You are on page 1of 7

Mobile Virtual Network Operation (MVNO)

Perkembangan Industri Telekomunikasi dan Penyiaran di Indonesia, saat ini telah mengalami kemajuan
yang sangat pesat. Dari sudut pandang teknologi, tren sekarang telah berevolusi dari narrowband ke
broadband, dari tradisional menuju Next Generation Network, sedangkan dari sudut bisnis layanan, tren
saat ini telah menuju ke layanan data. Sampai saat ini, jumlah Penyelenggara jaringan Telekomunikasi di
Indonesia mencapai 12 Operator (terbanyak di Asia) yaitu terdiri dari 8 Operator Seluler (Telkomsel,
Indosat, XL, NTS, HCPT, Smart, Mobile 8, STI), 4 Operator FWA (Bakrie Telecom, Telkom Flexy, Mobile
8, StarOne) dan 2 Operator PSTN (Telkom, BBT). Besarnya jumlah Penyelenggara jaringan dan
penyelenggara layanan ini akan menimbulkan kompetisi yang sangat ketat dan cenderung menuju ke
perang tarif (seperti yang terjadi saat ini). Para penyelenggara Telekomunikasi ini berkompetisi untuk
meraih pelanggan sebanyak-banyaknya dengan menawarkan berbagai layanan yang inovatif dengan tarif
yang semurah-murahnya. Kondisi persaingan sebagaimana dimaksud di atas, berpotensial
mengakibatkan ARPU dan AMPU (voice dan sms) semakin menurun serta jumlah churn rate yang justru
meningkat. Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap proses investasi jangka pendek
maupun investasi jangka panjang. Mengacu pada pola kerjasama yang sudah diterapkan di berbagai
negara maka pola kerja sama dengan para penyelenggara Telekomunikasi/Penyedia Layanan (Mobile
Network Operator/MNO) lain, sangat penting dilakukan. Pola kerjasama yang dimaksud dikenal sebagai
Mobile Virtual Network Operation (MVNO).

Dalam pola kerjasama seperti ini, MVNO dipandang akan dapat membantu MNO dalam pembangunan
infrastruktur, memperluas jangkauan serta layanan, melakukan kegiatan-kegiatan pemasaran dan
pengembangan produk. Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa MVNO akan dapat berperan
dalam penurunan biaya investasi dan operasional, serta akan membantu peningkatan jumlah pelanggan
dan pendapatan (revenue) MNO. Berhasil atau tidaknya penerapan MVNO dalam suatu industri
Telekomunikasi tidak bisa lepas dari dukungan Pemerintah. Peran Pemerintah dalam penerapan MVNO
di suatu negara, dalam hal ini Indonesia, sangat diperlukan untuk mengatur penerapan MVNO baik aspek
teknis maupun aspek bisnisnya. Peran Pemerintah juga diharapkan dalam rangka meletakkan kerangka
pengaturan MVNO menuju ke era NGN dimana MVNO, bersama dengan Infrastructure Sharing dan
Open Access akan menjadi kunci utama dalam penerapan NGN di era konvergensi nantinya. Kontribusi
tulisan ini akan mencoba memberikan gambaran mengenai MVNO secara umum serta rencana
implementasinya di Indonesia. Diharapkan kontribusi ini akan dapat membantu Pemerintah untuk dapat
mengeluarkan rekomendasi secepatnya dalam mereliasikan penerapan MVNO di Indonesia.

II. MATERI PEMBAHASAN

A. USULAN PENERAPAN MVNO DI INDONESIA

1) Pemerintah diharapkan dapat segera memberikan landasan hukum dalam penerapan MVNO di
Indonesia, khususnya untuk MVNO jenis Service Provider MVNO (SP-MVNO) dan Enhanced Service
Provider MVNO (ESP-MVNO). Beberapa hal yang perlu didiskusikan lebih lanjut adalah apakah regulasi
yang saat ini berlaku dapat dijadikan dasar hukum untuk penerapan kedua jenis MVNO ini, serta
bilamana Full MVNO dapat diterapkan Indonesia;

2) Pemerintah dapat memberikan keleluasaan secara penuh kepada para MNO untuk dapat
menyelenggarakan MVNO secara B2B, dengan mengacu pada Izin Penyelenggaraan (Modern License)
yang dimiliki oleh masing-masing MNO (Lisensi, cakupan area dan layanan);

3) Pemerintah diharapkan dapat segera menyusun regulasi penerapan MVNO antar MNO termasuk
regulasi mengenai infrastrcture sharing dan open access yang melekat pada MVNO antar MNO ini;

4) Pemerintah diharapkan dapat menerapkan pola BHP frekuensi khusus pada para MNO untuk
mempercepat pertumbuhan MVNO di seluruh wilayah Inddonesia

B. PENJELASAN UMUM

B.1. Definisi MVNO

MVNO adalah penyelenggara jasa pelayanan telekomunikasi bergerak (Seluler atau FWA) dalam bentuk
suara dan data, dimana penyelenggara tersebut tidak memiliki izin atas spekrum frekuensi atau lisensi
jaringan akses. Dalam menjalankan usahanya, penyelenggara tersebut melakukan kerjasama dengan
MNO yang memiliki alokasi spectrum frekuensi serta lisensi jaringan akses.

B.2 Bisnis Model MVNO

Pada dasarnya MVNO adalah sebuah layanan bergerak yang menyewa atau memakai spektrum
frekuensi milik MNO melalui suatu perjanjian bisnis. MVNO dalam hal ini dapat hanya berperan sebagai
reseller dari MNO atau bisa membangun infrastrukturnya sendiri yang dibutuhkan sesuai dengan
teknologi dan izin spektrum frekuensi yang dimiliki oleh MNO. Berdasarkan kondisi tersebut, MVNO
secara bisnis model dapat dibedakan menjadi beberapa tipe, yaitu :

a. Reseller / Super Dealer
Pada tipe ini MVNO berkedudukan hanya sebagai reseller terhadap layanan bergerak (mobile service)
dari MNO. MVNO tidak memiliki infrastruktur dan hanya sebagai kepanjangan tangan MNO sehingga
tanggung jawab pelanggan ada pada MNO

b. Service Provider MVNO ( SP-MVNO )
MVNO mempunyai/membangun Infrastruktur sendiri yang terkait dengan system data base
pelanggannya meliputi billing system, customer care, pusat pemasaran (marketing centre) dan pusat
penjualan. Pada tipe ini MVNO masih terbatas menggunakan produk (wholesale) milik MNO.

c. Enhanced Service Provider MVNO ( ESP-MVNO )
Hampir mirip dengan SP-MVNO tetapi pada model ini MVNO tidak hanya menjual layanan seluler (mobile
service) milik MNO tetapi juga menawarkan layanan tambahan milik MVNO itu sendiri.

d. Full MVNO
MVNO menyediakan dan membangun seluruh infrastruktur termasuk Core Network, Transmisi dan
jaringan akses. MVNO hanya menyewa Lisensi akses spektrum frekuensi dari MNO. Secara garis besar
Bisnis model MVNO dapat digambarkan sebagai berikut ( Virgin Mobile referensi ) :

B.3 Faktor yang mempengaruhi Kesuksesan penerapan MVNO di Indonesia

1) Timeline Penerapan MVNO
Pemerintah harus segera menetapkan kepastian penerapan MVNO dalam rangka meringankan beban
investasi MNO dan mendorong pertumbuhan infrastruktur nasional yang merata.

2) Kesiapan Industri untuk menjadi MVNO
Regulasi MVNO akan menciptakan peluang bagi penyelenggara layanan telekomunikasi dan
penyelenggara penyelenggara yang lain untuk menjadi MVNO.

3) Kesiapan MNO untuk merencanakan MVNO
MNO akan mengkaji perencanaan MVNO baik yang menyangkut aspek teknis maupun aspek bisnis
sehingga MNO dapat merencanakan jenis bisnis model MVNO dan area MVNO.

4) Model Pentarifan
Regulator harus segera mengatur mengenai model tarif pada MVNO sehingga dapat dirumuskan tarif
(MVNO) yang kompetitif tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap penetapan tarif MNO itu sendiri.

5) Proses Integrasi antara MVNO dan MNO
MNO akan memberikan full support kepada MVNO dalam hal integrasi jaringan, network element dan
layanan.

6) Kondisi Pasar dan Tren Pelanggan
Pengguna telekmunikasi yang saat ini telah mencapai lebih dari 155 juta pelanggan, berpotensial
membawa pertumbuhan pelanggan menuju ke titik jenuh. Pelanggan yang saat ini cenderung hanya
berpindah-pindah dari MNO satu ke yang lainnya, mengakibatkan tingat churn rate menjadi sangat tinggi.
Di lain pihak, layanan data saat ini menunjukkan perkembangan positif untuk menaikkan ARPU MNO.
MVNO harus lebih fokus terhadap pemilihan bisnis model dan layanan yang bisa menghasilkan ARPU
dan AMPU yang menguntungkan.

C. LATAR BELAKANG

Penerapan MVNO di Indonesia sebetulnya sudah berlangsung cukup lama. MVNO pada saat itu
dikondisikan hanya untuk kondisi darurat dan bukan ditujukan untuk percepatan pembangunan
insfrastruktur nasional dan pemerataan teledensitas. Pada tahun 2002, Mobile 8 yang mempunyai lisensi
CDMA 800 telah bekerja sama dengan METROSEL, KOMSELINDO dan TELESERA sebagai (Full)
MVNO. Pada tahun 2006, sebelum memperoleh lisensi nasionalnya, BAKRIE TELECOM juga pernah
menjajaki pola MVNO dengan INDOSAT.

C.1 Latar Belakang Penerapan MVNO di Indonesia

1) MVNO di beberapa negara telah berkembang pesat dan memberi kontribusi yang sangat besar bagi
pertumbuhan industri telekomunikasi di negara tersebut;

2) Jumlah penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa yang besar di Indonesia merupakan potensi
bagi penerapan MVNO;

3) Wilayah Indonesia yang sangat luas dan tersebar sangat cocok untuk penerapan MVNO, sehingga
dapat dicapai percepatan dan pemerataan layanan telekomunikasi di seluruh wilayah Indonesia;

4) Penurunan ARPU dan AMPU MNO akibat perang tarif saat ini, dikhawatirkan akan menurunkan
revenue perusahaan, sehingga agresifitas investasi akan sangat menurun. MVNO diharapkan dapat
menjadi salah satu solusi untuk menekan biaya investasi;

5) Pertumbuhan pelanggan seluler dan FWA yang sangat tinggi dari tahun ke tahun menjadi indikator
yang positif untuk penerapan MVNO, khususnya pelanggan yang berada di wilayah yang belum
terjangkau layanan telekomunikasi;

6) Perkembangan teknologi akses broadband khususnya layanan data, internet dan VoIP yang semakin
maju dan canggih menjadi driver bagi lahirnya banyak MVNO;

7) Penerapan infrastructure sharing ( tower bersama ).

C.2 Keuntungan Penerapan MVNO di Indonesia

1) Pembangunan Infrastruktur (jaringan telekomunikasi) Nasional meliputi jaringan akses, transmisi
(backbone) dan Core semakin cepat

2) Teledensitas dan pemerataan layanan suara dan data secara nasional akan semakin cepat terwujud

3) Menurunkan biaya investasi dan operasional MNO

4) Menciptakan segmentasi market, layanan, brand dan produk

E. STRATEGI PENERAPAN MVNO DI INDONESIA

1) Mendorong regulasi eksisting untuk penyelenggaraan MVNO tahap awal khususnya model Reseller,
SP MVNO dan ESP MVNO dan atau menyempurnakan KM 21 tahun 2001 sebagai landasan hukum
penerapan Full MVNO.

2) MNO melakukan perjanjian kerjasama dengan para penyelenggara jasa non dominant sebagai
Reseller MVNO (prepaid) pada area MNO yang terbatas dengan pola Minute Of Use (MoU) yakni
pembayaran akan dilakukan berdasarkan lama penggunaan jaringan, yang berarti juga lamanya
penggunaan layanan komunikasi yang digunakan pelanggan MVNO sehingga MVNO cukup membeli
kapasitas jaringan, baik nantinya digunakan untuk komunikasi suara, SMS maupun komunikasi data yang
berbasis teknologi tertentu, misalnya GPRS, EDGE atau CDMA EvDO dari penyedia jaringan (MNO).
Pada tahap ini MVNO Reseller masih menjual brand atas nama MNO.

3) MNO melakukan kerjasama dengan para penyelenggara jasa dominan sebagai SP MVNO untuk
reseller layanan suara dan data (basic) prepaid dan postpaid pada area MNO yang terbatas dengan pola
MoU.

4) MNO menawarkan kepada MVNO untuk layanan postpaid dan wholesale apabila pola kerjasama
layanan prepaid sebelumnya sudah berkembang.

5) MNO memberikan otoritas kepada MVNO (Reseller dan SP MVNO) untuk menjual brand atas nama
mereka sendiri kepada pelanggannya di seluruh wilayah layanan MNO.

6) MNO menyewakan layanan suara dan data (non basic) kepada SP MVNO.

7) MVNO SP Provider mengajukan ijin kepada MNO untuk upgrade menjadi ESP MVNO sehingga dapat
mengelola dan mendevelop layanan VAS sendiri.

8) ESP MVNO bekerjasama dengan MNO mengkaji untuk menjadi Full MVNO dengan bersama-sama
menyiapkan rencana pembangunan infrastruktur diluar infrastruktur akses, diantaranya meliputi Core
Network, Transmisi/Backbone berdasarkan aspek teknologi netral, Kerjasama ini bisa dilakukan di area
eksisting layanan MNO atau diluar layanan area layanan MNO.

9) Full MVNO dapat mengembangkjan dan menerapkan semua layanan dan teknologi sesuai dengan
kebutuhan pelanggan dan kemajuan jaman. Strategi Bisnis MVNO berdasarkan penerapannya di
berbagai Negara secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 5 yaitu :
1) MVNO menawarkan Layanan dengan harga murah dan terjangkau
2) MVNO Fokus pada satu segmen pasar dan area
3) MVNO menerapkan multi layanan dan VAS sesuai kebutuhan pelanggannya
4) MVNO melakukan reselling layanan dari MVNO yang lain
5) MVNO pada Internasional cluster (oleh Global MNO)

F. KAJIAN ASPEK LEGAL PENERAPAN MVNO DI INDONESIA

Penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia secara umum diatur dalam 4 peraturan yaitu:

1. Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi (UU 36 tahun 1999);

2. Peraturan Pemerintah nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (PP 52 tahun
2000);

3. Keputusan Menteri Perhubungan nomor: KM. 20 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jaringan
Telekomunikasi dan perubahan-perubahannya (KM 20 tahun 2001);

4. Keputusan Menteri Perhubungan nomor: KM. 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa
Telekomunikasi dan perubahannya (KM 21 tahun 2001) Sehubungan dengan rencana penerapan MVNO
di Indonesia, keempat peraturan tersebut memberikan definisi yang sama untuk terminologi Jasa
Telekomunikasi dan Jaringan Telekomunikasi sebagai berikut:

a. Jaringan telekomunikasi: adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang
digunakan dalam bertelekomunikasi

b. Jasa telekomunikasi: adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi
dengan menggunakan jaringan telekomunikasi

c. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi: adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan
telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
d. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi: adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa
telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi Sehubungan dengan konsep
MVNO, dimana operator jasa yang tidak memiliki jaringan dan spektrum frekuensi dapat
menyelenggarakan jasa telekomunikasi dengan menggunakan dan atau menyewa jaringan
telekomunikasi serta alokasi spektrum frekuensi milik penyelenggara jaringan, baik UU 36 tahun 1999,
PP 52 tahun 2000, dan KM 21 tahun 2001 sama-sama memungkinkan penyelenggaraan Jasa
telekomunikasi dengan menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara
jaringan telekomunikasi. UU 36 tahun 1999

Pasal 9 ayat (2)
Penyelengara jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1 dalam
menyelenggarakan jasa telekomunikasi, menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik
penyelenggara jaringan telekomunikasi PP 52 tahun 2000

Pasal 13
Dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b,
penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan
telekomunikasi

KM 21 tahun 2001

Pasal 5
(1) Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan
jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.

(2) Penyelenggara jasa telekomunikasi dalam menggunakan jaringan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui kerjasama yang dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis

Dari ketentuan-ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa MVNO dimungkinkan untuk diterapkan di
Indonesia. Walaupun memang belum ada ketentuan yang secara khususmengatur mengenai MVNO,
namun setidaknya tidak ada ketentuan yang melarang penyelenggaraan MVNO di Indonesia. Namun,
memperhatikan ketentuan-ketentuan di atas, masih harus dilakukan beberapa penyesuaian terutama
yang berkaitan dengan masalah alokasi frekuensi dalam penyelenggaraan MVNO di Indonesia.
Pengaturan mengenai alokasi frekuensi saat ni diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan
Informatika Nomor 29 tahun 2009 tentang Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia (PM 29
tahun 2009). Dalam PM 29 tahun 2009 perlu mengakomodir penggunaan spektrum frekuensi dalam
penyelenggaraan MVNO, dimana frekuensi yang telah dialokasikan kepada suatu MNO, dapat disewa
atau digunakan oleh MVNO.

III. REKOMENDASI

1) Pemerintah/Regulator diharapkan dapat memberikan landasan hukum/kerangka regulasi yang
mengatur mengenai penerapan MVNO di Indonesia pada tahun 2009;

2) Pemerintah diharapkan dapat mendukung penerapan MVNO dengan cara memberikan insentif khusus
kepada penyelenggara MNO, berupa pemberian keringanan biaya BHP MNO pada area MVNO. Dengan
adanya insentif tersebut, diharapkan MVNO dapat berkembang dengan pesat;

3) MVNO di Indonesia sangat dibutuhkan dalam rangka untuk mempercepat pembangunan
telekomunikasi nasional ke seluruh wilayah Republik Indonesia, sehingga pemerataan layanan TIK dapat
dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia;

4) MVNO saat ini sangat efektif untuk mengatasi lesunya Industri Telekomunikasi akibat perang tarif dan
membantu meringankan beban investasi dan operasional para penyelenggara jaringan telekomunikasi
(MNO);

5) Perubahan KM 21 tahun 2001 dan PM 29 tahun 2009 untuk mengakomodir penerapan MVNO di
Indonesia.

You might also like