You are on page 1of 4

Astronomi, Ilmu Pengetahuan yang Terasingkan

Desi Nurillah (123224029)



Astronomi? Apa yang anda bayangkan jika mendengar istilah tersebut?
Seringkali pemahaman masyarakat indonesia mengenai apa itu astronomi justru
melenceng jauh. Bagi kebanyakan masyarakat indonesia, istilah astronomi sering
disamakan dengan istilah astrologi yang merupakan ilmu yang membahas mengenai
masalah perbintangan. Pemahaman bahwa astronomi sama dengan astrologi masih
kuat melekat didalam benak sebagian masyarakat Indonesia. Pemahaman lain yang
timbul dan berkembang di masyarakat adalah mengenai pakar astronomi yang selalu di
identikkan dengan seorang astronot, padahal secara kenyataan dua hal ini sangat
berbeda. Pemahaman masyarakat ini timbul akibat adanya ketidakmengertian
masyarakat mengenai hakikat astronomi yang sebenarnya serta apa yang dipelajari
didalamnya.
Pada dasarnya astronomi secara umum merupakan sains yang menggunakan
unsur matematika dan fisika, sehingga astronomi sering dikaitkan dengan perhitungan
dan rumus-rumus yang rumit serta membingungkan. Akibatnya masyarakat
beranggapan bahwa astronomi merupakan ilmu yang membosankan sehingga
menjadikan astronomi ini kurang begitu diminati oleh masyarakat Indonesia. Penyebab
lain adalah astronomi bukan merupakan ilmu yang berhubungan langsung dengan
kehidupan masyarakat Indonesia dan tidak bisa dijadikan sebagai acuan seperti ilmu-
ilmu lain contohnya ilmu kedokteran, ilmu ekonomi maupun ilmu sosial yang sering
dijadikan sebagai pilihan yang umum oleh masyarakat Indonesia.
Jika ditelisik lebih dalam lagi, ternyata astronomi memiliki hubungan yang erat
dengan kehidupan sehari-hari. Astronomi merupakan salah satu cabang dari ilmu fisika
yang melibatkan pengamatan benda-benda langit seperti halnya bintang, planet, komet
maupun galaksi. Serta mengenai fenomen-fenomena alam yang terjadi diluar atmosfir
bumi, misalnya radiasi latar belakang kosmik (radiasi CMB). Secara pokok, astronomi
ini mempelajari pelbagai sisi dari benda-benda langit seperti asal-usul baik sifat
fisika/kimia, meterologi, gerak dan bagaimana pengetahuan akan benda-benda tersebut
serta menjelaskan proses bagaiamana pembentukan dan perkembangan alam semesta.
Berdasakan penjelasan ini tentu kita mengetahui bahwa astronomi tidak hanya
menjelaskan mengenai masalah perbintangan saja, tapi mencakup segala sesuatu yang
ada di dalam alam semesta yang berhubungan dengan manusia dan kehidupannya.
Disini ruang lingkup astronomi begitu luas dan tidak hanya berada pada lingkup
satu negara melainkan untuk seluruh masyarakat diseluruh belahan dunia. Di Indonesia
sendiri, penerapan astronomi telah ada sejak berabad-abad silam. Tahukah anda
bagaimana cara nenek moyang kita menggunakan sistem penanggalan? Atau bagaimana
cara nenek moyang kita menentukan musim kemarau, hujan maupun musim panen?
Dan tentunya yang tidak kalah penting adalah bagaimana cara nenek moyang kita bisa
mengarungi lautan yang begitu luas? Apakah mereka menggunakan peralatan canggih
seperti yang kita gunakan pada saat ini? Jawabannya tentu tidak.
Di indonesia saat belum adanya sistem penanggalan seperti sekarang,
masyarakat setempat menggunakan hasil dari pengamatan gerak langit, dalam hal ini
tentunya adalah gerak matahari dan bulan. Namun, sistem penanggalan yang dilakukan
pada jaman dahulu masih belum secanggih seperti yang dilakukan pada masa sekarang.
Setiap kegiatan yang dilakukan, nenek moyang kita menggunakan peredaran gerak
benda langit untuk, seperti halnya menentukan musim tanam dan musim panen,
bahkan upacara keagamaan serta ritual kepercayaan yang ada pada masa itu juga
menggunakan peredaran gerak benda langit sebagai acuan. Megutip sebuah lagu yang
berjudul Nenek Moyangku Seorang Pelaut, disini terlihat bahwa nenek moyang kita
dahulunya adalah seorang pelaut ulung yang gemar mengarungi samudra luas. Untuk
mengarungi samudra yang sedemikian luasnya, para nenek moyang kita pasti
membutuhkan penunjuk arah, lalu apakah yang digunakan nenek moyang kita pada
masa dahulu? Apakah GPS ataukah Google Earth? Jawabannya tentu bukanlah GPS,
Google Earth maupun peralatan canggih-canggih lain yang ada pada masa sekarang
melainkan rasi-rasi bintang yang mempunyai arti berbeda-beda sesuai dengan bentuk
yang ditampilkan.
Penguasaan nenek moyang terhadap ilmu astronomi ini ditunjukkan dengan
adanya bangunan candi borobudur. Kemegahan candi borobudur ini tidak hanya
menunjukkan kemampuan rancang bangun nenek moyang bangsa Indonesia yang
mengagumkan. Penempatan stupa terawang maupun relief yang terdapat di dinding
candi borobudur menunjukkan mereka terhadap astronomi. Penelitian selama 2,5
tahun yang dilakukan Tim Arkeo-astronomi Borobudur, Institut Teknologi Bandung,
menunjukkan, stupa utama candi Buddha terbesar di dunia itu berfungsi sebagai
gnomon (alat penanda waktu) yang memanfaatkan bayangan sinar Matahari. Ketua Tim
Arkeoastronomi ITB Irma Indriana Hariawang mengatakan bahwa Jatuhnya bayangan stupa
utama pada puncak stupa terawang tertentu pada tingkatan tertentu menunjukkan awal musim
atau mangsa tertentu sesuai Prnatamangsa (sistem perhitungan musim Jawa). Dosen
Astronomi ITB yang juga anggota Tim Arkeoastronomi Borobudur ITB, Ferry M
Simatupang mengatakan, sekitar tahun 800 masehi saat Borobudur dibangun, nenek
moyang bangsa Indonesia sudah mampu menentukan arah utara-selatan dengan benar
menggunakan teknik bayangan Matahari. Sejumlah relief di Candi Borobudur juga
menunjukkan kemampuan nenek moyang bangsa Indonesia dalam penguasaan ilmu
astronomi. Hal itu, menurut Irma, salah satunya ditunjukkan dengan gambar perahu-
perahu pelaut berbagai ukuran di dinding candi. Untuk mampu mengarungi lautan,
dibutuhkan kemampuan navigasi (menentukan arah) yang panduan utamanya bintang-
bintang di langit.
Dengan melihat kehidupan nenek moyang kita di masa lampau, mengapa bagi
sebagian besar masyarakat Indonesia, astronomi tampak begitu asing? Sudah
seharusnya masyarakat Indonesia menyadari bahwa sebenarnya astronomi ini sangat
dekat dengan kehidupan mereka. Sehingga diperlukan upaya dari pihak-pihak tertentu
untuk mengakrabkan astronomi pada masyarakat khususnya masyarakat awam. Seperti
yang dilakukan oleh peneliti astrofisika dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin. Tulisannya yang mendalam mengenai
astronomi, bisa dibuat sesederhana mungkin sehingga ilmu yang dianggap rumit itu
bisa dipahami orang awam. Selain itu, upaya pemerintah juga diperlukan dalam
menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung kegiatan astronomi karena selama ini
Indonesia hanya memiliki sedikit sekali fasilitas pendukung kegiatan astronomi. Hampir
semua kegiatan astronomi terpusat di Observatorium Bosscha dan Planetarium Jakarta.
Pakar astronomi dan pemerintah juga dapat bekerja sama dengan memanfaatkan segala
macam bentuk media yang tersedia sehingga keinginan adanya majalah dan buletin
astronomi bukan hanya sekedar mimpi.
Jika kita ingin menjadi negara maju, kita seharusnya tidak terpukau pada ilmu-
ilmu yang sedang populer tapi kita juga perlu mempelajari mengenai alam dan seisinya
agar kita sadar bahwa masih banyak hal yang luar biasa yang harus diketahui. Akankah
semua itu dapat terwujud? Hanya dengan semangat dari pihak-pihak terkait seperti
pakar astronomi, pemerintah dan masyarakat, kemungkinan cita-cita untuk
mengakrabkan astronomi pada masyarakat dapat terwujudkan. Bukankah kita harus
tetap harus optimis menyikapi segala tantangan? Yuk, mari belajar astronomi !

Refrensi :
http://edukasi.kompas.com/read/2009/07/26/17432018/Aduh..Pengetahuan.Astrono
mi.Pelajar.Minim (Diakses 27 November 2013 10:57)
http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/08/mengakrabkan-astronomi-pada-
masyarakat (Diakses 27 November 2013 11:03)
http://id.wikipedia.org/wiki/Astronomi (Diakses 27 November 2013 11:10)
http://sains.kompas.com/read/2011/05/20/14104237/Jejak.Astronomis.di.Borobudu
r (Diakses 27 November 2013 11:12)
http://sorsow.blogspot.com/2011/05/jejak-astronomis-di-borobudur.html ((Diakses
27 November 2013 10:48)

You might also like