You are on page 1of 15

ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler,
edema, pembentukan trombus)
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada
(Doengoes, 2000)
Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.

Tujuan: Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan santai, mampu
berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan
relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual


INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan imobilasasi bagian
yang sakit dengan tirah baring,
gips, bebat dan atau traksi

2. Tinggikan posisi ekstremitas yang
terkena.


Mengurangi nyeri dan mencegah
malformasi.


Meningkatkan aliran balik vena,
mengurangi edema/nyeri.

3. Lakukan dan awasi latihan gerak
pasif/aktif.

4. Lakukan tindakan untuk
meningkatkan kenyamanan
(masase, perubahan posisi)

5. Ajarkan penggunaan teknik
manajemen nyeri (latihan napas
dalam, imajinasi visual, aktivitas
dipersional)

6. Lakukan kompres dingin selama
fase akut (24-48 jam pertama)
sesuai keperluan.

7. Kolaborasi pemberian analgetik
sesuai indikasi.



Evaluasi keluhan nyeri (skala,
petunjuk verbal dan non verval,
perubahan tanda-tanda vital)
Mempertahankan kekuatan otot dan
meningkatkan sirkulasi vaskuler.

Meningkatkan sirkulasi umum,
menurunakan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.

Mengalihkan perhatian terhadap
nyeri, meningkatkan kontrol terhadap
nyeri yang mungkin berlangsung
lama.

Menurunkan edema dan mengurangi
rasa nyeri.


Menurunkan nyeri melalui
mekanisme penghambatan rangsang
nyeri baik secara sentral maupun
perifer.

Menilai perkembangan masalah
klien.

b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)

Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral hangat, tidak pucat dan
syanosis, bisa bergerak secara aktif.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Dorong klien untuk secara rutin
melakukan latihan menggerakkan
jari/sendi distal cedera.

2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat
tekanan bebat/spalk yang terlalu
ketat.

Meningkatkan sirkulasi darah dan
mencegah kekakuan sendi.


Mencegah stasis vena dan sebagai
petunjuk perlunya penyesuaian
keketatan bebat/spalk.


3. Pertahankan letak tinggi
ekstremitas yang cedera kecuali ada
kontraindikasi adanya sindroma
kompartemen.

4.
Berikan obat antikoagulan (warfarin)
bila diperlukan.


5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran
kapiler, warna kulit dan kehangatan
kulit distal cedera, bandingkan
dengan sisi yang normal.



Meningkatkan drainase vena dan
menurunkan edema kecuali pada
adanya keadaan hambatan aliran
arteri yang menyebabkan penurunan
perfusi.

Mungkin diberikan sebagai upaya
profilaktik untuk menurunkan
trombus vena.

Mengevaluasi perkembangan
masalah klien dan perlunya
intervensi sesuai keadaan klien.



c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria klien tidak sesak nafas,
tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Instruksikan/bantu latihan napas
dalam dan latihan batuk efektif.


2. Lakukan dan ajarkan perubahan
posisi yang aman sesuai keadaan
klien.

3. Kolaborasi pemberian obat
antikoagulan (warvarin, heparin)
dan kortikosteroid sesuai indikasi.




Meningkatkan ventilasi alveolar dan
perfusi.


Reposisi meningkatkan drainase
sekret dan menurunkan kongesti
paru.

Mencegah terjadinya pembekuan
darah pada keadaan tromboemboli.
Kortikosteroid telah menunjukkan
keberhasilan untuk
mencegah/mengatasi emboli lemak.

4.
Analisa pemeriksaan gas darah, Hb,
kalsium, LED, lemak dan trombosit







5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan
upaya bernapas, perhatikan adanya
stridor, penggunaan otot aksesori
pernapasan, retraksi sela iga dan
sianosis sentral.


Penurunan PaO2 dan peningkatan
PCO2 menunjukkan gangguan
pertukaran gas; anemia,
hipokalsemia, peningkatan LED dan
kadar lipase, lemak darah dan
penurunan trombosit sering
berhubungan dengan emboli lemak.



Adanya takipnea, dispnea dan
perubahan mental merupakan tanda
dini insufisiensi pernapasan,
mungkin menunjukkan terjadinya
emboli paru tahap awal.


d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)

Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan
mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas
rekreasi terapeutik (radio, koran,
kunjungan teman/keluarga) sesuai
keadaan klien.

2.
Bantu latihan rentang gerak pasif
aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai keadaan
klien.




Memfokuskan perhatian,
meningkatakan rasa kontrol
diri/harga diri, membantu
menurunkan isolasi sosial.


Meningkatkan sirkulasi darah
muskuloskeletal, mempertahankan
tonus otot, mempertahakan gerak
sendi, mencegah kontraktur/atrofi
dan mencegah reabsorbsi kalsium
karena imobilisasi.


3. Berikan papan penyangga kaki,
gulungan trokanter/tangan sesuai
indikasi.


4. Bantu dan dorong perawatan diri
(kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan klien.

5. Ubah posisi secara periodik sesuai
keadaan klien.



6. Dorong/pertahankan asupan cairan
2000-3000 ml/hari.



7. Berikan diet TKTP.




8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi
sesuai indikasi.


9. Evaluasi kemampuan mobilisasi
klien dan program imobilisasi.


Mempertahankan posis fungsional
ekstremitas.



Meningkatkan kemandirian klien
dalam perawatan diri sesuai kondisi
keterbatasan klien.

Menurunkan insiden komplikasi
kulit dan pernapasan (dekubitus,
atelektasis, penumonia)


Mempertahankan hidrasi adekuat,
men-cegah komplikasi urinarius dan
konstipasi.


Kalori dan protein yang cukup
diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-pertahankan
fungsi fisiologis tubuh.

Kerjasama dengan fisioterapis perlu
untuk menyusun program aktivitas
fisik secara individual.

Menilai perkembangan masalah
klien.


e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)

Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah
kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu/penyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tempat tidur yang
nyaman dan aman (kering, bersih,
alat tenun kencang, bantalan bawah
siku, tumit).

2. Masase kulit terutama daerah
penonjolan tulang dan area distal
bebat/gips.


3. Lindungi kulit dan gips pada
daerah perianal


4. Observasi keadaan kulit,
penekanan gips/bebat terhadap
kulit, insersi pen/traksi.


Menurunkan risiko kerusakan/abrasi
kulit yang lebih luas.



Meningkatkan sirkulasi perifer dan
meningkatkan kelemasan kulit dan
otot terhadap tekanan yang relatif
konstan pada imobilisasi.

Mencegah gangguan integritas kulit
dan jaringan akibat kontaminasi
fekal.

Menilai perkembangan masalah
klien.


f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang

Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan
demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Lakukan perawatan pen steril dan
perawatan luka sesuai protokol

2. Ajarkan klien untuk
mempertahankan sterilitas insersi
pen.

3. Kolaborasi pemberian antibiotika
dan toksoid tetanus sesuai indikasi.

Mencegah infeksi sekunderdan
mempercepat penyembuhan luka.

Meminimalkan kontaminasi.



Antibiotika spektrum luas atau
spesifik dapat digunakan secara




4. Analisa hasil pemeriksaan
laboratorium (Hitung darah lengkap,
LED, Kultur dan sensitivitas
luka/serum/tulang)



5. Observasi tanda-tanda vital
dan tanda-tanda peradangan lokal
pada luka.
profilaksis, mencegah atau
mengatasi infeksi. Toksoid tetanus
untuk mencegah infeksi tetanus.

Leukositosis biasanya terjadi pada
proses infeksi, anemia dan
peningkatan LED dapat terjadi pada
osteomielitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme
penyebab infeksi.

Mengevaluasi perkembangan
masalah klien.


g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien mengerti dan memahami
tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Kaji kesiapan klien mengikuti
program pembelajaran.



2. Diskusikan metode mobilitas dan
ambulasi sesuai program terapi fisik.



3. Ajarkan tanda/gejala klinis yang
memerluka evaluasi medik (nyeri
berat, demam, perubahan sensasi
kulit distal cedera)
4.


Efektivitas proses pemeblajaran
dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
mental klien untuk mengikuti
program pembelajaran.

Meningkatkan partisipasi dan
kemandirian klien dalam
perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik.

Meningkatkan kewaspadaan klien
untuk mengenali tanda/gejala dini
yang memerulukan intervensi lebih
lanjut.


Persiapkan klien untuk mengikuti
terapi pembedahan bila diperlukan.
Upaya pembedahan mungkin
diperlukan untuk mengatasi maslaha
sesuai kondisi klien.

B. Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
o Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

















ASUHAN KEPERAWATAN
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal
karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan
untuk ambulasi dengan alat eksternal.
6. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
terhadap trauma.


B. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono,
1994:20)

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma thorax
(Wilkinson, 2006) meliputi :

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptif mengatasi faktor-faktor penyebab.




Intervensi :
Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur.
Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi
pada sisi yang tidak sakit.
Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan
tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat
stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan
dengan hipoksia.
Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps
paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana terapeutik.
Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 2 jam :

1. Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2. Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang
ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara
atmosfir masuk ke area pleural.
3. Observasi gelembung udara botol penampung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari
pneumotoraks/kerja yang diharapkan. Gelembung biasanya menurun seiring
dengan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung
dapat menunjukkan ekpansi paru lengkap/normal atau selang buntu.
4. Posisikan sistem drainase selang untuk fungsi optimal, yakinkan selang tidak
terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainase.
Alirkan akumulasi drainase bila perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang
mengubah tekanan negatif yang diinginkan.
5. Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang
memerlukan upaya intervensi.

Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :

1. Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
Menunjukkan batuk yang efektif.
Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Klien nyaman.

Intervensi :

Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi.
1. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi
alveolar.
3. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan
sebanyak mungkin melalui mulut.
4. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2
batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi
sekret.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan
hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari
bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan
mukus, yang mengarah pada atelektasis.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau
mulut.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
1. Pemberian expectoran.
2. Pemberian antibiotika.
3. Fisioterapi dada.
4. Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi
perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.
Pasien tidak gelisah.

Intervensi :

Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non
invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot
rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan
relaksasi massase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh
jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan.
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa
lama nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat
membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian
obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah
tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk
mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainase.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi :

Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan
tindakan yang tepat.
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses
peradangan.
Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan
steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah
terjadinya infeksi.
Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area
kulit normal lainnya.
Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak
nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R/ antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah
yang berisiko terjadi infeksi.

5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan
untuk ambulasi dengan alat eksternal.

Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :

penampilan yang seimbang..
melakukan pergerakkan dan perpindahan.
mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan
pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

Intervensi :

Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

6. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
terhadap trauma.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :

tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi :

Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka,
dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan
leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat
terjadinya proses infeksi.
Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

C. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :
1. Pola pernapasan efektive.
2. Jalan napas lancar/normal
3. Nyeri berkurang/hilang.
4. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5. pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
6. infeksi tidak terjadi / terkontrol

You might also like