Professional Documents
Culture Documents
REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
APRIL 2014
ANGIOFIBROMA NASOFARING
Pen
Oleh :
IRA SRIHARTINI, S. Ked (10542002508)
MARYAM MAYIDAH, S. Ked (10542003108)
Pembimbing :
Dr. Hj. NANI IRIANI DJUFRI, Sp.THT-KL (K)
KATA PENGANTAR
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................i
Halaman Pengesahan..............................................................................................ii
Kata pengantar........................................................................................................iii
Daftar Isi..................................................................................................................iv
BAB I
PENDAHULUAN....................................................................................1
BAB I
PENDAHULUAN
Angiofibroma nasofaring adalah suatu tumor jinak pembuluh darah di daerah
nasofaring yang secara histologik jinak, namun secara klinis bersifat seperti tumor
ganas karena mempunyai kemampuan mendekstruksi tulang dan meluas ke jaringan
sekitarnya. Tumor ini dapat meluas ke daerah sinus paranasal, pipi, mata, dan
tengkorak, serta sangat mudah menimbulkan perdarahan dan susah untuk dihentikan.
Tumor yang kaya pembuluh darah ini memperoleh aliran darah dari arteri faringealis
asenden atau arteri maksilaris interna. Angiofibroma kaya dengan jaringan fibrosa
yang timbul dari atap nasofaring atau bagian dalam dari fossa pterigoid. Setelah
mengisi nasofaring, tumor ini meluas ke dalam sinus paranasal, rahang atas, pipi dan
orbita serta dapat meluas ke intra kranial setelah mengerosi dasar tengkorak.1,2
Angiofibroma nasofaring paling sering ditemukan pada anak lak-laki
prepubertas dan remaja, yang umumnya terdapat pada rentang usia 7 sampai 21 tahun
dengan insidens terbanyak antara usia 14-18 tahun. Angiofibroma nasofaring jarang
terjadi pada usia diatas 25 tahun sehingga tumor ini disebut juga Juvenile
Nasopharyngeal Angiofibroma. Istilah juvenile tidak sepenuhnya tepat, karena
neoplasma ini kadang ditemukan juga pada pasien yang lebih tua. Juvenile
Nasopharyngeal Angiofibroma jarang ditemukan dan diperkirakan hanya 0,05% dari
seluruh tumor kepala dan leher. Insiden angiofirboma nasofaring diperkirakan antara
1 : 5.000-60.000 pada pasien THT.1,2
Gejala klinik yang dapat ditemukan pada juvenile angiofibroma nasofaring
dapat berupa hidung tersumbat (80-90%), merupakan gejala yang paling sering,
diikuti epistaksis (45-60%) yang kebanyakan unilateral dan rekuren, nyeri kepala
(25%) khususnya bila sudah meluas ke sinus paranasal, pembengkakan wajah (1018%). Gejala lain seperti anosmia, rhinolalia, deafness, pembengkakan palatum serta
deformitas pipi juga dapat ditemukan pada penderita angiofibroma nasofaring.
ekstensif.
Diagnosis
angiofibroma
nasofaring
ditegakkan
berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis. Trias gejala dan tanda
klinis dari tumor ini adalah epistaksis masif berulang, sumbatan hidung dan massa di
nasofaring sangat mendukung kecurigaaan adanya angiofibroma nasofaring. 2,3
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Anatomi
Ruang nasofaring yang relatif kecil mempunyai hubungan yang erat dengan
beberapa struktur yang secara klinis mempunyai arti penting. Nasofaring
berhubungan dengan rongga hidung di anterior melalui koana, dan orofaring di
bagian inferior melalui bagian terbawah dari palatum molle. Sedangkan
di bagian superior dan posterior, nasofaring berhubungan dengan korpus vertebra.
Tuba eustachius memasuki nasofaring di sebelah lateralnya, dan bagian superior dan
posterior muara tuba ini ditutupi oleh kartilago, yang disebut sebagai torus tubarius.
Fossa Rosenmuller (lateral dari resesus nasofaring) terletak di bagian superior dan
posterior torus tubarius dan merupakan predileksi dari karsinoma nasofaring. Banyak
terdapat foramen kranial yang membawa struktur syaraf dan pembuluh darah penting
yang terletak di dekat nasofaring. Nasofaring diliputi oleh mukosa yang terdiri atas
epitel squamous kompleks atau epitel kolumner pseudokompleks.4
II.2 Definisi
Angiofibroma nasofaring adalah suatu tumor jinak nasofaring yang secara
histologik jinak, secara klinis bersifat ganas, karena mempunyai kemampuan
mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya, seperti ke sinus paranasal,
pipi, mata dan tengkorak, serta sangat mudah berdarah yang sulit dihentikan.1,5
Sebutan lain untuk angiofibroma di dalam literatur antara lain: juvenile
angiofibroma, juvenile nasopharyngeal angiofibroma (JNA), nasal cavity tumor,
nasal tumor, benign nasal tumor, tumor hidung (nose tumor), nasopharyngeal tumor,
atau angiofibroma nasofaring belia.6
II.3 Etiologi
Etiologi JNA masih belum jelas. Berbagai teori banyak diajukan, salah
satunya adalah teori jaringan asal, yaitu pendapat bahwa tempat perlekatan spesifik
angiofibroma adalah di dinding posterolateral atap rongga hidung. Faktor
ketidakseimbangan hormonal juga banyak dikemukakan sebagai penyebab dari tumor
ini, bahwa JNA berasal dari sex steroid-stimulated hamartomatous tissue yang
terletak di turbinate cartilage. Pengaruh hormonal yang dikemukakan ini dapat
menjelaskan mengapa beberapa JNA jarang terjadi (ber-involute) setelah masa remaja
(puberty). 1,4,6,8
II.4 Patogenesis
Permukaan tumor
pembuluh darah. Massa tumor terdiri dari jaringan ikat padat dan gumpalan sel serta
terisi pembuluh vena lebar yang menumpuk di bagian pinggir. Tumor ini tidak
bermetastasis tetapi dapat tumbuh mendesak, dapat menginvasi orbita, sinus
paranasal, fossa pterigoid dan temporal atau ke ruang intrakranial. Tumor pertama
kali tumbuh di bawah mukosa di tepi sebelah posterior dan lateral koana di atap
nasofaring. Tumor akan tumbuh besar dan meluas dibawah mukosa sepanjang atap
8
nasofaring, mencapai tepi posterior septum dan meluas ke arah bawah membentuk
tonjolan massa diatap rongga hidung posterior. Perluasan ke arah anterior akan
mengisi rongga hidung, mendorong septum ke sisi kontralateral dan memipihkan
konka. Pada perluasan kearah lateral, tumor melebar kearah foramen sfenopalatina,
masuk ke fisura pterigomaksila dan akan mendesak dinding posterior sinus maksila.
Bila meluas terus, akan masuk ke fossa intratemporal yang akan menimbulkan
benjolan di pipi, dan rasa penuh di wajah. Apabila tumor mendorong salah satu
atau kedua bola mata maka akan tampak gejala yang khas pada wajah, yang akan
disebut muka kodok.1,8
Perluasan ke intrakranial dapat terjadi melalui fossa infratemporal dan
pterigomaksila masuk ke fossa serebri media. Dari sinus ethmoid masuk ke fossa
serebri anterior atau dari sinus sfenoid ke sinus kavernosus dan fossa hipofise.1
pertumbuhan tumor mencapai besar tertentu, maka wajah seperti muka kodok jelas
terlihat, tulang maksila merenggang dan
II.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang
seperti x-foto polos, CT scan, angiografi atau MRI. Gejala yang paling sering
ditemukan (>80%) ialah hidung tersumbat yang progresif dan epistaksis yang
berulang dan masif, infeksi sekunder dapat terjadi pada ruangan di belakang hidung
akibat berkurangnya drainase di tempat tersebut. Gejala-gejala lain muncul
tergantung dari luasnya tumor dan arah pembesarannya.1,2
tumor yang terlihat di nasofaring biasanya diliputi oleh selaput lendir berwarna
keunguan, sedangkan bagian yang meluas ke luar nasofaring berwarna putih atau
abu-abu. Pada usia muda warnanya merah muda, pada usia yang lebih tua warnanya
kebiruan, karena lebih
yang disebut
vaskularisasi tumor yang biasanya berasal dari cabang a. maksila interna homolateral.
Kadang-kadang juga sekaligus dilakukan embolisasi agar terjadi trombosis
intravaskular,
sehingga
vaskularisasi
berkurang
dan
akan
mempermudah
pengangkatan tumor.1
Pemeriksaan patologi anatomik tidak dapat dilakukan, karena biopsi
merupakan kontraindikasi, sebab akan mengakibatkan perdarahan yang masif.2
11
12
- Stage IB
- Stage IIA
- Stage IIB
- Stage IIIA
- Stage IIIB
- Stage II
- Stage III
- Stage IV
II.7 Histopatologi
Pada pemeriksaan histopatologi angiofibroma nasofaring, ditemukan jaringan
fibrous yang matur yang terdiri dari berbagai ukuran pembuluh darah dengan dinding
yang tipis. Pembuluh darah tersebut dibatasi endotelium tetapi pada dinding
pembuluh darahnya sedikit mengandung elemen kontraktil otot yang normal. Hal
inilah yang menyebabkan angiofibroma nasofaring mudah berdarah.
pula
diberikan
terapi
hormonal
meskipun
hasilnya
tidak
sebaik
pambedahan dapat dikatakan memiliki prognosis yang baik. Biasanya ini terjadi
pada pasien dengan usia yang lebih tua. Pada kasus yang lain, terutama pada pasien
berusia lebih muda, tumor jenis ini dapat berkembang menjadi degenerasi yang ganas
dan memiliki prognosis yang buruk.1
15
BAB III
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
17
18
19
20
21