You are on page 1of 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Efusi pleura merupakan penyakit saluran pernafasan. Penyakit ini bukan
merupakan suatu disease entity tapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius
yang dapat mengancam jiwa penderita (WHO).
Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi
problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.
Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan di Indonesia penyakit efusi pleura
dapat ditemukan sepanjang tahun dan jarang dijumpai secara sporadis tetapi lebih
sering bersifat epindemik di suatu daerah.
Pengetahuan yang dalam tentang efusi pleura dan segalanya merupakan
pedoman dalam pemberian asuhan keperawatan yang tetap. Disamping pemberian
obat, penerapan proses keperawatan yang tepat memegang peranan yang sangat
penting dalam proses penyembuhan dan pencegahan, guna mengurangi angka
kesakitan dan kematian akibat efusi pleura.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka penulis membahas Asuhan
Keperawatan Klien Tn. H Dengan Gangguan Sistem Pernapasan Efusi Pleura.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana penyakit Efusi Pleura dan penatalaksanaannya ?
1.2.2 Bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan Efusi Pleura?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui bagaimana penyakit Efusi Pleura, penatalaksanaan, serta
proses asuhan keperawatan pada pasien Efusi Pleura




2

1.3.2 Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi konsep Efusi Pleura meliputi definisi, etiologi,
manifestasi klinis dan patofisiologi
b. Mengidentifikasi proses keperawatan pada Efusi Pleura
- Mengetahui peengkajian pada klien Efusi Pleura
- Mengetahui diagnose keperawatan yang sering terjadi pada klien dengan
Efusi Pleura, tujuan dan criteria hasil
- Mengetahui intervensi keperawatan dari klien dengan Efusi Pleura
- Mengetahui bagaimana implementasi pada klien dengan Efusi Pleura

1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa memahami penyakit, penatalaksanaan dan proses
keperawatan pada klien dengan gangguan Efusi Pleura sehingga
menunjang pembelajaran mata kuliah respirasi
1.4.2 Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat
menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.























3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi & Fisiologi Sistem Pernapasan
2.1.1 Anatomi System Pernapasan
a. Hidung
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-
saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. Rongga
hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan
bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang
mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Septum nasi memisahkan
kedua cavum nasi. Struktur ini tipis terdiri dari tulang dan tulang rawan, sering
membengkok kesatu sisi
b. Faring (Tekak)
Adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungan-
nya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di
belakang larinx (larinx-faringeal). Orofaring adalah bagian dari faring merupakan
gabungan sistem respirasi dan pencernaan
Faring terbagi atas 3, yaitu nasofaring ( menghubungkan faring ke hidung),
orofaring ( menghubungkan faring dengan mulut) dan laringofaring
(menghubungkan faring dengan laring)
c. Laring (Tenggorok)
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula
tyroidea, dan beberapa otot kecil, dan didepan laringofaring dan bagian atas
esopagus.
d. Trakea (batang tenggorok)
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm.
trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan
dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium
dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima
dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun
atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat
4

bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang
trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
e. Bronkus
Percabangan saluran nafas dimulai dari trakea yang bercabang menjadi
bronkus kanan dan kiri. Masing-masing bronkus terus bercabang sampai dengan
20-25 kali sebelum sampai ke alveoli. Sampai dengan percabangan bronkus
terakhir sebelum bronkiolus, bronkus dilapisi oleh cincin tulang rawan untuk
menjaga agar saluran nafas tidak kolaps atau kempis sehingga aliran udara lancar.
f. Alveoli
Bagian terakhir dari perjalanan udara adalah di alveoli. Di sini terjadi
pertukaran oksigen dan karbondioksida dari pembuluh darah kapiler dengan
udara. Terdapat sekitar 300 juta alveoli di kedua paru dengan diameter masing-
masing rata-rata 0,2 milimeter.
g. Paru-Paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-
paru memilki :
1. Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula
2. Permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada
3. Permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.
4. dan basis. Terletak pada diafragma
Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior
sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus
dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola,
venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga
mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.

2.1.2 Fisiologi Sistem Pernapasan
a. Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru karena selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfer dan alveolus oleh kerja mekanik otot-otot.

5

b. Difusi
Stadium ke dua proses respirasi mencakup proses difusi gas-gas melintasi
membran antara alveolus-kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0.5 um).
Kekuatan pendorong untuk pernindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara
darah dan fase gas.
c.Transport Oksigen Dalam Darah
Oksigen dapat ditranspor dari paru-paru ke jaringan melalui dua jalan :
1. secara fisik larut dalam plasma atau
2. secara kimia berikatan dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin (HbO
2
).
ikatan kimia oksigen dan hemoglobin ini bersifat reversibel.

2.2 Definisi
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses
penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit
lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat,
eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak
tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
2.3 Etiologi
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan
seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum,
sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena
trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
6

3. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit
neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh
sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar
- Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
- Penurunan tekanan osmotic koloid darah
- Peningkatan tekanan negative intrapleural
- Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Penyebabya adalah sebagai berikut :
a. Gagal jantung kongestif
b. Sindrom nefrotik
c. Sirosis hati
d. Sindrom meigs
e. Dialisis peritoneal
f. Hindronefrosis
g. Efusi pleura maligna/paramaligna

4. Efusi eksudat:cairan pleura bersifat eksudat (konsentrasi protein lebih tinggi
dari transudat) Penyebabnya:
a. Penyakit abdomen:penyakit pankreas
b. Penyakit kolagen
c. Trauma
d. perikardium
e. Tuberkulosis
5. Hemotoraks: cairan pleura mengandung darah
6. Efusi pleura maligngnan: dapat ditemukan sel-sel ganas yang terbawa pada
cairan pleura
7. Efusi paramaligna:efusi yang disebabkan keganasan





7

2.4 Patofisiologi

Skema 1 : Patofisiologi Efusi Pleura

8

2.5 Penatalaksaan Medis Pada Efusi Pleura
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk
mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan
ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada
penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan
specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa
hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan
protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang
diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan
ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang
pleura dan pengembangan paru.
Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan
kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah
akumulasi cairan lebih lanjut.
Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding
dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.

2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium (analisis cairan efusi yang di thorakosentesis)
Pemeriksaan radiology
- Foto toraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat
permukaan yang melengkung jika jumlah ciran efusi lebih dari 300 ml,
pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
CT scan dada akan terlihat adnaya perbedaan densitas cairan dengan jaringan
sekitarnya.
Ultra sono grafi pada pleura dapat menentukan adnaya cairan rongga pleura
Bronkoskopi pada kasus-kasus neoplasma, korpus aleunum dan abses paru.
Thorakoskopi (tiber optic pleura) pada kasus dengan neoplasma tuberculosis
pleura
Biopsi pleura
9

2.7 Pemeriksaan diagnosis
Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak
cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di
mediatinum.
Ultrasonografi
Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior
dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa
(serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks).
Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat
(hasil radang).
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan
asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi
(glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi
untuk sel-sel malignan, dan pH.
Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

2.8 Komplikasi
Pneumotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang
baik akan terjadi perlekatanfibrosa antara pleura perietalis dan pleura
viseralis.
Atelektasis
Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan
oleh penekanan akibat efusi pleura.
Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patafisiologi dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikat
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang mengakibatkan
peradangan.pada efusi pleura, atelektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan pengantian jaringan paru yang terserang jaringan fibrosis.
10

Kolaps paru
Pada efusi pleura atelektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik
pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan
mengakibatkan :

2.9 Auhan Keperawatan Menurut Doenges
1. Pengkajian
A. Pengumpulan Data Subjektif
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan dan pekerjaan pasien.

b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan efusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokalisasi terutama pada
saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.

c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.

d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC
paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan
untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
11



e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab efusi pleura seperti kanker paru,
asma, TB paru dan lain sebagainya.

f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya.

g. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi
yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien.
Pasien dengan efusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari
sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme
akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan efusi pleura keadaan
umumnya lemah.

3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
ilusi dan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien
yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
12

Akibat sesak nafas, kebutuhan O
2
jaringan akan kurang terpenuhi dan pasien
akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien
juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada dan untuk
memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat
dan keluarganya.
5) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah
sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
6) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan
fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus
suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakat pun juga mengalami
perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga
dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi
fisiknya masih lemah.
10) Pola penanggulangan stress
13

Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami
stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.
12) Pengumpulan Data Objektif
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi, DVJ
3. Integritas ego
Tanda : ketakutan, gelisah
4. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral/ infus
5. nyeri/kenyamanan
Gejala : tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas
dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi
6. Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma,
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi
interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat),
Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi
cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila
trauma atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat,
sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan.

2. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
efusi pleura antara lain :
14

1. Diagnosa keperawatan pre-op
a. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran alveolar-kapiler.
c. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura.
d. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh secara mendadak
ditandai dengan demam.
e. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia. akibat sesak nafas sekunder terhadap
penekanan struktur abdomen.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan kelelahan/kelemahan.

2. Diagnosa keperawatan post-op
a. Nyeri berhubungan dengan faktor-fakor fisik (pemasangan water seat drainase
(WSD))
b. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi
torakosintesis.
c. Ansietas berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis.

3 Intervensi Keperawatan
Menyusun prioritas :
1. Diagnosa keperawatan pre-op
a. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura.

Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien
mampu mempertahankan fungsi paru secara normal

Kriteria hasil :
Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal.
15

Pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan.
Bunyi nafas terdengar jelas.

Intervensi :
Mandiri
a) Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan
jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
b) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan
yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan,
kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c) Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 60 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragmsa memperluas daerah dada sehingga ekspansi
paru bisa maksimal.
d) Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon
pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
e) Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian
paru-paru.
f) Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif

Kolaborasi
g) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O
2
dan obat-obatan serta
foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat
16

dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang
paru.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan perubahan membran alveolar- kapiler.

Tujuan :
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pertukaran gas dalam alveoli adekuat.

Kriteria hasil:
Akral hangat
Tidak ada tanda sianosis
Tidak ada hipoksia jaringan
Saturasi oksigen perifer 90%
Tidak ada gejala disstres pernafasan

Intervensi :
Mandiri
a) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.
Rasional : Manifestasi distress pernafasan tergantung pada/indikasi derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
b) Awasi frekuensi jantung/irama
Rasional : Takikardi biasanya ada sebagai akibat demam tetapi dapat sebagai
respons terhadap hipoksemia.
c) Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku, cacat adanya sianosis
ferifer (kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral).
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau rsepon tubuh
terhadap demam/menggigil. Namun sianosis daun telinga, membrane
mukosa, dan kulit sekitar mulut (membrane hangat) menunjukkan hipoksemia
sistemik.
d) Kaji status mental
17

Rasional : Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen dapat
menunjukkan hipoksemia/penurunan oksigenasi serebral.
e) Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk
menurunkan demam dan menggigil.
Rasional : Demam tinggi (umumnya pada pneumonia bacterial dan influenza)
sangat meningkatkan kebutuhan metabolic dan kebutuhan oksigen dan
menggagu oksigenasi metabolic.
f) Observasi penyimpangan kondisi, cacat hipotensi, banyaknya jumlah sputum
merah muda/berdarah, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadran, dipsnea
berat, gelisah.
Rasional : Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada
pneumonia dan membutuhkan intervensi medic segera.

Kolaborasi
a) Berikan terapi oksigen dengan benar.
Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 diatas 60
mmHg. Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman
tepat dalam toleransi pasien.
b) Awasi Analisa Gas Darah, nadi oksimetri.
Rasional : Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.

c. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura.

Tujuan :
Setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri
dada klien hilang.

Kriteria hasil :
Pasien mengatakan nyeri berkurang , hilang, atau dapat dikontrol serta tampak
rileks.

Intervensi :
18

a) Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada
tersebut
Rasional : Membantu dalam mengevaluasi rasa nyeri.
b) Bantu klien melakukan tehnik relaksasi
Rasional : Membantu mengurangi rasa nyeri.
c) Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional : Untuk mengurangi/menghilangkan rasa nyeri.

d. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh secara
mendadak ditandai dengan demam.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
peningkatan suhu tubuh.

Kriteria hasil :
Hipertermi/peningkatan suhu tubuh dapat teratasi dengan proses infeksi hilang.

Intervensi :
Mandiri
a) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Dengan mengobservasi tanda-tanda vital klien perawat dapat
mengetahui keadaan umum klien, serta dapat memantau suhu tubuh klien.
b) Pemberian kompres hangat pada pasien
Rasional : Dengan pemberian kompres hangat dapat menurunkan demam
pasieen.
c) Berikan minum per oral.
Rasional : Klien dengan hipertermi akan memproduksi keringat yang berlebih
yang dapat mengakibatkan tubuh kehilangan cairan yang banyak, sehingga
dengan memberikan minum peroral dapat menggantikan cairan yang hilang
serta menurunkan suhu tubuh.
d) Ganti pakaian yang basah oleh keringat.
19

Rasional : Klien dengan hipertermi akan mengalami produksi keringat yang
berlebihan sehingga menyebabkan pakaian basah. Pakaian basah diganti
untuk mencegah pasien kedinginan dan untuk menjaga kebersihan serta
mencegah perkembangan jamur dan bakteri.

Kolaborasi :
e) Berikan obat penurun panas, misalnya antipiretik.
Rasional : Obat tersebut digunakan untuk menurunkan demam dengan aksi
sentralnya pada hipotalamus.
f) Berikan selimut pendingin
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari
39,5-40
0
C pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak

e. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, akibat sesak nafas sekunder terhadap
penekanan struktur abdomen.

Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan
nutrisi terpenuhi

Kriteria Hasil :
Menunjukkan peningkatan berat badan.

Intervensi :
Mandiri
a) Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan
berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
b) Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat
Rasional : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas
abdomen dan gerakan disfragma, dan dapat meningkatkan dispnea.
20

c) Berikan makan porsi kecil tapi sering.
Rasional : Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan
memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
d) Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,
kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya
nutrisi bagi tubuh.
e) Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi pencernaan.
f) Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu
makan.

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan kelelahan/kelemahan.

Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien dapat
melakukan aktivitas dengan baik

Kriteria hasil :
Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur
dengan tak adanya dipsnea dan kelemahan berlebihan
Tanda-tanda vital dalam rentang normal.

Intervensi :
Mandiri
a) Evaluasi respon klien terhadap aktivitas. Catat laporan dipsnea, peningkatan
kelemahan/ kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
Rasional : Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi.
21

b) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi. Dorong pengguanaa manajemen stress dan pengalih yang tepat.
Rasional : Menentukan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat.
c) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan. Pembatasan
aktivitas ditentukan dengan respon individual pasien terhadap aktivitas dan
perbaikan kegagalan pernafasan.
d) Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istiraha dan/ tidur.
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau
menunduk ke depan meja dan bantal.
e) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan
kebutuhan oksigen.

2. Diagnosa keperawatan post-op

a. Nyeri berhubungan dengan faktor-fakor fisik (pemasangan water seat
drainase (WSD)

Tujuan :
Setelah diberi askep 3 x 24 jam diharapkan nyeri hilang .

Kriteria hasil :
Pasien mengatakan nyeri berkurang , hilang, atau dapat dikontrol serta tampak
rileks dan tidur/istirahat dengan baik.

Intervensi :
22

a) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya terus-
menerus,sakit, menusuk, terbakar. Buat rentang ibtensitas pada skala 0-10.
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri. Penggunan skala nyeri
dapat membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat
untuk evaluasi keefektifan analdesik, meningkatkan control nyeri.
b) Kaji pernyataan verbal dan nonverbal nyeri pasien.
Rasional : Kesesuaian antara petunjuk verbal/nonverbal dapat memberikan
petunjuk derajat nyeri.
c) Evaluasi keefektifan pemberian obat. Dorong pemakaian obat dengan benar
untuk mengontrol nyeri;ganti obat atau waktu sesuai ketepatan.
Rasional : Persepsi nyeri dan hilangnya nyeri adalah subjektif dan
pengontrolan nyeri yang terbaik merupakan keleluasaan pasien. Boila pasien
tidak mampu memberi masukan, perawat harus mengobservasi tanda
fisiologis dan psikologis nyeri dan memberilan obat berdasarkan aturan.

b. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi
torakosintesis.

Tujuan :
Setelah diberi askep 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi/ adanya gejala gejala
infeksi.

Kriteria hasil :
Tidak terjadi infeksi.

Intervensi :
a) Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
Rasional : Manghindari infeksi
b) Dorong teknik mencuci tangan dengan baik
Rasional : Mencegah infeksi nosokomial saat pemasangan WSD

c. Ansietas berhubungan dengan pemasangan WSD dan terapi torakosintesis.
23


Tujuan :
Setelah diberi askep 2 x 24 jam diharapkan pasien mampu memahami dan
menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.

Kriteria hasil :
Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan
keadaannya.

Intervensi :
a) Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasienJelaskan mengenai penyakit
dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat
diajak kerjasama dalam perawatan.
b) Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktifsangat
bermanfaat dalam mengatasi stress.
c) Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik.
d) Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang
dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
e) Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah
teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat diketahui.







24

BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Analisa Kasus
Tn.H usia 45 tahun agama islam, suku bangsa bugis, pekerjakuli bangunan,
tinggal di jalan tanjung lumut talang bakung jambi. Masuk rumh sakit dengan
keluhan sesak nafas yang tidak tertahankan sejak 8 jam yang lalu, batuk berdahak,
demam sejak 2 hari yang lalu sampai saat ini, menggigil, nyeri dada, klien juga
mengatakan tidak ada nafsu makan, klien juga mengatakan sering mual dan
muntah apabila makan, dari hasil pemeriksaan fisik TD: 160/110mmHg, RR
34x/I,Nadi: 100x/I, suhu 39,5
o
c, perkusi paru kiri redup dan pergerakan dada kiri
tertinggal saat ekspirasi dan inspirasi.
Porsi yang diberikan idak habis, turgor kulit jelek, muntah 5 kali, skala
nyeri 7, pada saat pengkajian klien mengatakan sesak nafas, sputum + pada saat
auskultasi terdengnar suara ronkhi + whezeeng +, klien terpasang oksigen nasal
3L/I, terpasang selangg pada dada untuk mengeluarkan cairan didalam rongga
paru, pada saat perawat melihat WSD terdapat banyak cairan berwarna putih
dalam tempat penampung, adanya merah, bengkak dan terasa sakit. Pada hasil lab
di dapat leukosit 15.000/mm

3.2 Pengkajian
1. Informasi Umum
Nama : Tuan H
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Bugis
Alamat : jalan tanjung lumut talang bakung jambi
Pekerjaan : pekerja kuli bangunan

2. Keluhan Utama
Sesak nafas yang tidak tertahan sejak 8 jam yang lalu.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
25

Tidak ada riwayat penyakit dahulu
Dasar Data Pengkajian Pasien
1. Aktivitas istirahat
Gejala : sesak napas
Tanda : takikardi 100x/menit
2. Sirkulasi
Gejala :
Tanda : TD : 160/110 mmHg, Nadi : 100x/i
3. Makanan dan cairan
Gejala : Tidak Nafsu Makan, mual dan muntah
Tanda : Porsi yang diberikan tidak habis, turgor kulit jelek, muntah 5 kali
Leukosit : 15000
4. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada,
Tanda : Skala nyeri 7
5. Pernafasan
Gejala : sesak napas, batuk berdahak
Tanda : RR 34x/i, sputum +, ronchi +, wheezeng + , perkusi paru redup
dan
Pergerakan dada kiri tertinggals saat eksprasi dan inspirasi.
6. Kenyamanan
Gejala : demam, menggigil,
Tanda : suhu 39,5 C

Pemeriksaan Penunjang
Leukosit 15000/mm

3.3 Analisis Data
No Analisa Data Etiologi Masalah
Keperawatan

1.


Ds :
- Klien menyatakan batuk
berdahak selam 2 hari
Do:
- Sputum (+)
- Sesak nafas
Akumulasi sekret


Ketidak efektifan
Bersihan jalan nafas


2. Ds : klien mengatakan sesak
nafas yang tidak tertahan
Penurunan ekspansi
paru
Ketidak efektifan
pola nafas
26

sejak 8 jam lalu
Do :
- RR : 30x/i
- N : 100x/i
- TD: 160/110mmHg
- Auskultasi Ronchi(+)
dan Wheezing (+)
- Terpasang Oksigen
nasal : 3L/I
3. Ds : klien menyatakan nyeri
dada
Do :
- Skala nyeri 7
Penumpukan cairan
di rongga pleura
Nyeri akut
4.




Ds :
- demam sejak 2 hari
- menggigil

Do : suhu : 39,5 C

Proses infeksi




Gangguan rasa
nyaman : Hipertermi





5.
Ds :
- Klien tidak mengatakan
tidak nafsu makan
Do:
- mampu menghabiskan
porsi makanan
- BB menurun
- Muntal 5 kali
- Turgor kulit jelek
Intake tidak adekuat Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

6. DO :
- Leulosit 15000 ml
Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh
sekunder
infeksi

You might also like