ISRA WAHIDAH NINGRUM ( 0911013135 ) ZULHI RAHMAYANI ( 0911013136 ) NOVALTRIA FADYRIN ( 0911013146 ) Pendahuluan Diproduksi oleh Streptomuces venezuelae. Pertama kali diisolasi oleh David Gottlieb dari sampel tanah di Venezuela pada tahun 1947. Diperkenalkan dalam pengobatan klinis pada tahun 1949. Penggunaannya cepat meluas setelah diketahui obat ini efektif untuk berbagai jenis infeksi.
kloramfenikol pada tahun 1948 sebagai standar pengobatan untuk tifoid telah membawa dampak yang luar biasa dalam pengobatan demam tifoid. Kloramfenikol mampu menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit tersebut secara sangat bermakna. Akan tetapi dalam jangka waktu dua tahun setelah digunakan, telah terjadi resistensi terhadap antibiotika ini meskipun belum menjadi masalah besar. Baru pada tahun 1972 resistensi tifoid terhadap kloramfenikol menjadi suatu masalah yang besar. Munculnya galur yang resisten terhadap kloramfenikol dan antibiotika lainnya merupakan suatu kemunduran yang sangat besar.Wabah tifoid yang resisten terhadap kloramfenikol dilaporkan terjadi di berbagai negara seperti di Meksiko, India, Vietnam, Korea, Pakistan, bahkan beberapa kasus juga ditemukan di Indonesia. Menjelang akhir tahun 1980-an, Salmonella enterica ser.Typhi menunjukkan resistensi secara simultan terhadap beberapa antibiotika yang digunakan sebagai first line drugs seperti kloramfenikol, kotrimoksazol, tetrasiklin, dan ampisilin. Masalah yang ditimbulkan oleh penyakit demam tifoid menjadi lebih rumit karena adanya galur kuman yang multiresisten (multidrug resistance). Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui inaktivasi obat oleh asetil transferase yang diperantarai oleh faktor-R. Resistensi terhadap P.aeruginosa. Proteus dan Klebsiella terjadi karena perubahan permeabilitas membran yang mengurangi masuknya obat ke dalam sel bakteri. Beberapa strain D. Pneumoniae, H. Influenzae, dan N. Meningitidis bersifat resisten. S.Aureus umumnya sensitif, sedang enterobactericeae banyak yang telah resisten. Resistensi kloramfenikol mayoritas disebabkan oleh adanya enzim yang menambahkan gugus asetil kedalam antibiotik. Kloramfenikol yang terasetilasi tidak akan dapat terikat pada submit 50S ribosom bakteri, sehingga tidak mampu menghambat sinetsis protein. Mayoritas bakteri yag resistensi terhadap kloramfenikol memiliki plasmid dengan sebuah gen yang mengkode kloramfenikol astiltransferase. Enzim ini menginaktivasi kloramfenikol yang telah melewati membran plasma dan memasuki sel. Kloramfenikol asetiltransfase diproduksi secara terus menerus oleh mayoritas Gram negatif, namun pada Staphylococcus aureus, sintesis enzim ini diinduksi oleh kloramfenikol. Kloramfenikol tidak lagi menjadi plihan utama untuk mengobati penyakit tersebut karena telah tersedia obat-obat yang lebih aman seperti siprofloksasin dan seftriakson. Walaupun demikian, pemakaiannya sebagai lini pertama masih dapat dibenarkan bila resistensi belum merupakan masalah. REAKSI HEMATOLOGIK reaksi toksik dengan manfestasi depresi sumsum tulang belakang. Kelainan ini berhubungan dengan dosis, progresif dan pulih bila pengobatan dihentikan. Kelainan darah yang terlihat anemia, retikulositopenia, peningkatan serum iron, dan iron binding capacity serta vakuolisasi seri eritrosit muda.
mual, muntah, glositis, diare, dan enterokolitis kemerahan kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis. sindrom Gray pada bayi depresi, bingung, delirium dan sakit kepala.
Pada lima tahun terakhir ini, para klinisi di beberapa negara mengamati adanya kasus demam tifoid anak yang berat bahkan fatal, yang ternyata disebabkan oleh strain Salmonella typhi yang resisten terhadap kloramfenikol. Peneliti India ini melaporkan adanya kasus demam tifoid yang resisten terhadap kloramfenikol pada tahun 1970, sedangkan di Mexico untuk pertama kali dilaporkan pada tahun 1972.
Pada tahun 1955 terjadi epidemik disentri bakterial dan ditemukan bakteri Shigella dysentriae yang resisten terhadap kloramfenikol, streptomisin, sulfanilamide, dan tetrasiklin. Gen yang bertanggung jawab atas resistensi terhadap antibiotik tersebut adalah plasmid faktor- R (faktor resistensi) dengan daerah resistence transfer factor (RTF) yang disambung dengan gen r yang mengkode enzim-enzim yang dapat menginaktivasi obat-obat yang spesifik. Plasmid faktor-R yang kecil tanpa daerah RTF biasanya hanya berperan dalam resistensi satu macam antibiotik. penggunaan kloramfenikol ini hanya dikhususkan untuk pasien yang mengalami infeksi berat, seperti meningitis, tifus, dan demam tifoid, yang tidak dapat menggunakan alternatif lain yang lebih aman karena terjadinya resistensi atau alergi. Kasus : anemia aplastic Metode : case-control (19801995) Populasi : 145 dqri 1226 kasus Informasi kasus : pemakaian kloeamfenikol secara ocular selama 1-6 bulan Odds ratio : 3.8 (0.816.9) Kesimpulan dilakukan pada 3 kasus terpapar, 2 dari yang juga terkena agen lain terkait dengan anemia aplastik. Rendah risiko absolut terkait dengan eksposur.
Kasus : anemia aplastic Metode : case-control (19891994) Populasi : 253 dari 1174 kasus Informasi kasus : pemakaian kloeamfenikol selama 1-6 bulan Odds ratio : 2.7 (0.710) Kesimpulan dilakukan pada beberapa kasus terpapar. Agresif kontrol untuk mengacaukan. Studi yang dilakukan di california mengenai kematian dari anemia plastik yang idsebabkan karena penggunaan kloramfenikol pada tahun 1957-1961 dimana terdapat 30 kasus dari 138 sampel yang diuji cobakan. Dari studi ini didapatkan bahwa kemungkinan terjadiny aanemia plastik akibat penggunaan kloramfeniko diperkirakan sebanyak 1:60.000 Pada kasus diatas , dijelaskan bahwa pemakaian kloramfenikol dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan anemia aplastis.
Tetapi dikasus tersebut juga dijelaskan bahwa tidak semua anemia aplastis disebabkan oleh penggunaan antibiotik kloramfenikol. Pembahasan lain menyebutkan Ketika diberikan dalam kombinasi dengan busulfan, kloramfenikol secara signifikan meningkatkan kejadian limfoma terhadap tingkat yang diamati dalam kelompok yang menerima busulfan atau kloramfenikol saja (Robin et al. 1981). kloramfenikol sintesis protein dalam bakteri dengan mengikat subunit 50S dari Ribosom 70S. Ribosom dalam mitokondria sel mamalia juga dipengaruhi dalam perhitungan untuk sensitivitas jaringan yang berkembang seperti sistem hematopoietik, untuk toksisitas kloramfenikol. kadang-kadang termasuk anemia aplastik, merupakan bahaya terkait dengan penggunaan kloramfenikol oleh manusia.