You are on page 1of 21

1 | P a g e

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penyusun panjatkan ke hadirat Allah S.W.T karena dengan
rahmat-Nya jualah penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul sialadenitis.
Makalah ini ditulis sebagai salah satu tugas makalah Presepsi Sensori STIKES
Surabaya.
Kritik dan saran terhadap makalah ini diharapkan dapat memberi masukan untuk
perbaikan di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan di
bidang keperawatan .











Surabaya, 14 juni 2014



2 | P a g e

DAFTAR ISI

Halaman Judul...........................................................................................................................
Kata pengantar...........................................................................................................................
Daftar Isi.....................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................4
1.3 Tujuan..................................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................
2.1 Definisi................................................................................................................................5
2.2 Etiologi Sialadenitis...5
2.3 Klasifikasi sialadenitis.....6
2.4 Manifestasi Klinis sialadenitis.............................................................................................7
2.5 Patofisiologi ............................................................................................................8
2.6 Penatalaksanaan sialadenitis9
2.7 Pemeriksaan penunjang .........................................................................................9
2.8 Woc sialadenitis........11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................................
3.1 Pengkajian .................................................................................................................12
3.2 Observasi...................................................................................................................13
3.3 Analisa data ...............................................................................................................14
3.4 Diagnosa keperawatan...16
3.5 Intervensi...................................................................................................................16
3.6 Evaluasi.19

BAB IV PENUTUP..
4.1 Simpulan20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................
3 | P a g e

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kelenjar ludah mengandung jaringan tabung kecil yang disebut saluran. Air liur
mengalir melalui saluran tersebut ke dalam mulut. Jika aliran dikurangi atau dihentikan
karena alasan tertentu, bakteri bisa tumbuh. Sialadenitis paling sering terjadi pada kelenjar
parotis (di depan telinga) dan kelenjar submandibular (di bawah dagu). Sialadenitis terjadi
paling sering pada orang dengan kombinasi sebagai berikut: usia yang lebih tua (terakhir 50),
lemah dari penyakit atau mengalami dehidrasi, mulut kering (xerostomia). Aliran air liur
dapat dikurangi pada orang yang sakit atau sembuh dari operasi, atau pada orang tua tertentu.
Sebuah batu (sialolith) atau suatu ketegaran dalam saluran juga dapat mengurangi aliran air
liur. Orang menjalani pengobatan untuk kanker juga rentan terhadap infeksi ini.

Kelenjar submandibula ikut terserang pada 13% keadaan dengan serangan bilateral
pada 5% keadaan. Serangan pada kelenjar submandibula, tanpa disertai serangan pada
kelenjar parotid merupakan perkecualian serta terjadi pada 1% keadaan. Serangan pada
kelenjar submandibula sering berhubungan dengan edema serta dapat meluas menjadi edema
presternal. Pembengkakan kelenjar ludahbelangsung selama satu minggu.

Sialadenitis terjadi karena penurunan fungsi duktus oleh karena infeksi, penyumbatan
atau trauma menyebabkan aliran saliva akan berkurang atau bahkan terhenti. Batu ludah
paling sering didapatkan di kelenjar submandibula. Pada glandula utama, gangguan sekresi
akan menyebabkan stasis (penghentian atau penurunan aliran) dengan inspissations
(pengentalan atau penumpukan) yang seringkali menimbulkan infeksi atau peradangan.
Glandula saliva utama yang mengalami gengguan aliran saliva akan mudah mengalami
serangan organism melalui duktus atau pengumpulan organism yang terbawa aliran darah.

Periode akut dapat dikontrol dengan kombinasi antibiotic. Pada keadaan yang lebih
parah, gejala yang ada dapat dikontrol dengan pengikatan duktus atau parotidektomi
permukaan. Setelah saldo cairan telah dipulihkan, dapat direkomendasikan permen asam
tanpa gula atau permen. Mereka dapat merangsang tubuh memproduksi air liur lebih banyak.
4 | P a g e

Jika infeksi tidak membaik, Anda mungkin memerlukan pembedahan untuk membuka dan
tiriskan kelenjar. Jika sialadenitis disebabkan oleh batu di saluran, batu itu mungkin perlu
dihilangkan dengan operasi. Untuk dapat menangani Sialadenitis dengan baik diperlukan
pengetahuan yang baik pula. Sebagai seorang perawat hendaknya dapat merencanakan
asuhan yang akan diberikan beserta Intervensi yang sesuai bagi penderita Sialadenitis.

1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep Sialadenitis?
b. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Sialadenitis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
a. Menjelaskan konsep Sialadenitis
b. Menjelaskan Konsep Asuhan Keperawatan Sialadenitis
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi sialadenitis
b. Menjelaskan Etiologi sialadenitis
c. Menjelaskan klasifikasi sialadenitis
d. Menjelaskan manifestasi klinis sialadenitis
e. Menjelaskan patofisiologi sialadenitis
f. Menjelaskan penatalaksanaan sialadenitis
g. Menjelaskan pemeriksaan penunjang sialadenitis
h. Menjelaskan Woc sialadenitis
i. Menjelaskan asuhan keperawatan sialadenitis




5 | P a g e

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Sialadenitis
Sialadenitis adalah infeksi berulang-ulang di glandula submandibularis yang dapat
diserati adanya batu (sialolith) atau penyumbatan. Biasanya sistem duktus menderita
kerusakan, jadi serangan tunggal sialadentis submandibularis jarang terjadi. Kelenjar ini
terasa panas, membengkak, nyeri tekan dan merupakan tempat serangan nyeri hebat sewaktu
makan. Pembentukan abses dapat terjadi didalam kelenjar maupun duktus. Sering terdapat
batu tunggal atau multiple (Gordon, 1996).
Sialadenitis merupakan keadaan klinis yang lebih sering daripada pembengkakan
parotid rekuren dan berhubungan erat dengan penyumbatan batu duktus submandibularis.
Penyumbatan tersebut biasanya hanya sebagian dan oleh karena itu gejala yang timbul berupa
rasa sakit postpradial dan pembengkakan. Kadang-kadang infeksi sekunder menimbulkan
sialadenitis kronis pada kelenjar yang tersumbat tersebut, tetapi keadaan ini jarang terjadi.
Kadang-kadang pembengkakan rekuren disebabkan oleh neoplasma yang terletak dalam
kelenjar sehingga penyumbatan duktus (Gordon,1996).
2.2 Etiologi Sialadenitis
Sialadenitis biasanya terjadi setelah obstruksi tetapi dapat berkembang tanpa
penyebab yang jelas. Peradangan kronis dapat terjadi pada parenkim kelenjar atau duktus
seperti batu (sialolithiasis) yang disebabkan karena infeksi (sialodochitis) dari
Staphylococcus aureus, Streptococcus viridians atau pneumococcus. Selain itu terdapat
komponen obstruksi skunder dari kalkulus air liur dan trauma pada kelenjar. Faktor risiko
yang dapat mengakibatkan sialadenitis antara lain dehidrasi, terapi radiasi, stress, malnutrisi
dan hiegine oral yang tidak tepat misalnya pada orang tua, orang sakit, dan operasi (Gordon,
1996).


6 | P a g e

2.3 Klasifikasi Sialadenitis
a. Sialadenitis akut
Sialadenitis akut akan terlihat secara klinik sebagai pembengkakan atau pembesaran
glandula dan salurannya dengan disertai nyeri tekan dan rasa tidak nyaman serta sering juga
diikuti dengan demam dan lesu. Diagnosis dari keadaan sumbatan biasanya lebih mudah
ditentukan dengan berdasar pada keluhan subjektif dan gambaran klinis. Penderita yang
terkena sialadenitis akut seringkali dalam kondisi menderita dengan pembengkakan yang
besar dari glandula yang terkena. Regio yang terkena sangat nyeri bila dipalpasi dan sedikit
terasa lebih hangat dibandingkan daerah dekatnya yang tidak terkena. Pemeriksaan muara
duktus akan menunjukkan adanya peradangan, dan jika terliaht ada aliran saliva, biasanya
keruh dan purulen.
Pasien biasanya demam dan hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis yang
merupakan tanda proses infeksi akut. Pemijatan glandula atau duktus (untuk mengeluarkan
secret) tidak dibenarkan dan tidak akan bisa ditolerir oleh pasien. Probing (pelebaran duktus)
juga merupakan kotraindikasi karena kemungkinan terjadinya inokulasi yang lebih dalam
atau masuknya organism lain, yang merupakan tindakan yang harus dihindarkan. Sialografi
yaitu pemeriksan glandula secara radiografis mensuplai medium kontras yang mengandung
iodine, juga sebaiknya ditunda. Bila terdapat bahan purulen, dilakukan kultur aerob dan
abaerob (Gordon, 1996).
b. Sialadenitis kronis
Infeksi atau sumbatan kronis membutuhkan pemeriksaan yang lebih menyeluruh,
yang meliputi probing, pemijatan glandula dan pemeriksaan radiografi. Palpasi pada glandula
saliva mayor yang mengalami keradangan kronis dan tidak nyeri merupakan indikasi dan
seringkali menunjukkan adanya perubahan atrofik dan kadang-kadang fibrosis noduler.
Sialadenitis kronis seringkali timbul apabila infeksi akut telah menyebabkan kerusakan atau
pembentukan jaringan parut atau pembentukan jaringan parut atau perubahan fibrotic pada
glandula.

7 | P a g e

Tampaknya glandula yang terkena tersebut rentan atau peka terhadap proses infeksi
lanjutan. Seperti pada sialadenotis akut, perawatan yang dipilih adalah kultur saliva dari
glandula yang terlibat dan pemberian antibiotic yang sesuai. Probing atau pelebaran duktus
akan sangat membantu jika sialolit ini menyebabkan penyempitan duktus sehingga
menghalangi aliran bebas dari saliva. Bila kasus infeksi kronis ini berulang-ulang terjadi,
maka diperlukan sialografi dan pemerasan untuk mengevaluasi fungsi glandula.
Jika terlihat adanya kerusakan glandula yang cukup besar, perlu dilakukan ekstirpasi
glandula. Pengambilan submandibularis tidak membawa tingkat kesulitan bedah dan
kemungkinan timbulnya rasa sakit sebagaimana pengambilan glandula parotidea. Karena
kedekatannya dengan n. facialis dan kemungkinan cedera selama pembedahan, maka
glandula parotidea yang mengalami gangguan biasanya dipertahankan lebih lama daripaa jika
kerusakan mengenai glandula submandibula (Gordon, 1996).
c. Sialadenetis supuratif
Sialadenitis supuratif akut lebih jarang terjadi pada glandula submandibularis, dan
jika ada, seringkali disebabkan oleh sumbatan duktus dari batu saliva atau oleh benturan
langsung pada duktus. Dilakukan pemeriksaan kultur dari sekresi purulen dan terapi
antibiotic. Jika batu terletak pada bagian distal duktus (intraoral), batu harus dikeluarkan. Jika
sialolit terletak pada duktus proksimal. Kadang-kadang glandula harus dipotong untuk
mengontrol infeksi akut (Gordon, 1996).
2.4 Manifestasi Klinis Sialadenitis
Gejala yang timbul biasanya unilateral dan terdiri dari pembengkakan dan rasa sakit,
serta trismus ringan. Pada tahap ini belum dapat dilakukan penentuan diagnosa yang dapat
ditentukan bila telah terjadi serangan berulang kali. Pembengkakan terjadi selama 2-10 hari
dan serangan terulang kembalisetelah beberapa minggu atau bulan. Pembengkakan yang
rekurens dan nyeri didaerah kelenjar submandibula (Haskel, 1990).
Demam terjadi jika timbul infeksi, menggigil, dan nyeri unilateral dan pembengkakan
berkembang. Kelenjar ini tegas dan lembut difus, dengan eritema dan edema pada kulit di
atasnya. Nanah sering dapat dinyatakan dari saluran dengan menekan kelenjar yang terkena
dampak dan harus berbudaya. Focal pembesaran mungkin menunjukkan abses. Sekresi air
8 | P a g e

liur yang sangat kental dapat dikeluarkan dari duktus dengan melakukan penekanan pada
kelenjar. Kelenjar ini dapat terasa panas dan membengkak (Haskel, 1990).

2.5 Patofisiologi Sialadenitis
Terjadi penurunan fungsi duktus oleh karena infeksi, penyumbatan atau trauma
menyebabkan aliran saliva akan berkurang atau bahkan terhenti. Batu ludah paling sering
didapatkan di kelenjar submandibula. Pada glandula utama, gangguan sekresi akan
menyebabkan stasis (penghentian atau penurunan aliran) dengan inspissations (pengentalan
atau penumpukan) yang seringkali menimbulkan infeksi atau peradangan. Glandula saliva
utama yang mengalami gengguan aliran saliva akan mudah mengalami serangan organism
melalui duktus atau pengumpulan organism yang terbawa aliran darah (Gordon, 1996).
Tahap awal sialadenitis ditandai dengan akumulasi bakteri/virus, neutrofil, dan cairan
inspissated dalam lumen struktur duktal. Kerusakan epitel duktal menimbulkan sialodochitis
(peradangan periductal), akumulasi neutrofil dalam stroma kelenjar, dan selanjutnya nekrosis
asinus dan pembentukan mikro abses. Tahap kronis dimulai saat terjadi episode berulang dan
ditandai oleh kerusakan lebih lanjut asinus ludah dan pembentukan folikel getah bening
periductal.
Pada sialadenitis sklerosiskronis, terjadi berbagai tingkat peradangan (dimulai dengan
limfositik sialadenitis menyebar menjadi sirosis kelenjar ludah yang mengenai sel asinus)
dapat disebabkan oleh obstruksidari saluran-saluran air liur oleh microliths, yang
menyebabkan infeksi, atau dari reaksi kekebalan melalui pembentukan folikel getah bening
sekunder. Pada sialadenitis autoimun, respon terhadap antigen yang tak diketahui pada
parenkim kelenjar ludah menyebabkan terjadinya aktivasisel T dan B yang dapat
menginfiltrasi interstitium, yang kemudian menyebabkan kerusakan asinus dan pembentukan
pulau epimyoepithelial. Hal ini meningkatkan kemungkinan mengembangkan B-sel limfoma.



9 | P a g e

2.6 Penatalaksanaan Sialadenitis
Pada semua keadaan, lubang masuk duktus harus diperlebar dengan beberapa probe
lakrimal. Batu pada duktus dapat dikeluarkan dengan membuat insisi ke duktus dari mukosa
mulut. Batu yang terletak lebih di dalam, memerlukan insisi linear eksternal.
Bila faktor penyebab tidak dapat dihilangkan, sebaiknya usahakan untuk
memperbesar aliran dengan cara mengunyah permen karet. Periode akut dapat dikontrol
dengan kombinasi antibiotic dan massage kelenjar. Pada keadaan yang lebih parah, gejala
yang ada dapat dikontrol dengan pengikatan duktus atau parotidektomi permukaan.
Pengikatan duktus hanya dilakukan bila ada hiposekresi yang hebat, mialnya bila
sindrom sicca atau kerusakan kelenjar telah sangat besar. Bila kecepatan sekresi tinggi,
parotidektomi merupakan indikasi.
Kadang-kadang terjadi infeksi akut pada kelenjar yang tersumbat, dan perawatan
dengan antibiotic (terutama penisilin) diperlukan sebelum perawatan yang lebih menyeluruh
dilakukan.
Langkah pertama adalah untuk memastikan Anda memiliki cukup cairan dalam tubuh
Anda. Anda mungkin harus menerima cairan intravena (melalui pembuluh darah).
Berikutnya, Anda akan diberikan antibiotik untuk menghancurkan bakteri. Setelah saldo
cairan telah dipulihkan, dokter gigi Anda dapat merekomendasikan permen asam tanpa gula
atau permen. Mereka dapat merangsang tubuh memproduksi air liur lebih banyak. Jika
infeksi tidak membaik, Anda mungkin memerlukan pembedahan untuk membuka dan
tiriskan kelenjar. Jika sialadenitis disebabkan oleh batu di saluran, batu itu mungkin perlu
dihilangkan dengan operasi (Haskel, 1990).
2.7 Pemeriksaan Penunjang Sialadenitis
Hasil pemeriksaan menunjukkan pembengkakan elastic yang nyeri serta pre-aurikular,
dengan kulit di atasnya normal. Lubang masuk duktus meradang dan jumlah sekresi ludah
berkurang, sedang massage kelenjar dapat menghasilkan kotorsn flokulen kental disertai
aliran ludah yang deras.
10 | P a g e

Radiograf pada bidang postero-anterior bagian depan duktus, dengan film yang
diletakkan pada pipi dapat menunjukkan batu, bila batu tersebut memang ada.
Sialograf harus dilakukan pad setiap keadaan diantara serangan akut yang satu ke
serangan berikut, dan dapat menunjukkan pembesaran duktus utama, penyempitan, cacat
radiolusen (baturadiolusen), sialektasis (sindrom sicca), atau pada keadan yang sangat parah,
ketidak teraturan yang menyeluruh. Keadaan abnormal terbatas pada cabang duktus dan
daerah-daerah yang berhubungan dengannya.
Pemeriksaan jumlah ludah yang berkurang memang dianjurkan, untuk
membandingkan aliran dari kelenjar ini dengan kelenjar lain, tetapi cara pemeriksaan ini
masih dalam penelitian. Kanula Lashley dipasang pada tiap duktus atau ludah ditampung
setelah paien mengunyah permen karet atau setelah dilakukan penyuntikan pilokarpin secara
intravena. Kecepatan aliran ludah yang normal 1 ml per menit dan pada sebagian bear
keadaan tersebut biasanya bersifat bilateral.
Bila terdapat sindrom sicca, dapat terjadi penurunan sekresi yang simetris. Prognosa
keadaan ini berhubungan dengan kecepatan sekresi, prognosa lebih baik bila volume sekresi
normal atau sedikit berkurang.
Pembengkakan rekuren (submandibula) disebabkan oleh neoplasma yang terletak
dalam kelenjar yang menimbulkan penyumbatan duktus. Hasil pemeriksaan menunjukkan
kelenjar submandibula yang membesar, keras, dan pembengkakan dapat dilihat dengan
meminta pasien mengingat makanan yang disenanginya atau mengiap jeruk. Hasil
pemeriksaan juga menunjukkan berkurangnya aliran ludah dari duktus yang terserang.
Hasil pemeriksaan radiograf yang oblique dan oklusal dari dasar mulut menunjukkan
adanya batu. Perawatan dari keadaan ini meliputi pengeluaran batu bila batu terletak di atas
otot milohoid atau memotong kelenjar bila batu terletak di bawah daerah yang masih dapat
dicapai secara intra-oral. Pemotongan kelenjar juga perlu dilakukan bila gejala yang hebat
timbul berulang kali. Keadaan ini, seperti terlihat pada hasil sialograf, berhubungna dengan
kerusakan kelenjar yang sangat luas dan sialektasis yang mungkin berasal dari infeksi atau
penyempitan duktus (Gordon, 1996).

11 | P a g e

2.8 WOC Sialadenitis



















Infeksi karena kuman
bakteri staphylococcus
ureus,TB,virus
mumps,HIV
Pnyakit autoimun
sindrom
sjogren,SLE,Scleros
ing sialadenitis
Penyumbatan
Kalkulus,tumor
Penyebab lainnya
Sarkoidosis,malnut
risi,pngobatan
kanker
Akumulasi
bakteri/virus,neutrofi,d
an cairan inspissated
dlm lumen struktur
duktal
Peradangan
periductal
Selanjutnya nekrosis
asinus dan pmbentukan
mikroabses
Kerusakan lebih lnjut
asinus ludah dan
pembentukan folikel
getah bening
periductal
Presdisposisi
oral hygiene buruk
tindakan
pmbedahan
(anaestesi general)
RESPON INFLAMASI
SISTEMIK
MK:HIPERTERMI
SIALADENITIS
SIALADECTOMI
MK: KECEMASAN
RESPON INFLAMASI
LOKAL
SENSITIVITAS
SERABUT SARAF
LOKAL
NYERI
MK:INTAKE NUTRISI TDK
ADEKUAT,ANOREKSIA,MA
LAISE.
12 | P a g e

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Identitas/ biodata klien
Nama :Tn. RA
TTL :Surabaya, 18 September 1954
Umur :56 tahun
Jenis Kelamin :Laki-laki
Agama :Islam
Warga Negara :Indonesia

Penanggung Jawab
Nama :Ny. P
Alamat :Jln. Kalijudan 11 surabaya
Hubungan dengan klien :istri
b. Keluhan Utama
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan rasa nyeri pada daerah leher tepatnya di
rahang bawah yang mengalami pembengkakan disertai kulit memerah dan demam.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Seorang pasien bernama Tn. RA datang pada bulan Oktober 2010 ke rumah sakit
dengan keluhan nyeri pada leher tanpa diketahui penyebabnya. Nyeri ini dirasakan sejak 4
hari yang lalu disertai bengkak dan kulit memerah pada daerah rahang bawah. Nyeri semakin
hebat saat pasien menelan makanan. Nyeri menyebabkan nafsu makan berkurang dan BB
menurun 0,5 kg sejak klien merasa nyeri. Setelah melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit,
pasien didiagnosa sialadenitis.
13 | P a g e

d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu, Pasien mengaku sering mengalami stomatitis (sariawan)
serta gusi berdarah.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga, Keluarga tidak ada yang menderita Sialadenitis.
f. Keadaan Lingkungan, Pasien bertempat tinggal di lingkungan yang kurang bersih.

3.2 Observasi
3.2.1 Keadaan Umum
a. Suhu : 38C
b. Nadi : 84 /menit
c. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
d. RR : 25 /menit
e. BB sekarang : 54,5 kg
f. BB awal : 55 kg
g. Tinggi badan : 162 cm
3.2.2 Pemeriksaan Persistem
B1 (breathing) : Nafas normal.
B2 (blood) : Takikardi karena rasa cemas akibat rasa nyeri.
B3 (brain) : GCS normal (4 5 6), pasien composmentis.
B4 (bladder) : Normal.
B5 (bowel) : Nafsu makan menururn, porsi makan menurun dan BB turun.
B6 (bone) : Kelemahan otot pada bagian rahang bawah (submandibula) akibat adanya
kemerahan karena pembengkakan.


14 | P a g e

3.3 Analisis Data

No Data Etiologi Masalah
1. Data Subjektif :
Nyeri menelan pada rahang
bawah (kelenjar
submandibula)
Nyeri muncul saat
mengunyah makanan
Data objektif :
Berkurangnya sekresi
kelenjar saliva
Didapatkan nyeri pada
skala 6
Gangguan sekresi saliva
Penghentian/Penurunan aliran
saliva
Nyeri
2. Data subjektif:
Ada pembengkakan
Data objektif :
Inflamasi pada kelenjar
submandibular
Infeksi oleh Staphylococcus
aureus, Stertococcus viridians
atau pneumococcus
Gangguan sekresi saliva
Penghentian/Penurunan aliran
saliva
Pengentalan/Penumpukan
saliva
Peradangan
Risiko Infeksi
3. Data subjektif:
Tidak nafsu makan
Gangguan sekresi saliva
Penurunan aliran saliva
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
15 | P a g e




Tidak mengkonsumsi
makanan yang terlalu kasar
Badan lemas karena
kurang energi
Data objektif:
BB menurun 0,5 kg dari
berat awal menjadi 54,5 kg
dalam 4 hari
BB awal = 55 kg
BB normal sesuai tinggi
seharusnya = 55,8 kg
TB: 162 cm
Porsi makan berkurang
Nyeri saat menelan


4 Data subjektif:
Badan menggigil
Data objektif:
Suhu tubuh meningkat dari
keadaan normal: 38C
Gangguan sekresi saliva
Penurunan aliran saliva
Pengentalan saliva
Inflamasi
Pembengkakan
Demam

Hipertermi
16 | P a g e

3.4 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan penurunan sekresi saliva.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya penumpukan bakteri.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan.
4. Hipertermi berhubungan dengan peradangan akibat infeksi virus.
3.5 Intervensi
1. Diagnosa: Nyeri berhubungan dengan penurunan sekresi saliva.
Tujuan: mengatasi rasa nyeri
Kriteria hasil:
a. Produksi saliva kembali normal
b. Nyeri berkurang ditandai dengan:
Penurunan skala nyeri dari 6 menjadi 2
RR kembali normal = 20x/menit

No. Intervensi Rasional
1. Kolaborasi
Berikan obat analgesic

Menghilangkan rasa nyeri
2. Mandiri
Identifikasi dan batasi makanan yang
menimbulkan ketidak-nyamanan,
misalnya makan yang terlalu keras
atau susah dikunyah.

Makanan dengan konsistensi makanan
yang tinggi dapat mengrangi rasa nyeri
saat menelan
3. Mandiri
Berikan klien permen karet dan
ajarkan untuk mengunyah

Meningkatkan produksi saliva


17 | P a g e

2. Diagnosa: Infeksi berhubungan dengan adanya penumpukan bakteri.
Tujuan: mencegah dan menghambat penyebaran infeksi.
Kriteria hasil:
1. Infeksi teratasi
a. Tidak ada inflamasi ditandai dengan tidak ada warna merah pada bagian luar
submandibula atau rahang bawah.
b. Bakteri mati
c. Leukosit kembali normal: 8.000 sel/mm3
No. Intervensi Rasional
1. Kolaborasi
Berikan obat antibiotic sesuai indikasi

Menurunkan kolonisasi bakteri dan
mencegah infeksi
2. Kolaborasi
Periksa darah lengkap pasien

Menegetahui jumlah leukosit
3. Mandiri
Ajarkan pada pasien tentang oral
hygiene

Mencegah bakteri berkembang biak
akibat kurangnya kebersihan rongga
mulut/oral hygiene.

3. Diagnosa: nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
menelan.
Tujuan: Memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh.
Kriteria Hasil:
a. Kebutuhan metabolismme tubuh terpenuhi
b. Pasien tidak lagi terlihat lemah
c. Nutrisi terpenuhi
d. BB kembali seperti awal: 55 kg
18 | P a g e

No Intervensi Rasional
1 Kolaborasi
Berikan terapi nutrisi. Lakukan diet
TKTP (tinggi kolesterol, tinggi
protein). Diet lunak dan
mengkonsumsi makanan yang tidak
merangsang.

Kebutuhan nutrisi klien kembali terpenuhi.
2 Mandiri
Buat pilihan menu dan ijinkan klien
untuk memilih sebanyak mungkin.

Memberikan variasi menu pada klien
sehingga nafsu makan klien meningkat.

4. Diagnosa: Hipertermi berhubungan dengan peradangan akibat infeksi virus.
Tujuan: Mengatasi masalah peningkatan suhu tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi
akibat virus.
Kriteria Hasil:
a. Badan tidak menggigil
b. Suhu tubuh kembali normal 37C

No Intervensi Rasional
1 Kolaborasi
Berikan obat penurun panas.

Demam dapat diatasi (suhu tubuh kembali
normal).
2 Mandiri
Berikan kompres hangat.

Melancarkan aliran pembuluh darah dan
menjadikan suhu tubuh kembali normal.
3 Mandiri
Anjurkan banyak minum bila

Mencegah dehidrasi akibat kekurangan cairan
19 | P a g e

tidak ada kontraindikasi. yang dapat meningkatkan suhu tubuh akibat
infeksi.
4 Mandiri
Anjurkan klien untuk bedrest
total.

Memulihkan kondisi tubuh dengan mencegah
adanya peningkatan suhu tubuh serta
mengembalikan pada suhu tubuh normal.

3.6 Evaluasi
1. Rasa nyeri berkurang ditandai dengan berkurangnya rasa nyeri.
2. Infeksi bakteri berkurang ditandai dengan berkurangnya inflamasi.
3. Kebutuhan nutrisi terpenuhi ditandai dengan berat badan yang meningkat.
4. Tidak terjadi demam ditandai dengan suhu tubuh kembali normal.











20 | P a g e

BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Sialadenitis adalah infeksi berulang-ulang di glandula submandibularis yang dapat
diserati adanya batu atau penyumbatan. Biasanya sistem duktus menderita kerusakan, jadi
serangan tunggal sialadentis submandibularis jarang terjadi. Kelenjar ini terasa panas,
membengkak, nyeri tekan dan merupakan tempat serangan nyeri hebat sewaktu makan.
Pembentukan asbes dapat terjadi didalam kelenjar maupun duktus. Sering terdapat batu
tunggal atau multiple.
Peradangan kronis pada Sialadenitis dapat terjadi pada parenkim kelenjar atau duktus
seperti batu (sialolithiasis) yang disebabkan karena infeksi (sialodochitis) dari
Staphylococcus aureus, Streptococcus viridians atau pneumococcus. Selain itu terdapat
komponen obstruksi skunder dari kalkulus air liur dan trauma pada kelenjar. Faktor risiko
yang dapat mengakibatkan sialadenitis antara lain dehidrasi, terapi radiasi, stress, malnutrisi
dan hiegine oral yang tidak tepat.








21 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2010. Sialadenitis. http://en.wikipedia.org/wiki/Sialadenitis, diakses tanggal
23 Oktober 2010
2. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku
3. Kedokteran EGC
4. Greenberg. 2005. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan. Jakarta: Erlangga
5. Ngastiyah. 2007. Perawatan Pada Anak. Jakarta: EGC
6. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: EGC
7. Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC
8. Haskel, R. 1990. Penyakit Mulut. Jakarta: EGC
9. Lewis, Michel A.O. 1998. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut. Jakarta: Widya Medika
10. Lynch, Malcolm A. 1997. Oral Medicine. United States of America: Lippincott
Raven Publishe

You might also like