You are on page 1of 16

i

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN


DENGAN EMPIEMA



DISUSUN OLEH
Alisa Wulan Pratiwi
Julia Arastantia
Nurul Nilwana Sari
Siti Maratus Solihah
Vida Yolanda

STIKES PERTAMEDIKA JAKARTA
TAHUN AJARAN 2013/2014

ii

KATA PENGANTAR

Puji sukur saya ucapkan kepada ALLAH SWT atas berkat dan rahmat-NYA kami
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Asidosis Metabolik . Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Sistem
Imun dan Hematologi 2.
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini untuk menambah pengetahuan dan wawasan
kami selaku mahasiswa dalam bidang kesehatan agar dapat lebih memahami lagi tentang
berbagai macam penyakit, bagaimana terjadinya serta melakukan perawatan terhadap
penyakit tersebut.
Dalam penyusunan tugas ini kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan kami. Namun sebagai manusia biasa, kami tidak luput dari kesalahan baik dari
segi tehnik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian kami berusaha sebisa
mungkin menyelesaikan tugas ini.
demikian, semoga makalah tulisan ini dapat bermanfaat bagi kami selaku penyusun
dan pembaca umumnya. Kami mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang
bersifat membangun.







Jakarta 22 November 2013

Penyusun

iii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
BAB II KONSEP DASAR TEORI ....................................................................................................... 2
A. Pengertian Empiema ............................................................................................................... 2
B. Etiologi ....................................................................................................................................... 2
C. Patofisiologi ............................................................................................................................... 3
D. Pathway ..................................................................................................................................... 3
E. Manifestasi Klinik .................................................................................................................. 3
F. Komplikasi ............................................................................................................................. 5
G. Pemeriksaan Diagnostik. ........................................................................................................ 5
H. Penatalaksanaan ...................................................................................................................... 5
I. Asuhan Keperawatan .............................................................................................................. 7
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 13





1

BAB I
PENDAHULUAN

Empiema merupakan komplikasi yang paling sering dari pneumonia
pneumokokus, yang terjadi sekitar 2 % dari semua kasus. Meskipun telah ada
antibiotik yang potensial, pneumonia bakterial masih menyebabkan morbiditas dan
mortalitas di Amerika. Setiap tahun angka kejadian pneumonia bakterial diperkirakan
sekitar 4 juta dengan rata-rata 20 % membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Karena sebanyak 40 % penderita yang dirawat di rumah sakit dengan pneumonia
bekterial memiliki efusi pleura. Efusi terjadi akibat pneumonia merupakan persentase
yang besar dari efusi pleura. Angka morbiditas dan mortalitas pada penderita
pneumonia yang disertai efusi pleura lebih tinggi daripada penderita yang hanya
menderita pneumonia saja.
Terdapat 91 kematian di rumah sakit di Indonesia, penyebab utamanya adalah
infeksi bakteri parah (49,5%), diare (13,2%), dan kurang gizi (7,7%). Pneumonia
atau empiema sebanyak 29 kematian di rumah sakit pada kelompok kotri dan 39
persen pada kelompok plasebo. Apabila penerimaan di rumah sakit dipertimbangkan
berdasarkan penyebabnya, pneumonia/empiema adalah yang paling utama, baik
secara tunggal atau bersamaan dengan TB, malaria, dan kurang gizi.
Bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonela adalah bakteri yang paling sering
ditemukan dari biakan darah.
Meskipun tidak diketahui kapan sebenarnya emfiema dimulai, namun
tampaknya terjadi dalam beberapa tahun antara perubahan patofisiologi awal dan
onset timbulnya gejala. Karena secara klinik tidak mungkin untuk menentukan
apakah pasien menderita bronkitis kronis atau emfiema, dan pasien biasanya
memiliki beberapa keadaan yang ada pada keduanya, kriterianya akan ditampilkan
pada pembahasan mengenai asuhan keperawatan empiema.




2

BAB II
KONSEP DASAR TEORI

A. Pengertian Empiema

Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga
pleura. Awalnya rongga pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit
rendah, tetapi sering kali berlanjut menjadi yang kental. Hal ini dapat terjadi
jika abses paru-paru meluas sampai rongga pleura. Empiema juga di
artikan,akumulasi pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya
(ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi
sel sel darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel
polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang berperan dalam
pembekuan (fibrin). ). Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi
peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan
terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan penyakit maka fibrin-
fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi kantong kantong (lokulasi).
Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan
akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen. Empiema biasanya
merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong
pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru. Meskipun empiema sering kali
merupakan dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan
yang terlambat.
Jadi empiema adalah suatu keadaan dimana di dalam rongga pleura
terdapat nanah(pus) sebagai akibat dari infeksi bakteri akut, akibat traumatik
dari luar atau akibat komplikasi penyakit paru lain yg tidak terkontrol.

B. Etiologi

Empiema biasanya merupakan penyakit sekunder akibat dari komplikasi
penyakit lain, jadi empiema tidak terjadi dengan sendirinya. Biasanya
empiema merupakan komplikasi dari kondisi medis akibat infeksi paru-paru
seperti pneumonia, abses paru. Selain dari komplikasi penyakit tersebut
3

empiema juga dapat terjadi karna alat-alat medis yang digunakan dalam
melakukan tes atau dalam operasi dada.
Bakteri yang sering ditemukan pada pasien dengan empiema yaitu :
1. Sebelum antibiotik berkembang, pneumokokus (Streptococus
pneumoniae) dan Streptococus b hemolyticus (Sterptococus pyogenes)
adalah penyebab empiema yang terbesar di bandingkan sekarang.
2. Basil gram negatif seperti Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Proteus speciesdan Klebsiella pneumoniae merupakan grup yang terbesar
dan hampir 30 % dijumpai pada hasil isolasi setelah berkurangnya
kejadian empiema sebagai komplikasi pneumonia pneumokokus.
3. Staphylococcus aureus merupakan organisme penyebab infeksi yang
paling sering menyebabkan empiema pada anak-anak, terutama pada
bayi sekitar 92 % empiema pada anak-anak di bawah 2 tahun.
4. Bakteri gram negatif yang lain Haemophilus influenzae adalah penyebab
empiema pada anak-anak.

C. Patofisiologi

Akibat invasi basil piogenik ke pleura, maka akan timbul peradangan
akut yang diikuti pembentukan eksudat serosa. Dengan banyaknya sel PMN
baik yang hidup maupun yang mati serta meningkatnya kadar protein, maka
cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan
membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah tersebut.Apabila
nanah menembus bronkus, maka timbul fistel bronkopleural yang menembus
dinding thorak dan keluar melalu kulit yang disebut empiema nessensiatis.
Stadium ini masih disebut empiema akut yang lama kelamaan menjadi kronis

D. Pathway
Pathway terlampir
E. Manifestasi Klinik
Empiema dibagi menjadi dua stadium yaitu :

1. Empiema Akut
4

Terjadi sekunder akibat infeksi tempat lain, bukan primer dari pleura.
Pada permulaan, gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu panas
tinggi dan nyeri pada dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan
sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia, dan
clubbing finger. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel
bronkopleura. Adanya fistel ditandai dengan batuk yang makin produktif,
bercampur nanah dan darah masif, serta kadang-kadang bisa timbul
sufokasi (mati lemas).
Pada kasus empiema karena pneumotoraks pneumonia, timbulnya cairan
adalah setelah keadaan pneumonianya membaik. Sebaliknya pada
Streptococcus pneumonia, empiema timbul sewaktu masih akut.
Pneumonia karena baksil gram negatif seperti E. coli atau Bakterioids
sering kali menimbulkan empiema.

2. Empiema Kronis
Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan.
Disebut kronis jika empiema berlangsung selama lebih dari tiga bulan.
Penderita mengeluh badannya terasa lemas, kesehatan makin menurun,
pucat, clubbing fingers, dada datar, dan adanya tanda-tanda cairan pleura.
Bila terjadi fibrotoraks, trakea , dan jantung akan tertarik ke sisi yang sakit.

3. Tanda dan gejala empiema secara umum adalah :
a. Demam
b. Keringat malam
c. Nyeri pleural
d. Dispneu
e. Anoreksia dan penurunan berat badan
f. Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas
g. Perkusi dada, suara flatness
h. Palpasi , ditemukan penurunan fremitus

5

F. Komplikasi
Adapun komplikasi secara khusus yang dapat timbul dari empiema adalah
sebagai berikut:
1. Bula yang terbesar terbentuk karena bersatunya alveoli yang pecah
sehingga dapat memperburuk fungsi dari pernapasan.
2. Pneumotoraks yang disebabkan oleh karena pecahnya bula kadang-
kadang dapat berubah menjadi ventil pneumotoraks.
3. Kagagalan pernapasan.
4. Infeksi pleura mengarah ke sepsis, perlu diadakan evaluasi sepsis secara
menyeluruh, misalnya foto dada.
5. Sepsis, yang mana pertama sekali dapat membentuk abses subfrenik
sebelum menyebar ke rongga pleura melalui aliran getah bening

G. Pemeriksaan Diagnostik.
Tes yag dapat digunakan untuk mendiagnosa empiema adalah :
1. Kultur darah untuk mengidentifikasi bakteri apa atau organisme apa yang
menyebaakan infeksi.
2. Protein C-reaktif (CRP) akan meningkat jika terjadi peradangan
3. Jumlah sel darah putih (WBC) akan mengalmi peningkatan dalam kondisi
inflamsi dan infeksi
4. Thoracentesis yaitu aspirsi cairan pleura yang digunakan dalam
pemeriksaan mikroskopik dan pengujian
5. USG toraks
6. CT-scan
7. Rontgen dada

H. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan empiema adalah mengembalikan fungsi paru
secepatnya dengan cara membersihkan rongga pleura dengan pemberian
obat yang tepat, cepat dan adekuat serta drainase cairan dan pengembangan
paru.
1. Obat-obatan
6

Antibiotik dapat mengurangi progresifitas efusi parapneumonia dan
empiema. Biakan kuman hendaknya dilakukan sehingga bisa diberikan
antibiotik yang sesuai. Pemilihan obat harus mempertimbangkan fungsi
hati dan ginjal pasien. Jika hasil kultur negatif, antibiotik yang dipilih harus
dapat melindungi masuknya kuman yang banyak di masyarakat dan
kuman aerob. Sedang empiema yang didapat selama perawatan di rumah
sakit, antibiotik harus berspektrum luas. Antibiotik dapat memberikan hasil
yang baik pada cairan empiema stadium awal ketika pleura parietal dan
visceral masih dapat bergerak bebas, viskositas rendah, jumlah sel darah
putih sedikit dan belum terjadi adesi pleura.
Antibiotik yang sesuai untuk terapi tunggal yaitu golongan betalaktam
dengan penghambat beta laktamase (seperti amoksisilin-klavulanat,
tikarsilin-klavulanat, piperasilin-tazobaktam atau ampisilin-sulbaktam),
golongan quinolon dan imipenem atau meropenem. Obat golongan
sefalosporin perlu ditambah dengan
metronidazol atau klindamisin jika dicurigai terdapat bakteri anaerob.
Antibiotic diberikan selama 2-4 minggu, dapat diperpanjang bila drainase
tidak maksimal. Selama pemberian antibiotik perlu dipantau keadaan klinis
dan laboratorium.

2. Torasentesis
Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan
spesimen guna keperluan analisis, dan untuk menghilangkan dispneu.
Untuk menentukan lokasi torasentesis dapat digunakan USG toraks
sebagai guide marker, namun jika tidak ada maka foto toraks dan perkusi
dinding dada dapat pula dijadikan pedoman. Tindakan selanjutnya berupa
asepsis, anestesi daerah tindakan serta penyedotan cairan pleura dengan
menggunakan jarum dan kateter.

3. Fibrinolisis cairan pleura
Selain antibiotik dapat pula diberikan terapi fibrinolisis cairan pleura
dengan injeksi streptokinase 250.000 IU 2 kali sehari atau urokinase
100.000 IU sekali sehari melalui drainase yang sudah terpasang sehingga
diharapkan dapat membatasi terbentuknya lokulasi pleura. Terapi ini
7

sekarang sudah mulai ditinggalkan karena dapat menimbulkan efek
sistemik seperti panas, lemas dan leukositosis.

4. Pengaliran selang dada / Water Seal Drainage (WSD)
Keputusan kapan kita akan menggunakan WSD berdasarkan pada
karakteristik cairan pleura, dapat juga beredasarkan foto toraks atau CT
scan toraks. Indikasi pemasangan WSD jika terdapat pus, pemeriksaan
gram dan pewarnaan dengan hasil positif, glukosa cairan pleura < 40
mg/dL, LDH > 1000 IU atau pH < 7,1. Efektifitas drainase dinilai dengan
menlihat kurve panas harian selama 5 8 hari setelah pemasangan.

5. Tindakan bedah
Pasien dengan empiema fibropurulen atau organisasi memerlukan
intervensi bedah karena viskositas cairan pleura dan lokasi yang multipel
dapat menghalangi pipa drainase. Hal ini penting dilakukan karena
keterlambatan pemasangan drain dapat menimbulkan penebalan pleura,
waktu penyembuhan dan perawatan yang lama. Tindakan bedah yang
dilakukan dalam tatalaksana empiema adalah Video-asisted thoracic
surgery (VATS), dekortikasi dan torakoplasti.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien

b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama : nyeri pada dada pleuritik
2. Riwayat kesehatan sekarang : yaitu panas tinggi dan nyeri pada
dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya
tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila stadium ini
dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia,
anemia, dan clubbing finger.
3. Riwayat kesehatan masa lalu : pernah mengalami radang paru-
paru (pneumonia), abses paru dan infeksi darah (sepsis).
8

4. Riwayat kesehatan keluarga : pernah terinfeksi bakteri
Staphylococcus atau Pneumococcus.
5. Riwayat lingkungan : rumah yang kumuh, kotor, dekat dengan
sampah,
6. Riwayat psikososial : stres psikologik sehingga menurunkan
imunitas tubuh

c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang berhubungan dengan empiema adalah sebagai
berikut
1. Pola aktivitas/istirahat
Data : Keletihan, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan
untuk tidur.
Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia, lemah.
2. Sirkulasi
Data : Tampak lemah, jantung berdebar-debar.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung, pucat.
3. Pola hygiene
Data : Penurunan kemampuan dalam aktivitas sehari-hari
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
4. Pola nutrisi
Data : Mual, muntah, nafsu makan buruk, penurunan berat
badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema, berkeringat.
5. Rasa nyaman
Data : Nyeri, sesak.
Tanda : Gelisah, meringis.
6. Keadaan fisik
Data : Badan terasa panas, pusing.
Tanda : Suhu, nadi, nafas, dan tekanan darah meningkat,
hipertermia.

9

d. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis

a. Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran
tumpul di sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterior
atau lateral.
b. Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang
berlawanan dengan efusi.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi
a. Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat
pada suatu empiema yang terlokalisir.
b. Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan
letak empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau
pemasangan pipa drain.
3. Pemeriksaan CT scan
a. Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu
penebalan dari pleura.

2. Diagnosa keperawatan
a. Dx 1. Ketidakefektifan pola napas b. d hiperventilasi
Tujuan : klien dapat kembali bernapas dengan normal.
Kriteria hasil :
1. Pasien bernapas dengn normal 12 20 kali/menit
2. Kadar GDA tetap normal.
3. Pasien merasa nyaman tanpa adanya pernapasan.
Intervensi dan rasional :
1. Kaji dan catat status setidaknya setiap 4 jam untuk mendeteksi
tanda-tanda awal gangguan. Auskultasi suara napas untuk
mendeteksi suara napas tambahan. Kaji kadar GDA menurut
kebijakan fasilitas untuk memantau status oksigenisasi dan
ventilasi.
2. Bantu pasien untuk berada pada posisi yang nyaman yang
memungkinkan ekspansi dada maksimal untuk memudahkan
bernapas.
10

3. Berikan oksigen sesuai progam untuk membantu menurunkan
distres pernapasan.
4. Ajarkan teknik relaksasi untuk membantu menurunkan ansietas.
Pengajaran tersebut meliputi pemberian informasi tentang
imajinasi terbimbing, relaksasi otot progresif, latihan bernapas
dan meditasi untuk menurunkan nyeri dan ansietas dan
meningkatkan rasa kontrol diri pasien.

b. Dx 2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b. d infeksi pada rogga
pleura.
Tujuan : Pasien dapat batuk secara efektif dan jalan napas kembali
bersih.
Kriteria hasil :
1. Pasien dapat batuk efektif.
2. Tidak ada suara napas ynag tidak biasa.
3. Foto sinar-X dada memperlihatkan tidak ketidaknormalan.
4. Kadar gas dalam arteri tetap dalam nilai normal.
Intervensi dan rasional :
1. Kaji status pernapasan sekurangnya setiap 4 jam atau menurut
standar yang ditetapkan untuk mendeteksi tanda awal gejala.
2. Gunakan posisi fowler dan sanggah lengan pasien untuk
membantu bernapas dan ekspansi dada serta ventilasi
lapangan paru basliar.
3. Bantu pasien untuk mengubah posisi, batuk, dan bernapas
dalam setiap 2 4 jam untuk membantu mengeluarkan sekresi
dan mempertahankan patensi jalan napas.
4. Isap sekresi sesuai keperluan, untuk menstimulasi batuk dan
membersihkakn jalan napas.
5. Berikan kelembaban yang adekuat untuk mencairkan sekresi.

c. Dx 3. Gangguan pertukaran gas b. d ventilasi perfusi
Tujuan :
Kriteria hasil :
11

1. Pasien melakukan aktivitas sehari-hari tanpa mengalami
kelemahan atau keletihan.
2. Pasien mempertahankan ventilasi yang sdekuat.
Intervensi dan rasional :
1. Dorong pasien untuk menyelingi periode istirahat dan aktivitas.
Aktivitas meningkatkan kebutuhan oksigen jaringan; istirahat
meningkatkan perfusi oksigen jaringan.
2. Berikan posisi yang nyaman ke pasien dengan melakuakan
perubahan posisi tirah baring.
3. Berikan oksigen sesuai progam untuk membantu menurunkan
distres pernapasan.
4. Ajarkan teknik relaksasi untuk membantu menurunkan ansietas.
Pengajaran tersebut meliputi pemberian informasi tentang
imajinasi terbimbing, relaksasi otot progresif, latihan bernapas
dan meditasi untuk menurunkan nyeri dan ansietas dan
meningkatkan rasa kontrol diri pasien.


















12

BAB III
KESIMPULAN


Empiema adalah suatu efusi pleura eksudat yang disebabkan oleh infeksi
langsung pada rongga pleura yang menyebabkan cairan pleura menjadi purulen
atau keruh. Pleura dan rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan
yang dapat menghambat pengembangan paru atau alveolus atau keduanya. Reaksi
ini dapat disebabkan oleh penekanan pada paru akibat penimbunan udara, cairan,
darah atau nanah dalam rongga pleura. Infeksi oleh organisme-organisme patogen
menyebabkan jaringan ikat pada membran pleura menjadi edema dan menghasilkan
suatu eksudasi cairan yang mengandung protein yang mengisi rongga pleura yang
dinamakan pus atau nanah. Jika efusi mengandung nanah, keadaan ini disebut
empiema.
Sesak napas adalah gejala yang paling utama. Pada empiema gejala lain
yang timbul adalah panas, menggigil, dan penurunan berat badan. Obat golongan
antibiotik yang digunakan dalam penyembuhan empiema adalah Klindamisin dengan
dosis 3x600 mg IV, lalu 4x300 mg oral/hari. Obat injeksi diganti oral jika kondisi klien
tidak panas lagi dan merasa baikan. Atau penggunaan kombinasi obat yang sama
efektifnya dengan Klindamisin adalah Penicilin 12-18 juta unit/hari + metronidazol 2
gram/hari selama 10 hari.
Pemberian asuhan keperawatan empiema difokuskan pada upaya
pencegahan terhadap terjadinya komplikasi yang berlanjut selama proses pemulihan
fisik klien. Penentuan diagnosa harus akurat agar pelaksanaan asuhan keperawatan
dapat diberikan secara maksimal dan mendapatkan hasil yang diharapkan.
Pemberian asuhan keperawatan kepada klien penderita empiema secara umum
bertujuan untuk memperlancar pernapasannya. Oleh karena itu, dibutuhkan
kreativitas dan keahlian dalam pemberian asuhan keperawatan dan kolaborasikan
dengan tim medis lainnya yang bersangkutan



13

DAFTAR PUSTAKA

You might also like