FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS [FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 2
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah saya ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini mengenai Coarse Suspensions: Design and Manufacturing untuk mata kuliah farmaseutika II ini dengan baik. Adapun tujuan saya dalam pembuatan tugas makalah mengenai Coarse Suspensions: Design and Manufacturing ini adalah sebagai tugas wajib untuk mata kuliah farmaseutika II. Saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan saya sendiri. Saya menyadari bahwa makalah ilmiah ini masih banyak kelemahan dan kekurangan yang harus disempurnakan. Untuk itu saya terbuka terhadap kritikan dan saran yang bersifat konstruktif yang dapat menyempurnakan tugas ini.
Padang, 04 Desember 2013
Kartika Sari
[FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 3
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2 DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 5 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 5 1.2 Tujuan ................................................................................................. 6 BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 7 2.1 Perkenalan .......................................................................................... 7 2.2 Penyiapan dan Karakterisasi Obat ...................................................... 9 2.2.1 Studi Kristalisasi ..................................................................... 9 2.2.2 Solid-state Karakterisasi ........................................................ 10 2.3 Pertimbangan Biofarmaseutika .......................................................... 11 2.3.1 Pengaruh Sifat Fisiko-Kimia Obat Terhadap Bioavailabilitas .. 12 2.3.2 Absorpsi Obat dari Intramuscular dan Subkutan Injeksi ........ 13 2.3.3 Faktor Fisiologi ........................................................................ 14 2.4 Stabilitas Fisika dari Suspensi Kasar .................................................... 15 2.5 Formulasi Suspensi Parenteral ........................................................... 18 2.5.1 Distribusi Ukuran Partikel ...................................................... 19 2.5.2 Eksipien .................................................................................. 19 2.5.3 Buffer ..................................................................................... 21 2.5.4 Pembasahan .......................................................................... 21 2.5.5 Suspending Agent .................................................................. 22 [FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 4
2.5.6 Tonicity Adjusting Agents ...................................................... 22 2.5.7 Pengawet ............................................................................... 22 2.6 Pembuatan Suspensi Kering Sediaan Parenteral ............................... 22 2.6.1 Suspensi yang Siap digunakan vs Serbuk untuk rekonstitusi 22 2.6.2 Unit Operations in Suspension Manufacture ........................ 23 2.7 Evaluasi Kualitas Produk ..................................................................... 25 BAB III PENUTUP .............................................................................................. 27 3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 27 3.2 Kritik dan Saran ................................................................................. 27 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 28
[FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 5
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Suspensi memiliki banyak pengertian, namun memiliki satu maksud. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair, sedangkan menurut Farmakope Indonesia edisi III, suspensi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Suspensi digunakan dalam pembuatan sediaan obat. Oleh karena itu, berdasarkan penggunaan obatnya suspensi dibedakan menjadi suspensi oral, suspensi topikal, suspensi tetes telinga, suspensi optalmik, suspensi injeksi, dan suspensi injeksi yang terkontitusi. Pada makalah ini, suspensi yang dijelaskannya hanyalah suspensi yang digunakan untuk sediaan parentral (suspensi injeksi). Suspensi yang digunakan untuk sediaan injeksi tidak boleh diberikan secara intra vena dan larutan spinal disebabkan karena sediaan mengandung partikel partikel yang tidak larut. Jika partikel partikel tersebut masuk ke dalam darah maka akan berbahaya dan bisa menghambat aliran darah kapiler yang ada. Suspensi yang akan diceritakan disini adalah suspensi untuk injeksi. Pengertian injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Sediaan injeksi suspensi ini termasuk kedalam kelompok 3 dan kelompok 4 pembagian suspensi menurut Farmakope Indonesia edisi III, yaitu Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah [FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 6
penambahan bahan pembawa yang sesuai, ditandai dengan nama , ............ Steril untuk Suspensi, dan Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran spinal, ditandai dengan nama , Suspensi.......... Steril. Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk injeksi harus hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Bentuk suatu obat yang dibuat sebagai obat suntik tergantung pada sifat obat sendiri dengan memperhitungkan sifat kimia dan fisika serta pertimbangan terapetik tertentu. Pada umumnya, bila obat tidak stabil didalam larutan, maka obat tersebut harus membuatnya sebagai serbuk kering yang bertujuan dibentuk dengan penambahan pelarut yang tepat pada saat akan diberikan. Cara lainnya adalah membuatnya dengan bentuk suspensi partikel obat dalam pembawa yang tidak melarutkan obat. Bila obat tidak stabil dengan adanya air, maka pelarut dapat diganti sebagian atau seluruhnya dengan pelarut yang tepat untuk obat agar stabil. Bila obat tidak larut dalam air, maka obat suntik dapat dibuat sebagai suspensi air atau larutan obat dalam pelarut bukan air, seperti minyak nabati.
1.2 TUJUAN Adapun tujuan saya dalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara membuat sediaan suspensi kasar yang digunakan untuk sediaan parenteral.
[FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 7
BAB II PEMBAHASAN 2.1 PERKENALAN Suspensi kering adalah suatu sistem dimana fasa internalnya tersebar merata dalam fase eksternal, yang disebut dengan vecichle (pembawa). Fase tersuspensi dapat berupa solid dan vehicle dapat berupa cairan maupun non cairan. Dispersi solid dalam vehicle cair dikategorikan sesuai dengan ukuran partikel tersuspensi. Dispersi koloid adalah suspensi di mana ukuran partikel cukup kecil dan fase yang tersuspensi tidak menetap di bawah gaya gravitasi sehingga partikel tetap disuspensikan oleh gerak Brown. Contoh dari dispersi koloid dalam dunia farmasi adalah koloid asosiasi seperti sistem misel dan lipsomes. Makromolekul seperti protein dan DNA memiliki dimensi yang lebih besar dari 1 nm juga menunjukkan sifat sistem koloid. Berbeda dengan dispersi koloid, suspensi kering biasanya berisi bahan terdispersi berupa partikel padat dengan berbagai ukuran mulai dari 1 sampai 50 mm. Suspensi kasar dalam bidang farmasi dikelompokan ke dalam tiga kategori, yaitu : Oral suspensi Suspensi topikal, dan Suspensi parenteral Pembahasan pada makalah ini akan berkisar mengenai kelompok suspensi yang ketiga, yaitu suspensi parenteral. Suspensi parenteral biasanya diberikan secara intramuskular (ke dalam jaringan otot), subkutan (dimasukkan kedalam lapisan jaringan antara kulit dan jaringan otot), intraarticularly (ke dalam sendi), atau intradermal (tepat di bawah lapisan terluar kulit). Suspensi [FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 8
kering tidak boleh diberikan secara intravena (ke pembuluh darah) atau intra- arterially (ke dalam arteri), karena partikel dalam suspensi kering biasanya lebih besar dari diameter kapiler. Jika hal tersebut berlanjut maka akan berbahaya di dalam tubuh. Partikel dispersi yang lebih besar dari kapiler darah dapat mennyumbat pembuluh darah dan menyebabkan kematian terlebih jika pada pembuluh darah jantung. Suspensi parenteral biasanya digunakan ketika : 1. Obat memiliki keterbatasan kelarutan di dalam air, dan upaya untuk melarutkan obat tersebut akan membahayakan keselamatan 2. Pelepasan obat yang dibutuhkan 3. Yang diinginkan adalah efek lokal Suspensi parenteral kering pada dasarnya sulit diformulasikan dan sulit untuk diproduksi dibandingkan dengan bentuk sediaan farmasi lainnya. Hal ini dikarenakan tidak stabilnya sistem suspensi kering tersebut secara fisik sehingga esensial dari kualitas molekulnya menjadi hilang. Selain itu, ukuran partikel obat merupakan hal yang sangat penting dalam kinerja obat dan pembuatan suspensi kering parenteral ini karena larutan suspensi yang mengandung partikel harus mampu melewati jarum suntik. Sifat dari partikel itu adalah partikel-partikel kecil cenderung menjadi lebih kecil dan partikel besar cenderung menjadi lebih besar, sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa distribusi ukuran partikel cenderung berubah dari waktu ke waktu, oleh karena pembuatan sediaan suspensi parenteral sulit untuk dibuat. Produksi dari suspensi kering merupakan suatu tantangan tersendiri bagi dunia industri, hal ini dikarenakan sulitnya melakukan pengurangan ukuran menjadi ukuran partikel yang lebih kecil dan distribusi ukuran partikel yang sempit. Selain itu proses aseptis juga menjadi tantangan karena sediaan suspensi kering parenteral pada dasarnya tidak dapat disterilisasi dengan autoklaf.
[FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 9
2.2 PENYIAPAN DAN KARAKTERISASI OBAT Untuk memudahkan memformulasi sediaan suspensi kasar secara aseptik harus diperhatikan beberapa hal, diantaranya : Sifat sifat obat itu sendiri termasuk didalamnya sifat fisiko kimia obat Kelarutan obat Kecenderungan obat membentuk amorf Kecenderungan obat membentuk hidrat dan solvat, dan Keterbasahan padat Ada dua komponen utama dalam pembuatan sediaan suspensi kasar ini, yaitu studi kristalisasi untuk mengeksplorasi seberapa mudah terbentuknya kristal dan melihat karakteristik dari masing masing bahan obat, bagaimana dalam keadaan solid maupu semi solid. 2.2.1 Studi Kristalisasi Obat yang digunakan dalam pembuatan suspensi injeksi ini harus aseptik agar tidak ada mikroba di dalam kristal obat. hal ini dapatt dilakukan dengan cara mengatur sehu pada saat proses pembentukan, kemudian larutan disaring dan diberi agitasi. Partikel padat yang terbentuk dapat dikumpulkan, dicuci, dan dikeringkan. Tujuan dari studi kristal ini adalah : Untuk mengetahui penggunaan dari polimorf, hydrat, dan solvat Untuk mengidentifikasi kondisi di mana fase murni dengan morfologi yang diinginkan dan tingkat yang dapat diterima, sehingga pelarutnya dapat disiapkan Untuk mengisolasi jumlah partikel padat untuk karakterisasi lebih lanjut Untuk menyusun dan mengetahui proses awal penilaian ketahanan dari proses kristalisasi
[FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 10
2.2.2 Solid state karakterisasi Tipe karakterisasi solid state terdiri dari : a) Difraksi serbuk X-Ray Pada tingkat yang cukup sederhana, variabilitas difraksi serbuk X-Ray adalah indikator yang baik dalam membedakan sampel kristalinitas. Perbedaannya hanya terletak pada puncak resolusi yang diberikan berupa indikator resonable sehingga ditemukan perbedaan dalam derajat kristanilitas selama pegukuran didalam kondisi eksperimental. b) Analisis termal Diferensial kalorimetri biasanya dikombinasikan dengan analisis termogravimetri. Dari analisis ini diperoleh titik leleh serta dehidrasi dan suhu desolvasi. Berat dehidrasi dan desolvasi digunakan untuk menghitung stoikiometri pada hidrat dan solvat. Sedangkan microcalorimetry menjadi metode yang berguna untuk estimasi kuantitatif dari jumlah bahan amorf yang ada dalam dalam partikel padat. c) Spektroscopi solid state 13C - NMR adalah alat standar untuk karakterisasi solid dan berguna untuk mengetahui fase kristal yang berbeda yang ada di dalam sampel dengan syarat harus memiliki senyawa pembanding. Pada air yang diuji dengan alat ini diketahui bahwa pergeseran kimianya yaitu isotropik. Hal ini sangat membantu konfirmasi sediaan hidrat. Resonansi merupakan bukti nyata suatu kristal. d) Mikroskop optik Mikroskop optik digunakan untuk penentuan sifat kristalografi optik padat seperti sistem kristal (misalnya, monoklinik, ortorombik, dan lain- lain) serta untuk memperkirakan ukuran partikel. Sampel biasanya tersebar dalam minyak imersi.
[FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 11
e) Pengukuran higroskopis Pengukuran higroskopis secara kuatitatif dilakukan dengan cara menyerap uap air dengan menghitung berat sampel dan mengatur kelembaban sehingga dapat diperkirakan jumlah bahan amorf dalam sampel. f) Kelarutan Kelarutan air serta laju disolusi adalah properti yang sangat penting untuk keberhasilan suspensi kasar parenteral. Diamati kelarutan obat yang menurun karena air hidrasi meningkat, hal in dapat digunakan sebagai strategi mengatur kelarutan. Amorf lebih mudah larut dibandingkan kristal. g) Stabilitas fisik Zat berbentuk kristal, hidrat, dan solvat terbentuk di bawah kondisi kristalisasi yang berbeda. Percobaan konversi lumpur adalah cara yang baik untuk membandingkan stabilitas fisik bentuk kristal yang berbeda, dan bentuk kristal yang lebih stabil akan lebih banyak dibanding dengan bentuk kristal yang kurang stabil. h) Stabilitas kimia Studi stabilitas kimia umumnya merupakan percobaan jangka panjang, di mana bentuk kristal yang diberikan disimpan pada suhu tinggi di bawah berbagai kelembaban relatif. i) Keterbasahan Keterbasahan padat digunakan untuk menentukan seberapa banyak minyak (untuk suspensi basis minyak) dan surfaktan yangg dibutuhkan untuk mensuspensikan zat tersebut. 2.3 PERTIMBANGAN BIOFARMASETIK Obat yang diberikan secara intravena memiliki aksi yang cepat karena hanya memerlukan interval 2 3 menit untuk bercampur dalam aliran darah hal ini dikarenakan tidak diperlukan waktu penyerapan. Sedangkan untuk suspensi [FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 12
kering parenteral, pemberian secara intravena bukanlah pilihan (seperti yang telah dijelaskan di atas) melainkan pemberian secara intramuscular dan subcutan. Pemberian rute ini tetap melalui tahap penyerapan. Bioavailabilitas dari obat yang diberikan secara subkutan dan intramuscular tergantung dari faktor fisiologis dan sifat fisika kimia obat. Proses obat yang terjadi di dalam tubuh :
Absorpsi obat dari depot umumnya mengalami disolusi terbatas. Pengaruh proses penyerapan ditentukan oleh waktu dan kadar obat dalam plasma (C) seperti ditunjukkan pada Gambar dibawah ini :
2.3.1 Pengaruh sifat fisika kimia obat terhadap bioavailabilitas Laju disolusi obat dari depot dipengaruhi oleh luas permukaan obat yang terkena cairan interstitial serta ukuran partikel rata-rata obat. Hubungan ini dikenal dengan persamaan Noyes Whitney :
Obat padat Obat larut di daalam cairan tubuh Obat diserap ke dalam tubuh Obat masuk kedalam sirkulasi darah Efek
[FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 13
Dimana :
2.3.2 Absorpsi obat dari intramuscular dan subkutan injeksi a) Absorpsi melalaui dinding kapiler Obat yang berada di dalam lingkungan depot akan masuk kedalam pembuluh darah melalui dinding kapiler dengan tebal dinding 0,5 mm. Obat dapat masuk melalui lorong yang menghubungkan antara interior dan eksterior. Kemampuan obat dalam melewati membran ini tergantung dari besarnya ukuran partikel dan luas permukaan membran dan pH obat (ionisasi) serta kelarutan obat. Hubungan ini adalah dinyatakan oleh persamaan Henderson-Hasselbach untuk asam lemah, dinyatakan sebagai berikut:
Dimana :
Dm / dt = laju disolusi K = konstanta D = koefisien difusi obat dalam cairan interstitial S = luas permukaan obat terkena medium Cs = kelarutan obat yang seimbang dalam cairan interstitial C = konsentrasi obat dalam cairan interstitial setiap satuan waktu
A dan HA adalah konsentrasi terionisasi dari masing- masing zat. Keterkaitan antara disosiasi konstan, dan penyerapan obat adalah dasar untuk hipotesis pH- partisi.
[FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 14
b) Sistem Limfatik Sekitar seperenam dari volume tubuh terdiri dari ruang antara sel. Ruang-ruang kolektif disebut interstitium dan cairan dalam ruang-ruang interstitial disebut cairan. Struktur yang solid dalam interstitium sebagian besar terdiri dari serat kolagen dan filamen proteoglikan. Cairan di interstitium adalah filtrat dari kapiler. Komposisi cairan ini sama seperti cairan dalam kapiler kecuali untuk protein disebabkan karena berat molekul protein yang besar sehingga tidak tersaring di ruang antara sel- sel endotel. Cairan ini sebagian besar terperangkap dalam ruang antara filamen proteoglikan. Kombinasi dari filamen proteoglikan dan cairan memiliki konsistensi gel dan sering disebut gel jaringan. Proses perjalanan cairan melalui proses difusi. Sehingga proses difusi cepat pada zat terarut, nutrisi, elektrolit, hasil metabolisme. Hampir semua jaringan dalam tubuh memiliki saluran limfatik yang mengalirkan kelebihan cairan interstitial dari ruang interstitial. Sebagian besar getah bening mengalir melalui saluran toraks dan ke dalam sistem vena di persimpangan subclavian vena dan vena jugularis. Sekitar 100ml getah bening mengalir melalui saluran toraks. 2.3.3 Faktor fisiologi Selain sifat fisikokimia obat dan formulasi, faktor fisiologis juga mempengaruhi absorpsi obat dari suspensi parenteral. Seperti yang telah dibahas di atas, obat-obatan diberikan melalui rute intramuscular atau subkutan sehingga memerlukan langkah penyerapan. Mengingat bahwa obat ini diserap dengan proses difusi ke dalam kapiler darah dari tempat penyuntikan, maka semakin besar aliran darah pada tempat suntikan, semakin cepat penyerapan obat. Dengan demikian, besarnya aliran darah di tempat penyuntikan juga mempengaruhi tingkat penyerapan. Sebagai contoh, epinefrin menghambat aliran darah pada tempat penyuntikan akibatnya penyerapan menjadi lambat. Peningkatan aktivitas otot juga [FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 15
dapat meningkatan laju aliran darah sehingga absorpsi meningkat. Untuk penyuntikan intramuskular, dapat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap bioavailabilitas. Ketika pasien diberikan 200 mg lidocaine ke intramuscular, tingkat penyerapan obat mengikuti urutan layer yang dilewatinya. 2.4 STABILITAS FISIKA DARI SUSPENSI KASAR Suspensi kasar parenteral atau sistem koloid memiliki prinsip-prinsip yang berguna dalam memahami stabilitas fisik sistem ini, khususnya mengenai perilaku flokulasi. Sifat Antarmuka antara zat tersuspensi dengan fase cairan merupakan peran penting dalam menentukan stabilitas suspensi. Energi bebas antar muka merupakan suatu tingkat preferensi molekul padat yang tersebar pada antarmuka. Energi bebas antarmuka selalu positif, yang berarti bahwa energi harus diletakkan ke dalam sistem dalam rangka menciptakan energi bebas. Misalnya, melalui penggilingan mekanik. Ketika energi dilepaskan dan suspensi diformulasi, termodinamika mengambil alih dan cenderung untuk mendorong sistem menuju yang ke arah yang lebih stabil yaitu yang memiliki energi bebas lebih rendah. Sementara termodinamika pada akhirnya akan menang, teknik manufaktur yang tepat dan formulasi yang rasional dapat mengakibatkan sistem secara praktis menuju stabil. Sudut antara cairan dengan permukaan padat disebut dengan sudut kontak. Sudut kontak memberikan informasi yang penting mengenai tegangan permukaan. Umumnya, cairan dianggap non-wetting jika sudut kontak lebih besar dari 90 0 , dan wetting jika sudut kontak <90 0 serta wetting yang sempurna pada sudut kontak 0 0 . Untuk mengukur sudut kontak, zat padat dapat ditekan hingga datar menggunakan Carver pers (volume cairan dikeluarkan ke permukaan, dan sudut kontak diukur menggunakan goniometer). [FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 16
Semakin besar persentase molekul di permukaan maka semakin kecil ukuran partikel. Sifat permukaan penting dalam menentukan stabilitas sistem. Fenomena ini dikenal sebagai hukum Ostwald. Hal itu diungkapkan secara kuantitatif dengan persamaan Ostwald - Freundlich :
Dimana :
Ketika solid powder ditambahkan ke dalam vehicle, akan mengalami agitasi dan agitasi ini selanjutnya mengalami pengurangan ukuran partikel. Penyebaran mengacu pada sejauh mana zat padat membentuk agregat dan sejauh mana distribusi partikel yang sama yang dapat dipertahankan (stabilitas dispersi). Partikel akan menetap pada tingkat yang dijelaskan oleh hukum Stoke :
C1 dan C2 = kelarutan partikel R1 dan R2 = nilai radius masing-masing M = berat molekul gama = energi permukaan padat dalam kontak dengan larutan rho = densitas padat R adalah konstanta gas T = temperatur absolut.
[FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 17
Dimana :
Persamaan diatas menunjukkan beberapa cara agar tidak terjadi flokulasi yaitu menguragi diameter partikel dan meningkatkan viskositas vehicle. Ketika dua partikel koloid mengalami gerak Brown yang mendekat satu sama lain, maka mereka mengalami dua jenis interaksi, yaitu kekuatan statis yang timbul dari gaya tarik menarik van der Waals dan interaksi elektrostatik, serta kekuatan hidrodinamika dimediasi oleh vehicle. Larutan elektrolit ditandai dengan adanya muatan dan konsentrasi elektrolit serta konstanta dielektrik medium. Kombinasi dari permukaannya diisi oleh lapisan penetral counter ion yang merupakan suatu lapisan ganda listrik. Ketebalan lapisan ganda diungkapkan oleh :
Dimana :
V = kecepatan pengendapan D = diameter partikel ps dan pl = kepadatan fase padat dan cair masing-masing g = konstanta gravitasi n = viskositas dari fase cair.
1/k = panjang Debye e = konstanta dielektrik medium, K = konstanta Boltzman Ni = nomor ion dari jenis i per satuan volume di dekat permukaan E = biaya pada elektron zi = valensi elektrolit .
[FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 18
Flokulasi adalah sifat penting dari setiap suspensi kasar. Seorang farmasis harus memahami kedua sifat suspensi flocculated dan kekuatan yang menengahi keadaan agregasi dari suspensi. Di suspensi flocculated, partikel longgar dikumpulkan oleh gaya elektrostatik, sehingga suspensi terdiri dari jaringan longgar partikel. Flok mengendap relatif cepat, dan membentuk batas yang jelas antara endapan dan supernatan. Sedimen longgar terbentuk dan cake tidak terbentuk. Sebagai akibatnya, zat padat ini mudah untuk redispersi. Dalam suspensi deflocculated, partikel mengalami entitas yang terpisah. Endapan menetap lambat dan tergantung pada ukuran partikel hal ini disebabkan karena ada kekuatan minimal antara partikel dan akhirnya membentuk endapan yang keras yang mungkin mustahil untuk redispersi. Teori DLVO menyatakan bahwa stabilitas koloid ditentukan oleh keseimbangan antara tolakan listrik double layer yang meningkat secara eksponensial dengan penurunan jarak antara partikel dan gaya tarik menarik Van Der Waals. Pelajaran praktis yang dapat diambil dari teori DLVO adalah: Kekuatan ion dari vehicle merupakan faktor dominan mengendalikan sistem flokulasi Adsorpsi polimer dapat digunakan untuk menstabilkan sterik suspensi dengan mencegah dua partikel saling mendekati cukup dekat untuk agregat dalam minimum primer. 2.5 FORMULASI SUSPENSI PARENTERAL Formulasi suspensi parenteral yang baik adalah mudah untuk di suspensikan kembali setelah pengocokan dimana dispersi obat sama di dalam larutan pembawa. Suspensi mudah memasuki jarum suntuik dan mudah pula dikeluarkan melalui jarum suntik sehingga tidak mengiritasi jaringan yang disuntikkan. Suspensi baik secara fisik maupun kimiawi harus stabil selama umur simpan produk. Untuk merekonstruksi bubuk steril yang dilarutkan dengan air untuk membentuk suspensi pada saat digunakan harus dipertimbangkan terutama untuk obat yang tidak stabil dalam media air. [FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 19
Bentuk sediaan serbuk suspensi steril memiliki beberapa keuntungan, yaitu dapat menghindari masalah stabilitas fisik yang dapat mengganggu seperti yang terjadi pada suspensi jadi antara lain bertambahnya ukuran partikel, terbentuknya caking, resuspension, syringeability, serta injectability. Keuntungan lainnya yaitu lebih mudah disterilisasi karena stabil terhadap panas dan radiasi. Bubuk suspensi ini biasanya disediakan dengan pendamping vial dari vehicle yang berisi bahan pengisi yang sesuai. 2.5.1 Distribusi Ukuran Partikel Dalam pengembangan suatu produk harus mencakup studi menentukan peran distribusi ukuran partikel pada bioavailabilitas obat serta syringability dan injectability. Percobaan dimulai dengan menyiapkan saringan yang berbeda untuk tiap satu batch bubuk. Formulasi prototipe disusun masing-masing empat sampai enam distribusi ukuran partikel, dan syringeability dan injectability diuji sebelum melanjutkan uji lebih lanjut. Distribusi ukuran partikel dengan ukuran partikel rata-rata di atas sekitar 50 mm cenderung menghasilkan masalah dengan syringeability dan injectability. Studi bioavailabilitas umumnya dilakukan pada hewan untuk pengumpulan kadar obat dalam plasma sebagai fungsi waktu setelah suspensi di injeksikan. Parameternya adalah kadar puncak obat dalam darah (Cp max), waktu di mana Cp max tercapai (tmax), dan jumlah kadar obat yang ada di dalam darah (daerah di bawah kurva). 2.5.2 Eksipien Selain obat atau zat aktif, suspensi kasar parenteral juga mengandung zat pendispersi atau zat pensuspensi, surfaktan, dapar, dan tonicity adjusting agent. Bahkan dalam kasus beberapa kasus wadah multyple dosis pada sediaan injeksi ditambahkan pengawet antimikroba. Teori DLVO memberikan gambar konseptual dari interaksi antara partikel yang mengendalikan sifat fisik dari suspensi. Interaksi berlawanan ini memiliki energi repulsive tinggi, yaitu ketika zeta potensial tinggi dan kekuatan ion [FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 20
rendah. Namun, ketika partikel-partikel ini mengendap, hambatan energi dapat diatasi dengan cara partikel berinteraksi pada primary minimum, umumnya menghasilkan caking dan sulit (atau tidak mungkin) mengalami redispersion. Volume Sedimentasi dan pengukuran potensial zeta berguna untuk membantu menjamin suspensi mudah mengalami redispersable ketika volume sedimen lebih tinggi dari sedimen relatif terhadap ketinggian cairan. Intinya adalah semakin tinggi volume sedimen relatif, semakin besar pembentukan dispersi kembali. Hubungan umum antara volume sedimen dan zeta potensial diilustrasikan dalam gambar dibawah ini :
Penambahan agen flokulasi seperti elektrolit dapat menyebabkan penurunan potensi zeta menyebabkan perubahan dalam Volume sedimen. Daerah di mana volume sedimen maksimal maka ada kemungkinan terbentuknnya caking. Perlu diperhatikan bahwa terlalu banyak penambahan elektrolit dapat mengakibatkan flokulasi berlebih dan membentuk caking. Pengukuran tingkat sedimentasi berguna dalam penggambaran formulasi stabilitas fisik dari sistem.
[FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 21
2.5.3 Buffer PH fisiologis selalu diinginkan untuk setiap produk injeksi untuk meminimalkan iritasi di tempat suntikan. Namun, rute intramuskular dan subkutan cukup mentoleransi hal ini. PH produk suspensi dimulai dari yang terendah 3,5 hingga mencapai 8,5. Tentu saja, kapasitas buffer harus dipertimbangkan juga dengan baik. Formulasi yang menyimpang dari pH fisiologis dengan kapasitas buffer yang besar akan lebih mengiritasi dibandingkan dengan kapasitas buffer rendah. Sistem yang diinginkan dalam sediaan suspensi ini adalah flokulasi karena mudah didespersikan kembali. Hal ini dapat ditentukan oleh kekuatan ionik yang ditentukan oleh jumlah total ion yang ada, termasuk setiap elektrolit yang ditambahkan. Buffer yang paling umum digunakan pada suspensi parenteral adalah natrium fosfat. Asam askorbat digunakan dalam formulasi epinefrin HCl dan sodium sitrat digunakan dalam formulasi penisilin G. Buffer lain yang digunakan dalam formulasi parenteral lainnya meliputi natrium laktat, natrium asetat, natrium suksinat, histidin, dan tris (hydroxymethyl) aminomethane. 2.5.4 Pembasahan Kecenderungan bentuk solid untuk dibasahi dengan cairan tergantung dari afinitas zat, di mana permukaan hidrofilik cenderung lebih mudah dibasahi oleh media air. Untuk suspensi injeksi, obat umumnya memiliki kelarutan dalam air yang terbatas dan cenderung menjadi hidrofobik dengan demikian cenderung untuk tidak mudah dibasahi. Metode lain untuk mengukur wettability bubuk adalah metode titik dibasahi yang terdiri dari menentukan jumlah vehicle yang dibutuhkan untuk membasahi semua bubuk, biasanya dengan mengukur jumlah cairan yang dibutuhkan untuk membasahkan bubuk melalui kain kasa. Semakin efektif agen pembasahan, semakin rendah nilai ''Titik basah''. Agen pembasahan adalah surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan dan berhubungan dengan sudut kontak antara solid dan vehicle. Kebanyakan suspensi parenteral menggunakan polisorbat 80 sebagai agen pembasahan. [FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 22
2.5.5 Suspending Agent Zat pensuspensi biasanya mengacu pada zat tambahan yang digunakan untuk mengontrol viskositas vehicle serta polimer yang berinteraksi dengan permukaan padat untuk meningkatkan stabilitas fisik. Suspending Agents meliputi natrium karboksimetilselulosa, polivinil, polietilen glikol, dan propilen glikol.
2.5.6 Tonicity Adjusting Agents Tonicity adjusting agents dapat berupa elektrolit atau non-elektrolit. Jenis tonicity adjusting agents yang digunakan tergantung pada pengaruh kekuatan ion pada settling properties pada suspensi. Natrium klorida umumnya digunakan untuk penambah tonisitas dan menambah kekuatan ion. Sorbitol dan manitol adalah contoh non-elektrolit yang digunakan untuk penyesuaian tonisitas.
2.5.7 Pengawet Karena banyak suspensi parenteral menggunakan wadah multiple dosis sehingga pengawet antimikroba pun umum digunakan. Termasuk benzalkonium klorida, chlorobutanol, paraben, dan benzil alkohol. 2.6 PEMBUATAN SUSPENSI KERING SEDIAAN PARENTERAL 2.6.1 Suspensi yang siap digunakan vs serbuk untuk rekontitusi Formulasi serbuk kering untuk suspensi, proses pembuatannya hanya terdiri dari penggilingan kristal secara aseptik dan dikeringkan. Jika sterilisasi panas dari wadah tidak layak maka cukup dilakukan sterilisasi permukaan, mungkin dengan etilen oksida atau radiasi dengan tujuan menonaktifkan kontaminasi mikroba. Selanjutnya serbuk diisi ke dalam botol secara aseptik. Kelayakan sterilisasi panas harus diperiksa, baik dengan metode panas ataupun radiasi pengion. Jika memungkinkan, pendekatan ini memberikan sterilitas maksimum dengan jaminan menghindari sterilisasi selama pemrosesan. [FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 23
Untuk suspensi siap digunakan , skema manufaktur umumnya terdiri dari penggilingan obat dan sterilisasi permukaan massal serbuk. Prosesnya hampir sama dengan yang tadi. Kelayakan sterilisasi terminal dari penggunaan suspensi harus ditentukan tetapi secara umum hal ini memiliki probabilitas keberhasilan yang rendah. Autoklaf biasanya menghasilkan perubahan dalam distribusi ukuran partikel yang dihasilkan karena peningkatan suhu, di mana partikel-partikel yang lebih kecil larut ke yang lebih besar dan ketika sistem didinginkan, partikel yang lebih besar tumbuh akibat dari kelarutannya rendah. Sterilisasi dengan sinar gamma , probabilitas keberhasilan rendah karena generasi radikal bebas dalam larutan yang cenderung menurunkan kadar obat.
2.6.2 Unit Operations in Suspension Manufacture a) Reduksi Ukuran Partikel Aspek yang paling penting dari penggilingan adalah kemampuan satuan operasi untuk menghasilkan distribusi ukuran partikel yang tepat untuk ukuran partikel obat. Dampak dari penggilingan pada keadaan fisik obat juga penting terutama karena pengilingan mekanik dapat memproduksi sejumlah partikel kecil tapi tidak signifikan untuk bahan amorf. Hal ini dapat menyebabkan masalah dengan stabilitas kimia, stabilitas fisik, atau keduanya. Kriteria desain khusus meliputi potensi kontak logam dengan logam, penggunaan sil mekanik ganda, cleanability peralatan. Sterilisasi udara sangat mudah, tapi penahanan debu dapat menjadi komplikasi operasional yang signifikan. Pengeringan semprot dapat digunakan untuk menghasilkan bubuk steril dengan partikel berbentuk bola seragam dengan menyemprotkan larutan yang mengandung obat ke dalam ruang di mana aliran udara mengalir kontra dengan spray. Keuntungan dari teknik ini adalah kemampuan untuk mengendalikan droplet, oleh karena itu, ukuran partikelnya tepat dan seragam. Aplikasi ini terbatas karena pelarut organik akan diperlukan jika [FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 24
suspensi vehicle yang dimaksud adalah berair. Masalahnya adalah penanganan volume besar uap pelarut sulit dilakukan. Pengeringan semprot mungkin berguna untuk mengontrol ukuran partikel obat yang ditujukan untuk suspensi basis minyak. Cairan superkritis (karbon dioksida) dapat digunakan baik sebagai pelarut atau antisolvent untuk mencapai generasi partikel berikutnya. Teknik ini telah ditinjau oleh Tom dan Debenedett. Metode ini umumnya kompatibel dengan teknik aseptik, tetapi kemampuan untuk konsisten menghasilkan distribusi ukuran partikel sempit secara konsisten belum pasti.
b) Sterilisasi Pedoman peraturan internasional mengharuskan kelayakan sterilisasi terminal ditentukan. Kemungkinan keberhasilan untuk sterilisasi terminal suspensi berbasis minyak mungkin agak lebih baik. Probabilitas keberhasilan dalam sterilisasi terminal yang terbaik untuk bubuk suspensi injeksi dapat dilakukan dengan autoclave tapi masalahnya adalah caking dari bubuk pembuatan suspensi. Sterilisasi terminal oleh radiasi pengion mungkin menjadi pilihan yang lebih baik. Radiasi pengion untuk sterilisasi mungkin melalui berkas elektron, iradiasi gamma, atau dengan x - ray. Semua bentuk radiasi pengion bekerja bertabrakan dengan elektron atau foton dari elektron di kulit terluar atom untuk menghasilkan ion. Proses ionisasi ini menyebabkan kerusakan ikatan kovalen, khususnya DNA yang sangat rentan terhadap depolimerisasi oleh proses ini. Oleh karena itu, radiasi pengion mensterilkan dengan mencegahan reproduksi mikroorganisme. Gamma iradiasi 60 Co adalah cara yang paling umum digunakan karena sumber radiasinya sinar gamma dan dimana peluruhan radioaktif 60 Co menghasilkan dua foton. Sebuah keuntungan dari gamma iradiasi adalah lebih aman karena karena foton yang dihasilkan tidak cukup energik untuk menyebabkan photonuclear [FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 25
reaksi. Sterilisasi oleh sinar - x merupakan perkembangan yang lebih baru dengan menggabungkan kemampuan penetrasi iradiasi gamma dengan pengendalian radiasi berkas elektron sehingga kekuatan berkas elektron dapat dikontrol atau dimatikan sesuai kebutuhan.
c) Pengisian Mengisi suspensi cair umumnya langsung menggunakan peralatan yang tersedia. Aspek yang paling penting dalam mengisi suspensi adalah pemeliharaan keseragaman konten di seluruh tempat pack. Monitoring agresif seringkali diperlukan, terutama di akhir mengisi. Mengisi bubuk lebih sulit daripada pengisian cairan karena beberapa alasan, yaitu : Dalam variabilitas batch dari sifat mekanik bubuk, seperti kompresibilitas, karakteristik aliran, dan bulk density dapat menghasilkan variabilitas pengisian. Beberapa debu formulasi mungkin tak terelakkan dan penahanan debu penting dalam mengendalikan potensi kontaminasi silang. Untuk senyawa yang berpotensi berbahaya, penahanan partikulat udara sangat penting dari sudut pandang perlindungan pekerja.
2.7 EVALUASI KUALITAS PRODUK Stabilitas distribusi ukuran partikel merupakan aspek penting dalam mengevaluasi kualitas suspensi parenteral karena perubahan dalam distribusi ukuran partikel dapat mempengaruhi profil pelepasan obat dari tempat suntikan serta memiliki potensi untuk menyebabkan kesulitan dalam syringeability (kemampuan untuk dengan mudah menarik isi botol ke dalam jarum suntik) dan injectability (kemampuan untuk mengeluarkan isi jarum suntik ke dalam tempat suntikan dalam jumlah yang wajar). Suspensi terkonsentrasi memiliki kecenderungan lebih besar untuk menyumbat jarum daripada suspensi yang lebih encer. [FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 26
Tidak ada metode standar untuk syringeability atau injectability. Penggunaan jarum ukuran 19-22 untuk sediaan suspensi. Sebuah sumber utama ketidakpastian dalam pengujian injectability adalah media suspensi disuntikkan. Sementara injeksi ke binatang yang mungkin paling realistis, hal ini sering tidak praktis. Sebuah alat untuk memantau kekuatan injeksi, seperti perangkat Instron, adalah perbaikan yang signifikan atas penilaian subjektif kekuatan injeksi. Pengujian suspensi setelah pengiriman termasuk dalam penilaian kualitas suspensi. Simulasi getaran yang terkait dengan pengiriman juga harus dipertimbangkan, karena hal ini dapat mempengaruhi flokulasi dan redispersion karakteristik suspensi.
[FARMASEUTIKA II] 2013
1111012007 | Kartika Sari 27
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN Formulasi dan pembuatan suspensi kasar parenteral tidaklah mudah. Kesulitan muncul terutama dari ketidakstabilan termodinamika yang melekat dari sistem tersebut yang mengakibatkan hilangnya kualitas dan kemampuan untuk redisperse padatan kembali. Ditakutkan tidak tercapainya keseragaman dosis yang memadai dan kemampuan untuk menarik suspensi ke dalam jarum suntik dan mengeluarkan produk menggunakan jumlah kekuatan yang wajar. Namun, pengetahuan tentang prinsip-prinsip sistem koloid dan pentingnya kekuatan antarmuka dapat digunakan untuk merancang formulasi dan jika termodinamika tidak stabil dapat dibuat secara kinetik menjadi cukup stabil dengan mempertahankan atribut kualitas kritis sepanjang umur simpan produk.
3.2 KRITIK DAN SARAN Tiada kesempurnaan di dunia ini, saya sangat mengharapkan kritik maupun saran dari makalah ini untuk tujuan demi kesempurnaan. Semoga makalah yang telah saya susun bermanfaat bagi kita semua, Amin.