LATAR BELAKANG Malnutrisi akut berat mengakibatkan 1 juta kematian di antara anak-anak setiap tahunnya. Menambahkan pemberian antibiotik rutin sebagai terapi nutrisi dapat meningkatkan tingkat pemulihan dan menurunkan angka kematian pada perawatan anak-anak dengan gizi buruk akut berat di masyarakat. METODE In this randomized, double-blind, placebo-controlled trial, we randomly assigned Malawian children, 6 to 59 months of age, with severe acute malnutrition to receive amoxicillin, cefdinir, or placebo for 7 days in addition to ready-to-use therapeutic food for the outpatient treatment of uncomplicated severe acute malnutrition. The primary outcomes were the rate of nutritional recovery and the mortality rate. Dalam percobaan secara acak, double-blind, dan juga dengan kontrol placebo, kami secara random menentukan anak-anak pada daerah Malawian, yang beruia 6 hingga 59 bulan, dengan malnutrisi akut berat yang akan menerima amoxicillin, cefdinir, atau placebo selama 7 hari selain menggunakan nutrisi terapeutik untuk pengobatan pasien rawat jalan pada malnutrisi akut berat tanpa komplikasi. RESULTS A total of 2767 children with severe acute malnutrition were enrolled. In the amoxicillin, cefdinir, and placebo groups, 88.7%, 90.9%, and 85.1% of the children recovered, respectively (relative risk of treatment failure with placebo vs. amoxicillin, 1.32; 95% confidence interval [CI], 1.04 to 1.68; relative risk with placebo vs. cefdinir, 1.64; 95% CI, 1.27 to 2.11). The mortality rates for the three groups were 4.8%, 4.1%, and 7.4%, respectively (relative risk of death with placebo vs. amoxicillin, 1.55; 95% CI, 1.07 to 2.24; relative risk with placebo vs. cefdinir, 1.80; 95% CI, 1.22 to 2.64). Among children who recovered, the rate of weight gain was increased among those who received antibiotics. No interaction between type of severe acute malnutrition and intervention group was observed for either the rate of nutritional recovery or the mortality rate. Total dari 2767 anak yang terdaftar dengan malnutrisi akut berat. Pada grup amoxicillin, cefdinir, dan kelompok placebo, 88,7%; 90,9%; dan 85,1% dapat sembuh, masing-masing (risiko relative dari kegagalan terapi dengan placebo vs amoxicillin, 1.55; 95% CI, 1.07 hingga 2.24; risiko relative dengan placebo vs cefdinir, 1.80; 95% CI, 1.22 hingga 2.64). Diantara anak-anak yang membaik, pertambahan dari berat badan meningkat dintara anak-anak yang mendapatkan terapi antibiotic. Tidak terdapat interaksi antara tipe malnutrisi akut berat dan kelompok intervensi yang diobservasi dari perbaikan nutrisi atau angka mortalitas. CONCLUSIONS The addition of antibiotics to therapeutic regimens for uncomplicated severe acute malnutrition was associated with a significant improvement in recovery and mortality rates. (Funded by the Hickey Family Foundation and others; ClinicalTrials.gov number, NCT01000298.). Pemberian antibiotic sebagai terapi untuk malnutrisi akut berat tanpa komplikasi dapat dihubungkan dengan perbaikan yang signifikan terhadap angka kesembuhan dan kematian. (Funded by the Hickey Family Foundation and others; ClinicalTrials.gov number, NCT01000298.). Kontribusi malnutrisi akut berat secara keseluruhan memberikan beban terhadap morbiditas dan mortalitas yang sangat besar, lebih dari 20 juta anak dengan keparahan di seluruh dunia. 1 angka yang tak terhingga pada kwashiorkor, dan kasus yang fatal selain anak yang dirawat inap hingga mencapai 50%. 1,2 Selama beberapa dekade, manajemen utama untuk malnutrisi akut berat didasarkan pada rehabilitasi rawat inap dengan diberikan susu yang formulas utnuk meningkatkan daya tahan tubuh. 3 Namun, pedoman konsensus internasional sekarang merekomendasikan penggunaan terapi makanan siap saji (RUTF) konsisten dan biasanya kandungannya kaya akan pasta kacang, susu bubuk, minyak, gula, dan suplemen mikronutrien - dalam keadaan pasien rawat jalan sebagai manajemen pilihan untuk kasus malnutrisi tanpa komplikasi. 4 Meskipun hasil yang nyata lebih baik diamati pada pasien rawat jalan ini perlu direvisi, 10-15% dari anak-anak masih tidak mengalami perbaikan, bahkan dalam konteks uji klinis terkontrol secara teliti. Bahkan perbaikan sederhana dalam angka pemulihan dan kematian dapat berarti ribuan nyawa diselamatkan setiap tahunnya. Banyak penelitian, 6-15 tapi tidak semua, 16,17 menunjukkan prevalensi tinggi infeksi klinis yang signifikan antara anak-anak dirawat di rumah sakit dengan gizi buruk. Pengamatan ini memastikan dalam pedoman pengobatan merekomendasikan penggunaan agen antibiotik rutin bahkan untuk anak-anak yang dilakukan rawat jalan, 4 meskipun pada pasien rawat jalan sangat kecil kemungkinannya untuk memiliki infeksi sistemik daripada pasien dengan kasus rumit yang memerlukan rawat inap. Rekomendasi untuk penggunaan antibiotik secara rutin berdasarkan pendapat ahli dan belum diuji secara langsung dalam uji klinis 18 ; dan data observasi menunjukkan bahwa antibiotik tidak diperlukan dan bahkan mungkin berbahaya pada anak-anak dengan gizi buruk tanpa komplikasi akut parah (misalnya, anak-anak dengan nafsu makan yang baik dan tidak ada tanda-tanda klinis sepsis). 19
Sebagian besar anak dengan gizi buruk akut berat sekarang dapat dirawat di pos kesehatan desa di seluruh dunia. 20,21 Memberikan terapi antibiotik selain RUTF untuk semua anak yang kekurangan gizi dalam keadaan ini tidak hanya menjadi kompleks dan mahal tapi bisa dibilang tidak perlu atau bahkan berbahaya. 19 Kami melakukan uji coba klinis prospektif untuk menentukan apakah pemberian rutin antibiotik oral sebagai bagian dari pengelolaan rawat jalan malnutrisi akut berat pada anak-anak di Malawi dikaitkan dengan hasil yang lebih baik. Pedesaan Malawi merupakan perwakilan dari agraria sub-Sahara Afrika dan dihuni terutama oleh subsisten farmers. 22 Diperkirakan 11% dari populasi orang dewasa di Malawi terinfeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV), dan 53% dari anak-anak terhambat (tinggi badan-usia skor z kurang dari -2). 23
METODE STUDI POPULASI DAN PERSYARATAN We enrolled children from December 2009 through January 2011 at 18 feeding clinics in rural Malawi. Each childs weight, length, and mid-upper-arm circumference were measured. Children who were 6 to 59 months of age, with edema (indicative of kwashiorkor), a weight-for-height z score of less than 3 (indicative of marasmus), 24 or both (marasmic kwashiorkor), were eligible for enrollment. Each eligible child was given a 30-g test feeding of RUTF 25 under the supervision of a nurse to verify that the child was an appropriate candidate for outpatient therapy. Children who were too ill to consume the test dose in the clinic were hospitalized for inpatient management. Detailed descriptions of the study methods are provided in the Supplementary Appendix and the study protocol, both of which are available with the full text of this article at NEJM.org. Kami mendaftarkan anak-anak dari Desember 2009 hingga Januari 2011 di 18 feeding clinic di pedesaan Malawi. Berat, panjang, dan lingkar lengan atas masing- masing anak diukur. Anak-anak yang berusia antara 6 sampai 59 bulan, dengan edema (indikasi kwashiorkor), skor z berat-untuk-tinggi (BB/PB) kurang dari -3 (indikasi marasmus), 24 atau keduanya (kwashiorkor - marasmic), yang memenuhi syarat untuk pendaftaran. Setiap anak berhak diberi tes makanan 30-g RUTF 25 di bawah pengawasan perawat untuk memverifikasi bahwa anak tersebut adalah kandidat yang tepat untuk terapi rawat jalan. Anak-anak yang tampak sakit berat untuk mengkonsumsi dosis uji klinik dirawat di rumah sakit untuk manajemen rawat inap. Deskripsi rinci metode penelitian yang disediakan dalam Lampiran Tambahan dan protokol penelitian, yang keduanya tersedia dengan teks lengkap artikel ini di NEJM.org. Pengawasan Studi Studi ini disetujui oleh etika dewan dari University of Malawi, Washington University di St Louis, dan pemerintah Malawi. Sebuah dan kemanannya di pantau oleh monitor pemantau mengenai efek samping dan hasil studi interim. Pengasuh anak-anak yang memenuhi syarat disediakan informed consent lisan dan tertulis sebelum pendaftaran. Antibiotik yang dibeli dengan biaya dari Rumah Sakit Anak dan Farmasi St Louis. RUTF dibeli dengan biaya dari Proyek Peanut Butter, yang berpusat di Blantyre, Malawi. Penulis pertama dan terkahir menjamin keakuratan dan kelengkapan data dan analisis yang dilaporkan, serta kebenaran laporan sebagai protokol penelitian. Desain Studi Dan Intervensi Random, double-blind, uji klinis terkontrol plasebo ini membandingkan hasil gizi dan mortalitas di antara anak-anak dengan gizi buruk tanpa komplikasi akut berat yang menerima pengobatan sebagai pasien rawat jalan dengan atau tanpa antibiotik. Semua anak menerima konseling standar dan RUTF yang tersedia sekitar 175 kkal per kilogram berat badan per hari. Satu kelompok menerima 80 sampai 90 mg suspensi amoksisilin per kilogram per hari, dibagi menjadi dua dosis sehari-hari; kelompok kedua menerima sekitar 14 mg suspensi cefdinir per kilogram per hari, dibagi menjadi dua dosis harian. Suspensi amoksisilin yang digunakan 250 mg per 5 ml, dan dosis yang akan diberikan kepada setiap anak didasarkan pada jumlah bulat yang dapat diberikan oleh apoteker penelitian lapangan dengan menggunakan tanda-tanda pada syringe plastik; pembulatan serupa dosis obat yang digunakan untuk cefdinir. Kelompok kontrol menerima plasebo dua kali sehari. Pengasuh diperintahkan untuk mengelola obat studi selain RUTF selama awal 7 hari terapi. STUDY PROCEDURES Any child whose condition substantially deteriorated during the study or who was still malnourished after six follow-up visits was referred for inpatient care. Children who did not return for follow-up visits were visited at home by community health workers and a member of the study team. Children were considered to have recovered when they were without edema and had a weight-for-height z score of 2 or higher. Children who withdrew from the study, were still malnourished after six follow-up visits, were hospitalized for any reason during the study, or died were considered to have had treatment failure. PROSEDUR STUDI Semua peserta ditugaskan untuk masing masing kelompok studi mereka ketika pengasuh menarik amplop buram mengandung salah satu dari sembilan surat kode sesuai dengan salah satu dari tiga kelompok intervensi. Pengasuh dan personil yang terlibat dalam studi penilaian dan analisis data klinis tidak menyadari tugas intervensi. Obat dan plasebo dibagikan dalam botol plastik buram, dengan jarum suntik plastik ditandai dengan dosis yang tepat untuk anak. Setelah distribusi intervensi penelitian, perawat menginstruksikan setiap pengurus dalam penggunaan jarum suntik untuk memberikan obat studi dan mengawasi pemberian dosis pertama di klinik. Setelah pendaftaran dari mendapatkan instruksi dari pengurus, setiap anak dibebaskan dari rumah dengan diberikan studi pengobatan dan pasokan RUTF selama 2 minggu. 25 Jika penghuni rumah termasuk anak yang sehat dan mendekati usia untuk menjadi peserta ke peserta dan dengan siapa saja berbagi makanan, penjatahan tambahan RUTF diberikan. Anak-anak dijadwalkan untuk kunjungan tindak lanjut dalam interval 2 minggu, pada saat pengukuran antropometri diulang; pengasuh juga ditanya tentang sejarah interim anak dan kepatuhan terhadap intervensi yang diberikan. Anak-anak yang terus memiliki pitting edema atau skor z berat-untuk-tinggi (BB/PB) di bawah 2 pada kunjungan follow-up 24 dalam studi tetap menerima konseling gizi dan asupan RUTF lainnya selama 2 minggu. Setiap anak yang kondisinya memburuk secara substansial selama penelitian atau yang masih kekurangan gizi setelah enam kunjungan tindak lanjut dirujuk untuk rawat inap. Anak-anak yang tidak kembali untuk kunjungan tindak lanjut dikunjungi di rumah oleh petugas kesehatan masyarakat dan anggota dari tim peneliti. Anak-anak dianggap telah pulih ketika mereka tanpa edema dan memiliki skor z berat-untuk-tinggi -2 atau lebih tinggi. Anak-anak yang menarik diri dari penelitian, masih kekurangan gizi setelah enam kunjungan tindak lanjut, dirawat di rumah sakit untuk alasan apapun selama penelitian, atau meninggal dianggap memiliki kegagalan pengobatan yang diberikan. Secondary outcomes of interest included weight gain, length gain, whether the antibiotics were associated with increased rates of adverse events, and time to recovery. Intention-to-treat analyses were used, and all tests were two-sided. Dichotomous outcomes were compared with the use of the chi-square test and Fishers exact test; continuous variables were compared by means of Students t-test and analysis of variance. The relative-risk ratios for the outcomes in the three intervention groups were also computed, and KaplanMeier plots of time to recovery and time to death were prepared. ANALISIS STATISTIK Poin terakhir paling utama adalah tingkat pemulihan gizi dan angka kematian pada tiga kelompok penelitian. Kami menghitung bahwa 900 sampel anak-anak dalam setiap kelompok akan memberikan studi dengan 80% daya pada tingkat alpha 0,05 untuk mendeteksi pengurangan presentase 4 poin dalam tingkat kegagalan pengobatan dengan perkiraan awal 11% 26 dan pengurangan dari 3,5 persen di tingkat kematian dari awal diperkirakan dari 8%. Selain itu, salah satu analisis subkelompok yang ditetapkan dilakukan untuk mengevaluasi interaksi antara jenis malnutrisi akut berat dan intervensi yang diterima, kemudian dengan menggunakan poin akhir yang utama dari angka pemulihan dan kematian. Interaksi ini dievaluasi dalam model regresi logistik ganda yang termasuk kriteria awal yang secara signifikan berkorelasi dengan hasil utama dalam analisis univariat. Hasil sekunder yang diperhatikan termasuk pertambahan dari berat badan, panjang badan, apakah antibiotik dikaitkan dengan tingkat peningkatan efek samping, dan waktu untuk pemulihan. Tujuan analisis dari pengobatan yang digunakan, dan semua tes dilakukan dua sisi. Hasil pembagian dalam dua bagian dibandingkan dengan penggunaan uji chi-square dan uji Fisher; variabel kontinyu dibandingkan dengan cara t-test dan analisis varians Student. Perbandingan untuk hasil risiko dalam tiga kelompok intervensi juga dihitung, dan Kaplan-Meier plot untuk persiapan waktu pemulihan dan waktu kematian. HASIL STUDI POPULASI Sebanyak 3.212 anak-anak dengan kurang gizi akut berat diidentifikasi dari Desember 2009 hingga Januari 2011; setelah dilakukan kriteria eksklusi pada anak- anak yang memenuhi syarat, studi termasuk 2.767 anak-anak (Gambar. S1 dalam Lampiran Tambahan). Karakteristik dasar dari anak-anak yang terdaftar adalah serupa antara ketiga kelompok (Tabel 1, dan Tabel S1 di Lampiran Tambahan).
Studi Intervensi Dan Sampling Sebanyak 924 anak-anak secara random ditentukan untuk kelompok amoksisilin, 923 untuk kelompok cefdinir, dan 920 pada kelompok plasebo. Pengasuh untuk lebih dari 98% persen dari anak-anak melaporkan bahwa anak dapat menyelesaikan rangkaian seluruh studi selama 7 hari (Tabel S2 dalam Lampiran Tambahan). received amoxicillin, thrush in a child who received cefdinir, and bloody diarrhea that resolved spontaneously while treatment continued in a child who received cefdinir. Children who received placebo had higher rates of cough and diarrhea reported at the first follow-up visit than those who received an antibiotic agent; caretakers of children who received amoxicillin reported cough least frequently, whereas children who received cefdinir had the lowest rate of reported diarrhea (Table S2 in the Supplementary Appendix). Tidak ada kasus alergi parah atau anafilaksis yang teridentifikasi. Sebanyak tiga efek samping yang diduga reaksi obat dilaporkan: ruam umum papular pada anak yang menerima amoksisilin, sariawan pada anak yang menerima cefdinir, dan diare berdarah yang diselesaikan secara spontan saat pengobatan lanjutan pada anak yang menerima cefdinir. Anak-anak yang menerima plasebo memiliki keluhan diare dan batuk lebih tinggi yang dilaporkan pada kunjungan follow-up daripada mereka yang menerima agen antibiotik; ers caretak- anak yang menerima amoksisilin melaporkan batuk paling sering, sedangkan anak-anak yang menerima cefdinir memiliki tingkat terendah dari yang dilaporkan diare (Tabel S2 dalam Lampiran Tambahan).
NUTRITIONAL RECOVERY AND MORTALITY RATES Overall, 88.3% of the children enrolled in the study recovered from severe acute malnutrition (Table 2). Children with marasmic kwashiorkor recovered less frequently and had higher mortality rates than children with either kwashiorkor or marasmus. The proportion of children who recovered was significantly lower among those who received placebo than among those who received either amoxicillin (3.6 percentage points lower; 95% confidence interval [CI], 0.6 to 6.7) or cefdinir (5.8 percentage points lower; 95% CI, 2.8 to 8.7). Deaths accounted for the largest proportion of children who did not recover in each study group and for each type of severe acute malnutrition. The overall mortality rate was 5.4%, but the rate was significantly higher among children who received placebo than among those who received either amoxicillin (relative risk, 1.55; 95% CI, 1.07 to 2.24) or cefdinir (relative risk, 1.80; 95% CI, 1.22 to 2.64). No significant differences in the causes of death, as reported by verbal autopsy (i.e., a structured investigation of events leading to the death), were identified among the three study groups (Table S3 in the Supplementary Appendix). Although the GIZI PEMULIHAN DAN KEMATIAN TARIF Secara keseluruhan, 88.3% dari anak-anak yang terdaftar dalam penelitian pulih dari kekurangan gizi akut parah (Tabel 2). Anak-anak dengan kwashiorkor marasmic lebih jarang ditemukan dan memiliki tingkat kematian lebih tinggi daripada anak-anak dengan baik kwashiorkor atau marasmus. Proporsi anak yang sembuh adalah signif icantly lebih rendah di antara mereka yang menerima plasebo dibandingkan mereka yang menerima baik amoksisilin (3,6 poin persentase lebih rendah, 95% interval fidence con- [CI], 0,6-6,7) atau cefdinir (5,8 poin persentase lebih rendah; 95% CI, 2,8-8,7). Kematian menyumbang proporsi terbesar dari anak-anak yang tidak sembuh dalam setiap kelompok studi dan untuk setiap jenis malnutrisi akut. Angka kematian keseluruhan adalah 5,4%, tetapi tingkat secara signifikan lebih tinggi di antara anak-anak yang menerima plasebo dibandingkan mereka yang menerima baik amoksisilin (risiko relatif, 1,55, 95% CI, 1,07-2,24) atau cefdinir (risiko relatif, 1,80; 95% CI, 1,22-2,64). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam penyebab kematian, seperti dilansir otopsi verbal (yaitu, penyelidikan terstruktur peristiwa yang mengarah ke kematian), diidentifikasi antara ketiga kelompok penelitian (Tabel S3 dalam Lampiran Tambahan). Meskipun perkiraan titik untuk pemulihan gizi lebih tinggi dan orang-orang untuk kematian lebih rendah di antara anak-anak yang menerima cefdinir dibandingkan mereka yang menerima amoksisilin, perbedaan ini tidak signifikan (P = 0.22 untuk pemulihan dan P = 0.53 kematian, untuk perbandingan amoksisilin dan cefdinir dengan regresi logistik). Tingkat pemulihan yang lebih tinggi dan tingkat kematian yang lebih rendah di antara anak-anak yang menerima antibiotik dibandingkan mereka yang menerima plasebo, di sejumlah karakteristik dasar (Gambar. S2 dalam Lampiran Tambahan). HASIL SEKUNDER Anak-anak dengan kwashiorkor marasmic pulih secara signifikan lebih lambat dari anak-anak dengan baik kwashiorkor atau marasmus (Tabel 3). Analisis survival Kaplan-Meier untuk semua anak dalam penelitian menunjukkan bahwa waktu untuk pemulihan lebih pendek pada kelompok cefdinir dibandingkan kelompok amoksisilin atau kelompok plasebo dan lebih pendek pada kelompok amoksisilin dibandingkan pada kelompok plasebo (Gbr. 1A). Demikian pula, anak-anak yang menerima agen antibiotik bertahan lebih lama daripada mereka yang menerima plasebo (Gbr. 1B). Berat badan dari pendaftaran sampai kedua kunjungan follow-up (atau sampai satu tindak lanjut kunjungan untuk anak-anak dengan hanya satu) secara signifikan lebih tinggi di antara anak-anak yang menerima cefdinir dibandingkan mereka yang menerima plasebo. Anak-anak yang menerima baik agen antibiotik juga memiliki peningkatan yang lebih besar pada pertengahan lengan atas lingkar daripada mereka yang menerima plasebo. KARAKTERISTIK DASAR BERKAITAN DENGAN PEMULIHAN Dibandingkan dengan anak-anak yang tidak sembuh, mereka yang sembuh yang signif icantly tua dan lebih mungkin untuk memiliki ayah mereka hidup dan masih di rumah (Tabel S4 dalam Lampiran Tambahan). Di antara anak-anak dengan marasmus kwashiorkor atau marasmic, mereka yang terendah pertengahan lengan atas lingkar dan skor z terendah berat-untuk-tinggi pada saat pendaftaran yang paling mungkin memiliki kegagalan pengobatan atau mati. Anak-anak dengan tinggi badan usia skor z terendah yang paling mungkin untuk pulih. Meskipun hanya 874 dari 2.765 anak (31,6%) dites HIV, mereka yang diketahui HIV-positif Nol, terutama jika tidak menerima terapi antiretroviral, memiliki risiko tertinggi kegagalan pengobatan dan kematian. Gejala infeksi akut dan nafsu makan yang buruk baik pada saat pendaftaran dan pada kunjungan follow-up (Tabel S5 dalam Lampiran Tambahan) juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kegagalan pengobatan. Sebuah model regresi logistik ganda untuk baseline dan intervensi karakteristik yang terkait dengan pemulihan gizi menunjukkan bahwa usia yang lebih muda, kwashiorkor marasmic, pengerdilan lebih besar, HIV posure ex atau infeksi, dan batuk sebelum pendaftaran dikaitkan dengan peningkatan risiko kegagalan pengobatan (Tabel 4). Faktor-faktor ini juga terbukti secara signifikan berkorelasi dengan peningkatan risiko kematian; di samping itu, laporan penjaga sekolah dari nafsu makan yang baik pada saat pendaftaran secara signifikan berkorelasi dengan penurunan risiko kematian. Seperti hasil analisis univariat, penerimaan amoksisilin atau cefdinir sangat berkorelasi dengan hasil yang lebih baik, meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan antara amoksisilin dan cefdinir diamati. Interaksi jangka panjang antara jenis malnutrisi akut parah dan jenis intervensi terbukti tidak signifcant (P = 0.98 untuk pemulihan gizi dan P = 0.45 kematian). PEMBAHASAN Meskipun perbaikan telah dicapai dalam pengobatan malnutrisi akut berat selama dekade terakhir, dengan munculnya dan meluasnya penggunaan RUTF, lebih dari 1 juta anak per tahun masih mengalami kematian karena penyakit ini. 21 Mengingat tingginya insiden malnutrisi akut di seluruh dunia, 1 jumlah anak yang meninggal tetap tinggi, meskipun akumulasi saat ini lebih baik, dengan menerima terapi. 27
Dalam percobaan secara random, placebo terkontrol, dan double-blind ini, kami menemukan bahwa penambahan rutin amoksisilin atau cefdinir sebagai manajemen pada pasien malnutrisi akut berat dikaitkan dengan kemajuan dalam angka pemulihan dan kematian serta perbaikan yang signifikan dalam berat badan dan lingkar lengan atas. 24,4% (95% CI, 4,1-40,4) penurunan tingkat kegagalan dari pengobatan diamati ketika amoksisilin ditambahkan ke terapi rutin dan 38,9% (95% CI, 21,1-52,7) reduksi diamati dengan cefdinir (Tabel 2). Selain itu, 35,6% (95% CI, 6,9-55,4) penurunan angka kematian diamati dengan amoksisilin, dan 44,3% (95% CI, 18,0- 62,2) penurunan angka kematian diamati dengan cefdinir. Hasil sekunder (Tabel 3) juga umumnya konsisten dengan temuan ini, dengan waktu singkat untuk pemulihan dan banyak bertambahnya berat badan dan lingkar lengan atas antara anak-anak yang menerima cefdinir dan waktu lama untuk pemulihan dan sedikit bertambah berat badan dan pertengahan lingkar lengan atas di antara mereka yang menerima plasebo. Penelitian ini dilakukan di subaharan pedesaan Afrika dalam populasi pertanian yang stabil dengan terdapat beban berat kerawanan pangan dan infeksi HIV dan immunodeficiency syndrome, sehingga hasil ini belum tentu berlaku pada populasi lain, dan dengan demikian mereka menjamin validasi dalam konteks lain. Namun, tidak ada interaksi antara jenis malnutrisi akut berat dan kelompok intervensi yang diamati, menunjukkan bahwa faktor ini saja tidak harus membatalkan generalisasi temuan ini. Meskipun hanya sejumlah anak-anak telah diuji untuk HIV, proporsi tinggi anak yang terinfeksi mengalami kegagalan pengobatan atau meninggal (Tabel S4 dalam Lampiran Tambahan), memberikan bukti lebih lanjut untuk kebutuhan untuk memberikan perawatan terpadu untuk infeksi HIV dan malnutrisi sedemikian children.28,29 Selama penelitian ini, kami mengejar strategi agresif untuk menentukan status klinis anak hilang untuk menindaklanjuti. Hampir semua anak-anak yang kita mampu untuk menemukan sebenarnya sudah meninggal atau begitu sakit bahwa mereka harus dirawat di rumah sakit. Akun ini untuk persentase yang lebih tinggi dari kematian dalam studi kami dibandingkan penelitian lain di Malawi, 26,30,31 di mana anak- anak yang mungkin telah dikategorikan hanya sebagai memiliki dengan- ditarik dari penelitian. Amoksisilin digunakan dalam penelitian ini biaya rata-rata $ 2,67 per anak, dan biaya cefdinir adalah $ 7,85 tapi mungkin akan lebih rendah jika digunakan dalam skala besar. Sebagai perbandingan, biaya RUTF adalah sekitar $ 50 untuk kursus terapi. Pengasuh melaporkan kepatuhan yang sangat baik dan tidak melaporkan kesulitan dalam pemberian obat. Di antara anak-anak yang menerima antibiotik, tingkat efek samping yang umum (terutama, diare) lebih rendah daripada mereka di antara anak- anak yang menerima plasebo (Tabel S2 dalam Lampiran Tambahan). Orang mungkin berspekulasi bahwa ini mungkin menyarankan mekanisme potensi efektivitas dalam armamentarium gizi buruk (yaitu, mengurangi tingkat pneumonia bakteri dan dehidrasi diare pada anak-anak immunocompromised). Anak-anak yang terdaftar dalam penelitian ini memiliki rumit kekurangan gizi akut, seperti halnya sebagian besar anak kurang gizi yang hadir untuk perawatan, 21 di bahwa mereka semua menunjukkan nafsu makan yang baik pada saat pendaftaran dan tidak ada tanda-tanda klinis sepsis. Proporsi kecil dari anak-anak yang tidak memenuhi kriteria tersebut dipindahkan ke rawat inap. Pertahanan mukosa (baik pernapasan dan usus) diketahui dikompromikan dalam rangkaian terbatas sumber daya seperti Malawi, 32 terutama di kalangan Studi children.33,34 kurang gizi bakteremia di children11 kurang gizi menunjukkan bahwa infeksi bakteri invasif yang paling parah adalah karena translokasi di ini permukaan mukosa dikompromikan. Jadi, meskipun anak-anak ini tidak secara khusus menunjukkan tanda-tanda sepsis pada saat pendaftaran, antibiotik yang efektif dalam menurunkan risiko komplikasi ini akan berkembang selama pengobatan gizi. Meskipun meningkatnya ancaman resistensi antimikroba di negara berkembang 35-38 tidak dapat diabaikan dan contoh bakteri yang sangat resisten telah diamati pada anak-anak kurang gizi, 39 kami percaya bahwa penggunaan rutin antibiotik adalah pertimbangan serius layak karena diamati benef nya pemulihan gizi dan penurunan risiko kematian pada populasi berisiko tinggi ini spesifik. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa anak-anak dengan gizi buruk tanpa komplikasi akut berat yang memenuhi syarat untuk rawat jalan therapy4 tetap berisiko untuk infeksi bakteri yang parah dan bahwa dimasukkannya rutin antibiotik sebagai bagian dari terapi nutrisi mereka dibenarkan. , Acak, double-blind, plasebo terkontrol studi prospektif ini digantikannya retrospektif kami sebelumnya, studi terkontrol, 19 yang tidak menunjukkan benef itu terapi amoxicillin rutin. Hasil penelitian sebelumnya yang mungkin telah dikacaukan oleh perbedaan besar dalam karakteristik awal antara anak-anak yang menerima antibiotik dan mereka yang tidak dan mungkin juga telah dikacaukan oleh lain, faktor teridentifikasi dalam pelaksanaan protokol makan terapi antara kedua kelompok. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi hasil jangka panjang penggunaan antibiotik rutin pada anak-anak dengan tanpa komplikasi gizi buruk akut parah dan untuk menentukan apakah populasi tertentu sasaran berisiko tinggi dapat didefinisikan baik. Didukung oleh hibah dari Hickey Family Foundation, perjanjian kerjasama (GHN-A- 00-08-00001-00) dengan Akademi Pengembangan Pendidikan Pangan dan Gizi Bantuan Teknis 2 proyek (melalui es Off Kesehatan, Penyakit Menular, dan Gizi, Dinas Kesehatan global, dan Makanan untuk Perdamaian, Amerika Serikat Agency for International Development), dan hibah (T32-HD049338, Dr Trehan, dan UL1- RR024992, untuk konsultasi statistik) dari National Institutes of Health. Pengungkapan bentuk yang disediakan oleh penulis yang tersedia dengan teks lengkap artikel ini di NEJM.org. Kami berterima kasih kepada semua keluarga dan anak-anak yang berpartisipasi dalam studi ini; f ield tim kami penelitian: Horris Chikwiri, Eleanor Chipofya, Rosemary Godwa, Lydia Kamenya, Jackson Makwinja, Jeanne Mbawa, Nester Mwase, dan Vegas Riscado; asisten pengawasan kesehatan setempat dan relawan untuk pekerjaan mereka dalam merekrut pasien; Miranda Nelson dan staf farmasi di Rumah Sakit St Louis Anak untuk bantuan dengan pengadaan persediaan; Kenneth Schechtman untuk bantuan dengan analisis statistik; dan anggota dewan data dan keamanan pemantauan: Lawrence Kazembe (kursi), Gertrude Kalanda, dan ajib Phiri.