You are on page 1of 10

HASIL PRAKTIKUM

PENGAMATAN SEBELUM
PERLAKUAN
SESUDAH
PERLAKUAN
Denyut Nadi 80k kali/menit -
Saliva Tidak Ada Saliva -
Pupil Mata Normal 0,5 cm -
Pupil Mata saat Disinari 0,3 cm -
Keadaan Pergerakan Gelisah -
Efek Jarum Pentul Menggeliat atau terjadi
kontraksi
Tidak terjadi kontraksi
4 Menit Pertama Setelah Perlakuan - Mulai gelisah
7 Menit Pertama Setelah Perlakuan - Rangsangan melemah
Menit ke-7 sampai ke-14 setelah
Perlakuan
- Masih terjadi rangsangan











ANESTESI LOKAL

A. Farmakologi dasar anestesis local

Kimiawi
Umumnya obat anestesis lokal terdiri dari sebuah gugus lipolifit (biasanya sebuah cincin
aromatik) yang diberikatan dengan sebuah rantai perantara (umumnya termasuk suatu ester atau
sebuah amida) yang terikat pada satu gugus terionisasi. Aktivitas optimal memerlukan
keseimbangan yang tepat antara gugus lipofilik dan kekuatan hidrofilik. Penambahan sifat fisik
molekul, maka konfirgurasi stereokimia specifik menjadi penting, misalnya perbedaan potensi
stereoisomer telah diketahui untuk beberapa senyawa. Karena ikatan ester (seperti prokain) lebih
mudah terhidrolisis dari ikatan amida, maka lama kerja ester biasanya lebih singkat.

1. Farmakokinetik
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang akan
menghamba. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu penting dalam memantau
mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum
terhadap SPP dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal bagaimanapun juga
memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek anestesinya.
Absorbsi
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan vasokonstriktor, dan sifat
fisikokimia obat. Aplikasi anestesi lokal pada daerah yang kaya vaskularisasinya seperti mukosa
trakea menyebabkan penyerapan obat yang sangat cepat dan kadar obat dalam darah yang lebih
tinggi dibandigkan tempat yang perfusinya jelek, seperti tendo. Untuk anestesi regio yang
menghambat saraf yang besar, kadar darah maksimum anestesi lokal menurun sesuai
dengantempat pemberian yaitu: interkostal (tertinggi) > kaudal > epidural > pleksus brankialis >
saraf insciadikus (terendah).
Bahan vasokonstriktor seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik anestesi lokal dari
tempat tumpukan obat dengan menguragi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi nyata
terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain, lidokain, dan
mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat
lokal yang tinggi ,dan efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang
masuk dalam darah hanya 1/3-nya saja
Distribusi
Anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus intravena. Bukti
menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan lemak.setelah fase
distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ yang perfusinya
tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat yang terjadi karena
ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma
yang sangat singkat dari obat tipe estesr (lihat bawah), maka distribusinya tidak diketahui.
Metabolisme dan ekskresi
Anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut dalam air dan
kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan
mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya yang
diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase
(pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali mempunyai waktu paruh yang sangat
singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain.
Penurunan pembersihan anestesi lokal leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran
darah kehati. Sebagai contoh, pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi
dengan halotan lebih lambat dari pengukuran binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare.
Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan aliran darah ke dalam hati dan penekanan
mikrosom hati karena halotan. Propranolol dapat memperpanjang waktu paruh anestesi lokal
amida.

2. Farmakodinamik

Mekanisme kerja

Membran yang mudah terangsang dari akson saraf, mirip dengan membran otot jantung dan
badan sel saraf, mempertahankan pontesial transmembran sekitar-90 sampai-60 mV. Saluran
natrium terbuka, dan arus natrium yang masuk cepat kedalam sel dengan cepat mendeplorisasi
membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40). Sebagai akibat ari deplorisasi ini, maka
saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Alran kalium keluar sel
,mendeplorisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar-95 mV); terjadi lagi
repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada
jantung, dan anestesi lokalpun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringan tersebut.
Fungsi saluran natrium dapat diganggu dengan beberapa cara. Racun biologi seperti
batrakotoksin, aksonitin, veratidin, dan beberapa bisa skorpion meningkat reseptor di dalam
saluran dan mencegah inaktivasinya. Akibatnya influks natrium ke dalam sel lebih lama melalui
saluran dibandingkan dari hambatan konduksi, sehingga beberapa peneliti menyatakan bahwa zat
diatas sebagai agonis pada saluran natrium. Racun larut tetrodoktosin dan saksitoksin
menghambat saluran ini dengan berikatan pada reseptor saluran dekat permukaan ekstrasel. Efek
kliniknya sepintas mirip dengan efek anestesi lokal walaupun bagian reseptornya agak beda.
Anestesi lokal meningkatkan reseptor ujung intrasel saluran adanya bahan vasokonstriksiktor,
dan sifat fisikokimia obat. Aplikasi anestesi lokal pada daerah yang kaya askularisasinya seperti
mukosa trakea menyebabkan penyerapan obat yang sangat cepat dan kadar obat dalam darah
yang lebih tinggi dibandingkan tempat yang diperfusinya jelek, seperti tendo.
Bila peningkatan konsentrasi secara progresif anestesi lokal digunakan pada satu serabut saraf,
nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan munculnya potensial
aksi mengecil,dan akhirnya kemapuan melepas satu potensial aksila hilang. Efek yang bertambah
tadi merupakan ikatan anestesi lokal terhadap banyak dan makin banyak saluaran natrium. Jika
arus ini dihambat mebilih titik krirts saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat
ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat ropagasi,
potensial istirahat.
Di antara depolarisasi akson, sebagian saluran natrium pulih dari penghambat obat yang ini 10-
100 kali lebih lambat dari pada kepulihan saluran dari inaktivasi normal, seperti yang nampak
pada membran jantung. Akibatnya, masa refrakter diperpanjang dan saraf hanya dapat
menyalurkan sedikit impuls saja.
Walaupun anestesi lokal dapat dibukitan menghambat sejumlah saluran lainnya, termasuk
saluran sinaptik perantara kimiawi, belum ada bukti yang menyakinkan bahwa kerja demikian
berperan penting pula dalam efek klinik dari obat anestesi lokal. Namun, penelitian percobaan
pada seabut saraf dan sel otot jantung menunjukkan bahwa obat yang memperpanjang potensial
aksi dapat meningkatkan dengan jelas kepekaan saluran natrium terhadap penghambatan anestesi
lokal (Drachman, 1991). Hal ini dapat diterangakan dengan pengamatan uraian di atas, yaitu
afinitas saluran yang disktifkan dan diinaktifkan terhadap anestesi lokal lebih besar dari pada
afinitas saluran dalam keadaan isirahat.

Karakteristik struktur-aktivitas anestesi lokal
Makin kecil dan makin banyak molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan
reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hunbungan positif pula dengan larutan lipid selama
obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan
mepivakin lebih larut dalam air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang
terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang panjang.obat terikat lebih ekstensif pada protein dan
akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obat lain.
Aksi terhadap saraf
Karena anestesi lokal mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas pada
hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Walaupun kelumpuhan motor pada suatu saat
diperlukan juga, namun keadaan demikian membatasi kemapuan pasien untuk kerja sama,
misalnya selama persalinan. Selama anestesi sinal, kelumpuhan motor justru merusak aktivitas
pernapasan dan penghambatan saraf otonom dapat menimbulkan hipotensi, namun
demikian,perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap
penghambatan anestesi lokal atas dasar pengukuran dan mielinasi.

Efek diameter serabut
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak dimana propragasi
suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan dengan kostan ruang)
jadi lebih singkat. Selama mula kerja anestesi lokal, bila bagian pendek serambut dihambat,
maka serabut berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls. Terhadap serabut
bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh anestesi lokal untuk menghentikan
propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi-yang menerangkan,
sebagian tahanan yang lebh besar tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat sebelum saraf yang
tidak bermielin pada ukuran yang sama. Dengan alasan ini, serabut preganglionik B dapat
dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin.
Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti langsung dari
mekanisme kerja yang bergantungpada keadaan anestesi lokal. Hambatan oleh obat anestesi
lokal dan makin lamanya depolarisasi. Serabut sensoris, terutama serabut nyeri, ternyata
berkecepatan letupan tinggi dan lama potensi aksi yang relatif lama (medekaiti 5 milidetik).
Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi yang singkat (0,5
milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat pada transmisi
nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut ini dihambat lebih dahulu dengan anestesi
lokal kadar rendah dari pada serabut A alfa.
Efek posisi saraf dalam bundel saraf
Susunan anatomi serabut menciptakan pula aturan tertentu seperti di atas dengan perkeculian
terhambatan berbagai serabut yang terletak di bagian tepi bundel. Pada sekumpulan saraf yang
besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundel. Dan oleh karena itu saraf ini akan
terpapar lebih dahulu bila anestesi lokal diberikan secara suntikan kedalam jaringan sekitar saraf.
Akibatnya, bukan tidak mungkin saraf motor akan terhambat sebelum [enghambatan motor
dalam bundel besar. Pada ektrimitas, serabut sensoris proksimal terletak menyelimuti badan
saraf, di mana persarafan sensoria distal terletak di tengah. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf
besar, anestesi menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi obat ke dalam bagian tengah bundel
saraf.

Efek terhadap membran yang mudah terangsang lainnya
Anestesi lokal mepunyai efek menghambat tot saraf yang lemah dan tidak begitu penting dalam
klinik. Namun, efeknya terhadap membran sel otot jantung mempunyai makna klinik yang
penting. Beberapa berguna sebagai obat antiaritmia pada kadar rendah dibandingkan kadarnya
untuk menghambat saraf, dan semua anestesi lokal dapat menimbulkan aritmia pada kadar yang
cukup penting.

B. Farmakologi klinik anestesi lokal
Anestesi lokal menyebabkan analgesia sementara tetapi lenkap dari bagian tubuh yang berbatas
tegas. Cara pemberian biasanya dengan aplikasi topikal, suntikan pada daerah akhiran saraf
perifer dan bundel batang saraf dan instilasi ke dalam jaringan epidural dan ruang subarakhnoid
yang mengelilingi medula spinalis. Selain itu, hambatan serabut simpatis otonom dapat
digunakan untuk mengevaluasi peran tonus simpatis pada pasien dengan vasopasme perifer.
Pilihan anestesi lokal untuk prosedur tertentu biasanya atas lama kerja obat yang dibutuhkan.
Prokain dan kloroprokain bekerja singkat: lidokain, mepivakain, dan prilokain masa kerjanya
mengah sedangkan tetrakain, bupivakain, dan etiokain bekerja lama.
Mulai kerja anestesi lokal kadang dapat dipercepat dengan menggunakan larutan jenuh dengan
CO2 (karbonasi) kadar CO2 jaringan yang tinggi menyebarkan asidosis intraselular (CO2 mudah
melintas membran), yang kemudian menimbulkan tumpulkan bentuk kation anestesi lokal.

1. Toksisitas
Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam darah
meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek pada berbagai sistem organ.
Sistem saraf pusat
Sejak zaman prasejarah, penduduk asli peru telah mengunyah daun tumbuhan erythoxylon coca,
sumber kokain, untuk, untuk memperolehperasaan nyaman dan menguragi keletihan. Efek SSP
yang kuat dapat diperoleh dengan menyedot bubuk kokain. Kokain kini telah menjadi satu
penyalahgunaan obat yang paling banyak digunakan. Anestesi lokal lainnya tidak memiliki efek
euforia kokain. Namun, beberapa penelitian menunjukkan b ahwa beberapa pemakai ketagihan
kokain tidak dapat membedakan antara pemberian kokain intranasal dengan lidokain intranasal.
Efek SSP lainnya termasuk ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan pendengaran, dan
kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan mengigil. Akhirnya
kejang toni klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan kematian yang terjadi untuk
semua anestesi lokal termasuk kokain. Anestesi lokal nampaknya depresi jalur penghambatan
kortikal, sehingga aktivitas komponen eksitasi sisi sepihak akan muncul. Tingkat transisi eksitasi
tak seimbang ini akan diikuti oleh depresi SPP umumnya bila kadar anestesi lokal dalam darah
lebih tinggi lagi.

Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi lokal yang timbulnya kejang karena kadar
obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya memberikan
anestesi lokal dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang adekuat saja. Bila
harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi dengan benzodiazepin;
seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah bangitan kejang. Bila kejang sudah
terjadi, maka perlu untuk mencegah hipoksemia dan asidosis. Walaupun pemberian oksigen tida
dapat mencegah hiperroksemia setelah munculnya kejang. Sebaliknya, hiperkapnia dan asidosis
turut memperberat kejang. Hiperventilasi dapat meningkatkan pH darah, yang kemudian akan
menurunkan kadar kalium ekstrasel. Hal ini akan menghiperpolarisasi potensial transmembran
akson, yang cocok untuk keadaan istirahat atau afinitas rendah saluran natrium, sehingga
toksisitas anestesi lokal berkurang.
Kejang akibat anestesi lokal dapat diobati pula dengan barbiturat kerja singkat dosis kecil, seperti
tiopental, 1-2 mg/kg secara intravena, atau azepam, 0,1 mg/kg intravena. Manifestasi otot dapat
ditekan dengan obat penyakat otot saraf kerja singkat, seperti suksinilkolin tidak memperbaiki
menifestasi kortikal pada EEG pada kasus pemberian suksinilkolin dan ventilasi mekanik dapat
mencegah aspirasi paru dari cairan lambung dan mempermudah terapi hiperventilasi.


Sistem saraf perifer (neurotoksisitas)
bila diberikan dalam dosis yang sangat berlebihan, semua anestesi lokal akanmenjadi toksik
terhadap jaringan saraf. Beberapa laporan menunjukkan kasus defesit sensoris dan motor yang
belanjut setelah kecelakan anestesi spinal dengan klopoprokain volume besar. Apakah
klopoprokain memang lebih neurotoksik dibandingkan denga anestesinya belum bisa dipastikan.
Sistem kardiovaskuler
Efek kardiovaskular anestesi lokal akibat sebagian dari efek langsung terhadap jantung dan
menbran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melaluai saraf otonom. Seperi uraian
dalam anestesi lokal menhambat saluran natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu
jantung, eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi normal. Dengan perkecualian kokain, obat
anestesi lokal menekan pula kekuatan kontaksi jantung sehingga terjadi dilatasi arteriol, di mana
kedual efek ini akan menimbulkan hipotensi. Walaupun kolaps kardiovakular dan kematian
biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat pula terjadi
dalam dosis kecil yang diberikan secara anestesi inflitrasi.

Seperti catatan di atas, kokain berbeda dengan anestesi lain dalam hal efek kardiovaskularnya.
Hambatan ambilan kembali norepineprin dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
Kokain dapat pula menyebkan aritmia jantung. Efek vasokostriksi kokain akan menimbulkan
iskemia pada mukosa hidung, dan pada pemakai jangka panjang, bahkan dapat terjadi tukak
lapisan mukosa dan kerusakan eptum hidung. Sifat vasokonstriksi kokain ini dimanfaatkan
secara klinik untuk mengurangi perdarahan akibat kerusakan mukosa nasofaring.
Bupivakain lebih kardiotoksik daripada anestesi lokal lainnya. Beberapa kasus menunjukkan
bahwa kelalaian suntikan bupivakain intravena intravena tidak saja menyebabkan kejang tetapi
juga kolaps kardiovaskular, di mana tindakan resusitasi sangat sulit dilakukan dan tidak akan
berhasil. Beberapa penilitian pada binatang sepakat tentang ide bahwa bupivakain memang lebih
toksik bila diberikan secara intervena dibandingkan anestesi lokal lainnya. Hal ini
menggambarkan bahwa saluran natrium bupivakain sangat diperkuat oleh masa kerja yang kuat
dan sangat lama pada seln jantung (dibandingka serabut saraf lain), dan tidak seperti lidokain,
bupivakain menumpuk jelas pada denyut jantung normal. Penelitian berikutnya menunjukkan
bahwa gambaran EKG yang sangat umum pada pasien yang diberi bupivakain ternyata irama
idioventrikular melambat dengan kompekls QRS yang melebar dan disosiasi elektromekanik.
Resusitasi pernah berhasil dengan bantuan kardiopulmoner standar- termasuk koreksi asidosis
yang jitu dengan hiperventilasi dan pemberian bikarnoat-dan pemberian epineprin, atropin, dan
bretilium yang agresif. Ropivakain adalah anestesi lokal amida yang baru dan masih diteliti
dengan efek anestesi lokalnya sama dengan bupivakain. Bukti awal menunjukkan bahwa
toksisitas kardiovaskularnya lebih kecil daripada bupivakain.
darah
Pemberian prilokain dosis besar (>`10mg/kg) selama anestesi regional akan menimbulkan
penumpukan metabolit toluidin, suatu zat pengoksidasi yang. Bila kadar methemoglobin ini
cukup besar (3-5 mg/dL), maka pasien akan nampak sianotik dan warna menjadi coklat. Kadar
methemoglobin demikian menimbulkan dekompensasi pada pasien dengan penyakit jantung atau
paru sehingga perlu pengobatan segera. Tindakan untuk menguragi kadar methemoglobin
dengan metilin biru, asam askobat, kurang memuaskan, dapat diberikan secara intravena agar
methemoglobin segera dikonversi menjadi hemoglobin.
Reaksi alergi
Anestesi lokal tipe ester dimetabolisir menjadi turunan asam p aminobenzoat. Metabolit ini dapat
menimbulkan reaksi alergi pada sekelompok kecil populasi. Amida tidak dimetabolisir menjadi
asam p- aminobenzoat, sehingga reaksi alergi tipe amida ini sangat jarang sekali terjadi

http://farmamedicine.blogspot.com/

You might also like