You are on page 1of 2

ANALISIS

Pidana penjara (perampasan kemerdekaan) saat ini banyak mendapat kritik karena pidana
penjara membawa efek-efek negatif, efek negatif pidana penjara sehubungan dengan efek negatif
dengan dirampasnya kemerdekaan seseorang, maupun dilihat dari sudut efektivitas dari pidana
penjara tersebut. Pandangan modern yang lebih bersifat kemanusiaan dan menekankan pada
unsur perbaikan si pelanggar (reformasi, rehabilitasi dan resosialisasi), jelas mengkritik adanya
pidana penjara tersebut, oleh karena itu, dalam sejarah, telah diusahakan mencari alternatif
pidana kemerdekaan di dalam kerangka politik kriminal.
Adapun alternatif dari pidana kriminal untuk anak bermasalah denganhukum adalah dengan
disversi.[2]Tujuan penyelengaraan program-program diversi adalah untuk mencegah terjadinya
kejahatan anak lebih lanjut di masa mendatang. Pencegahan terjadinya kejahatan anak dilakukan
dengan bentuk program seperti: community supervision (pengawasan masyarakat); restitution
(restitusi); compensation (kompensasi); fine (denda); counseling (pemberian nasehat); atau
kegiatan yang melibatkan pihak keluarga (family intervention). Semua program-program diversi
tersebut diharapkan berguna untuk mencegah terjadinya kejahatan anak lebih lanjut. Bertolak
dari tujuan penyelenggaraan Tujuan penyelengaraan program-program diversi adalah untuk
mencegah terjadinya kejahatan anak lebih lanjut di masa mendatang. Pencegahan terjadinya
kejahatan anak dilakukan dengan bentuk program seperti: community supervision (pengawasan
masyarakat); restitution (restitusi); compensation (kompensasi); fine (denda); counseling
(pemberian nasehat); atau kegiatan yang melibatkan pihak keluarga (family intervention). Semua
program-program diversi tersebut diharapkan berguna untuk mencegah terjadinya kejahatan anak
lebih lanjut. Bertolak dari tujuan penyelenggaraan program diversi diatas, maka konsep diversi
dapat digunakan sebagai sarana dalam kebijakan kriminal.
Penuangan formulasi substansi konsep diversi dalam pembaruan hukum dapat digunakan sebagai
sarana mendukung penegakan hukum, karena formulasi substansi dalam konsep diversi yang
dituangkan dalam ketentuan perundang-undangan dapat mengefektifkan penegakan hukum.
Penuangan konsep diversi dalam suatu rumusan Undang-undang akan menjadi petunjuk,
pedoman penegak hukum bagaimana ia harus berbuat dalam melaksanakan aturan-aturan itu.
Program diversi dapat menjadi bentuk restoratif justice[3] jika :
Mendorong anak untuk bertanggung jawab atas perbuatannya;
Memberikan kesempatan bagi anak untuk mengganti kesalahan
yang dilakukan dengan berbuat kebaikan bagi si korban;
Memberikan kesempatan bagi si korban untuk ikut serta dalam
proses;
Memberikan kesempatan bagi anak untuk dapat mempertahankan
hubungan dengan keluarga;
Memberikan kesempatan bagi rekonsiliasi dan penyembuhan
dalam masyarakat yang dirugikan oleh tindak pidana.
Dalam diversi, anak mendapat pembinaan dan pendampingan oleh pekerja sosial,adapun pekerja
sosial memiliki tugas sebagaimana Pasal 68, (1) Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga
Kesejahteraan Sosial bertugas:
membimbing, membantu, melindungi, dan mendampingi Anak dengan melakukan
konsultasi sosial dan mengembalikan kepercayaan diri Anak;
memberikan pendampingan dan advokasi sosial;
menjadi sahabat Anak dengan mendengarkan pendapat Anak dan menciptakan suasana
kondusif;
membantu proses pemulihan dan perubahan perilaku Anak;
membuat dan menyampaikan laporan kepada Pembimbing Kemasyarakatan mengenai
hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan terhadap Anak yang berdasarkan putusan
pengadilan dijatuhi pidana atau tindakan;
memberikan pertimbangan kepada aparat penegak hukum untuk penanganan rehabilitasi
sosial Anak;
mendampingi penyerahan Anak kepada orang tua, lembaga pemerintah, atau lembaga
masyarakat; dan
melakukan pendekatan kepada masyarakat agar bersedia menerima kembali Anak di
lingkungan sosialnya.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana diatas, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga
Kesejahteraan Sosial mengadakan koordinasi dengan Pembimbing Kemasyarakatan.
Adapun kritik terhadap undang-undang ini dianggap ada di Pasal 96, Pasal 100, dan Pasal 101
Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, sebagai batu ujinya bertentangan dengan Pasal 1
ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 24D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sejumlah pasal dalam UU tersebut memuat sanksi
pidana bagi aparat penegak hukum khususnya hakim. Jika hakim melanggar kode etik dalam
membuat putusan maka bisa dikenakan sanksi. Pasal 96 berbunyi penyidik, penuntut Umum, dan
hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 200 juta. Pasal 100 menyebutkan hakim yang
dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
tahun.

You might also like