-3 tahun paska tindakan/pembedahan.
Terapi radiasi paska tindakan bedah dilakukan pada penderita TGC yang
berlokasi di tulang vertebra dan pelvis. Tindakan radiasi dapat
mengakibatkan terjadinya degenerasi maligna di kemudian hari. Angka
kejadian degenerasi maligna berkisar antara 1030% dengan interval
antara radiasidan terjadinya proses keganasan lebih dari 10 tahun.

IX. DIFFERNTIAL DIAGNOSIS
a. Brown Tumour
Gambaran histologis Brown tumour pada hipertiroidisme sulit dibedakan
dengan GCT. Walau bagaimanapun, dsitribusi giant cell pada GCT lebih
seragam dengan jumlah inti sel yang lebih banyak. Selain itu, brown
tumour lebih sering mengenai diapisis dan serum Ca pada GCT normal.

b. Aneurysmal Bone Cyst (ABC)
Giant cell tumour sering berhubungan dengan aneurysmal bone cyst
sekunder. Pemeriksaan radiologi kedua lesi sering tumpang tindih
sehingga tidak dapat dibedakan. Namun demikian, keterlibatan epifisis
pada ABC sangat jarang.

c. Non-ossifying Fibroma
Non-ossifying fibroma terjadi pada pasien yang lebih muda.Lesi lebih
sering terjadi pada metafisis dan dikelilingi oleh zona sklerotik yang
mencolok.

d. Giant Cell Rich Osteosarcoma
Diagnosis GCT sering terjebak oleh lesi osteosarkoma dengan prominen
giant cell. Gambaran histologis lesi ini terdiri dari giant cell dengan jumlah
osteoid minimal dan dikelilingi oleh stroma sel mononuklear yang terdiri
dari sel hiperkromatik dengan sejumlah gambaran mitosis atipik.




16

X. PROGNOSIS
1. Rekurensi
Faktor yang mempengaruhi terjadinya rekurensi adalah :

a. staging tumor
b. batas reseksi
c. agresifitas kuretase yang dilakukan
d. bahan terapi ajuvan yang digunakan
e. sifat biologis tumor
2. Metastasis Paru
Sekitar 5% pasien akan mengalami metastasis ke paru. Sebagian
besar lesi dideteksi setelah satu tahun post operasi. Hipotesis yang
digunakan untuk menjelaskan alasan tumor jinak ini dapat bermetastasis
adalah invasi pembuluh darah dan iatrogenic induced emboli seeding
pada saat operasi. Penanganan yang dapat dilakukan adalah reseksi.
3. Transformasi maligna
Pada 5 -10 %ss kasus mengalami transformasi maligna.







17

BAB III
STATUS PASIEN

3.1. IDENTITAS
Nama : Nn. A
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Campurejo RT 01/II Boja, Kendal
No. CM : 453762

3.2. SUBJEKTIF
3.2.1. Keluhan Utama : Benjolan di pergelangan tangan
3.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik RSUD Tugurejo dengan keluhan benjolan
pada pergelangan tangan. Benjolan tersebut muncul sejak 1 tahun yang
lalu. Awalnya benjolan tersebut kecil, kemudian lama-lama menjadi besar
secara perlahan-lahan. Riwayat trauma tidak ada, riwayat demam tidak
ada, riwayat nyeri ada terutama bila digerakkan, riwayat operasi tumor
sebelumnya tidak ada, riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak
ada
3.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat trauma : Disangkal
- Riwayat operasi : Disangkal
3.2.4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : Disangkal
3.2.5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien belum menikah. Saat ini, pasien berobat menggunakan umum.
3.3. OBJEKTIF
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
18

Tanda Vital :
- Nadi : 88x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
- RR : 24 x/menit
- Suhu : 36,5 C ( axiller )
Kepala : mesosefal
Mata : conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : nafas cuping (-), sekret (-), septum deviasi (-)
Telinga : discharge (-/-), hematom aurikula (-)
Mulut : bibir sianosis (-)
Tenggorokan : T
1
-T
1
, faring hiperemis (-).
Leher : simetris, pembesaran limfonodi (-)
Thorax
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat di ICS V, 2 cm ke medial linea
midclavicularis sinistra.
Perkusi : konfigurasi jantung sulit dinilai
Auskultasi : BJ I-II reguler, bising (-), gallop (-)


Pulmo
Depan
Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi (-)
Palpasi : simetris, ICS melebar (-), tidak ada yang tertinggal
Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), ronki basah
kasar (-/-), ronki basah halus (-/-)
Belakang:
Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi (-)
Palpasi : simetris, ICS melebar (-), tidak ada yang tertinggal
19

stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), ronki basah
kasar (-/-), ronki basah halus (-/-)
Abdomen
Inspeksi : cembung, spider nevi (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal, Bising usus (+) normal
Perkusi : pekak beralih (-), pekak sisi (-), timpani di semua kuadran
abdomen
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrik (-), hepar tidak teraba, lien
tidak teraba, nyeri menjalar ke punggung (-), turgor kembali cepat

Ekstremitas Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Sensibilitas +/+ +/+
Gerak +/+ +/+
Status lokalis
Pada pemeriksaan fisis regio antebrachii dextra tampak massa tumor sebesar
bola tennis dengan ukuran 8 x 6 x 7 cm, padat keras, terfiksir, tidak nyeri
tekan.Gerak aktif dan pasif pada sendi pergelangan tangan kanan terbatas
karena nyeri. Sensibilitas baik, pulsasi arteri radialis teraba dengan capillary
refill < 2 detik


3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
X Foto :
Pada foto antebrachii dextra AP / Lateral, Kesan gambaran Giant Cell
Tumor distal radius dextra.

20



3.5. ASSESTMENT
Diagnosa kerja : Giant Cell Tumor distal radius dextra

3.6. PLANS
Ip.Dx : pemeriksaan histopatologi
Ip.Tx : Operatif : Reseksi
Ip.Mx : KU, Tanda vital pra operasi
Ip.Ex :
Edukasi tentang penyakit yang diderita mengenai penyebab, faktor resiko,
tatalaksana, dan prognosis

3.7. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanam : dubia ad malam




21

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini seorang perempuan berusia 23 tahun datang ke Poliklinik
RSUD Tugurejo dengan keluhan benjolan pada pergelangan tangan. Usia dekade
kedua sampai keempat serta jenis kelamin wanita merupakan salah satu faktor
risiko untuk mengalami giant cell tumor karena giant cell tumor lebih sering
terjadi pada wanita dibandingkan pria. Benjolan tersebut muncul sejak 1 tahun
yang lalu. Awalnya benjolan tersebut kecil, kemudian lama-lama menjadi besar
secara perlahan-lahan. Pertumbuhan yang progresif menandakan bahwa benjolan
ini jinak, namun pada giant cell tumor dapat berubah menjadi agresif atau ganas.
Riwayat trauma dan demam tidak ada, riwayat nyeri ada terutama bila
digerakkan. Tidak adanya demam menunjukkan bahwa benjolan bukan akibat
inflamasi.
Pada pemeriksaan fisis regio antebrachii dextra tampak massa tumor
sebesar bola tennis dengan ukuran 8 x 6 x 7 cm, padat keras, terfiksir, tidak nyeri
tekan.Gerak aktif dan pasif pada sendi pergelangan tangan kanan terbatas karena
nyeri. Sensibilitas baik, pulsasi arteri radialis teraba dengan capillary refill < 2
detik. Dalam hal ini sesuai dengan teori bahwa giant tumor cell seringkali terjadi
pada atau dekat dengan epifisis tulang panjang setelah lempeng epifiseal sudah
tertutup. Predileksi paling sering yaitu distal femur, proximal tibia, proximal
humerus, dan distal radius
Pada foto antebrachii dextra AP / Lateral, Kesan gambaran Giant Cell
Tumor distal radius dextra. Berdasarkan foto tersebut didapatkan gambaran
adanya penipisan korteks, sehingga giant cell tumor ini dapat diklasifikasikan
sebagai stage II dengan terapi reseksi.





22

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansyur Romi . 2007. Preliminary study on congenital anomaly in dr.
Sardjito General Hospital Yogyakarta. Berkala Ilmu Kedokteran: Vol. 39,
No. 4, p. 154-61.
2. David, Arifin. 2006. Pengobatan mutakhir giant cell tumor tulang
(osteoklastoma). Dalam Universa Medicina : April-Juni 2006, Vol.25
No.2.
3. Kamal AF, Aminata IW, Errol Untung Hutagalung. 2007. Giant Cell
Tumor Jaringan Lunak. Dalam Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 11,
Nopember 2007.
4. Soekanto, Ayly. Tumor Jinak Muskuloskeletal. Dalam
http://fk.uwks.ac.id/jurnal/daftar_edisi

You might also like