You are on page 1of 4

ARTI KEADILAN DALAM HUKUM KEWARISAN

Oleh : Drs. H. Adnan Qohar, SH



A. Pendahuluan

Pembicaraan tentang keadilan tidak pernah berhenti sejak zaman dahulu hingga saat
ini, sebab masalah keadilan merupakan hal yang sangat esensial dalam kehidupan
manusia. Keadilan merupakan persoalan asasi, yang menyentuh kehidupan manusia
sebagai makhluk yang berunsur dualis, yaitu sebagai makhluk individu dan masyarakat (
zoon politicon ), serta makhluk yang berdimensi jasmani dan ruhani. Keadilan
merupakan persoalan yang berkaitan dengan isu isu hak asasi manusia, kemerdekaan,
persamaan, dan pertanggung jawaban, serta persoalan yang mendasar bagi kehidupan.
Bila keadilan tercabut dari masyarakat, maka akan kembali ke dalam suasana Bar-bar
atau primitif. Itulah sebabnya, keadilan terus dibicarakan dan diperjuangkan oleh setiap
individu dan masyarakat untuk memperolehnya agar kehidupannya dapat berjalan dengan
baik, aman dan sentosa.
Keadilan adalah kebijakan tertinggi dan selalu ada dalam segala manifestasinya
yang beraneka ragam. Keadilan juga merupakan salah satu tujuan setiap agama yang ada
di dunia ini, termasuk agama Islam yang menempatkan keadilan di tempat yang sangat
penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Secara garis besar, ketertiban umum akan terganggu atas chaos yang timbul dalam
masyarakat disebabkan sistem yang tidak adil atau karena ketidak adilan. Dan oleh
karena itu, keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicakan
sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Demikian pentingnya keadilan ini, dalam
mempelajari filsafat hukum selalu timbul pertanyaan, sesungguhnya keadilan itu apa ?

B. Makna Keadilan

Jeremy Bentham menyatakan, bahwa keadilan dan kebahagiaan yang mungkin
diwujudkan adalah yang bersifat umum, yang mencakup sebanyak mungkin orang. Ia
adalah kebahagiaan sebesar mungkin dari individu ( The Greatest Possible Happiness of
The Greatest Possible Number of Individuals ). Ukuran baik buruknya suatu perbuatan
manusia tergantung pada apakah perbuatan tersebut dapat mendatangkan kebahagiaan
atau tidak. Setiap kejahatan harus disertai dengan hukuman hukuman yang sesuai dengan
kejahatan tersebut, dan hendaknya penderitaan yang dijatuhkan tidak lebih daripada yang
diperlukan untuk terjadinya kejahatan.
Menurut Ulpianus yang kemudian pendapatnya ini diambil alih oleh kitab Hukum
Yustianus, bahwa keadilan itu adalah kehendak yang ajeg dan tetap untuk memberikan
kepada masing masing bagiannya ( Iustitia est contstans et perpetua voluntas ius suun
cuique tribuendi ). Adapun kaitannya dengan ilmu hukum adalah, bahwa yang disebut
terakhir ini ( jurisprudentia ) merupakan pengetahuan tentang perkara perkara Ilahi dan
manusiawi, ilmu tentang yang adil dan tidak adil
Aristoteles menyatakan, bahwa keadilan itu adalah kebijakan yang berkaitan
dengan hubungan antar manusia. Kata adil, menurutnya, mengandung lebih dari satu arti.
Adil itu dapat berarti menurut hukum dan apa yang sebanding, yaitu yang semestinya. Di
sini ditunjukkan, bahwa seorang dikatakan berlaku tidak adil apabila orang itu
mengambil lebih dari bagian yang semestinya.
Pengertian keadilan seperti tersebut di atas, merupakan pengertian yang sangat
kompleks, dan sepanjang sejarah lahirnya filsafat hukum, para filusuf belum pernah
merumuskan pengertian keadilan secara tuntas dan menyeluruh. Dari berbagai pandangan
tentang keadilan yang dikemukakan oleh berbagai ahli hukum dapat diperoleh gambaran
bahwa keadilan adalah ukuran atau norma bagi hukum yang memungkinkan untuk
diperlakukan perkara yang sama secara sama dan perkara yang tidak sama dengan cara
yang tidak sama pula.
Keadilan merupakan tujuan hukum yang paling utama dan merupakan satu satunya
tujuan hukum, sebagaimana yang dinyatakan oleh Bismar Siregar dalam sebuah
aritikelnya yang berjudul Rasa Keadilan Itu . dimuat di Kompas 22 Maret 1989
halaman 4 , Bila untuk menegakkan keadilan saya korbankan kepastian hukum,
akan saya korbankan hukum itu. Hukum hanya sarana, sedangkan tujuannya adalah
keadilan. Mengapa tujuan dikorbankan karena sarana ?
Ibnu Qayyim mengatakan, bahwa tujuan hukum Islam ialah untuk kebahagiaan,
kesejahteraan dan keselamatan umat manusia di dunia dan diakhirat. Hukum Islam
bersendi dan berasaskan hikmah dan kemaslahatan dalam hidupnya. Syariat Islam
adalah keadilan, rahmat ( kasih sayang ), kemaslahatan dan kebijaksanaan sepenuhnya.
Setiap persoalan yang keluar dan menuju pada kezaliman, menyimpangi kasih sayang,
menghindar dari kemaslahatan menuju pada kemafsadatan, dari kebijaksanaan menuju
pada hal yang sia sia, itu semua bukanlah hukum Islam. Hukum Islam itu menempatkan
keadilan Allah di tengah tengah hambaNya, menebarkan kasih sayang Allah di antara
makhluk makhlukNya.
Menurut Ibnu Qudamah bahwa yang dimaksud dengan keadilan adalah sesuatu
yang tersembunyi, motivasinya semata mata karena takut kepada Allah SWT. Berlaku
adil itu sangat terkait dengan hak dan kewajiban. Hak yang dimiliki oleh seseorang ,
termasuk hak asasi wajib diperlakukan secara adil. Hak dan kewajiban terkait pula
dengan amanah, sementara amanah wajib diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Oleh karena itu, hukum berdasarkan amanah harus ditetapkan secara adil tanpa dibarengi
dengan rasa kebencian dan sifat sifat negatif lainnya.
Islam memandang kehidupan ini sebagai suatu sistem yang terpadu antara
kebutuhan materiel dan spiritual secara selaras dan seimbang. Islam memandang
kehidupan ini sebagai wujud kasih sayang, tolong menolong dan persaudaraan dalam
batas bagi individu individu manusia pada umumnya. Keadilan dalam Islam, memiliki
fundamental Ilahiyah dan berakar pada moralitas. Prinsip pertama, adil adalah
berhubungan dengan mengakui Tuhan sebagai Pencipta. Prinbsip kedua , adalah
persamaan manusia dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan kultural yang
didasarkan pada seperangkat nilai dan prinsip moral.
Golongan sekuler memisahkan soal keadilan dari persoalan moralitas. Demiikian
pula konsep Barat yang memisahkan antara moralitas dan hukum, dan antara moralitas
dan keadilan. Sedangkan dalam Islam, keadilan merupakan tema sentral dan dibicarakan
secara konprehensif. Keadilan harus ditegakkan untuk sertiap individu. Konsep keadilan
dalam Islam mencakup segala aspek kehidupan baik itu dalam bidang akidah maupun
ibadah, dan bahkan hukum juga mencakup gagasan tentang keadilan sosial dalam bidang
ekonomi.
Di dalam Islam, keadilan berasal dari bahasa Arab al adl , yang dapat dijumpai
dalam Al Quran sebanyak 28 tempat, yang secara etimologi bermakna pertengahan. Dan
oleh karena demikian pentingnya persoalan keadilan ini, maka kata al adl dan yang
sinonim dengannya, seperti kata qisth, wast wazn , dan sebagainya diulang
sebutannya dalam Al Quran sekitar seribu kali. Al Gharib al Isfahani, mendefinisikan,
bahwa adil sama dengan muaddalah atau musawamah berarti persamaan ( equitable ) .
Dengan demikian, kata adil mengandung pengertian pantas, wajar, dan jujur, yang
merupakan lawan dari sikap curang, berat sebelah, dan aniaya ( zalim )
Dalam Ensiklopedia Hukum Islam dikemukakan, bahwa secara etimologi arti adil
( al adl ) berarti tidak berat sebelah , tidak memihak atau menyamakan sesuatu dengan
yang lain ( al musawah ). Istilah lain dari al adl adalah al qist, al misl yang berarti sama
dengan bagian atau semisal. Sedangkan pengertian adil secara terminologis adalah
menempatkan sesuatu pada tempatnya ( wadh syaiin fi maqaamihi ).
Keadilan merupakan katup pengaman pada setiap masyarakat, baik dalam hukum,
kesaksian, akidah, tindakan, kecintaan dan kedamaian bagi manusia. Selama
timbangannya benar dan tangan yang diberi wewenang untuk melaksanakannya berlaku
amanah dan terpelihara, niscaya masyarakat akan merasakan kebaikan dan
kebahagiaan.Akan tetapi, apabila timbangannya rusak dan tangan yang diberi wewenang
untuk melaksakan amanah disalah gunakan, maka masyarakat akan merasakan
penderitaan yang menyakitkan, karena di sana tidak ada keadilan, masyarakat akan
kacau, dan akan hidup menderita sepanjang zaman.
Berkenaan dengan penegakan keadilan, dalam Al Quran surat Al Nisa ayat 135
ditegaskan bahwa hukum dan keadilan harus ditegakkan meskipun terhadap diri sendiri,
atau ibu bapak dan kaum kerabat. Dalam surat al Maidah ayat 8, Allah SWT
menegaskan, bahwa janganlah sekali kali kebencian terhadap sesuatu, menjadikan kamu
tidak adil, karena dil itu lebih dekat kepada taqwa.
Berdasarkan penjelasan ayat ayat Al Quran seperti tersebut di atas, terbentuklah
suatu kaidah, keadilan itu sudah semestinya tidak terpengaruh oleh pertimbangan
pertimbangan yang bersifar emosional, seperti kecintaan kepada diri sendiri,
keberpighakan kepada kerabat sendiri, kebencian kepada suatu kaum dan karena
kekeyaaan seseorang, kebencian seorang musuh dan kecintaan seorang kekasih.
Hendaklah dipahami bahwa dalam konsep Islam, keadilan itu lebih dekat kepada
keridhaan Allah SWT dan mendorong kepada ketaatan kepadaNya
Syekh Muhammad Al Madani mengemukakan, bahwa ketentuan Allah yang
tersebut dalam Al Quran surat Al Nisa ayat 58 merupakan asas yang komprehensif dari
segala asas hukum dan keadilan yang dimanifestasikan dalam kewajiban menyampaikan
amanah kepada yang berhak menerimanya. Pengertian amanah dalam ayat tersebut
bersifat umum, dan menetapkan hukum kepada manusia itu merupakan amanah, di mana
Allah menyerahkan penetapan hukum ini kepada hakim untuk melaksanakannya. Oleh
karena itu, seorang hakim dianggap telah menyimpang dari tugasnya jika ia telah
melakukan penipuan dan pengkhianatan terhadap rakyat pencari keadilan. Dalam
berbagai aspek kehidupan, hukum wajib ditegakkan atas dasar keadilan, meskipun sulit
dan pahit dalam melaksanakannya. Mengingat hukum dan keadilan merupakan salah satu
landasan dalam mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara, maka hakim diposisikan
sebagai suriteladan bagi masyarakat dan sebagai penjaga amanat dalam penegakan
hukum dan keadilan.

C. Arti Keadilan Dalam Hukum Kewarisan

Dari uraian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa hukum dan keadilan yang
berasaskan pada ketentuan yang tersebut dalam Al Quran surat Al Nisa ayat 58 adalah
merupakan manifestasi kewajiban menyampaikan amanah kepada yang berhak
menerimanya. Maka, terkait dengan asas hukum dan keadilan yang demikian itu, Allah
SWT sebagai pembuat hukum kewarisan Islam, sudah tentu dalam aturan aturan hukum
yang ditetapkanNya akan selalu mengedepankan nilai nilai keadilan sebagaimana yang
diperintahkanNya untuk ditegakkan dalam kehidupan umat manusia di muka bumi ini.
Hasanain Muhammad Makhluf seorang pakar hukum Islam dari Mesir,
mengatakan, bahwa dalam masalah kewarisan, Islam mensyariatkan aturan hukum yang
adil karena menyangkut penetapan hak milik seseorang, yakni hak yang harus dimiliki
oleh seseorang sebagai ahli waris dengan sebab meninggalnya seseorang yang
meninggalkan harta peninggalannya kepada ahli warisnya. Pembagian kepada ahli waris
harus adil, tidak boleh berlaku aniaya atau pengurangan bagian yang satu untuk
ditambahkan pada bagian yang lain. Ini semua telah diatur oleh agama Islam sebagai
warisan yang diperoleh bagian laki laki adalah dua kali bagian perempuan, atau
memperoleh setengah harta warisan jika isterinya yang meninggal tidak mempunyai anak
sebagaimana tersebut dalam Al Quran surat Al Nisa ayat 11.12,dan 176. Ini ketentuan
atau keadilan dari Allah SWT dan siapa yang mematuhinya akan masuk surga
sebagaimana tersebut dalam Al Quran surat Al Nisa ayat 13.
Dengan statemen Al Quran tentang kewarisan mengisyaratkan, bahwa pembagian
waris yang telah ditetapkan oleh Allah itu bertitik tolak pada pemeliharaan rasa keadilan,
di mana Allah SWT mengetahui siapa saja yang lebigh banyak memberi manfaat.
Berdasarkan manfaat inilah maka diberikanlah bagian batgian dan warisan sesuai dengan
perannya, yakni Allah SWT mengetahui peran masing masing anggota keluarga di dalam
keluarganya, kadar kemanfaatan yang diberikannya, dan ukuran pertolongan yang
dilakukannya bagi anggota yang lain menurut pengetahuan, kebijaksanaan dan
kekuasaanNya.
Dr. H. Abdul Manan, SH, S.IP, M.Hum, mengatakan, bahwa keadilan dalam
kewarisan tidak berarti membagi sama rata harta warisan kepada semua ahli waris, tetapi
berpihak kepada kebenaran sebagaimana yang telah digariskan oleh Al Quran. Jika laki
laki memperoleh lebih banyak dari kaum perempuan, ini terkait dengan tanggung jawab
laki laki yang lebih besar dari perempuan untuk membiayai rumah tangganya. Jika
menyimpang dari apa yang telah ditetapkan oleh Al Quran , berarti pembagiannya telah
dilakukan secara tidak adil. Pengertian umum dari berlaku adil dalam kewarisan ( juga
dalam sawiat ) dan juga larangan memakan harta orang lain secara batil merupakan suatu
hal yang harus ditinggalkan sebagaimana tersebut dalam surat Al Baqarah ayat 188.
Lebih lanjut, nilai nilai keadilan hukum kewarisan sebagaimana yang telah
ditetapkan dan digariskan oleh Al Quran, itu akan tergambar secara jelas jika
dikomparasikan dengan menengok kedudukan kaum wanita dalam sejarah kewarisan
sebelum Islam.

You might also like