You are on page 1of 14

1.

Pengantar Ilmu Hukum


Arti Hukum
Sesungguhnya apabila kita meneliti benar-benar, akan sukar bagi kita untuk
memberi definisi tentang hukum, sebab para sarjana hukum sendiri belum dapat
merumuskan suatu definisi hukum yang memuaskan semua pihak.
Akan tetapi walaupun tak mungkin diadakan suatu batasan yang lengkap tentang
apakah hukum itu, namun Drs. E. Utrecht, SH dalam bukunya yang berjudul
"Pengantar Dalam Hukum Indonesia" (1953) telah mencoba membuat suatu
batasan, yang maksudnya sebagai pegangan bagi orang yang sedang mempelajari
Ilmu Hukum.
Hanya diingatkan, bahwa definisi yang diberikan Drs. E. Utrecht, SH itu merupakan
pegangan semata yang maksudnya menjadi satu pedoman bagi setiap wisatawan
hukum yang sedang bertamasya di alam hukum.
Utrecht memberikan batasan Hukum sebagai berikut: "Hukum itu adalah himpunan
peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata
tertib suatu masyarakat dan karena itu haras ditaati oleh masyarakat itu".
Selain Utrecht juga beberapa Sarjana Hukum Indonesia lainnya telah berusaha
merumuskan tentang apakah Hukum itu, yang diantaranya ialah:
a. S.M Amin, SH
Dalam buku beliau berjudul "Bertamasya ke Alam Hukum," hukum yang dirumuskan
sebagai berikut: "Kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma
dan saksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah mengadakan
ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban
terpelihara".
b. J.C.T. Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto, S.H
Dalam buku yang disusun besama berjudul "Pelajaran Hukum Indonesia" telah
diberikan definisi hukum sebagai berikut: "Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang
bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat yang dibuat oleh Badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana
terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan
hukuman tertentu."
c. M.H. tirtaamidjaya, S.H
Dalam buku beliau "Pokok-pokok Hukum Perniagaan" ditegaskan, bahwa "Hukum
ialah semua aturan (norma) yang hams diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan
dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian, jika melanggar
aturan-aturan itu, akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang
yang akan kehilangan kemerdekaan, didenda dan sebagainya".
TUJUAN HUKUM
Dalam pergaulan masyarakat terdapat aneka macam hubungan antara anggota
masyarakat, yakni hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan-kepentingan
anggota masyarakat itu.
Dengan banyak aneka ragamnya hubungan itu, para anggota masyarakat
memerlukan aturan-aturan yang dapat menjamin keseimbangan agar dalam
hubungan-hubungan itu tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat.
Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam hubungan antara anggota
masyarakat, diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan
kesadaran tiap-tiap anggota masyarakat itu.
Peraturan-peraturan hukum yang bersifat mengatur dan memaksa anggota
masyarakat untuk patuh mentaatinya, menyebabkan terdapatnya keseimbangan
dalam tiap perhubungan dalam masyarakat. Setiap hubungan kemasyarakatan tak
boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang
berlaku dalam masyarakat.
Setiap pelanggar hukum yang ada, akan dikenakan sanksi berupa hukuman sebagai
reaksi terhadap perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan.
Untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung terus dan
diterima oleh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada
hams sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dari
masyarakat tersebut.
Dengan demikian, hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam
masyarakat dan hukum itu hams pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas
keadilan dari masyarakat itu.
Berkenaan dengan tujuan hukum, kita mengenal beberapa pendapat sarjana ilmu
hukum yang diantaranya sebagai berikut:
1. PROF. SUBEKTI, S.H
Dalam buku yang berjudul "Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan," Prof.Subekti, S.H
mengatakan, bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya
ialah: mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
Prof. Subekti, S.H mengatakan, bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan Negara
yang dalam pokoknya ialah: mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada
rakyatnya.
Hukum, menurut Prof. Subekti, S.H melayani tujuan Negara tersebut dengan
menyelenggarakan "keadilan" dan "ketertiban", syarat-syarat pokok untuk
mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan. Ditegaskan selanjutnya, bahwa
keadilan itu kiranya dapat digambarkan sebagai suatu keadilan keseimbangan yang
membawa ketentraman di dalam hati orang, dan jika diusik atau dilanggar akan
menimbulkan kegelisahan dan kegoncangan.
Keadilan selalu mengundang unsur "penghargaan," "penilaian" atau "pertimbangan"
dan karena itu ia lazim dilambangkan suatu "neraca keadilan." Dikatakan bahwa
keadilan itu menuntut bahwa "dalam keadaan yang sama setiap orang harus
menerima bagian yang sama pula".
Dari mana asalnya keadilan itu? Keadilan, menurut Prof. Subekti, S.H, berasal dari
Tuhan Yang Maha Esa; tetapi seorang manusia diberi kecakapan atau kemampuan
untuk meraba atau merasakan keadaan yang dinamakan adil. Dan segala kejadian
di alam dunia ini pun sudah semestinya menumbuhkan dasar-dasar keadilan itu
pada manusia.
Dengan demikian maka dapat kita lihat bahwa hukum tidak saja harus mencari
keseimbangan antara perbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain,
untuk mendapatkan "keadilan" tetapi hukum juga harus mendapatkan keseimbangan
lagi antara tuntutan keadilan tersebut dengan tuntutan "ketertiban" atau "kepastian
hukum".
2. PROF. MR. DR. U. VAN APELDOORN
Prof, van Apeldoorn dalam bukunya "Inleiding tot de studie van het Nederlandse
recht" mengatakan, bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia
secara damai. Hukum menghendaki perdamaian.
Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi
kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa,
harta benda pihak yang merugikannya.
Kepentingan perseorangan selalu bertentangan dengan kepentingan golongan-
golongan manusia. Pertentangan kepentingan ini dapat menjadi pertikaian bahkan
dapat menjelma menjadi peperangan, seandainya hukum tidak bertindak sebagai
perantara untuk mempertahankan perdamaian.
Adapun hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbang kepentingan
yang bertentangan itu secara teliti dan mengadakan keseimbangan diantaranya,
karena hukum hanya dapat mencapai tujuan, jika ia menuju persatuan yang adil;
artinya peraturan pada manusia terdapat keseimbangan antara kepentingan-
kepentingan yang dilindungi, pada setiap orang memperoleh sebanyak mungkin
yang menjadi bagiannya. Keadilan tidak dipandang sama arti dengan
persamarataan. Keadilan bukan berarti bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian
yang sama.
Dalam tulisannya "Rhetorica," Aristoteles membedakan dua macam keadilan, yaitu
keadilan "distributif' dan keadilan "komutatif".
Keadilan distributif ialah keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah
menurut jasanya (pembagian menurut haknya masing-masing).
la tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya;
bukan persamaan melainkan kesebandingan.
Dalam hal ini Prof, van Apeldoom memberi contoh yang berikut: "Bila dalam pasal 5
Undang-Undang Dasar Belanda mengatakan: Tiap-tiap orang belanda dapat
diangkat tiap-tiap jabatan, maka ini belum berarti bahwa tiap-tiap orang Belanda
mempunyai hak yang sama untuk diangkat menjadi Menteri, melainkan bahwa
jabatan-jabatan harus diberikan kepada mereka yang berdasarkan jasa-jasanya dan
patut memperolehnya".
Bandingkan dengan UUD-1945 pasal 27 ayat 2: ('Tiap-tiap warganegara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan").
Keadilan komutatif ialah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama
banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa perorangan. la memegang peranan
dalam tukar menukar; pada pertukaran barang-barang dan jasa-jasa dalam mana
sebanyak mungkin harus terdapat persamaan antara apa yang dipertukarkan.
Keadilan komutatif lebih-lebih menguasai hubungan antara perseorangan khusus,
sedangkan keadilan distributif terutama menguasai hubungan antara masyarakat
(khususnya negara) dengan perseorangan khusus.
3. TEORIETIS
Ada teori yang mengajarkan, bahwa hukuman itu semata-mata menghendaki
keadilan. Teori-teori yang mengajarkan hal tersebut dinamakan teori etis, karena
menurut teori-teori itu, isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis
kita mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil.
Teori ini menurut Prof, van Apeldoorn berat sebelah, karena ia melebihkan kadar
keadilan hukum, sebab ia cukup memperhatikan keadaan yang sebenarnya.
Hukum menetapkan peraturan-peraturan umum yang menjadi petunjuk untuk orang-
orang dalam pergaulan masyarakat. Jika hukum semata-mata menghendaki
keadilan, jadi semata-mata mempunyai tujuan memberi tiap-tiap orang apa yang
patut diterimanya, maka ia tak dapat membentuk peraturan-peraturan umum.
Tertib hukum yang mempunyai peraturan bukan, tertulis atau tidak tertulis, tak
mungkin, kata Prof, van Apeldoorn. Tak adanya peraturan umum, berarti
ketidaktentuan yang sungguh-sungguh mengenai apa yang disebut adil atau tidak
adil. Dan ketidaktentuan inilah yang selalu akan menyebabkan keadaan yang tidak
teratur.
Dengan demikian hukum harus menentukan peraturan umum, harus
menyamaratakan. Tetapi keadilan melarang menyamaratakan; keadilan menuntut
supaya setiap perkara harus ditimbang tersendiri.
Oleh karena itu kadang-kadang pembentuk undang-undang sebanyak mungkin
memenuhi tuntutan tersebut dengan merumuskan peraturan-peraturannya
sedemikian rupa, sehingga hakim diberikan kelonggaran yang besar dalam
melakukan peraturan-peraturan tersebut atas hal-hal yang khusus.
4. GENY
Dalam "Science et technique en droit prive positif," Geny mengajarkan bahwa
hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Dan sebagai unsur
daripada keadilan disebutkannya " kepentingan daya guna dan kemanfaatan".
5. BENTHAM (TEORI UTILITIS)
Jeremy Bentham dalam bukunya "Introduktion to the morals and legislation"
berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang
berfaedah bagi orang.
Dan karena apa yang berfaedah kepada orang yang satu, mungkin merugikan orang
lain, maka menurut teori utilitis, tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagiaan
sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya. Kepastian melalui hukum
bagi perseorangan merupakan tujuan utama daripada hukum.
Dalam hal ini, pendapat Bentham dititikberatkan pada hal-hal yang berfaedah dan
bersifat umum, namun tidak memperhatikan unsur keadilan.
Sebaliknya Mr J.H.P. Beefroid dalam bukunya "Inleiding tot de Rechtswetenschap in
Nederland "mengatakan: "De inhoud van het recht dient te

worden bepalald onder leiding van twee grondbeginselen, tw.de rechtvaardigheid en
de doeatigheid (isi hukum hams ditentukan menurut dua azas, yaitu asas keadilan
dan faedah).
6. PROF. MR J. VAN KAN
Dalam buku "Inleiding tot de Rechtwetenschap" Prof.van Kan menulis antara lain
sebagai berikut: "Jadi terdapat kaedah-kaedah agama, kaedah-kaedah kesusilaan,
kaedah-kaedah kesopanan, yang semuanya bersama-sama ikut berusaha dalam
penyelenggaraan dan perlindungan kepentingan-kepetingan orang dalam
masyarakat. Apakah itu telah cukup? Tidak! Dan tidaknya karena dua sebab yaitu:
a. Terdapat kepentingan-kepentingan yang tidak teratur baik oleh kaedah-
kaedah agama, kesusilaan maupun kesopanan, tetapi temyata memerlukan
perlindungan juga;
b. Juga kepentingan kepentingan yang telah diatur oleh kaedah-kaedah tersebut
di atas, belum cukup terlindungi.
Oleh karena kedua sebab ini kepentingan-kepentingan orang dalam
masyarakat tidak cukup terlindungi dan terjamin, maka perlindungan kepentingan itu
diberikan kepada hukum.
Selanjutnya Prof, van Kan mengatakan, bahwa hukum bertujuan menjaga
kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat
diganggu.
Jelas disini, bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya
kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu dapat disebutkan bahwa hukum
menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri
(eigenrichting is verboden), tidak mengadili dan menjatuhi hukuman terhadap setiap
pelanggaran hukum terhadap dirinya. Namun tiap perkara, hams diselesaikan
melalui proses pengadilan, dengan perantaraan hakim berdasarkan ketentuan
hukum yang berlaku.


b. Hukum diperlukan dalam masyarakat karena
Hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi
demikian diperlukan dalam setiap masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang
membangun, karena di sini pun ada hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi dan
diamankan. Akan tetapi, masyarakat yang sedang membangun, yang dalam definisi
kita berarti masyarakat yang sedang berubah cepat, hukum tidak cukup memiliki
fungsi demikian saja. Ia juga harus dapat membantu proses perubahan masyarakat
itu. Pandangan yang kolot tentang hukum yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan
ketertiban dalam arti statis, dan menekankan sifat konservatif dari hukum,
menganggap bahwa hukum tidak dapat memainkan suatu peranan yang berarti
dalam proses pembaharuan
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik,
buruk, dan tanggung jawab, dengan pengertian masing masing, sebagai berikut :
a. Pengertian Benar
Bertindak sesuai aturan / hukum yang berlaku di masyarakat.
b. Pengertian Salah
Bertindak tidak sesuai dengan aturan / hukum yang berlaku di masyarakat.
c. Pengertian Baik
Sesuatu hal dikatakan baik bila ia mendatangkan rahmat, dan memberikan perasaan
senang, atau bahagia ( Sesuatu dikatakan baik bila ia dihargai secara positif ).
d. Pengertian Buruk
Segala yang tercela. Perbuatan buruk berarti perbuatan yang bertentangan dengan
norma-norma masyarakat yang berlaku.
e. Pengertian Tanggung jawab
Sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan kewajiban dan dimensi waktu.
Benar, salah, baik, dan buruk sendiri terkait dengan aturan / hukum dan nilai
nilai yang berlaku di masyarakat ( norma ) maka jelaslah ada keterkaitan diantara etika,
norma, dan hukum.
Etika juga menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi
norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain
tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan
mencuri dan jika kita mencuri, maka akan di kenai sanksi sesuai dengan hukum
yang ada.
Dalam hukum pidana dikenal, 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan
pelanggaran, kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan
undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa
keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan
sebagainya ( inilah contoh tindakan tindakan yang bukan hanya menyimpang
hukum tetapi juga menyimpang norma dan etika ).
Jadi, jelaslah bahwa hukum, norma, dan etika saling berkaitan antara satu
sama lain. Dari hukum - hukum yang belaku pada suatu negara yang mengikat
secara luas pada suatu negara tersebut terbagi menjadi bagian bagian kecil yang
disebut norma untuk mengikat pada suatu golongan masyarakat tertentu ataupun
agama tertentu, dan agar kita tidak melanggar keduanya baik hukum maupun
norma, kita harus bertindak sesuai dengan etika etika yang berlaku baik dalam
suatu negara maupun dalam suatu masyarakat.
2. Tentang Hukum Kepailitan

a. Tujuan dari hukum kepailitan adalah:

1. Melindungi para Kreditor konkuren untuk memperoleh hak mereka sehubungan
dengan berlakunya asas jaminan, bahwa "semua harta kekayaan Debitor baik yang
bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang telah ada maupun yang baru akan
ada di kemudian hari, menjadi jaminan bagi perikatan Debitor", yaitu dengan cara
memberikan fasilitas dan prosedur untuk mereka dapat memenuhi tagihan-
tagihannya terhadap Debitor. Menurut hukum Indonesia, asas jaminan tersebut
dijamin oleh Pasal 1131 KUH Perdata. Hukum kepailitan menghindarkan terjadinya
saling rebut di antara para Kreditor terhadap harta Debitor berkenaan dengan asas
jaminan tersebut. Tanpa adanya Undang-undang Kepailitan, maka akan terjadi
Kreditor yang lebih kuat akan mendapatkan bagian yang lebih banyak daripada
Kreditor yang lemah.

2. Menjamin agar pembagian harta kekayaan Debitor di antara para Kreditor sesuai
dengan asas pari passu (membagi secara pro-porsional harta kekayaan Debitor
kepada para Kreditor konkuren atau unsecured creditors berdasarkan perimbangan
besarnya tagihan masing-masing Kreditor tersebut). Di dalam hukum Indonesia,
asas pari passu dijamin oleh Pasal 1132 KUH Perdata.

3. Mencegah agar Debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat
merugikan kepentingan para Kreditor. Dengan dinyatakan seorang Debitor pailit,
maka Debitor menjadi tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus dan
memindahtangankan harta kekayaannya yang dengan putusan pailit itu status
hukum dari harta kekayaan Debitor menjadi harta pailit.

4. Pada hukum kepailitan Amerika Serikat, hukum kepailitan memberikan
perlindungan kepada Debitor yang beritikad baik dari para Kreditornya, dengan cara
memperoleh pembebasan utang. Menurut hukum kepailitan Amerika Serikat,
seorang Debitor perorangan (individual debtor) akan dibebaskan dari utang-
utangnya setelah selesainya tindakan pemberesan atau likuidasi terhadap harta
kekayaannya. Sekalipun nilai harta kekayaannya setelah dilikuidasi atau dijual oleh
Likuidator tidak cukup untuk melunasi seluruh utang-utangnya kepada para
Kreditornya, tetapi Debitor tersebut tidak lagi diwajibkan untuk melunasi utang-utang
tersebut.

b. Jika tuan A (Suami ) dan B (Istri) sebelum menikah membuat perjanjian pisah
harta, jika tuan A (Suami) dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga maka harta B
(Istri) yang bukan merupakan harta bersama tidak bisa dinyatakan sebagai
budel pailit.
c. 1. Seharusnya modal pemerintah yangberasal dari APBN seharusnya menjadi
kekayaan BUMN, karena usaha yang berjalan telah menjadi bagian keuangan
swasta.
2. PT DI adalah termasuk BUMN karena perusahaan pemerintah yang
diswastakan. Dengan pertimbangan Peranan pemerintah sebagai pemegang
saham. Bila sahamnya dimiliki oleh masyarakat, besarnya tidak lebih dari 49%,
sedangkan minimal 51% sahamnya dimiliki oleh negara. Atau lebih tepatnya
adalah Perusahaan Persero yang merupakan BUMN yang berbentuk perseroan
terbatas (PT) yang modal/sahamnya paling sedikit 51% dimiliki oleh pemerintah,
yang tujuannya mengejar keuntungan. Maksud dan tujuan mendirikan persero
ialah untuk menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya
saing kuat dan mengejar keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan.


3. Hak Kekayaan Intelektual

a. Asas Teritorial adalah asas yang berdasarkan pada kekuasaan negara atas
daerahnya. Menurut asas ini bahwa bahwa negara hukum bagi semua barang
yang ada diwilayahnya. Jadi terhadap semua barang atau orang yang berada
di luar wilayah tersebut berlaku hukum asing Internasional sepenuhnya.
Prinsip Teritorial yang dimilikinya seperti: Prinsip ini lahir dari pendapat bahwa
sebuah negara memiliki kewenangan absolut terhadap orang, benda, dan
terhadap kejadian kejadian di dalam wilayah sehingga dapat menjalankan
yurisdiksinya terhadap siapa saja dalam semua jenis kasus hukum (kecuali
dalam hal adanya kekebalan yurisdiksinya seperti yang berlaku pada diplomat
asing). Dalam masalah yang diterapkan oleh Asas Teritorial ini mendapatkan
penerapan yang akan menemui kesulitan dalam hal Tindakan Kriminal yang
melibatkan antara 2 negara atu lebih di suatu negara tersebut.
Tentang merek, konsep HaKI mempersyaratkan setiap negara peserta untuk
memberikan perlindungan kepada merek terkenal (well-known mark).
Tentang merek, konsep HaKI mempersyaratkan setiap negara peserta untuk
memberikan perlindungan kepada merek terkenal. Meskipun system HaKI
menerapkan prinsip territorial, namun prinsip ini menjadi tidak berlaku untuk
merek terkenal, yang mana hal ini tidak terlepas dari bargaining position MNC
yang menginginkan perlindungan secara internasional atas produk
perdagangan mereka.
b. Permintaan pendaftaran paten merupakan indikator kemampuan intelektual
suatu bangsa karena semakin tinggi permintaan hak paten berarti
menunjukkan bahwa bangsa tersebut semakin menghargai hak intelektual
atau karya seseorang. Selain itu semakin tinggi permintaan hak paten,
menunjukkan tingkat kreatifitas atau daya cipta masyarakat semakin maju
dan meningkat. Sehingga sangat dimungkinkan semakin banyak karya baru
yang orisinil.
c. Kata gotong royong berasal dari kata gotong dan royong. Dalam bahasa
Jawa, gotong atau menggotong berarti mengangkat benda yang berat yang
dilakukan oleeh beberapa orang secara bersama-sama. Kata royong
mencerminkan penikmatan hasil pekerjaan secara adil, sesuai dengan besar
sumbangan yang diberikan. Sebagai suatu istilah , gotong royong berati
bekerja bersama-sama lalu bersama-sama pula menikmati hasil pekerjaan
secara adil. Semnetara itu prinsip HAKI lebih menekankan prinsip
individualisme. Artinya, orang bisa menuntut secara hukum atas penggunaan,
penyebaran suatu karya intelektual tanpa ijin. Contohnya adalah memfotokopi
buku diktat untuk belajar. Berdasarkan hukum hak cipta sebernarnya
melanggar hukum, tetapi ini bertentangan hukum azas kegotongroyongan
untuk meningkatkan kemampuan intelektual bangsa. Contoh lain adalah
menggunakan windows bajakan.


4. Tentang Penegakkan Hukum di Indonesia
a. Kondisi penegakan hukum di Indonesia belakangan ini dinilai buruk. Hal itu
dipicu oleh lemahnya penegakan hukum seperti pada kasus dana talangan
Bank Century, skandal Nazarudin, dan kasus Nunun Nurbaeti. penilaian
buruk itu berdasarkan hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia
(LSI) pada pertengahan Desember 2011.
Hampir sepanjang pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2005-2011),
baru kali ini lebih banyak rakyat menilai kondisi penegakan hukum secara
umum buruk.
Selain itu, publik juga menilai kinerja pemerintahan dalam pemberantasan
korupsi buruk atau sangat buruk, dengan proporsi di bawah 50 persen.
Padahal, data longitudinal sejak 2005 sampai 2011 menunjukkan proporsi
sikap positif publik senantiasa lebih besar dalam isu penanggulangan korupsi.
Dikatakan, penanggung jawab penurunan kepercayaan ini bukan hanya
pemerintah, tetapi semua pihak yang secara langsung berkaitan dengan
penegakan hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Karena
apa yang dinilai buruk dalam demokrasi Indonesia berkaitan dengan tata
kelola pemerintahan, terutama dalam penegakan hukum (rule of law), dan
pengawasan terhadap korupsi,"
Data Governance Indicator World Bank 2011 menunjukkan, dalam sepuluh
tahun demokrasi Indonesia tidak mengalami kemajuan berarti dan masih
tetap negatif. "Korupsi tinggi, kepastian hukum rendah, regulasi tidak
berkualitas, dan inefisiensi penyelenggaraan negara. Jika ini terus berlanjut,
kepercayaan publik terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi
bisa semakin merosot,"
b. Pasal 3 Ayat (1) UU 25 Tahun 2007 dengan jelas menyebutkan investasi
(penanaman modal) diselenggarakan berdasarkan asas kepastian hukum dan
efisiensi berkeadilan. Sedangkan Ayat (3) mengatur tentang Tujuan Investasi
yakni: meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan tenaga
kerja dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Secara das sein sudah
nampak jelas bahwa investasi itu bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat.
Hukum mempunyai dampak yang luas dalam kehidupan bermasyarakat.
Termasuk dalam kegiatan investasi di bidang pusat perbelanjaan. Para
investor baik domestik ataupun asing menjadikan hukum sebagai salah satu
factor penting dalam kegiatannya untuk menginvestasikan modalnya di
Indonesia. Salah satunya adalah mengenai jaminan kepastian hukum dalam
setiap kebijakann dan tindakan di bidang investasi yang menjadikan hukum
dan peraturan perundangundangan sebagai dasarnya, sebagaimana yang
telah dijelaskan dalam Pasal 3 huruf a UU No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal (UUPM). Setelah diundangkannya UUPM maka semua
hal tersebut telah diakomodir di dalamnya. Namun, tidak hanya sebatas itu
saja. Selain harus ada aturan yang menjadi dasar setiap tindakan dan
kebijakan tersebut,tapi harus juga didukung dengan aturan lain yang
menunjang dan berkaitan dengan aturan dasar investasi tersebut.
c. Friedmann berpendapat bahwa efektifitas hukum ditentukan oleh tiga
komponen, yaitu:
1. Substansi hokum yaitu materi atau muatan hukum. Dalam hal ini peraturan
haruslah peraturan yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat untuk
mewujudkan ketertiban bersama.
2. Aparat Penegak Hukum agar hukum dapat ditegakkan, diperlukan
pengawalan yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang memiliki
komitmen dan integritas tinggi terhadap terwujudnya tujuan hukum.
3. Budaya Hukum yaitu budaya hukum yang dimaksud adalah budaya
masyarakat yang tidak berpegang pada pemikiran bahwa hukum ada untuk
dilanggar, sebaliknya hukum ada untuk dipatuhi demi terwujudnya kehidupan
bersama yang tertib dan saling menghargai sehingga harmonisasi kehidupan
bersama dapat terwujud.
Etika penegakkan hukum berada dalam ketiganya, baik integritas, penegak
hukum serta budaya. Artinya, penegakkan hukum harus dilakukan oleh
pengak hukum yang mempunyai integritas yang tinggi dalam penegakkan
hukum , dan hal ini harus menjadi budaya penegakkan hukum. Contohnya
adalah KPK, dia harus bersih di jajarannya serta melakukan penegakkan
hukum tanpa tebang pilih.

You might also like