Disusun oleh Neneng Mustikasari (31111089) Farmasi 3B
PROGRAM STUDI S-1 FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA 2013 A. Nomor Praktikum : 04 B. Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 3 Oktober 2013 C. Judul Praktikum : Identifikasi Golongan Alkaloid dan Anastetik Lokal D. Tujuan Praktikum : Untuk mengidentifikasi senyawa golongan alkaloid dan anastetik lokal pada sampel. Untuk mengetahui cara pemisahan analit/ isolasi analit dari matriksnya. Untuk mengetahui cara jenis golongan alkaloid dalam senyawa obat baik yang murni ataupun dalam bentuk garam. E. Dasar Teori 1. Alkaloid Sumber Alkaloid Pada waktu yang lampau sebagian besar sumber alkaloid adalah tanaman berbunga, angiospermae (Familia Leguminoceae, Papaveraceae, Ramunculaceae, Rubiaceae, Liliaceae). Pada tahun-tahun berikutnya penemuan sejumlah alkaloid terdapat di hewan, serangga, organism laut, mikroorganisme dan tanaman rendah. Beberapa contoh yang terdapat pada berbagai sumber adalah isolasi muskopiridin dari sebangsa rusa; kastoramin dari sejenis musang di Kanada; turunan Pirrol-Feromon seks serangga. Alkaloid adalah suatu kelompok senyawa yang terdapat pada sebagian besar pada tanaman berbunga. Alkaloid merupakan suatu senyawa N- heterosiklik yang bersifat alifatis umumnya berasal dari tumbuhan yang bersifat farmakologis dan biasanya sangat beracun. Alkaloid dihasilkan oleh banyak organisme, mulai dari bakteria, fungi (jamur), tumbuhan, dan hewan. Ekstraksi secara kasar biasanya dengan mudah dapat dilakukan melalui teknik ekstraksi asam-basa. Rasa pahit atau getir yang dirasakan lidah dapat disebabkan oleh alkaloid. Istilah "alkaloid" (berarti "mirip alkali", karena dianggap bersifat basa) pertama kali dipakai oleh Carl Friedrich Wilhelm Meissner (1819), seorang apoteker dari Halle (Jerman) untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah dikenal, misalnya, morfina, striknina, serta solanina). Hingga sekarang dikenal sekitar 10.000 senyawa yang tergolong alkaloid dengan struktur sangat beragam, sehingga hingga sekarang tidak ada batasan yang jelas untuknya. Sifat Kimia Kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya pasangan electron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan electron, sebagai contoh, gugus alkil, maka ketersediaan electron pada nitrogen naik dan senyawa bersifat lebih basa. Kebasaan alkaloid menyebabkan senyawa tersebut sangat mudahmengalami dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen dapat menimbilkan berbagai persoalan jika penyimpanan berlangsung dalam waktu yang lama. Pembentukan garam dengan senyawa organik (tartrat, sitrat) atau anorganik (asam hidroklorida atau sulfat) sering mencegah dekomposisi. Itulah sebabnya perdagangan alcohol lazin berada dalam bentuk garam. Sifat Fisika Umumnya mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang memilikilebih dari satu atom N seperti ergotamine yang memiliki 5atom N. atom N ini dapat berupa amin primer, sekunder, maupun tertier yang semuanya bersifat basa (tingkat kebasaan tergantung dari struktur molekul dan gugus fungsional). Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan Kristal tidak larut dengan titik lebur yang tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alcohol yang berbentuk amorf dan beberapa seperti : nikotin dan koniin cairan. Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, species aromatic berwarna (contioh berberin berwarna kuning dan betanin berwarna merah). Pada umumnya, basa bebeas alkaloid hanya larut dalam pelarut organic, meskipun beberapa pseudoalkaloid dan protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid dan alkaloid quarterner sangat larut dalam air. 2. Golongan Anestetik Lokal Secara kimiawi obat anestesi local dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu golongan ester dan golongan amide. Perbedaan kimia ini direfleksikan dalam perbedaan tempat metabolisme, dimana golongan ester terutama dimetabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase di plasma sedangkan golongan amide terutama melalui degredasienzimatisdi hati. Perbedaan ini juga berkaitan dengan besarnya kemungkinan terjadinya alergi, dimana golongan ester turunan dari p-amino benzoicacid memiliki frekuensi kecenderungan alergilebih besar. Untuk kepentingan klinis, anestesi local dibedakan berdasarkan potensi dan lama kerjanya menjadi tiga grup. Grup 1 melewati prokain dan kloroprokain yang memiliki potensi lemah dengan lama kerja singkat. Grup 2 meliputi lidokain, mepivakain dan prilokain yang memiliki potensi dan lama kerja sedang. Grup 3 meliputi, tetrakain, bupivakain, dan etidokain yang memiliki potensi yang kuat dengan lama kerja panjang.
F. Alat dan Bahan Alat : 1. Tabung reaksi 2. Rak tabung 3. Pipet tetes 4. Beaker glass 5. Cawan uap 6. Kawat kasadan kaki tiga 7. Spirtus 8. Penjepit kayu 9. Gelas ukur 10. Kertas saring 11. Corong
Bahan : 1. Sampel : golongan alkaloid dan anestesi local (cairan, tablet, serbuk) 2. KMnO 4
3. FeCl 3
4. CuSO 4
5. NaOH 6. Pereaksi Roux 7. AgNO 3
8. Korek api (Lucifer) 9. Per. Mayer 10. Per. Dragendorf 11. Per. Parry 12. NH 4 OH 13. HCl 14. CH3COOH 15. Murexide 16. H 2 SO 4
17. Sol. Iodii 18. Indofenol 19. CHCl 3
20. KI 21. KNO 3 padat G. Prosedur Kerja
Sampel
Uji Organoleptis : warna, bau, rasa, TD, TL, 1. Uji Organoleptik Sampel no. 60 a. Warna : tidak berwarna b. Sediaan : injeksi c. Bau : sedikit bau garam Dugaan : Golongan Anestetik Lokal Sampel no. 85 a. Warna : putih b. Bentuk sediaan : serbuk Dugaan : Golongan alkaloid (parasetamol, papaverin, antalgin, ephedrine, INH,thefilin, kina sulfat, tramadul).
2. Uji Golongan
H. Hasil Pengamatan 1. Identifikasi sampel no. 54 NO IDENTIFIKASI DUGAAN KESIMPULAN 1 Uji organoleptis Warna = putih Bentuk = serbuk Kelarutan = dalam basa Sulfamerazin, sulfadiazine, sulfaguanidin Sampel nomor 54 adalah negatif 2 Uji golongan Zat + Roux merah (pereaksi) Golongan sulfonamid 3 Uji Penegasan Zat + roux warna merah pereaksi Zat + NaOH + CuSO 4 negatif Zat + parry hijau kotak-kotak negatif
2. Identifikasi sampel no. 82 NO IDENTIFIKASI DUGAAN KESIMPULAN 1 Uji organoleptis Warna = pink Bentuk = serbuk Kelarutan = dalam basa Sulfamerazin, sulfadiazine, sulfaguanidin Sampel nomor 82 adalah sulfaguanidin 2 Uji golongan Zat + Roux kuning kecokelatan sedikit hijau Golongan sulfonamid 3 Uji Penegasan Zat + roux kuning kecokelatan sedikit hijau Zat + NaOH + CuSO 4 negatif Zat + parry biru kotak-kotak Sulfaguanidin, sulfamerazin
I. Pembahasan Pada saat mengidentifikasi sampel no. 54 hampir semua reaksi mennunjukkan hasil yangnegatif, artinya dalam sampel tersebut tidak terkandung senyawa golongan sulfonamide. Namun terjadi kekeliruan dimana analit dalam sampel no. 54 adalah golongan sulfonamide yaitu sulfadiazine.
C 10 H 10 N 4 O 2 S Sulfadizine (FI III,579) Nama resmi : SULFADIAZINUM Nama lain : Sulfadiazina RM : C 10 H 10 N 4 O 2 S BM : 250, 27 Pemerian : serbuk, putih, putih kekuningan atau putih agak merah jambu; hamper tidak berbau; tidak berasa. Kelarutan Praktis tidak mudah larut dalam air; agaksukar larut dalam etanol (95%)P dan dalam aseton, P, mudah larut dalam asam mineral encer dan dalam alkali hidroksida. Kegunaan : antibakteri Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. Setelah dicocokan ternyata sampel no 54 adalah sulfaniazid. Pemisahan matrik dilakukan dengan menambahkan NaOH pada sampel yang bertujuan untuk menarik analit. Sediaan yang diberikan dalam bentuk serbuk dan bahan tambahan pada sediaan serbuk yaitu talk, Mg stearat, amilum dan dari zat tambahan tersebut semuanya tidak larut dalam air dan larut dalam SO 2 NH N N NH 2
poelarut tertentu dan perekasi tersebut tidak mungkin ditambahkan karena golongan sulfonamide beberapa senyawanya larut dalam pereaksi tersebut. Ditinjau dari kelarutan golongan sulfonamide seperti halnya sulfanniazid kelarutannya dalam asam mineral dan alkali hidroksida, maka yang di tambahkan adalah alkali hidroksida contoh salah satunya yaitu NaOH, dimana NaOH tersebut akan melarutkan analit golongan sulfonamide dan tidak akan bereaksi dengan bahan tambahan sehingga yang terjadi adalah analit latrut dalam basa dan bahan tambahanmenggumpal maka selanjutnya yaitu tahap filtrasi. Alasan penggunaan metode filtrasi yaitu ada gumpalan yang ukurannya sangat kecil sehingga apabila digunakan dekantasi tidak akan mendapatkan analit murni. Golongan sulfonamide bersifat amfoter karena adanya tautomerisasi, yaitu perubahan posisi electron-elektron karena satu sisi sebagai penarik dansatu sisi sebagai yang ditarik. NH2 dalam struktur sulfaniazid adalah basa, dan S adalah asam. Sehingga ketika ditambahkan NaOH sulfaniazid akan larut dan tertarik. Pemisahan matriks yang benar akan menghasilkan analit murni sehingga untuk uji golongan dan uji penegasan dapat dengan mudah diidentifikasi. Pada sampel no. 82 analit yang terkandung dalam sampel tersebut adalah sulfaguanidin.
Sulfa guanidine (FI III,583) Nama resmi : SULFAGUANIDINUM Nama lain : Sulfaguanidin RM : C7H10N4O2S.H2O BM : 232,36 Pemerian : Hablur atau serbuk putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau , oleh pengaruh cahaya, warna berubah gelap. Kelarutan : Mudah larut dalam air mendidih dan asam miniral encer sukar larut dalam etanol dan aseton p.sukar larut dalam air praktis tidak larut dalam alkali hidroksida. Kegunaan : sebagai indicator. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya. Pemisahan matriks dari analit pada sulfaguanidin yaitu menggunakan asam mineral encer. Ketika ujji golongan sulfaguanidin langsung memberikan reaksi yang positif. Golongan sulfonamide dengan pereaksi yang spesifik memberikan perubahan warna yang spesifik pula. Sulfaguanidin direaksikan dengan pereaksi roux menghasilkan warna kuning kecokelatan sedikit hijau.
J. Kesimpulan Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa sampel nomor 54 adalah golongan sulfonamide, analit tersebut adalah sulfaniazin. Dan sampel no 82 adalah sulfaguanidin karena ketika direaksikan dengan perekasi roux larutan menjadi warna kuning kecokelatan (sedikit hijau).
K. DaftarPustaka Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi IV.Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; Jakarta. Fessenden, J, S & Fessenden, R, J. 1994.Kimia Organik edisi ketiga Jilid I. Erlangga ; Jakarta. Farmakope Indonesia edisi ketiga. 1979. Departemen Kesehatan Republik Indonesia G.Ghalib, Ibnu, Prof.Dr.DEA.,Apt dan Rohman, Abdul, M.Si.,Apt. 2007. Kimia Farmasi Analisis. PustakaPelajar; Yogyakarta. Amirudin, A. 1993. Kamus Kimia Organic. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Harjadi, W.1993.Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Erlangga. Riawan,S. Kimia Organik. Tangerang : Bina Rupa Aksara . Setiono, L.dkk. 1990. Vogel 1. Jakarta : Kalman Media Pusaka.