You are on page 1of 20

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

TEORI DASAR LABORATORIUM FARMAKOLOGI




Disusun oleh:
Agung Fitria Nugraha 1112102000041
Anissa Florensia 1112102000040
Elsa Rahmi 1112102000034
Feny Delfianti 1112102000032
Hana Youlanda 1112102000033
Nursetyowati Rahayu 1112102000049
Remawati 1112102000046

Kelas Farmasi B
Kelompok 1

PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN

A. Tujuan:
1. Mampu mengetahui karakteristik utama hewan percobaan (mencit, tikus)
2. Mampu memperlakukan dengan baik hewan percobaan
3. Mampu mengetahui bagaimana cara-cara pemberian obat terhadap hewan percobaan
4. Mampu memahami hubungan antara bobot badan, tinggi badan, umur dan luas
permukaan tubuh terhadap perhitungan dosis
5. Mampu menghitung volume administrasi obat terhadap hewan percobaan
berdasarkan berat hewan, dosis hewan dan konsentrasi obat yang akan diberikan
6. Mampu mengidentifikasi masing masing hewan percobaan dengan memberi tanda
pada lokasi-lokasi tertentu dengan spidol
7. Mampu mengetahui factor factor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil
eksperimen.

B. Manfaat:
1. Dengan mengetahui karakteristik dan bagaimana memperlakukan hewan percobaan,
dapat mempermudah kita dalam merawat hewan percobaan sampai praktikum
farmakologi selesai.
2. Dengan mengetahui bagian-bagian tubuh dari hewan percobaan, dapat
mempermudah kita dalam mempraktekan cara-cara pemberian obat yang dibutuhkan
3. Dengan mengetahui volume administrasi obat, kita dapat memberikan volume obat
yang sesuai dengan tiap-tiap cara pemberian obat kepada hwan percobaan.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. TEORI DASAR
Farmakologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang sifat dari mekanisme kerja obat
pada sistem tubuh termasuk menentukan tokisisitasnya. Jalur pemakaian obat yang meliputi
oral, rektal, parenteral dan yang lainnya harus ditetapkan dosis yang dianjurkan bagi pasien
dalam berbagai umur, berat, luas permukaan tubuh dan ststus penyakitnya serta teknik
penggunaan dan petunjuk pemakaiannnya.
Hewan uji merupakan hewan khusus yang diternakan untuk keperluan biologik. Hewan
percobaan digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Pernan
hewan uji dalam penelitian sudah berjalan dalam waktu yang lama.
Dengan demikian dalam aplikasi, prinsip farmakologi digunakan hewan percobaan untuk
membantu menilai, memodifikasi serta menerapkan hasil-hasil eksperimen sebelum pada
akhirnya diaplikasikan pada manusia.
A. Hewan Percobaan yang digunakan di Laboratorium Farmakologi
Dalam suatu laboratorium medis, hewan model merupakan suatu modal dasar dalam
melakukan sebuah riset penelitian. Hwan percobaan digunakan sebagai alat penilaian atau
merupakan modal hidup dalam suatu kegiatan penelitian ata pemeriksaan laboratorium
secara in vivo. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-
persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis/ keturunan dan lingkungan yang memadai
dalam pengelolaannya, di samping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu
memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. (Sulaksono, M.E., 1987)




Jenis-jenis Hewan percobaan:
No
Jenis hewan percobaan Spesies
1. Mencit (Laboratory mince) Mus musculus
2. Tikus (Laboratory Rat) Rattus norvegicus
3. Golden (Syrian) Haruster Mescoricetus auratus
4. Chinese Haruster Cricetulus griseus
5. Marmut Cavia porcellus (Cavia cobaya)
6. Kelinci Oryctolagus cuniculus
7. Mongolian gerbil Meriones unguiculatus
8. Forret Mustela putorius furo
9. Tikus kapas (cotton rat) Sigmodon hispidus
10. Anjing Canis familiaris
11. Kucing Fells catus
12. Kera ekor panjang (Cynomolgus) Macaca fascicularis (Macaca irus)
13. Barak Macaca nemestrina
14. Lutung/monyet daun Presbytis ctistata
15. Kera rhesus Macaca mulata
16. Chimpanzee Pan troglodytes
17. Kera Sulawesi Macaca nigra
18. Babi Sus scrofa domestica
19. Ayam Gallus domesticus
20. Burung dara Columba livia domestica
21. Katak Rana sp.
22. Salamander Hynobius sp.
23. Lain-lain

Tabel 1. Jenis-Jenis Hewan Percobaan (Sulaksonono, M.E., 1987)

Pada percobaan kali ini praktikan menggunakan hewan percobaan mencit dan tikus.
Hewan-hewan tersebut dapat digunakan sebagai hewan percobaan untuk praktikum
farmakologi ini karena struktur dan sistem organ yang ada di dalam tubuhnya hampir mirip
dengan struktur organ yang ada di dalam tubuh manusia. Sehingga hewan-hewan tersebut
biasa digunakan untuk uji praklinis sebelum nantinya akan dilakukan uji klinis yang
dilakukan langsung terhadap manusia.
Salah satu penggunaan hewan percobaan adalah untuk mengetahui perbedaaan
berbagai rute pemberian obat. rute pemberian obat akan mempengaruhi laju serapan obat
sehingga dengan kata lain rute pemberian obat akan mempengaruhi onset, lama dan kerja
maksimum obat. Memilih rute pemberian obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obat,
serta kondisi pasien.
Rute pemberian obat dapat dilakukan dengan cara oral, intraperitoneal, inhalasi,
transdermal, rektal, dan lain-lainnya. Secara umum pemberian obat secara peritoneal akan
memberikan efek yang lebih cepat daripada yang diberikan secara oral dalam jumlah dosis
yang sama. (Edhie Sulaksono, 1992)
Dalam penanganan terhadap hewan coba ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
1. Setiap praktikan yang bekerja dilaboratorium yang menggunakan hewan percobaan
hendaknya (a) mengetahui petunjuk memelihara dan menggunakan hewan percobaan
(b) memahami dasar-dasar pemeliharaan hewan percobaan.
2. Cara memperlakukan hewan percobaan. Untuk
kelinci dan marmut , jangan sekali kali memegang telinga karena saraf dan pembuluh
darah dapat terganggu. Untuk tikus dan mencit, peganglah pada ekornya tetapi hati-hati
jangan sampai hewan tersebut membalikkan tubuhnya dan mengigit. Olehkarena itu
selain ekornya, pegang juga bagian leher belakang (tengkuk) dengan ibu jari dan jari
telunjuk.
3. Menggunakan kembali hewan yang telah digunakan
Untuk menghemat biaya, bila mungkin diperbolehkan menggunakan hewan percobaan
lebih dari sekali. Walaupun demikian, jika hewan tersebut telah digunakan dalam satu
periode dan obat yang digunakan pada percobaan sebelumnya masih berada dalam
tubuh hewan kemungkinan hasil percobaan berikutnya akan memberikan data yang
tidak benar. Maka dari itu hewan percobaan yang akan digunakan pada percobaan
berikutnya sebaiknya berselang waktu minimal 14 hari.
Memberi makan hewan percobaan
1. Hewan percobaan biasanya memberikan hasil dengan deviasi yang besar dibandingkan
dengan percobaan in vitro karena adanya variasi biologis. Untuk menjaga agar variasi
tersebut minimal, hewan-hewan yang mempunyai spesies yang sama atau strain yang
sama, usia yang sama dan jenis kelamin yang sama, dipelihara pada kondisi yang sama
pula.
2. Hewan percobaan harus diberi makan sesuai dengan makanan standar untuknyadan
diberi minum.
3. Untuk mengurangi variasi biologis, hewan harus dipuasakan semalam sebelum
percobaan dimulai. Dalam hal ini hanya diperbolehkan untuk diberi minum.

a. Mencit
Mencit atau Mus musculus adalah tikus rumah biasa termasuk ke dalam ordo
rodentia dan family muridae. Mencit merupakan hewan yang tidak mempunyai kelenjar
keringat, jantung terdiri atas empat ruang dengan dinding atrium yang tipis dan dinding
ventrikel yang tebal. Mencit memiliki gigi seri sering digunakan untuk
mengerat/menggigit benda-benda yang keras.
Mayoritas mencit laboratorium adalah strain albino yang mempunyai bulu putih dan
merah muda. Mencit merupakan hewan yang tidak mempunyai kelenjar keringat,
jantung terdiri atas empat ruang dengan dinding atrium yang tipis dan dinding ventrikel
yang lebih tebal.
Karakteristik yang dimiliki mencit antara lain penakut dan fotofobik, cenderung
sembunyi dan berkumpul dengan sesama, mudah ditangani, lebih aktif pada malam hari,
aktifitas terganggu dengan adanya manusia, laju respirasi 163/menit dan suhu tubuh
normal 36 C.
Jika cara penanganan mencit tidak sesuai, biasanya mencit akan buang air besar atau
buang air kecil. Hal ini terjadi karena mencit merasa stres dan ketakutan. Selain itu, juga
merupakan pertahanan diri untuk melindungi dirinya dengan mengeluarkan fesesnya.
Begitu juga apabila hewan-hewan lain seperti tikus, kelinci, dan marmut akan melakukan
hal yang sama jika mereka merasa terancam.

b. Tikus
Tikus berukuran lebih besar daripada mencit dan lebih cerdas. Umumnya tikus putih
ini tenang sehingga mudah digarap. Tidak begitu bersifat fotofobik dan tidak begitu
cenderung berkumpul sesamanya seperti mencit. Aktivitasnya tidak begitu terganggu
oleh kehadiran manusia di sekitarnya. Bila diperlakukan kasar atau mengalami defisiensi
makanan, tikus akan menjadi galak dan sering dapat menyerang si pemegang.

B. Bobot Badan, Luas Permukaan Badan dan Dosis Obat
Dosis merupakan jumlah obat yang digunakan untuk mencapai efek terapeutik yang
diharapkan. Berdasarkan jumlahnya, dosis dapat dikelompokkan menjadi :
Dosis Terapi (Therapeutical Dose), yaitu dosis obat yang dapat digunakan untuk terapi
atau pengobatan untuk penyembuhan penyakit.
Dosis Maksimum (Maximalis Dose), yaitu dosis maksimal obat atau batas jumlah obat
maksimum yang masih dapat digunakan untuk penyembuhan.
Dosis toksik, yaitu dosis obat yang diberikan melebihi dosis terapeutik dan
menyebabkan keracunan.
Dosis Lethalis (Lethal Dose), yaitu jumlah obat yang dapat mematikan bila dikonsumsi.
Bila mencapai dosis ini orang yang mengkonsumsi akan over dosis.\

Dosis obat yang diterapkan oleh Farmakope-farmakope umumnya berasal dari usia dan
bobot badan. Orang dewasa Indonesia umumnya dianggap mempunyai bobot badan 60 kg.
Wanita dengan perawakan yang lebih kecil dan massa tubuh yang mengandung lebih banyak
lemak umumnya mempunyai bobot badan yang lebih rendah dari pria.

Perhitungan dosis obat dapat digunakan beberapa cara, yaitu :
Berdasarkan Usia
Rumus Young
Rumus Dilling
Rumus Fried
Berdasarkan berat badan
Rumus Clark
Berdasarkan luas permukaan (Metode BSA)


Metode BSA (body surface area) paling dianggap akurat karena
mempertimbangkan tinggi dan bobot pasien dengan menggunakan rumus Du Bois dan
Du Bois. Metode BSA terutama digunakan untuk : pasien kanker yang menerima
kemoterapi, pasien pediatric pada semua usia kanak-kanak, kecuali bayi prematur dan
bayi normal yang fungsi hati dan ginjalnya belum sempurna sehingga memerlukan
penilaian tambahan dalam pengaturan dosis.
Berdasarkan persamaan Du Bois dan Du Bois, dapat diturunkan dosis anak sebagai
berikut :
dosis anak =



(luas permukaan badan orang dewasa rata-rata = 1,73 m
2
)
Berdasarkan usia lanjut
Untuk orang usia lanjut keadaan fisiknya sudah mulai menurun, pemberian dosis
harus lebih kecil dari dosis maksimum.
60-70 tahun 4/5 dosis dewasa
70-80 tahun 3/4 dosis dewasa
80-90 tahun 2/3 dosis dewasa
90 tahun ke atas 1/2 dosis dewasa
BSA = 0,20247 x H
0,275
x W
0,425

C. Volume Administrasi Obat
Volume cairan yang diberikan pada hewan percobaan harus diperhatikan tidak melebihi
jumlah tertentu.Volume maksimum larutan obat yang diberikan pada hewan :

Jenis hewan dan
BB
Cara pemberian dan volume maksimum dalam mililiter
i.v i.m i.p s.c p.o
Mencit (20-30 g) 0,5 0,05 1,0 0,5-1,0 1,0
Tikus (100 g) 1,0 0,1 2,0-5,0 2,0-5,0 5,0
Hamster (50 g) - 0,1 1,0-5,0 2,5 2,5
Marmut (250 g) - 0,25 2,0-5,0 5,0 10,0
Merpati (300 g) 2,0 0,5 2,0 2,0 10,0
Kelinci (2,5 kg) 5,0-10,0 0,5 10,0-20,0 5,0-10,0 20,0
Kucing (3 kg) 5,0-10,0 1,0 10,0-20,0 5,0-10,0 50,0
Anjing (5 kg) 10,0-20,0 5,0 20,0-50,00 10,0 100,0
Jumlah obat yang diberikan kepada hewan percobaan dihitung berdasarkan rumus :













D. Konversi Dosis pada Spesies lain
Untuk dapat memperoleh efek farmakologis yang sama dari suatu obat pada setiap hewan
percobaan, diperlakukan data mengenai aplikasi dosis secara kuantitatif.

spesies
berat
badan
referensi
kisaran BB
Luas
permukaan
tubuh
konversi
dosis dalam
mg/kg ke
dosis mg/m2
konversi dosis hewan dalam
mg/kg ke HED
dosis hewan
dibagi dengan
dosis
hewan
dikali
dengan
manusia
dewasa 60

1,62 37
anak 20

0,8 25
mencit 0,02 0,011 - 0,034 0,007 3 12,3 0,081
hamster 0,08 0,047 - 0,157 0,016 5 7,4 0,132
tikus 0,15 0,080 - 0,270 0,025 6 6,2 0,162
ferret 0,3 0,160 - 0,540 0,043 7 5,3 0,189
marmut 0,5 0,208 - 0,700 0,05 8 4,6 0,216
kelinci 1,8 0,9 -3,0 0,15 12 3,1 0,324
anjing 10 5,0 -17,0 0,5 20 6,2 0,541
primata
monyet 3 1,4 - 4,9 0,25 12 3,1 0,324
monyet kecil 350 0,140 - 0,720 0,06 6 6,2 0,162
squirel
monkey 600 0,290 - 0,970 0,09 7 5,3 0,189
babon 12 7,0 - 23,0 0,6 20 1,8 0,541
micro pig 20 10,0 - 33,0 0,74 27 1,4 0,73
mini pig 40 25,0 - 64,0 1,14 35 1,1 0,946

HED = dosis hewan (

) x [hewan(km) manusia (km)]


Atau
HED = dosis hewan (

) x [berat hewan (kg) berat manusia (kg)]


0.33

E. Faktor Faktor yang harus diperhatikan dalam hewan uji
Penangan hewan percobaan haruslah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan
berprikemanusiaan. Hal ini dilakukan agar selain hewan uji jadi lebih jinak, hewan uji juga tidak
akan mudah stres saat berada dalam penanganan. Dalam menilai efek farmakologis suatau
bahan obat atau zat bioaktif pada hewan uji dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
Faktor dari dalam/ internal
Semua fakor berasal dari hewan uji tersebut, seperti umur, jenis kelamin, berat badan,
kondisi kesehatan, kondisi nutrisi serta sifat genetik hewan.
Faktor dari luar/ eksternal
Lingkungan kandang, keadaan kandang, suasana kandang, populasi dalam kandang,
keadaan ruang tempat pemeliharaan, pengalaman hewan uji sebelumnya, suplai
oksigen dalam ruang pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.
Faktor lain
Cara pemberian senyawa obat ke hewan uji akan mempengaruhi hasil percobaan dan
memberikan penyimpangan. Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pada
bahan atau bentuk sediaan yang akan digunakan pada hewan uji yang akan digunkanan.












BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Tanggal, waktu dan tempat
Tanggal : Kamis, 20 Maret 2014
Waktu : pukul 08.00 s/d selesai
Tempat : laboratorium Farmakologi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

B. Alat dan bahan
Alat:
- Sarung tangan wol/sarung tangan karet
- Masker
- Sabun antiseptik
- Timbangan berat badan
Bahan:
- 2 ekor tikus jantan
- 7 ekor mencit jantan

C. Cara kerja
1. Cara memperlakukan hewan uji
Cara memperlakukan mencit:
Mencit diangkat dengan memegangnya pada ujung ekornya dengan tangan kanan
dan dibiarkan menjangkau kawat kandang dengan kaki depannya.
Lalu dengan tangan kiri, kulit tengkuknya dijepit diantara telunjuk dan ibu jari
Kemudian ekornya dipindahkan dari tangan kanan ke antara jari manis dan jari
kelingking tangan kiri, hingga mencit cukup erat dipegang.
Cara memperlakukan tikus:
Tikus dapat diperlakukan sama seperti mencit namun bagian ekor yang dipegang
adalah bagian pangkal ekor, tikus diangkat dengan memegang perutnya ataupun
dengan cara sebagai berikut:
-Tikus diangkat dari kandangnya dengan memegang tubuh/ekornya dari belakang,
kemudian diletakkan diatas permukaan kasar.
- tangan kiri diluncurkan dari belakang tubuhnya menuju kepala dan ibu jari di
selipkan ke depan untuk menjepit kaki kanan depan tikus antara jari ini dengan
telunjuk.

2. Pengukuran tinggi dan berat badan
Menimbang berat badan masing-masing anggota kelompok kemudian dicatat
hasilnya
Mengukur tinggi badan masing-masing anggota kelompok kemudian dicatat hasilnya.






























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Dari praktikum yang telah dilakukan, berikut adalah hasil data mengenai umur, berat badan
dan luas permukaan tubuh terhadap anggota kelompok:
Nama
Jenis
kelamin
Umur
Berat
badan
(kg)
Tinggi
badan (m)
BSA (Luas
permukaan tubuh)
(m
2
)
Fenny D Wanita 19

tahun 7 bulan 46 1,58 1,44
Remawati Wanita 19

tahun 6 bulan 43 1,47 1,32
Nursetyowati R Wanita 19

tahun 4 bulan 55 1,57 1,54
Anissa F Wanita 19

tahun 10 bulan 54 1,6 1,55
Hana Youlanda Wanita 19

tahun 42 1,5 1,33
Elsa Rahmi Wanita 19

tahun 10 bulan 55 1,64 1,59
Agung FN Pria 19

tahun 10 bulan 77 1,69 1,88
Rata-rata BSA wanita 1,46
Rata-rata BSA pria 1,88

B. Pembahasan

1. Bobot badan, Luas Permukaan Tubuh dan Dosis Obat
Luas permukaan tubuh merupakan acuan yang paling tepat untuk menentukan dosis suatu
obat, karena luas permukaan tubuh berhubungan dengan bagaimana farmakokinetik obat
dalam tubuh. Namun, karena luas permukaan tubuh setiap orang berbeda-beda, dan
penghitungannya yang cukup rumit, penghitungan dosis yang mengacu pada luas permukaan
tubuh sudah jarang digunakan kecuali untuk obat-obat antikanker. Acuan penghitungan dosis
yang sering digunakan adalah bobot badan, dan kadang direlevansikan umur. Selain itu, suhu
badan juga bisa menjadi acuan dosis, karena berkaitan dengan aktivitas enzimatik tubuh.
Dari hal diatas, kami mencoba mencari tahu seperti apa relevansi bobot badan, tinggi
badan, umur dan luas permukaan tubuh terhadap perhitungan dosis. Berdasarkan pendataan
yang telah kami lakukan, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara luas permukaan
tubuh pria dan wanita, karena tinggi dan berat badan pria dan wanita berbeda. Secara umum,
tinggi dan berat badan pria lebih besar dibandingkan dengan wanita. Hal ini mempengaruhi luas
permukaan tubuh wanita dan pria. Luas permukaan tubuh (BSA) dapat ditentukan dengan
memasukkan data berat badan dan tinggi badan yang kita dapat ke dalam rumus dubois, yaitu
sebagai berikut:


Keterangan : H adalah tinggi badan (m)
W adalah berat badan (kg)
Menurut literatur, luas permukaan tubuh rata-rata orang dewasa adalah 1,73 m
2
,
sedangkan luas permukaan tubuh pada setiap anggota kelompok berbeda dengan literatur
karena bobot badan, tinggi badan, umur dan jenis kelamin pada tiap anggota kelompok
berbeda-beda.
Jika seandainya dosis yang diberikan pada anggota kelompok diatas, didasarkan terhadap
penghitungan dosis yang beracuan kepada bobot badan dewasa yaitu 60 kg, maka akan terjadi
penyimpangan dosis, karena tidak dilakukan penyesuaian terhadap luas permukaan tubuh
masing-masing. Namun, penyimpangannya tidak terlalu besar, karena rata-rata bobot badan
anggota kelompok diatas adalah 54 kg.
Dosis obat berbanding lurus dengan bobot badan, tinggi badan, luas permukaan tubuh dan
usia. Jadi semakin besar badan, tinggi badan, luas permukaan tubuh dan usia maka semakin
besar dosis obat. Namun, hal ini tidak berlaku untuk usia lanjut karena secara fungsional
fisiologis maupun biologisnya berbeda dengan orang dewasa pada umumnya.
Dari dosis dewasa yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diturunkan rumus yang
menyatakan dosis anak sebagai presentase dosis orang dewasa berdasarkan luas permukaan
badan dengan rumus sebagai berikut:




Beda halnya dengan dosis untuk orang lanjut usia. Lanjut usia (lansia) pasti mengalami
perubahan fisiologis dan biologis tubuh, seperti penurunan fungsi organ tubuh dan penurunan
kecepatan metabolisme, serta berkurangnya hormon maupun perubahan keadaan enzim-enzim
didalam tubuh, sehingga perlu penyesuaian dosis untuk lansia yang dikonversi dari dosis
dewasa. Disamping itu, Secara umum angka kejadian efek samping obat pada usia lanjut
mencapai 2 kali lipat kelompok usia dewasa. Obat-obat yang sering menimbulkan efek samping
pada usia lanjut antara lain analgetika, antihipertensi, antiparkinsion, antipsikotik, sedatif dan
obat-obat gastrointestinal. Sedangkan efek samping yang paling banyak dialami antara lain
hipotensi postural, ataksia, kebingungan, retensi urin, dan konstipasi, maka dapat di konversi
dosis untuk usia lanjut sebagai berikut:
Umur (tahun) Dosis untuk Lansia
60-70 4/5 x Dosis dewasa
70-80 3/4 x Dosis dewasa
80-90 2/3 x Dosis dewasa
>90 1/2 x Dosis dewasa

Berikut ini, akan dijabarkan mengenai istilah-istilah berkaitan dengan dosis :
Dosis adalah banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan atau diberikan kepada seorang
penderia baik untuk dipakai sebagai obat dalam maupun obat luar.
Dosis terapi adalah dosis ( takaran ) yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat
menyembuhkan si sakit.
Dosis Maksimum/minimum adalah dosis ( takaran ) yang terbesar / terkecil yang dapat
diberikan kepada orang dewasa untuk pemakaian sekali dan sehari tanpa membahayakan.
Dosis letal adalah dosis ( takaran ) yang menyebabkan kematian pada hewan percobaan.
Ada 2 macam dosis letal yaitu :
- L.D.50 adalah dosis (takaran) yang menyebabkan kematian pada 50 % hewan percobaan.
- L.D.100 adalah dosis (takaran) yang menyebabkan kematian pada 100 % hewan percobaan.
Dosis toksik adalah dosis (takaran) yang menyebabkan keracunan .
Dosis efektif adalah besaran dosis yang khusus digunakan dalam proteksi radiasi yang
nilainya adalah jumlah perkalian dosis equifalen yang diterima organ dengan faktor bobot
organ.
Dosis obat dapat dinyatakan dalam jumlah obat/m
2
luas permukaan badan yang dapat
dihitung sebagai berikut:
Dosis individu dapat dinyatakan dalam jumlah obat/m
2
x luas permukaan badan (m
2
) atau
lebih lazim dinyatakan dalam mg/kg bobot badan yang dapat dihitung sebagai berikut:
Dosis individu= mg/kg x bobot badan (kg)
2. Volume Administrasi Obat (VAO) dan Konversi Dosis pada Spesies Lain

Volume cairan yang diberikan pada hewan percobaanharusdiperhatikan tidak melebihi
jumlah tertentu. Jumlah obat yang diberikan kepada hewan percobaan dihitung berdasarkan
rumus:


Kemudian untuk dapat memperoleh efek farmakologis yang sama dari suatu obat pada
setiap hewan percobaan, diperlukan data mengenai aplikasi dosis secara kuantitatif. Berikut
data perhitungan dosis hewan dengan mengkonversi dari dosis manusia:

Diketahui:
kadar obat metazol 1000 mg/60 kg,
konsentrasi obat= 50 mg/mL
berat tikus= 250 gr
km hewan= 6
km manusia= 37
menentukan HED (Human Effective Dose):
HED = dosis hewan (mg/kg) x km hewan/km manusia/
1000mg/60kg = dosis hewan x 6/37
Dosis hewan= 102,7 mg/kg/

Menentukan VAO:

(


VAO = 102,7 mg.kg x 0,25 kg
50 mg.mL
VAO = 0,5 mL











BAB 5
SIMPULAN
Dalam menangani hewan percobaan harus dilakukan dengan penuh kasih sayang dan rasa
berprikemanusiaan. Dosis obat berbanding lurus dengan bobot badan, tinggi badan, luas
permukaan tubuh dan usia. Jadi semakin besar badan, tinggi badan, luas permukaan tubuh dan
usia maka semakin besar dosis obat.























BAB 6
DAFTAR PUSTAKA

Syamsuni. 2007. Ilmu rerep. Jakarta : EGC
Priyanto. 2008. Farmakologi dassar edisi II. Depok : leskonfi
Buku Diktat Farmakologi Tahun Ajaran 2013/2014

You might also like