You are on page 1of 28

[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 1



MAKALAH ILMIAH
FARMASEUTIKA II


Coarse Suspensions: Design and Manufacturing




Kartika Sari
1111012007
Kelas : B



FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 2

KATA PENGANTAR



Syukur Alhamdulillah saya ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
makalah ini mengenai Coarse Suspensions: Design and Manufacturing untuk
mata kuliah farmaseutika II ini dengan baik.
Adapun tujuan saya dalam pembuatan tugas makalah mengenai Coarse
Suspensions: Design and Manufacturing ini adalah sebagai tugas wajib untuk
mata kuliah farmaseutika II. Saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca dan saya sendiri.
Saya menyadari bahwa makalah ilmiah ini masih banyak kelemahan dan
kekurangan yang harus disempurnakan. Untuk itu saya terbuka terhadap kritikan
dan saran yang bersifat konstruktif yang dapat menyempurnakan tugas ini.

Padang, 04 Desember 2013

Kartika Sari





[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 3

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 5
1.2 Tujuan ................................................................................................. 6
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 7
2.1 Perkenalan .......................................................................................... 7
2.2 Penyiapan dan Karakterisasi Obat ...................................................... 9
2.2.1 Studi Kristalisasi ..................................................................... 9
2.2.2 Solid-state Karakterisasi ........................................................ 10
2.3 Pertimbangan Biofarmaseutika .......................................................... 11
2.3.1 Pengaruh Sifat Fisiko-Kimia Obat Terhadap Bioavailabilitas .. 12
2.3.2 Absorpsi Obat dari Intramuscular dan Subkutan Injeksi ........ 13
2.3.3 Faktor Fisiologi ........................................................................ 14
2.4 Stabilitas Fisika dari Suspensi Kasar .................................................... 15
2.5 Formulasi Suspensi Parenteral ........................................................... 18
2.5.1 Distribusi Ukuran Partikel ...................................................... 19
2.5.2 Eksipien .................................................................................. 19
2.5.3 Buffer ..................................................................................... 21
2.5.4 Pembasahan .......................................................................... 21
2.5.5 Suspending Agent .................................................................. 22
[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 4

2.5.6 Tonicity Adjusting Agents ...................................................... 22
2.5.7 Pengawet ............................................................................... 22
2.6 Pembuatan Suspensi Kering Sediaan Parenteral ............................... 22
2.6.1 Suspensi yang Siap digunakan vs Serbuk untuk rekonstitusi 22
2.6.2 Unit Operations in Suspension Manufacture ........................ 23
2.7 Evaluasi Kualitas Produk ..................................................................... 25
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 27
3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 27
3.2 Kritik dan Saran ................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 28









[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 5

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Suspensi memiliki banyak pengertian, namun memiliki satu maksud.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV suspensi adalah sediaan cair yang
mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair,
sedangkan menurut Farmakope Indonesia edisi III, suspensi merupakan sediaan
yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut,
terdispersi dalam cairan pembawa.
Suspensi digunakan dalam pembuatan sediaan obat. Oleh karena itu,
berdasarkan penggunaan obatnya suspensi dibedakan menjadi suspensi oral,
suspensi topikal, suspensi tetes telinga, suspensi optalmik, suspensi injeksi, dan
suspensi injeksi yang terkontitusi.
Pada makalah ini, suspensi yang dijelaskannya hanyalah suspensi yang
digunakan untuk sediaan parentral (suspensi injeksi). Suspensi yang digunakan
untuk sediaan injeksi tidak boleh diberikan secara intra vena dan larutan spinal
disebabkan karena sediaan mengandung partikel partikel yang tidak larut. Jika
partikel partikel tersebut masuk ke dalam darah maka akan berbahaya dan bisa
menghambat aliran darah kapiler yang ada.
Suspensi yang akan diceritakan disini adalah suspensi untuk injeksi.
Pengertian injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau
melalui kulit atau selaput lendir. Sediaan injeksi suspensi ini termasuk kedalam
kelompok 3 dan kelompok 4 pembagian suspensi menurut Farmakope Indonesia
edisi III, yaitu Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai
membentuk larutan yang memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah
[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 6

penambahan bahan pembawa yang sesuai, ditandai dengan nama , ............
Steril untuk Suspensi, dan Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair
yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran spinal,
ditandai dengan nama , Suspensi.......... Steril.
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus hati-hati
untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Bentuk suatu obat
yang dibuat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat sendiri dengan
memperhitungkan sifat kimia dan fisika serta pertimbangan terapetik tertentu.
Pada umumnya, bila obat tidak stabil didalam larutan, maka obat tersebut harus
membuatnya sebagai serbuk kering yang bertujuan dibentuk dengan
penambahan pelarut yang tepat pada saat akan diberikan. Cara lainnya adalah
membuatnya dengan bentuk suspensi partikel obat dalam pembawa yang tidak
melarutkan obat. Bila obat tidak stabil dengan adanya air, maka pelarut dapat
diganti sebagian atau seluruhnya dengan pelarut yang tepat untuk obat agar
stabil. Bila obat tidak larut dalam air, maka obat suntik dapat dibuat sebagai
suspensi air atau larutan obat dalam pelarut bukan air, seperti minyak nabati.

1.2 TUJUAN
Adapun tujuan saya dalam pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui bagaimana cara membuat sediaan suspensi kasar yang digunakan
untuk sediaan parenteral.





[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 7

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PERKENALAN
Suspensi kering adalah suatu sistem dimana fasa internalnya tersebar
merata dalam fase eksternal, yang disebut dengan vecichle (pembawa). Fase
tersuspensi dapat berupa solid dan vehicle dapat berupa cairan maupun non
cairan. Dispersi solid dalam vehicle cair dikategorikan sesuai dengan ukuran
partikel tersuspensi.
Dispersi koloid adalah suspensi di mana ukuran partikel cukup kecil dan
fase yang tersuspensi tidak menetap di bawah gaya gravitasi sehingga partikel
tetap disuspensikan oleh gerak Brown. Contoh dari dispersi koloid dalam dunia
farmasi adalah koloid asosiasi seperti sistem misel dan lipsomes. Makromolekul
seperti protein dan DNA memiliki dimensi yang lebih besar dari 1 nm juga
menunjukkan sifat sistem koloid. Berbeda dengan dispersi koloid, suspensi kering
biasanya berisi bahan terdispersi berupa partikel padat dengan berbagai ukuran
mulai dari 1 sampai 50 mm.
Suspensi kasar dalam bidang farmasi dikelompokan ke dalam tiga
kategori, yaitu :
Oral suspensi
Suspensi topikal, dan
Suspensi parenteral
Pembahasan pada makalah ini akan berkisar mengenai kelompok
suspensi yang ketiga, yaitu suspensi parenteral. Suspensi parenteral biasanya
diberikan secara intramuskular (ke dalam jaringan otot), subkutan (dimasukkan
kedalam lapisan jaringan antara kulit dan jaringan otot), intraarticularly (ke
dalam sendi), atau intradermal (tepat di bawah lapisan terluar kulit). Suspensi
[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 8

kering tidak boleh diberikan secara intravena (ke pembuluh darah) atau intra-
arterially (ke dalam arteri), karena partikel dalam suspensi kering biasanya lebih
besar dari diameter kapiler. Jika hal tersebut berlanjut maka akan berbahaya di
dalam tubuh. Partikel dispersi yang lebih besar dari kapiler darah dapat
mennyumbat pembuluh darah dan menyebabkan kematian terlebih jika pada
pembuluh darah jantung.
Suspensi parenteral biasanya digunakan ketika :
1. Obat memiliki keterbatasan kelarutan di dalam air, dan upaya untuk
melarutkan obat tersebut akan membahayakan keselamatan
2. Pelepasan obat yang dibutuhkan
3. Yang diinginkan adalah efek lokal
Suspensi parenteral kering pada dasarnya sulit diformulasikan dan sulit
untuk diproduksi dibandingkan dengan bentuk sediaan farmasi lainnya. Hal ini
dikarenakan tidak stabilnya sistem suspensi kering tersebut secara fisik sehingga
esensial dari kualitas molekulnya menjadi hilang. Selain itu, ukuran partikel obat
merupakan hal yang sangat penting dalam kinerja obat dan pembuatan suspensi
kering parenteral ini karena larutan suspensi yang mengandung partikel harus
mampu melewati jarum suntik. Sifat dari partikel itu adalah partikel-partikel kecil
cenderung menjadi lebih kecil dan partikel besar cenderung menjadi lebih besar,
sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa distribusi ukuran partikel cenderung
berubah dari waktu ke waktu, oleh karena pembuatan sediaan suspensi
parenteral sulit untuk dibuat.
Produksi dari suspensi kering merupakan suatu tantangan tersendiri bagi
dunia industri, hal ini dikarenakan sulitnya melakukan pengurangan ukuran
menjadi ukuran partikel yang lebih kecil dan distribusi ukuran partikel yang
sempit. Selain itu proses aseptis juga menjadi tantangan karena sediaan suspensi
kering parenteral pada dasarnya tidak dapat disterilisasi dengan autoklaf.

[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 9

2.2 PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI OBAT
Untuk memudahkan memformulasi sediaan suspensi kasar secara aseptik
harus diperhatikan beberapa hal, diantaranya :
Sifat sifat obat itu sendiri termasuk didalamnya sifat fisiko kimia obat
Kelarutan obat
Kecenderungan obat membentuk amorf
Kecenderungan obat membentuk hidrat dan solvat, dan
Keterbasahan padat
Ada dua komponen utama dalam pembuatan sediaan suspensi kasar ini,
yaitu studi kristalisasi untuk mengeksplorasi seberapa mudah terbentuknya
kristal dan melihat karakteristik dari masing masing bahan obat, bagaimana
dalam keadaan solid maupu semi solid.
2.2.1 Studi Kristalisasi
Obat yang digunakan dalam pembuatan suspensi injeksi ini harus aseptik
agar tidak ada mikroba di dalam kristal obat. hal ini dapatt dilakukan dengan cara
mengatur sehu pada saat proses pembentukan, kemudian larutan disaring dan
diberi agitasi. Partikel padat yang terbentuk dapat dikumpulkan, dicuci, dan
dikeringkan.
Tujuan dari studi kristal ini adalah :
Untuk mengetahui penggunaan dari polimorf, hydrat, dan solvat
Untuk mengidentifikasi kondisi di mana fase murni dengan morfologi
yang diinginkan dan tingkat yang dapat diterima, sehingga pelarutnya
dapat disiapkan
Untuk mengisolasi jumlah partikel padat untuk karakterisasi lebih lanjut
Untuk menyusun dan mengetahui proses awal penilaian ketahanan dari
proses kristalisasi

[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 10

2.2.2 Solid state karakterisasi
Tipe karakterisasi solid state terdiri dari :
a) Difraksi serbuk X-Ray
Pada tingkat yang cukup sederhana, variabilitas difraksi serbuk X-Ray
adalah indikator yang baik dalam membedakan sampel kristalinitas.
Perbedaannya hanya terletak pada puncak resolusi yang diberikan berupa
indikator resonable sehingga ditemukan perbedaan dalam derajat
kristanilitas selama pegukuran didalam kondisi eksperimental.
b) Analisis termal
Diferensial kalorimetri biasanya dikombinasikan dengan analisis
termogravimetri. Dari analisis ini diperoleh titik leleh serta dehidrasi dan
suhu desolvasi. Berat dehidrasi dan desolvasi digunakan untuk
menghitung stoikiometri pada hidrat dan solvat. Sedangkan
microcalorimetry menjadi metode yang berguna untuk estimasi
kuantitatif dari jumlah bahan amorf yang ada dalam dalam partikel padat.
c) Spektroscopi solid state
13C - NMR adalah alat standar untuk karakterisasi solid dan berguna
untuk mengetahui fase kristal yang berbeda yang ada di dalam sampel
dengan syarat harus memiliki senyawa pembanding. Pada air yang diuji
dengan alat ini diketahui bahwa pergeseran kimianya yaitu isotropik. Hal
ini sangat membantu konfirmasi sediaan hidrat. Resonansi merupakan
bukti nyata suatu kristal.
d) Mikroskop optik
Mikroskop optik digunakan untuk penentuan sifat kristalografi optik
padat seperti sistem kristal (misalnya, monoklinik, ortorombik, dan lain-
lain) serta untuk memperkirakan ukuran partikel. Sampel biasanya
tersebar dalam minyak imersi.


[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 11

e) Pengukuran higroskopis
Pengukuran higroskopis secara kuatitatif dilakukan dengan cara
menyerap uap air dengan menghitung berat sampel dan mengatur
kelembaban sehingga dapat diperkirakan jumlah bahan amorf dalam
sampel.
f) Kelarutan
Kelarutan air serta laju disolusi adalah properti yang sangat penting untuk
keberhasilan suspensi kasar parenteral. Diamati kelarutan obat yang
menurun karena air hidrasi meningkat, hal in dapat digunakan sebagai
strategi mengatur kelarutan. Amorf lebih mudah larut dibandingkan
kristal.
g) Stabilitas fisik
Zat berbentuk kristal, hidrat, dan solvat terbentuk di bawah kondisi
kristalisasi yang berbeda. Percobaan konversi lumpur adalah cara yang
baik untuk membandingkan stabilitas fisik bentuk kristal yang berbeda,
dan bentuk kristal yang lebih stabil akan lebih banyak dibanding dengan
bentuk kristal yang kurang stabil.
h) Stabilitas kimia
Studi stabilitas kimia umumnya merupakan percobaan jangka panjang, di
mana bentuk kristal yang diberikan disimpan pada suhu tinggi di bawah
berbagai kelembaban relatif.
i) Keterbasahan
Keterbasahan padat digunakan untuk menentukan seberapa banyak
minyak (untuk suspensi basis minyak) dan surfaktan yangg dibutuhkan
untuk mensuspensikan zat tersebut.
2.3 PERTIMBANGAN BIOFARMASETIK
Obat yang diberikan secara intravena memiliki aksi yang cepat karena
hanya memerlukan interval 2 3 menit untuk bercampur dalam aliran darah hal
ini dikarenakan tidak diperlukan waktu penyerapan. Sedangkan untuk suspensi
[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 12

kering parenteral, pemberian secara intravena bukanlah pilihan (seperti yang
telah dijelaskan di atas) melainkan pemberian secara intramuscular dan
subcutan. Pemberian rute ini tetap melalui tahap penyerapan. Bioavailabilitas
dari obat yang diberikan secara subkutan dan intramuscular tergantung dari
faktor fisiologis dan sifat fisika kimia obat. Proses obat yang terjadi di dalam
tubuh :



Absorpsi obat dari depot umumnya mengalami disolusi terbatas.
Pengaruh proses penyerapan ditentukan oleh waktu dan kadar obat dalam
plasma (C) seperti ditunjukkan pada Gambar dibawah ini :

2.3.1 Pengaruh sifat fisika kimia obat terhadap bioavailabilitas
Laju disolusi obat dari depot dipengaruhi oleh luas permukaan obat yang
terkena cairan interstitial serta ukuran partikel rata-rata obat. Hubungan ini
dikenal dengan persamaan Noyes Whitney :



Obat padat Obat larut di daalam cairan tubuh Obat
diserap ke dalam tubuh Obat masuk kedalam sirkulasi
darah Efek


[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 13

Dimana :






2.3.2 Absorpsi obat dari intramuscular dan subkutan injeksi
a) Absorpsi melalaui dinding kapiler
Obat yang berada di dalam lingkungan depot akan masuk kedalam
pembuluh darah melalui dinding kapiler dengan tebal dinding 0,5 mm.
Obat dapat masuk melalui lorong yang menghubungkan antara interior
dan eksterior. Kemampuan obat dalam melewati membran ini tergantung
dari besarnya ukuran partikel dan luas permukaan membran dan pH obat
(ionisasi) serta kelarutan obat. Hubungan ini adalah dinyatakan oleh
persamaan Henderson-Hasselbach untuk asam lemah, dinyatakan sebagai
berikut:


Dimana :



Dm / dt = laju disolusi
K = konstanta
D = koefisien difusi obat dalam cairan interstitial
S = luas permukaan obat terkena medium
Cs = kelarutan obat yang seimbang dalam cairan interstitial
C = konsentrasi obat dalam cairan interstitial setiap satuan waktu



A dan HA adalah konsentrasi terionisasi dari masing-
masing zat. Keterkaitan antara disosiasi konstan, dan
penyerapan obat adalah dasar untuk hipotesis pH-
partisi.

[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 14

b) Sistem Limfatik
Sekitar seperenam dari volume tubuh terdiri dari ruang antara sel.
Ruang-ruang kolektif disebut interstitium dan cairan dalam ruang-ruang
interstitial disebut cairan. Struktur yang solid dalam interstitium sebagian
besar terdiri dari serat kolagen dan filamen proteoglikan. Cairan di
interstitium adalah filtrat dari kapiler. Komposisi cairan ini sama seperti
cairan dalam kapiler kecuali untuk protein disebabkan karena berat
molekul protein yang besar sehingga tidak tersaring di ruang antara sel-
sel endotel. Cairan ini sebagian besar terperangkap dalam ruang antara
filamen proteoglikan. Kombinasi dari filamen proteoglikan dan cairan
memiliki konsistensi gel dan sering disebut gel jaringan.
Proses perjalanan cairan melalui proses difusi. Sehingga proses
difusi cepat pada zat terarut, nutrisi, elektrolit, hasil metabolisme. Hampir
semua jaringan dalam tubuh memiliki saluran limfatik yang mengalirkan
kelebihan cairan interstitial dari ruang interstitial. Sebagian besar getah
bening mengalir melalui saluran toraks dan ke dalam sistem vena di
persimpangan subclavian vena dan vena jugularis. Sekitar 100ml getah
bening mengalir melalui saluran toraks.
2.3.3 Faktor fisiologi
Selain sifat fisikokimia obat dan formulasi, faktor fisiologis juga
mempengaruhi absorpsi obat dari suspensi parenteral. Seperti yang telah
dibahas di atas, obat-obatan diberikan melalui rute intramuscular atau
subkutan sehingga memerlukan langkah penyerapan. Mengingat bahwa
obat ini diserap dengan proses difusi ke dalam kapiler darah dari tempat
penyuntikan, maka semakin besar aliran darah pada tempat suntikan,
semakin cepat penyerapan obat. Dengan demikian, besarnya aliran darah
di tempat penyuntikan juga mempengaruhi tingkat penyerapan. Sebagai
contoh, epinefrin menghambat aliran darah pada tempat penyuntikan
akibatnya penyerapan menjadi lambat. Peningkatan aktivitas otot juga
[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 15

dapat meningkatan laju aliran darah sehingga absorpsi meningkat. Untuk
penyuntikan intramuskular, dapat memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap bioavailabilitas. Ketika pasien diberikan 200 mg lidocaine ke
intramuscular, tingkat penyerapan obat mengikuti urutan layer yang
dilewatinya.
2.4 STABILITAS FISIKA DARI SUSPENSI KASAR
Suspensi kasar parenteral atau sistem koloid memiliki prinsip-prinsip yang
berguna dalam memahami stabilitas fisik sistem ini, khususnya mengenai
perilaku flokulasi.
Sifat Antarmuka antara zat tersuspensi dengan fase cairan merupakan
peran penting dalam menentukan stabilitas suspensi. Energi bebas antar muka
merupakan suatu tingkat preferensi molekul padat yang tersebar pada
antarmuka. Energi bebas antarmuka selalu positif, yang berarti bahwa energi
harus diletakkan ke dalam sistem dalam rangka menciptakan energi bebas.
Misalnya, melalui penggilingan mekanik. Ketika energi dilepaskan dan suspensi
diformulasi, termodinamika mengambil alih dan cenderung untuk mendorong
sistem menuju yang ke arah yang lebih stabil yaitu yang memiliki energi bebas
lebih rendah. Sementara termodinamika pada akhirnya akan menang, teknik
manufaktur yang tepat dan formulasi yang rasional dapat mengakibatkan sistem
secara praktis menuju stabil.
Sudut antara cairan dengan permukaan padat disebut dengan sudut
kontak. Sudut kontak memberikan informasi yang penting mengenai tegangan
permukaan. Umumnya, cairan dianggap non-wetting jika sudut kontak lebih
besar dari 90
0
, dan wetting jika sudut kontak <90
0
serta wetting yang sempurna
pada sudut kontak 0
0
. Untuk mengukur sudut kontak, zat padat dapat ditekan
hingga datar menggunakan Carver pers (volume cairan dikeluarkan ke
permukaan, dan sudut kontak diukur menggunakan goniometer).
[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 16

Semakin besar persentase molekul di permukaan maka semakin kecil
ukuran partikel. Sifat permukaan penting dalam menentukan stabilitas sistem.
Fenomena ini dikenal sebagai hukum Ostwald.
Hal itu diungkapkan secara kuantitatif dengan persamaan Ostwald -
Freundlich :



Dimana :







Ketika solid powder ditambahkan ke dalam vehicle, akan mengalami
agitasi dan agitasi ini selanjutnya mengalami pengurangan ukuran partikel.
Penyebaran mengacu pada sejauh mana zat padat membentuk agregat dan
sejauh mana distribusi partikel yang sama yang dapat dipertahankan (stabilitas
dispersi). Partikel akan menetap pada tingkat yang dijelaskan oleh hukum Stoke :






C1 dan C2 = kelarutan partikel
R1 dan R2 = nilai radius masing-masing
M = berat molekul
gama = energi permukaan padat dalam kontak dengan larutan
rho = densitas padat
R adalah konstanta gas
T = temperatur absolut.

[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 17

Dimana :





Persamaan diatas menunjukkan beberapa cara agar tidak terjadi flokulasi
yaitu menguragi diameter partikel dan meningkatkan viskositas vehicle.
Ketika dua partikel koloid mengalami gerak Brown yang mendekat satu
sama lain, maka mereka mengalami dua jenis interaksi, yaitu kekuatan statis
yang timbul dari gaya tarik menarik van der Waals dan interaksi elektrostatik,
serta kekuatan hidrodinamika dimediasi oleh vehicle.
Larutan elektrolit ditandai dengan adanya muatan dan konsentrasi
elektrolit serta konstanta dielektrik medium. Kombinasi dari permukaannya diisi
oleh lapisan penetral counter ion yang merupakan suatu lapisan ganda listrik.
Ketebalan lapisan ganda diungkapkan oleh :


Dimana :





V = kecepatan pengendapan
D = diameter partikel
ps dan pl = kepadatan fase padat dan cair masing-masing
g = konstanta gravitasi
n = viskositas dari fase cair.

1/k = panjang Debye
e = konstanta dielektrik medium,
K = konstanta Boltzman
Ni = nomor ion dari jenis i per satuan volume di dekat permukaan
E = biaya pada elektron
zi = valensi elektrolit .

[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 18

Flokulasi adalah sifat penting dari setiap suspensi kasar. Seorang farmasis
harus memahami kedua sifat suspensi flocculated dan kekuatan yang menengahi
keadaan agregasi dari suspensi. Di suspensi flocculated, partikel longgar
dikumpulkan oleh gaya elektrostatik, sehingga suspensi terdiri dari jaringan
longgar partikel. Flok mengendap relatif cepat, dan membentuk batas yang jelas
antara endapan dan supernatan. Sedimen longgar terbentuk dan cake tidak
terbentuk. Sebagai akibatnya, zat padat ini mudah untuk redispersi. Dalam
suspensi deflocculated, partikel mengalami entitas yang terpisah. Endapan
menetap lambat dan tergantung pada ukuran partikel hal ini disebabkan karena
ada kekuatan minimal antara partikel dan akhirnya membentuk endapan yang
keras yang mungkin mustahil untuk redispersi.
Teori DLVO menyatakan bahwa stabilitas koloid ditentukan oleh
keseimbangan antara tolakan listrik double layer yang meningkat secara
eksponensial dengan penurunan jarak antara partikel dan gaya tarik menarik Van
Der Waals. Pelajaran praktis yang dapat diambil dari teori DLVO adalah:
Kekuatan ion dari vehicle merupakan faktor dominan mengendalikan
sistem flokulasi
Adsorpsi polimer dapat digunakan untuk menstabilkan sterik suspensi
dengan mencegah dua partikel saling mendekati cukup dekat untuk
agregat dalam minimum primer.
2.5 FORMULASI SUSPENSI PARENTERAL
Formulasi suspensi parenteral yang baik adalah mudah untuk di
suspensikan kembali setelah pengocokan dimana dispersi obat sama di dalam
larutan pembawa. Suspensi mudah memasuki jarum suntuik dan mudah pula
dikeluarkan melalui jarum suntik sehingga tidak mengiritasi jaringan yang
disuntikkan. Suspensi baik secara fisik maupun kimiawi harus stabil selama umur
simpan produk. Untuk merekonstruksi bubuk steril yang dilarutkan dengan air
untuk membentuk suspensi pada saat digunakan harus dipertimbangkan
terutama untuk obat yang tidak stabil dalam media air.
[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 19

Bentuk sediaan serbuk suspensi steril memiliki beberapa keuntungan,
yaitu dapat menghindari masalah stabilitas fisik yang dapat mengganggu seperti
yang terjadi pada suspensi jadi antara lain bertambahnya ukuran partikel,
terbentuknya caking, resuspension, syringeability, serta injectability.
Keuntungan lainnya yaitu lebih mudah disterilisasi karena stabil terhadap panas
dan radiasi. Bubuk suspensi ini biasanya disediakan dengan pendamping vial dari
vehicle yang berisi bahan pengisi yang sesuai.
2.5.1 Distribusi Ukuran Partikel
Dalam pengembangan suatu produk harus mencakup studi menentukan
peran distribusi ukuran partikel pada bioavailabilitas obat serta syringability dan
injectability. Percobaan dimulai dengan menyiapkan saringan yang berbeda
untuk tiap satu batch bubuk. Formulasi prototipe disusun masing-masing empat
sampai enam distribusi ukuran partikel, dan syringeability dan injectability diuji
sebelum melanjutkan uji lebih lanjut. Distribusi ukuran partikel dengan ukuran
partikel rata-rata di atas sekitar 50 mm cenderung menghasilkan masalah
dengan syringeability dan injectability. Studi bioavailabilitas umumnya dilakukan
pada hewan untuk pengumpulan kadar obat dalam plasma sebagai fungsi waktu
setelah suspensi di injeksikan. Parameternya adalah kadar puncak obat dalam
darah (Cp max), waktu di mana Cp max tercapai (tmax), dan jumlah kadar obat
yang ada di dalam darah (daerah di bawah kurva).
2.5.2 Eksipien
Selain obat atau zat aktif, suspensi kasar parenteral juga mengandung zat
pendispersi atau zat pensuspensi, surfaktan, dapar, dan tonicity adjusting agent.
Bahkan dalam kasus beberapa kasus wadah multyple dosis pada sediaan injeksi
ditambahkan pengawet antimikroba.
Teori DLVO memberikan gambar konseptual dari interaksi antara partikel
yang mengendalikan sifat fisik dari suspensi. Interaksi berlawanan ini memiliki
energi repulsive tinggi, yaitu ketika zeta potensial tinggi dan kekuatan ion
[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 20

rendah. Namun, ketika partikel-partikel ini mengendap, hambatan energi dapat
diatasi dengan cara partikel berinteraksi pada primary minimum, umumnya
menghasilkan caking dan sulit (atau tidak mungkin) mengalami redispersion.
Volume Sedimentasi dan pengukuran potensial zeta berguna untuk membantu
menjamin suspensi mudah mengalami redispersable ketika volume sedimen
lebih tinggi dari sedimen relatif terhadap ketinggian cairan. Intinya adalah
semakin tinggi volume sedimen relatif, semakin besar pembentukan dispersi
kembali.
Hubungan umum antara volume sedimen dan zeta potensial
diilustrasikan dalam gambar dibawah ini :







Penambahan agen flokulasi seperti elektrolit dapat menyebabkan
penurunan potensi zeta menyebabkan perubahan dalam Volume sedimen.
Daerah di mana volume sedimen maksimal maka ada kemungkinan
terbentuknnya caking. Perlu diperhatikan bahwa terlalu banyak penambahan
elektrolit dapat mengakibatkan flokulasi berlebih dan membentuk caking.
Pengukuran tingkat sedimentasi berguna dalam penggambaran formulasi
stabilitas fisik dari sistem.

[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 21

2.5.3 Buffer
PH fisiologis selalu diinginkan untuk setiap produk injeksi untuk
meminimalkan iritasi di tempat suntikan. Namun, rute intramuskular dan
subkutan cukup mentoleransi hal ini. PH produk suspensi dimulai dari yang
terendah 3,5 hingga mencapai 8,5. Tentu saja, kapasitas buffer harus
dipertimbangkan juga dengan baik. Formulasi yang menyimpang dari pH
fisiologis dengan kapasitas buffer yang besar akan lebih mengiritasi dibandingkan
dengan kapasitas buffer rendah. Sistem yang diinginkan dalam sediaan suspensi
ini adalah flokulasi karena mudah didespersikan kembali. Hal ini dapat
ditentukan oleh kekuatan ionik yang ditentukan oleh jumlah total ion yang ada,
termasuk setiap elektrolit yang ditambahkan. Buffer yang paling umum
digunakan pada suspensi parenteral adalah natrium fosfat. Asam askorbat
digunakan dalam formulasi epinefrin HCl dan sodium sitrat digunakan dalam
formulasi penisilin G. Buffer lain yang digunakan dalam formulasi parenteral
lainnya meliputi natrium laktat, natrium asetat, natrium suksinat, histidin, dan
tris (hydroxymethyl) aminomethane.
2.5.4 Pembasahan
Kecenderungan bentuk solid untuk dibasahi dengan cairan tergantung
dari afinitas zat, di mana permukaan hidrofilik cenderung lebih mudah dibasahi
oleh media air. Untuk suspensi injeksi, obat umumnya memiliki kelarutan dalam
air yang terbatas dan cenderung menjadi hidrofobik dengan demikian cenderung
untuk tidak mudah dibasahi. Metode lain untuk mengukur wettability bubuk
adalah metode titik dibasahi yang terdiri dari menentukan jumlah vehicle yang
dibutuhkan untuk membasahi semua bubuk, biasanya dengan mengukur jumlah
cairan yang dibutuhkan untuk membasahkan bubuk melalui kain kasa. Semakin
efektif agen pembasahan, semakin rendah nilai ''Titik basah''. Agen pembasahan
adalah surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan dan berhubungan
dengan sudut kontak antara solid dan vehicle. Kebanyakan suspensi parenteral
menggunakan polisorbat 80 sebagai agen pembasahan.
[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 22

2.5.5 Suspending Agent
Zat pensuspensi biasanya mengacu pada zat tambahan yang digunakan
untuk mengontrol viskositas vehicle serta polimer yang berinteraksi dengan
permukaan padat untuk meningkatkan stabilitas fisik. Suspending Agents
meliputi natrium karboksimetilselulosa, polivinil, polietilen glikol, dan propilen
glikol.

2.5.6 Tonicity Adjusting Agents
Tonicity adjusting agents dapat berupa elektrolit atau non-elektrolit. Jenis
tonicity adjusting agents yang digunakan tergantung pada pengaruh kekuatan
ion pada settling properties pada suspensi. Natrium klorida umumnya digunakan
untuk penambah tonisitas dan menambah kekuatan ion. Sorbitol dan manitol
adalah contoh non-elektrolit yang digunakan untuk penyesuaian tonisitas.

2.5.7 Pengawet
Karena banyak suspensi parenteral menggunakan wadah multiple dosis
sehingga pengawet antimikroba pun umum digunakan. Termasuk benzalkonium
klorida, chlorobutanol, paraben, dan benzil alkohol.
2.6 PEMBUATAN SUSPENSI KERING SEDIAAN PARENTERAL
2.6.1 Suspensi yang siap digunakan vs serbuk untuk rekontitusi
Formulasi serbuk kering untuk suspensi, proses pembuatannya hanya
terdiri dari penggilingan kristal secara aseptik dan dikeringkan. Jika sterilisasi
panas dari wadah tidak layak maka cukup dilakukan sterilisasi permukaan,
mungkin dengan etilen oksida atau radiasi dengan tujuan menonaktifkan
kontaminasi mikroba. Selanjutnya serbuk diisi ke dalam botol secara aseptik.
Kelayakan sterilisasi panas harus diperiksa, baik dengan metode panas ataupun
radiasi pengion. Jika memungkinkan, pendekatan ini memberikan sterilitas
maksimum dengan jaminan menghindari sterilisasi selama pemrosesan.
[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 23

Untuk suspensi siap digunakan , skema manufaktur umumnya terdiri dari
penggilingan obat dan sterilisasi permukaan massal serbuk. Prosesnya hampir
sama dengan yang tadi. Kelayakan sterilisasi terminal dari penggunaan suspensi
harus ditentukan tetapi secara umum hal ini memiliki probabilitas keberhasilan
yang rendah. Autoklaf biasanya menghasilkan perubahan dalam distribusi ukuran
partikel yang dihasilkan karena peningkatan suhu, di mana partikel-partikel yang
lebih kecil larut ke yang lebih besar dan ketika sistem didinginkan, partikel yang
lebih besar tumbuh akibat dari kelarutannya rendah. Sterilisasi dengan sinar
gamma , probabilitas keberhasilan rendah karena generasi radikal bebas dalam
larutan yang cenderung menurunkan kadar obat.

2.6.2 Unit Operations in Suspension Manufacture
a) Reduksi Ukuran Partikel
Aspek yang paling penting dari penggilingan adalah kemampuan
satuan operasi untuk menghasilkan distribusi ukuran partikel yang tepat
untuk ukuran partikel obat. Dampak dari penggilingan pada keadaan fisik
obat juga penting terutama karena pengilingan mekanik dapat
memproduksi sejumlah partikel kecil tapi tidak signifikan untuk bahan
amorf. Hal ini dapat menyebabkan masalah dengan stabilitas kimia,
stabilitas fisik, atau keduanya. Kriteria desain khusus meliputi potensi
kontak logam dengan logam, penggunaan sil mekanik ganda, cleanability
peralatan.
Sterilisasi udara sangat mudah, tapi penahanan debu dapat
menjadi komplikasi operasional yang signifikan. Pengeringan semprot
dapat digunakan untuk menghasilkan bubuk steril dengan partikel
berbentuk bola seragam dengan menyemprotkan larutan yang
mengandung obat ke dalam ruang di mana aliran udara mengalir kontra
dengan spray. Keuntungan dari teknik ini adalah kemampuan untuk
mengendalikan droplet, oleh karena itu, ukuran partikelnya tepat dan
seragam. Aplikasi ini terbatas karena pelarut organik akan diperlukan jika
[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 24

suspensi vehicle yang dimaksud adalah berair. Masalahnya adalah
penanganan volume besar uap pelarut sulit dilakukan. Pengeringan
semprot mungkin berguna untuk mengontrol ukuran partikel obat yang
ditujukan untuk suspensi basis minyak.
Cairan superkritis (karbon dioksida) dapat digunakan baik sebagai
pelarut atau antisolvent untuk mencapai generasi partikel berikutnya.
Teknik ini telah ditinjau oleh Tom dan Debenedett. Metode ini umumnya
kompatibel dengan teknik aseptik, tetapi kemampuan untuk konsisten
menghasilkan distribusi ukuran partikel sempit secara konsisten belum
pasti.

b) Sterilisasi
Pedoman peraturan internasional mengharuskan kelayakan
sterilisasi terminal ditentukan. Kemungkinan keberhasilan untuk
sterilisasi terminal suspensi berbasis minyak mungkin agak lebih baik.
Probabilitas keberhasilan dalam sterilisasi terminal yang terbaik untuk
bubuk suspensi injeksi dapat dilakukan dengan autoclave tapi masalahnya
adalah caking dari bubuk pembuatan suspensi. Sterilisasi terminal oleh
radiasi pengion mungkin menjadi pilihan yang lebih baik. Radiasi pengion
untuk sterilisasi mungkin melalui berkas elektron, iradiasi gamma, atau
dengan x - ray. Semua bentuk radiasi pengion bekerja bertabrakan
dengan elektron atau foton dari elektron di kulit terluar atom untuk
menghasilkan ion. Proses ionisasi ini menyebabkan kerusakan ikatan
kovalen, khususnya DNA yang sangat rentan terhadap depolimerisasi oleh
proses ini. Oleh karena itu, radiasi pengion mensterilkan dengan
mencegahan reproduksi mikroorganisme. Gamma iradiasi
60
Co adalah
cara yang paling umum digunakan karena sumber radiasinya sinar gamma
dan dimana peluruhan radioaktif
60
Co menghasilkan dua foton. Sebuah
keuntungan dari gamma iradiasi adalah lebih aman karena karena foton
yang dihasilkan tidak cukup energik untuk menyebabkan photonuclear
[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 25

reaksi. Sterilisasi oleh sinar - x merupakan perkembangan yang lebih baru
dengan menggabungkan kemampuan penetrasi iradiasi gamma dengan
pengendalian radiasi berkas elektron sehingga kekuatan berkas elektron
dapat dikontrol atau dimatikan sesuai kebutuhan.

c) Pengisian
Mengisi suspensi cair umumnya langsung menggunakan peralatan
yang tersedia. Aspek yang paling penting dalam mengisi suspensi adalah
pemeliharaan keseragaman konten di seluruh tempat pack. Monitoring
agresif seringkali diperlukan, terutama di akhir mengisi. Mengisi bubuk
lebih sulit daripada pengisian cairan karena beberapa alasan, yaitu :
Dalam variabilitas batch dari sifat mekanik bubuk, seperti
kompresibilitas, karakteristik aliran, dan bulk density dapat
menghasilkan variabilitas pengisian.
Beberapa debu formulasi mungkin tak terelakkan dan penahanan
debu penting dalam mengendalikan potensi kontaminasi silang.
Untuk senyawa yang berpotensi berbahaya, penahanan partikulat
udara sangat penting dari sudut pandang perlindungan pekerja.

2.7 EVALUASI KUALITAS PRODUK
Stabilitas distribusi ukuran partikel merupakan aspek penting dalam
mengevaluasi kualitas suspensi parenteral karena perubahan dalam distribusi
ukuran partikel dapat mempengaruhi profil pelepasan obat dari tempat suntikan
serta memiliki potensi untuk menyebabkan kesulitan dalam syringeability
(kemampuan untuk dengan mudah menarik isi botol ke dalam jarum suntik) dan
injectability (kemampuan untuk mengeluarkan isi jarum suntik ke dalam tempat
suntikan dalam jumlah yang wajar). Suspensi terkonsentrasi memiliki
kecenderungan lebih besar untuk menyumbat jarum daripada suspensi yang
lebih encer.
[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 26

Tidak ada metode standar untuk syringeability atau injectability.
Penggunaan jarum ukuran 19-22 untuk sediaan suspensi. Sebuah sumber utama
ketidakpastian dalam pengujian injectability adalah media suspensi disuntikkan.
Sementara injeksi ke binatang yang mungkin paling realistis, hal ini sering tidak
praktis. Sebuah alat untuk memantau kekuatan injeksi, seperti perangkat Instron,
adalah perbaikan yang signifikan atas penilaian subjektif kekuatan injeksi.
Pengujian suspensi setelah pengiriman termasuk dalam penilaian kualitas
suspensi. Simulasi getaran yang terkait dengan pengiriman juga harus
dipertimbangkan, karena hal ini dapat mempengaruhi flokulasi dan redispersion
karakteristik suspensi.




















[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 27

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Formulasi dan pembuatan suspensi kasar parenteral tidaklah mudah.
Kesulitan muncul terutama dari ketidakstabilan termodinamika yang melekat
dari sistem tersebut yang mengakibatkan hilangnya kualitas dan kemampuan
untuk redisperse padatan kembali. Ditakutkan tidak tercapainya keseragaman
dosis yang memadai dan kemampuan untuk menarik suspensi ke dalam jarum
suntik dan mengeluarkan produk menggunakan jumlah kekuatan yang wajar.
Namun, pengetahuan tentang prinsip-prinsip sistem koloid dan pentingnya
kekuatan antarmuka dapat digunakan untuk merancang formulasi dan jika
termodinamika tidak stabil dapat dibuat secara kinetik menjadi cukup stabil
dengan mempertahankan atribut kualitas kritis sepanjang umur simpan produk.

3.2 KRITIK DAN SARAN
Tiada kesempurnaan di dunia ini, saya sangat mengharapkan kritik maupun
saran dari makalah ini untuk tujuan demi kesempurnaan. Semoga makalah yang
telah saya susun bermanfaat bagi kita semua, Amin.









[FARMASEUTIKA II] 2013

1111012007 | Kartika Sari 28

You might also like