You are on page 1of 6

kolesteatoma mungkin terbentuk dari pertumbuhan kedalam epitel berkeratin dari kanalis eksterna melalui bagian atas dari

suatu
perforasi membrana timpani yang luas, setelah suatu penyakit otitis media kronik , ini disebut teori imigrasi.
Metaplasia :
Infeksi akut berulang atau infeksi kronik dari ruang timpani, dapat menyebabkan pertumbuhan metaplasia skuamosa dari mukosa.
Retraksi membran shrapnell:
Bila terjadi tekanan negatif paada ruang telinga tengah, pars flasida akan tertarik ke ruang prussak. Tekanan ini terjadi akibat
obstruksi kronis dari tuba eustachii, selain menyebabkan otitis media sekretoria, juga menyebabkan retraksi yang dalam dari
membrana shrapnell kedalam regio epitimpani, Jadi epitel skuamosa dari membran shrapnell juga tertarik kedalam. Jika lubang dari
kantung ini cukup besar maka debris dari epitel skuamosa akan masuk kanalis eksternus, tetapi bila mengecil maka debris akan
terperangkap didalam kantung dan akhirnya membentuk kolesteatom yang ekspansif.
Invasi melalui perforasi marginal
Perforasi didaerah marginal dari membrana timpani menyebabkan terjadinya hubungan langsung antara epitel skoamosa kanalis
eksterna dengan mukosa telinga tengah. Karena kekuatan tumbuh epitel skuamosa lebih kuat maka epitel skuamosa akan masuk epitel
tengah (mastoid) dalam bentuk lapisan dipermukaan mukosa telinga tengah (mastoid). Kolesteatoma atau lapisan ini tidak mudah
menghilang begitu saja dan toidak mampu melepas debrisnya.
PATOGENESIS
Bila kantong atau kista epitel skuamosa telah terbentuk dalam rongga telinga tengah, selanjutnya akan terbentuk lapisan lapisan
deskuamasi epitel dengan kristal kolesterin mengisi kantong tersebut. Matriks epitel yang mengelilinginya meluas kedalam ruang
ruang yang ada di atik, telinga tengah dan mastoid. Perluasan proses ini diikuti kerusakan tulang dinding atik , tulang tulang
pendengaran dan septa mastoid untuk memberi tempat bagi kolesteatom yang bertambah besar.
Kerusakan atau erosi tulang disebabkan oleh enzim osteolitik atau kolagenase yang disekresi oleh jaringan ikat subepitel. Proses
osteolitik ini disertai osteogenesis dalam mastoid dengan adanya sklerosis, sehingga membatasi ruangan yang tersedia bagi perluasan
kolesteatoma. Proses sklerosis ini diperhebat oleh infeksi yang menyertainya. Kolesteatoma tanpa infeki tidak menggangu
pneumatisasi sehingga timbul masalah yang sulit yaitu mastoid dengan pneumatisasi luas tetapi terisi oleh kolesteatoma , terutama
pada kolesteatoma kongenital.
Infeksi pada kolesteatoma selain menyebabkan sklerosis mastoid yang cepat tetapi juga peningkatan proses osteolitik. Hal ini
menimbulkan bahaya perluasan penyakit ke kanalis semisirkularis, kanalis fasialis atik dan tegmen mastoid serta lempeng sinus
lateralis dan juga penghancuran tulang tulang pendengaran.
Penatalaksanaan kolesteatoma pada anak dan dewasa adalah sama yaitu dengan pengangkatan atau operasi segera setelah diagnosis
ditegakkan. Perawatan awal kolesteatoma membersihkan telinga, pemberian antibiotik, dan tetes telinga dengan tujuan untuk
menghentikan drainage di dalam telinga (pengendalian infeksi), serta evaluasi pertumbuhan kolesteatoma. Pendekatan yang
digunakan pada garis besarnya digolongkan dalam Canal-Wall Up dan Canal-Wall down. Tujuan operasi adalah mengeliminer atau
menghentikan proses penyakit dan mencegah kambuhnya kembali, yang diantaranya disebabkan oleh masih tertinggalnya
kolesteatoma waktu pengangkatan. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah faktor-faktor kronik yang dapat mengganggu proses
penyembuhan seperti adanya polip, jaringan granulasi, fungsi tuba yang jelek7.

II.1. DEFINISI
II.1.1 Otitis media adalah radang mukoperios rongga telinga tengah. (3)
II.1.2 Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan selule
mastoid. (4)
II.1.3 Otitis media adalah radang rongga telinga tengah tanpa melihat penyebab atau patogenesis. (1)

II.2. ANATOMI TELINGA TENGAH
Telinga tengah terdiri dari :
II.2.1 Membran timpani
Terdiri dari :
a. Pars flacida (Sharpnells membran) terdiri dari stratum korneum dan stratum mukosum.
b. Pars tensa terdiri dari stratum korneum, stratum mukosum dan stratum fibrosum.
II.2.2 Cavum timpani
a. Bentuk kubus ireguler dengan volume 0,25 cc
b. Berhubungan dengan nasofaring melalui tuba auditiva dengan antrum mastoidea melalui aditus ad antrum.
c. Pembagian : epitimpani, mesotimpani, hipotimpani
d. Isi cavum timpani (visera timpani)
1. Tulang pendgran makus, incus, stapes
2. Ligamen : malei lateral, malei superior, inkudis posterior
3. Tendo : tensor timpani, stapedius
4. Saraf : korda timpani cabang N VII, N. stapedius


II.2.3 Tuba Auditiva Eustachii
Merupakan penghubung antara cavum timpani dan nasofaring terdiri dari :
a. Pars osseus : 1/3 lateral (12 mm) dan selalu terbuka.
b. Pars kartilaginosa : 2/3 medial dan selalu tertutup.
II.2.4 Mastoid
Dibentuk oleh pars squamosa dan pars petrosus.
Otitis media akut merupakan suatu radang mukoperios dari rongga telinga tengah karena infeksi. Pada otitis media akut ini biasanya
berlangsung kurang dari 3 minggu dan didapatkan tanda-tanda akut seperti rubor, calon, dolor, tumor dan functiolesa.
Otitis media kronik merupakan radang mukoperios rongga telinga tengah yang ditandai radang kronik dan berlangsung lebih dari 3
bulan.
Otitis media dengan efusi adalah radang mukoperios rongga telinga tengah yang ditandai adanya cairan dan gendang telinga utuh.
pembagian berdasarkan jenis cairan dibagi menjadi supuratif dan non supuratif. Jenis cairan pada otitis media supuratif berupa cairan
eksudatif, purulen dan kental dan jenis cairan pada otitis media non supuratif bersifat serous dan encer. (4) Pembagian seperti ini
mempunyai beberapa kelemahan antara lain kita tidak dapat menentukan jenis otitis media yang tipe kering (dry ear) karena pada
pembagian ini hanya berdasarkan pada jenis cairan sehingga untuk otitis media yang tidak mengeluarkan cairan tidak dapat
ditentukan.
otitis media berdasarkan ada / tidaknya kelainan membran timpani misalnya pada otitis media dengan efusi dimana membran
timpaninya masih utuh atau pada otitis media adhesiva dimana terjadi retraksi pada membran timpani.
Klasifikasi pada diagram 3, berdasarkan atas faktor waktu, etiologi dan gambaran patologi sehingga dibagi menjadi otitis media akut
yang terdiri dari penyebab viral dan bakterial (80 % disebabkan oleh streptococcus pneumonia), otitis media efusi dan otitis media
kronik yang dibagi lagi berdasarkan gambaran patologi menjadi spesifik dan non spesifik. (15) masing-masing pembagian tersebut
memiliki gambaran laboratoris dan histopatologis yang khas, sehingga dapat dijadikan pertimbangan untuk penelitian, namun kurang
praktis untuk diagnosis klinis. Pembagian seperti ini mempunyai keuntungan yaitu kita dapat menentukan diagnosis dengan tepat
sesuai dengan jenis kuman penyebab dan gambaran histo patologis sehingga terapi yang diberikan dapat lebih tepat.
Kavum timpani merupakan bagian dari telinga tengah dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam sisi. Dinding posteriornya
lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Batas batas dari kavum timpani yaitu:
- Batas luar : membran timpani
- Batas dalam : berturut turut dari atas ke bawah canalis semi sirkularis horisontal, canalis fasialis, tingkap lonjong (oval window),
tingkap bundar (round window), promontorium.
- Batas depan : vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari membrana timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit di
bagian tengah. Pada bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan di bawahnya adalah saraf fasialis.
adenoid meradang sehingga menyumbat muara tuba, akan menyebabkan terjadinya absorbsi udara dalam telinga dan di gantikan oleh
mukous. Pada suatu saat mukous ini akan berubah menjadi mukopus.
c. mukopus dari proses peradangan akan mengalir ke rongga belakang hidung dan menyebabkan peradangan tuba.
Patogenesis
Pada OMA terjadi keadaan yang patologis di mukosa yang melapisi tuba Eustachii, telinga tengah, dan sel mastoid, di mana
terkumpul sekret, terjadi proses supurasi, terjadi kerusakan silia sehingga tidak dapat mengalirkan sekret menuju tuba Eustachii.
Adanya kumpulan mukopus dalam telinga tengah mengakibatkan tekanannya meningkat, membran timpani meradang dan menonjol.
Tekanan yang tinggi akan mempengaruhi pembuluh darah dalam membran timpani. Selanjutnya timbul nekrosis iskemik pada
membran timpani, sehinga terjadi perforasi dan keluar pus. Dengan adanya perforasi ini gejala klinis seperti sakit telinga dan demam
akan berkurang. Proses yang terjadi di telinga tengah adalah akumulasi, dekomposisi, dan iritasi. Mukosa menjadi rusak, terjadi
desintegrasi periosteum, terjadi trombosis arteri yang berakibat berkurangnya aliran darah ke mukosa periosteum dan tulang telinga.
Pada OMA yang tidak diobati dengan baik dan adekuat, bisa terjadi otitis media perforata kronik, dapat meluas ke otak melalui
tegmen timpani, terutama jika disertai denagn kerusakan mukosa, tulang dan jaringan sekitarnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, di samping rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di
telinga atau rasa kurang dengar. Bila disertai perforasi, gejala klinik yang ada akan membaik.
Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah, stadium OMA dapat dibagi atas 5 stadium:
1. Stadium radang tuba Eustachii (salpingitis)
ditandai dengan adanya gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena adanya
absorbsi udara. Kadang kadang membran timpani sendiri tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi,
tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi. Dari
penderita sendiri biasanya mengeluh telinga terasa tersumbat (oklusi tuba), gemrebeg (tinnitus low frequence), kurang dengar, sepeti
mendengar suara sendiri (otofoni) dan kadang kadang penderita merasa pengeng tapi belum ada rasa otalgia.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani. Mukosa cavum
timpani mulai tampak hiperemis atau oedem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar
terlihat. Pada stadium ini penderita merasakan otalgia karena kulit di membran timpani tampak meregang.
3. Stadium supurasi
Oedem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat yang purulen di cavum
timpani, menyebabkan membran timpani menjadi menonjol (bulging) ke arah telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
Apabila tekanan eksudat yang purulen di cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemik akibat tekanan pada kapiler kapiler,
serta terjadi trombophlebitis pada vena vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat
sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan, di tempat ini akan terjadi ruptur.
4. Stadium resolusi
Menutup Sikatrik
Sembuh
Membran timpani tidak Dry Ear
perforasi menutup
Stadium resolusi Tidak sembuh OMSK
Sembuh Normal
Membran timpani utuh
Tidak sembuh Glue Ear
pada stadium resolusi dapat terjadi dua kemungkinan, yaitu membran timpani utuh (tidak terjadi perforasi) dan membran timpani
perforasi. Pada membran timpani yang mengalami perforasi, bila terjadi kesembuhan dan menutup maka akan menjadi sikatrik, bila
terjadi kesembuhan dan tidak menutup maka akan menjadi Dry ear (sekret berkurang dan akhirnya kering). Sedangkan bila tidak
terjadi kesembuhan maka akan berlanjut menjadi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK), di mana sekret akan keluar terus menerus
atau hilang timbul.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan OMA pada prinsipnya memberikan terapi medikamentosa. Pemberian terapi medikamentosa ini tergantung pada
stadium penyakitnya.
Stadium oklusi
Pada stadium ini pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah
hilang. Untuk ini diberikan obat tetes hidung. HCl efedrin 0,5% dalam laruitan fisiologis (anak 12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam
larutan fisiologik untuk yang berumur di atas 12 tahun dan pada orang dewasa. Disamping itu sumber infeksi harus diobati.
Antibiotika diberikan apabila penyebab infeksi adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi.
Stadium Presupurasi
Pada stadium ini antibiotika, obat tetes hidunng dan analgetika perlu diberikan. Bilamembran timpani sudah terlihat hiperemis difus,
sebaiknya dilakukan miringotomi.
Antibiotika yang dianjurkan adalah dari golongan penisilin atau ampisilin. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari.
Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan eritromisin.
Pada anak ampisilin diberikan dengan dosis 50 100 mg/BB/hari, dibagi dalam 4 dosis, atau eritromisin 40 mg/BB/hari.
Stadium Supurasi
Diamping diberikan antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi
gejala gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Pada stadium ini bila terjadi perforasi sering terlihat adanya sekret
berupa purulen dan kadang terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga
H2O2 selam 3 5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu
7 10 hari.

Stadium Resolusi
Pada stadium ini jika terjadi resolusi maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran
timpani menutup. Tetapi bila tidak terjadi resolusi akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi membran
timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian antibiotika dapat
dilanjutkan sampai 3 minggu bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkina telah terjadi mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu,maka keadaan ini disebut otitis media supuratif
subakut. Bila perforasi menetap dan sekret masih tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan maka keadaan ini disebut
otitis media supuratif kronik (OMSK).

G. KOMPLIKASI
Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulakn komplikasi.Baru setelah ada antibiotika, semua jenis komplikasi itu biasanya
didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK. Bila pengobatan OMA tidak tepat dan adekuat, maka OMA bisa memberikan komplikasi
atau perluasan ke mastoid.
Komplikasi OMA menurut Mawson 1978, Youwer 1983 dan Paparella 1988 dapat dibagi menjadi:
1. Komplikasi Intra temporal
- Otitis media supuratif kronik
Dapa terjadi karena penanganan OMA yang terlambat, penanganan yang tidak adekuat, daya tahantubuh yang lemah dan virulensi
kuman yang tinggi. Secara klinis ada 2 stadium yaoitu stadium aktif dimana dijumpai sekret pada liang telingadan stadium nonaktif
dimana tidak ditemukan sekret di liang telinga.
- Mastoiditis Akut
Adanya jumlah pus yang berlebihan akan masuk mendesak selulae mastoid dan terjadi nekrosis pada dinding selule dengan bentuk
empiema, mastoidkapsul akan terisi sel peradangan sehingga bentuk anatomi akan hilang. Dan infeksi dapat melanjut menembus
tulang korteks sehingga terjadi abses subperiosteal.
Pada beberapa kasus dimana drainase cukup baik akan terjadi keadaan kronik dimana didapat retensi pus di dalam selule mastoid
yang disebut sebagai mastoid reservoir dengan gejala utama otore profus.
Klinis : panas tinggi, rasa sakit bertambah hebat, gangguan pendengaran bertambah, sekret bertambah, bengkak dan rasa sakit di
daerah mastoid.
- Petrositis
Terjadi karena pneumotisasi di daerah os petrosus umumnya kurang baik. Walau demikian, petrositis jarang terjadi pada OMA.
- Fasial paralisis
Adanya pembengkakan pada selubung saraf di dalam kanalis falopian akan terjadi penekanan pada saraf fasial. Pada OMA jarang
terjadi kecuali bial ada kelainan kongenital di mana terdapat hiatus pada kanal falopian.
Klinis : gejala pertama adalah klemahan pada sudut mulut yanng cenderung menjadi berat. Paralisis terjadi pada stadium hiperemi
atau supurasi. Kelumpuhan ini akan sembuh sempurna bila otitis medianya sembuh.
- Labirintitis
Meskipun jarang terjadi perlu diketahui bahwa infeksi disini adalah kelanjutan dari petrositis atau karena masuknya kuman melaui
foramen ovale dan rotundum. Peradangan ini dapat mengenai koklea, vestibulum dan kanalis semi sirkularis. Klinis : mual, tumpah,
vertigo dan kurang pendengaran tipe sensorineural.
- Proses adhesi atau perlengketan
Dapat terjadi pada otitis media yanbg berlngsung 6 minggu. Sekret mukoid yang kental dapat menyebabkan kerusakan tulang
pendengaran atau menyebabkan perleketan tulang pendengaran dengan dinding cavum timpani.
- Ketulian
2. Komplikasi Intrakranial
- Abses extradural
terjadi penimbunan pus antara duramater dan tegmen timpani. Seringkali tegmen timpani mengalami erosi dan kuman masuk ke
dalam epitimpani, antrum, adn celulae mastoid. Penyebaran infeksi dapat pula melalui pembuluh darah kecil yang terdapat pada
mukosa periosteum menuju bulbus jugularis, nervus facialis, dan labirin. Klinis : otalgia, sakit kepala, tampak lemah.
- Abses subdural
Jarang terjadi penimbunan pus di ruang antara duramater dan arachnoid. Penyebaran kuman melalui pembuluh darah. Klinis : sakit
kepala, rangsang meningeal, kadang kadang hemiplegi.
- Abses otak
Terjadi melalui trombophlebitis karena ada hubunganb antara vena vena daerah mastoid dan vena vena kecil sekitar duramater ke
substansia alba.
Klinis : sakit kepala hebat, apatis, suhu tinggi, tumpah, kesadaran menurun, kejang, papil edema.
- Meningitis otogenik
Terjadi secara hematogen, erosi tulang atau melalui jalan anatomi yang telah ada. Pada anakkomplikasi ini sering terjadi karena pada
anak jarak antara ruang telinga tengah dan fossa media relatif pendek dan dipisahkan oleh tegmen timpani yang tipis. Klinis : tampak
sakit, gelisah, iritabel, panas tinggi, nyeri kepala, rangsang meningeal (+).
- Otitic Hodrocephalus
Jarang terjadi. Infeksi ini terjadi melalui patent sutura petrosquamosa. Klinis : sakit kepala terus menerus, diplopia, paresis N VI sisi
lesi, mual, tumpah, papil edem.

E. PROGNOSIS
Dengan pengobatan yang adekuat, prognosis OMA adalah baik untuk pendengaran dan kesembuhan, khususnya bila dilakukan
paasentesis sebelum terjadi perforasi spontan membran timpani.
PATOFISIOLOGI OMSK

Secara fisiologis terdapat mekanisme pertahanan terhadap masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba
eustachius, enzim, dan antibodi. Adanya infeksi saluran nafas atas baik oleh kuman/virus menyebabkan pertahanan tubuh terganggu.
Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk
ke dalam telinga dan terjadi peradangan. Hal tersebut dimungkinkan karena tuba eustachius merupakan saluran penghubung antara
telinga tengah dengan rongga nasofaring. Akibat peradangan tersebut, timbul udem pada ostium tuba yang kemudian terjadi oklusi
tuba eustachius. Akibat oklusi tuba eustachius terjadi peningkatan jumlah oksigen di cavum timpani, sehingga terjadi perbedaan
tekanan antara di dalam dan di luar cavum. Maka terjadilah proses absorbsi udara oleh mukosa cavum timpani agar terjadi
keseimbangan tekanan. Akibat absorbsi udara maka terjadilah udematous pada pembuluh darah dan peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga terjadi transudasi (keluarnya cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler). Adanya cairan dalam cavum timpani, merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan kuman, sehingga cairan di dalam cavum timpani menjadi lebih kental (supurasi). Cairan semakin
lama semakin banyak dan mengumpul di bawah cavum, sehingga mendesak pembuluh-pembuluh darah di membrana timpani. Lalu
terjadi iskemia, serta timbul trombophlebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran
timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat tersebut akan terjadi ruptur secara spontan
(perforasi). Perforasi membrana timpani ini dapat terjadi pada bagian sentral atau sub total (tipe Tubo-timpani), maupun pada bagian
marginal/atik (tipe Atiko-antral). Pada stadium perforasi ini, bila tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat atau tidak diobati
disertai daya tahan menurun, virulensi kuman meningkat dan higiene yang buruk, akan berlanjut menjadi peradangan
mukoperiosteum telinga tengah yang kronik yang ditandai discaj keluar terus menerus atau hilang timbul lebih dari dua bulan,
penurunan pendengaran dan membran timpani perforasi.
Berdasarkan patologi yang terjadi di telinga tengah, maka Otitis media supuratif kronis dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. OMSK tipe Benigna
Disebut juga mucosal, safe atau tubo-tympanical type. Pada tipe ini sering terjadi reinfeksi pada mukosa telinga tengah, baik secara
eksogan akibat adanya perforasi pada membrana timpani maupun secara rinogen. Berulangnya infeksi dapat menyebabkan patologi
yang irreversibel pada mukosa telinga tengah, yaitu dapat berupa penebalan mukosa, terbentuknya jaringan granulasi yang melapisi
tampak rata tipis.
2. OMSK tipa Maligna
Disebut juga bony, dangerous atau attico-antral type. Pada tipe ini sering terjadi diikuti dengan terjadinya osteitis atau destruksi tulang
yang sebagian besar disebabkan oleh kolesteatoma. Tipe ini mempunyai potensi untuk menimbulkan komplikasi yang serius dan
membahayakan jiwa penderita.
ANATOMI
Telinga tengah terdiri dari empat bagian yaitu cavum timpani, tuba eustachii membrana timpani, anthrum mastoideum beserta sellule
mastoidea. Mukosa cavum timpani dan mastoid merupakan satu kesatuan, hal ini mempunyai arti klinis yaitu bila terjadi radang
dalam kavum timpani dapat terjadi pula pada antrum mastoideum adan sellule mastoidea.
Kavum timpani berisi viscera timpani dan mesenterium atau lipatan mukosa. Viscera timpani terdiri atas tulang pendengaran,
ligamenti, tendo otot dan syaraf. Tulang pendengaran dan lipatan mukosa membentuk diafragma timpani yang membagi telinga
tengah menjadi dua bagian yaitu bagian timpani posterior dan timpani anterior.
KLASIFIKASI MASTOIDITIS
Menurut waktu timbulnya gejala dapat dibagi mastoiditis akut dan mastoiditis kronis.
Mastoiditis akut
Mastoiditis akut dapat merupakan komplikasi otitis media akut yang menyerang sellule mastoid dan tidak mendapat pengobatan yang
efektif. Otitis media yang banyak memberikan komplikasi terutama dari jenis supuratif. Mastoiditis akut dapat merupakan komplikasi
otitis tipe atiko antral yang mengalami eksaserbasi akut.4,6,7


Mastoiditis kronis
Mastoiditis kronis dibedakan menjadi mastoiditis kronis aktif dan mastoiditis kronis inaktif.5
Proses aktif berkaitan dengan adanya infeksi dengan drainase telinga yang terinfeksi atau otorrhe yang disebabkan suatu perubahan
patologi yang mendasari seperti kolesteatom atau granulasi jaringan. Berdasarkan proses terjadinya, kolesteatom ada 2 jenis, yaitu
kolesteatom kongenital dan kolesteatom akuisita. Kolesteatom kongenital merupakan sisa-sisa sel embrional ektoderm, maka disebut
juga primary epidermoid tumor. Pada tipe ini, sebelumnya tidak didapatkan obstruksi tuba maupun otitis media, jadi membrana
timpaninya masih utuh. Sedangkan kolesteatoma tipe akuisita ada 2 macam, yaitu primer dan sekunder. Teori terjadinya kolesteatom
akuisita primer adalah teori invaginasi, yaitu adanya obstruksi tuba eustachii kronik, yang mengakibatkan tekanan negatif sehingga
terjadi retraksi membrana Sharpnell dan terbentuklah kantong di epitimpani yang membentuk kolesteatom. Sedangkan pada
kolesteatom akuisita sekunder, terdapat 2 teori, yaitu teori metaplasia dan teori migrasi. Teori metaplasia menerangkan bahwa adanya
peradangan yang terus-menerus mengakibatkan epithel kavum timpani, mengalami metaplasia, dari sel kolumner menjadi sel kuboid
dan akhirnya menjadi sel skuamosa. Sedangkan teori migrasi menerangkan bahwa perforasi marginal di membrana timpani
mengakibatkan epithel kulit kanalis auditorius eksternus yang sifatnya tumbuh ke dalam masuk ke kavum timpani, dan membentuk
kolestetoma.
Proses inaktif berkaitan dengan sekuelle dari proses aktif sebelumnya. Perforasi bisa disebabkan dari komplikasi episode otitis media
berulang yang hebat atau episode tunggal yang sangat hebat, atau perforasi traumatik yang tidak diobati. Seing terdapat cacat tulang
pendengaran. Bila tidak mendapat terapi telinga yang rentan ini dapat berlanjut menjadi aktif.4

C. PATOGENESIS

Pada cavum timpani terdapat ossiculae yaitu maleus, incus dan stapes. Ossiculea ini diikat oleh ligamenta disekitarnya. Selain itu juga
terdapat tendo musculus tensor timpani. Seluruh struktur ini dilapisi oleh mukosa. Mula-mula terjadi radang di dalam kavum timpani
yang mengenai mukosanya. Mukosa menjadi edema dan hiperemi kemudian setelah beberapa waktu terjadi eksudasi. Radang tersebut
meluas ke epitimpani yang berisi ossiculae. Oleh karena epitimpani adalah suatu ruangan yang sempit yang terbagi dalam beberapa
kotak kecil maka dengan adanya radang akan terjadi obstruksi penyaluran sekret ke mesotimpani sehingga sekret mengalir ke
belakang menuju aditus ad anthrum dan akhirnya ke cellule. Maka terjadilah hiperemi dan edema mukoperiosteum cellule mastoidea
yang kemudian akan terjadi kongesti pembuluh darah. Karena terjadi kongesti maka terbentuk trombus. Bila trombus yang terbentuk
besar dapat mengakibatkan nekrosis mukosa dan tulang sellule mastoidea, sehingga terjadi sekuesterisasi. Hal inilah yang disebut
mastoiditis tipe koalesen. Kemungkinan lain, bila trombus yang besar tadi pecah, akan timbul perdarahan, dan terjadilah mastoiditis
tipe hemoragik. Namun apabila terjadi peradangan pada trombus tadi, terjadilah mastoiditis tipe thrombphlebitis.

D. FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI
Predisposisi mastoiditis hampir serupa dengan predisposisi otitis media 1,2,3 :
Umur
Mastoiditis hampir selalu disebabkan oleh otitis media. Otitis media lebih sering mengenai anak-anak, karena secara anatomis tuba
eustachii pada anak-anak lebih pendek, lebih lebar, dan lebih horizontal. Sehingga bila terkena ISPA, anak-anak akan lebih mudah
terkena otitis media. Karena Otitis media kronik sering dimulai masa childhood (anak-anak).
Sosial ekonomi
Sosial ekonomi yang rendah, gizi kurang, hygiene dan pemeliharaan kesehatan kurang (kebodohan atau tidak adanya perhatian) dan
kepadatan penduduk (kawasan pemukiman yang kumuh) merupakan hal yang menunjang terjadinya mastoiditis.
Musim
Perubahan musim memudahkan berjangkitnya penyakit saluran nafas. Pada bulan-bulan dingin insiden otitis media cenderung
meningkat.
Infeksi dan radang saluran nafas atas.
Infeksi saluran nafas atas seperti influenza, sinusitis dan rinitis kronik dapat merupakan faktor predisposisi.
E. DIAGNOSIS
Diagnosis mastoiditis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan gambaran radiologis.
Diagnosis dapat dibuat berdasarkan hal-hal sebagai berikut :
1. Mastoiditis akut 1,4,8
1.1. Anamnesis
Penderita biasanya mengeluh otorhe, nyeri, sensasi tekanan dalam telinga, penebalan sekitar prosesus mastoideus, kurang
pendengaran, demam dan symptom konsitusi lain seperti sakit kepala, anoreksia dan malaise.
1.2. Pemeriksaan :
a. Bulging membrana timpani atau perforasi membrana timpani.
b. Sekret purulen dari perforasi membrana timpani, yang dapat diikuti gerakan pulsatil.
c. Kurang pendenganran tipe konduktif pada sisi yang sakit.
d. Edema retroarikular.
e. Perlunakan mastoid.
f. Nyeri tekan dan ketok mastoid.
g. Perforasi membrana timpani di sentral bila berlanjut dapat menjadi subtotal atau total.
h. X foto mastoid : cellulae yang rusak tidak tampak dan cellulae kabur sampai hilang.
i. Reservoir sign (+).

Gambar 3. erythema di sekitar tulang Gambar 4. Bengkak dan erythema
mastoid 8 yang disebabkan oleh
mastoiditis 8
Mastoiditis kronik 1,4,8
2.1. Anamnesis
Penderita mengeluh tuli, keluar nanah dari telinga dan berbau busuk, telinga tidak pernah sembuh, pernah sakit di belakang telinga
dan nyeri apabila sudah terjadi komplikasi.
2.2. Pemeriksaan :
a) Discharge profus, mukopurulen berwarna kuning, kental dan berbau.
b) Perforasi gendang telinga di membrana Sharpnell (attik) atau marginal atau sentral
c) Liang teling di pars osseus di supero posterior bengkak (gele abses).
d) Bezold abses
e) Mourette abses
f) Kurang pendengaran tipe konduktif atau campuran.
g) X foto mastoid, nampak rusaknya cellulae mastoidea dapat berupa :
1. Kesuraman
2. Bila banyak membentuk tulang baru maka mastoid mengalami sclerosis sehingga pada foto tampak keputihan. Kadang-kadang
ditemukan suatu rongga (cavity) yang menunjukkan adanya kolesteatom.
h) Reservoir sign (+).

F. KOMPLIKASI
Komplikasi mastoiditis terbagi atas4,9 :
Telinga tengah :
Perforasi persisten.
Paresis nervus facialis.
Erosi ossiculae dengan gangguan pendengaran.
Telinga dalam :
Fistula dengan vertigo dan gangguan pendengaran tipe sensorineural.
Labirinitis supuratif.
Gangguan pendengaran tipe sensorineural.
Ekstraadural :
Abses ekstradural.
Sinus trombosis lateralis
Sistim saraf pusat :
Meningitis.
Abses otak.
Otitis hidrosefalus.

G. PENGOBATAN
Pengobatan mastoiditis dilakukan dengan beberapa cara :
Medikamentosa
Terapi dengan menggunakan obat-obatan antibiotik yaitu amoksilin, ampislin, sefuroksin, tetrasiklin, khloramfenikol.1,4,6
Operasi
Dilakukan tindakan operasi mastoidektomi, ada tiga cara1,4,6 :
2.1. Radikal mastoidektomi
Dengan operasi ini yang diutamakan adalah eradikasi penyakit sebaik- baiknya. Pada cara ini seluruh dinding kanalis auditoris
eksternus diruntuhkan sehingga terdapat hubungan langsung antara kavum mastoid, kavum timpani dan liang telinga. Dengan
perkataan lain kavum mastoid, antrhum, aditus ad anthrum, kavum timpani dan kanalis auditorius eksterna dijadikan satu ruangan.
Cara radikal ini terutama untuk mastoidektomi dengan kolesteatom luas.

You might also like