FAGOSITOSIS SEL POLIMORFONUKLEAR AYAM BROILER WAHYU KUSUMANINGRUM FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK WAHYU KUSUMANINGRUM. Efektifitas Kunyit, Bawang Putih, dan Zink dalam Pakan terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Sel Polimorfonuklear Ayam Broiler. Dibimbing oleh SUS DERTHI WIDHYARI dan WIWIN WINARSIH. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian serbuk kunyit, bawang putih, dan Zn di dalam pakan terhadap aktivitas dan kapasitas fagositosis sel polimorfonuklear (PMN) ayam broiler. Sebanyak 100 ekor ayam dibagi menjadi 5 perlakuan yaitu RO (pakan basal), R1 (pakan basal, bawang putih 2.5%, kunyit 1.5%), R2 (pakan basal, bawang putih 2.5%, ZnO 120 ppm), R3 (pakan basal, kunyit 1.5%, Zi10 120 ppnl), dan R4 (pakan basal, bawang putih 2.5%, k~~nyi t 1.5%, ZnO 120 ppm) masing-masing terdiri atas 4 ulangan. Pengambilan darah dilakukan ketika ayan broiler berumur 3 minggu dan umur 6 minggu. Darah ditantang secara in viiro dengan bakteri Escherichia coli (lo9 cWml). Preparat ulas diwarnai dengan pewarnaan Gieinsa dan diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran objektif 100x. Aktivitas fagositosis diukur dengan menghitung jumlah sel yang aktif melakukan fagositosis dari seratus jumlah sel PMN yang diamati. Kapasitas fagositosis diperoleh dengan menghitung jumlah bakteri yang dapat difagosit oleh 50 sel PMN yang aktif. Hasil penelitian men~mjukkan aktivitas dan kapasitas fagositosis antar perlakua~ pakan pada umur 3 d a ~ 6 i ni i ~gg~~ tidak memberikan hasil yang berbeda secara signifikan (P>0.05). Aktivitas fagositosis sel PMN pada umur 3 minggu berkisar antara 63.56% sampai 93.2% dan mu r 6 minggu berkisar antara 57.88% sampai 91.64%. Rata- rata aktivitas fagositosis kelompok perlakuan tanpa memperhatikan mu r menunjukkan bahwa pellambahan kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm (R3) memiliki nilai yang lebih baik dari seluruh pertakuati. Rapasitas fagositosis sel PMN ayam broiler umur 3 minggu memiliki kisaran altara 178 bakteril50 sel sanpai 379.01 bakteril50 sel dan umur 6 minggu berkisar antara 292.98 bakteril50 sel sampai 483.89 bakteril50 sel. Rata-rata kapasitas fagositosis kelonlpok perlakuan tanpa memperhatikan umur menunjukkan bahwa pakan yang ditambahkan bawang putih 2.5% dan ZnO 120 ppm @2) memiliki nilai yang lebih baik dari selun~h perlakuan. Aktivitas fagositosis sel PMN seluruh kelompok perlakuan secara tidak signifikan (P>0.05) mengalami peiwrunan pada mu r 6 minggu. Kapasitas fagositosis sel PMN mengalami peningkatan pada umur 6 minggu secara signifikan (P<0.05) pada koloinpok kontrol (RO) sedangkan kelompok perlakuan lainnya (Rl, R2, R3, R4) meningkat secara tidak signifikan (P>0.05). Kata kunci : aktivitas dm kapasitas fagositosis, ayam broiler, bawang putih, hl yi t , sel polimorfoiluklear, zink ABSTRACT WAHYU KUSUMANINGRUM. The Effectivity of Tu~meric, Garlic, and Zinc in Broiler Feed to Polymorphonuclear Cell's Phagocytosis Activity and Capacity. Under the supervision fkom SUS DERTHI WIDHYARI and WIWIN WINARSIH. This research was aimed to defined the effect of turmeric, garlic, and zinc to broiler chicken polymorphonuclear (PMN) cell's phagocytosis activity and capacity. A hundred broiler chicken were divided into 5 treatments: RO (basale feed), R1 (basale feed, garlic 2.5%, turmeric 1.5%), R2 (basale feed, garlic 2.5%, ZnO 120 ppm), R3 (basale feed, turmeric 1.5%, ZnO 120 ppm), and R4 (basale feed, garlic 2.5%, turnleric 1.5%, ZnO 120 ppm) each treatment consist of 4 repetitions. The blood samples were collected from 3 weeks and 6 weeks old healthy broiler chicken. The blood samples challenged in vitro with Escherichia coli (10' cfdml). The blood smear then stained using Giemsa staining technique and observed with light microscope, magnified 100 times. Phagocytosis activity measured by counting the cells that engulf the bacterium actively from 100 PMN cells. Phagocytosis capacity measured by counting the bacterium that engulfed by 50 active PMN cells. The result of this research showed that the phagocytosis activity and capacity in broiler chicken at the age 3 and 6 weeks old were insignificant (P0.05). Phagocytosis activity at the age 3 weeks were ranged between 63.56% to 93.2%. Phagocytosis activity when 6 weeks old were ranged between 57.88% and 91.64%. The average of phagocytosis activity of treatment's groups without observed the broiler's age showed that turmeric 1.5% and ZnO 120 ppm addition (R3) gave the better result than the other. Phagocytosis capacity of 3 weeks old broiler chicken were ranged between 178 to 379.01 bacterid50 cells and when 6 weeks old ranged from 292.98 to 483.89 bacterid50 cells. The phagocytosis capacity's average of treatment's groups without observed the broiler's age showed that garlic 2.5% and ZnO 120 ppm addition (R2) were better than the other groups. Phagocytosis activity from all groups insignificantly (P>0.05) decreased at 6 weeks old. The phagocytosis capacity of control group were increased significantly (P<0.05) at 6 weeks old whereas the other treatment groups (Rl, R2, R3, R4) were increased insignificantly (P>0.05). Key words : broiler, garlic, phagocytosis activity and capacity, polymorpho~~uclear cell, turmeric, zinc EFEKTIFITAS KUNYIT, BAWANG PUTIH, DAN ZINK DALAM PAKAN TERHADAP AKTIVITAS DAN KAPASITAS FAGOSITOSIS SEL POLIMORFONUKLEAR AYAM BROILER WAHW KUSUMANINGRUM Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjaua Kedokteran Hewan pada Fakuttas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMAS1 Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Efektifitas K~myit, Bawang Putih, dan Zink dalam Pakan terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Sel Polimorfonuklear Ayarn Broiler adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing, serta belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguman tinggi mana pun. Sunlber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2008 Wahyu Kusumaningrum NIM B04104080 Judul Skripsi : Efektifitas Kunyit, Bawang Putih, dan Zink dalam Pakan terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Sel Polimorfonuklear Ayam Broiler Nama : Wahyu Kusumaningrum NIM : B04104080 Disetujui Dr. drh. Sus Derthi W, MSi Pembimbing I Pembimbing I1 Tanggal lulus : 2 4 SEF 2008 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul "Efektifitas Kunyit, Bawang Putih, dan Zink dalam Pakan terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Sel Polimorfonuklear Ayam Broiler". Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terinla kasil~ kepada Dr. drll. Sus Derthi W, MSi dan Dr. drh. Wiwin Winarsih, MSi selaku dosen pembimbing, atas tawaran penelitian bersama dalam program hibah bersaing perguruan tinggi dan pembimbingan hingga penyelesaian skripsi ini, serta kepada Prof. Dr. drh. Retno D. Soejodono, MS selaku dosen penguji. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada drh. Chusnul Choliq, MS. MM. selaku dosen pembimbing akademik, kepada staf dan teknisi di Bagian Patologi, Bagian Klinik, dan laboratorium Bakteriologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang telah membantu penulis selama penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman- teman Asteroidea '41 terutama teman-teman satu penelitian yang saling mendukung sejak penelitian hingga penyelesaian penulisan skripsi serta sahabat- sahabat yang senantiasa ada dan memberi semangat. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sangat kepada keluarga tercinta, keluarga besar aim. Mukminin dan a h . Soetino atas segenap kasih sayang, doa, semangat dan dukungan yang tak pernah ada habisnya. Pennlis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Akan tetapi, penulis berharap tulisan ini dapat bemanfaat bagi orang lain dan bagi ilmu pengetahuan. Bogor, September 2008 Wahyu Kusurnanin~urn RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Juni 1986 di Ambarawa, Kab. Semarang. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Sutanto, S.Pd. dan Sri Hadi Muawiah, S.H. Pendidikan formal dimulai dari pendidikan taman kanak-kanak yang diselesaikan tahun 1992 di TK Pertiwi Jambu. Kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SDN 1 Jambu dan diselesaikan tahun 1998. Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan tahun 2001 di SLTPN 2 Ambarawa dan Pendidikan menengah umum diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 1 Salatiga. Penulis diterima sebagai mahasiswa Falcultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004. Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi kampus sebagai pengums Badan Eksekutif Mahasiswa FKH IPB departemen Infokom (2005/2006), penguius Equine Education Research and Sport Unit (EERSU) FKH IPB, penguius Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Aquatik selama dua periode (200512006 dan 200612007). Penulis juga memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun ajaran 200612007 dan 200712008. DAFTAR IS1 Halaman DAFTAR IS1 ................................................................................................... ........................................................................................... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ........................................................................................... PENDAHULUAN ........................................................................................... Latar Belakang ...................................................................................... Tujuan Penelitian . . Manfaat Penelltian ..................................................................................... Hipotesa ..................................................................................................... TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... Ayanl Broiler ............................................................................................. .............................................................................. Sistem Iinunitas Tubuh Bakteri Escherichia coli ................................................................................... Pakan dan Imunitas ........................................................................................... ................................................................................................................. Kunyit Bawang Putih .................................................................................................... Zink (Zn) ............................................................................................................. METODOLOGI ............................................................................................ Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................... . . ............................................................................................... Materi Penelitlan . . ............................................................................................. Metode Penelitian Peubah yang Diamati ....................................................................................... ..................................................................................................... Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... Aktivitas Fagositosis Sel PMN Ayarn Broiler .............................................. Kapasitas Fagositosis Sel PMN Ayam Broiler ............................................. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... DAFTAR TABEL Halaman . . . . 1 Komposls~ Pakan Peilel~t~an ............................................................................. 17 2 Aktivitas fagositosis sel PMN ayarn broiler umur 3 minggu dan 6 minggu .... 20 3 Kapasitas fagositosis sel PMN ayarn broiler umur 3 minggu dan 6 lninggu .... 23 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Ayarn broiler ................................................................................................. 3 2 Fagositosis bakteri oleh heterofil ................................................................... 6 3 Bakteri Escherichia coIi ............................................................................. 8 4 Kunyit ....................................................................................................................... 10 5 Bawang putih ........................................................................................... 11 6 Sediaan ZnO ............................................................................................... 14 7 Nilai rataan aktivitas fagositosis sel PMN ................................................. 22 .................................................... 8 Nilai rataan kapasitas fagositosis sel PMN 26 ............................................. . 9 Sel PMN yang tidak memfagosit bakteri E coli 27 10 Sel PMN yang sedang memfagosit bakteri E . coIi ......................................... 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam merupakan salah satu jenis unggas yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Sebagai salah satu sumber protein hewani, daging ayam mudah diperoleh dan harganya relatif terjangkau oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Sebagai komoditas yang cukup menjanjikan, ayam pedaging atau ayam broiler kini banyak diembangkan, ~nulai dari petemakan kecil hingga peternakan besar. Flu bwung yang merebak sejak beberapa tahun terakhir ini menyebabkan keresahan pada masyarakat, terutama sektor petemakan unggas yang mengalami kerugian karena temaknya terserang penyakit ini. Selain itu flu burung merupakan penyakit zoonosis yang dapat menyerang manusia. Akan tetapi, selain penyakit viral ini, penyakit bakterial pada unggas juga tidak dapat diabaikan. Kolibasilosis pada unggas, misalnya, merupakan penyakit bakterial yang sulit untuk dieliminasi juga merugikan petemak karena dapat menginfeksi secara sistemik sehingga menyebabkan kematian. Untuk menjaga kesehatan unggas supaya menghasilkan produk yang berkualitas, petemak pun memberikan berbagai macam obat-obatan, antibiotik, suplemen, vaksin, hingga growth promotor. Penggunaan obat hewan dikhawatirkan menjadi tidak terkontrol dan dapat menimbulkan residu pada karkas yang berakibat buruk bagi kesehatan manusia. Penggunaan herbal sebagai suplemen diharapkan dapat n~enggantikan peranan obat-obatan dalam menanggulangi penyakit hewan. Pengobatan tradisional ini dianggap lebih aman karena tidak menimbulkan dampak negatif pada tubuh hewan dan tidak meninggalkan residu pada karkas. Penelitian yang pernah dilakukan menyebutkan bahwa temulawak, jahe, dan bawang putih yang dicampurkan dalam pakan dan air minum dapat berfhgsi sebagai imunostimulan dan pemacu performa broiler, dengan hasil yang signifikan diperoleh dari penambahan bawang putih (Anonim 2007a). Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan penambahan kunyit, bawang putih, dan Zn ke dalanl pakan ayam broiler, yang diharapkan dapat meningkatkan imunitas sebagai upaya pencegahan penyakit dan meningkatkan performa ayam broiler sehingga didapatkan karkas yang sehat, aman dikonsumsi, dan tanpa meninggalkan residu. Sel darah putih (leukosit) merupakan salah satu kompoilen yang berfungsi menjaga imunitas tubuh. Apabila benda asing atau mikroorganisme masuk ke dalam tubuh, baik secasa lokal atau sistemik, leukosit akan melawan mikroorganisme tersebut, terutama sel polimorfonukleas (PMN) atau disebut heterofil pada unggas sebagai garis pertahanan pertama terhadap infeksi (Campbell 1995). Penambahan kombinasi antara kunyit, bawang putih, dan Zil di dalam pakan diharapkan mampu meningkatkan fungsi sel leukosit sebagai sistein pestahanan tubuh. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian serbuk kunyit, bawang putih, dan Zn di dalan pakan terhadap aktivitas dan kapasitas fagositosis sel polimorfo~luklear (PMN) yang ditantang secara in vifro dengan bakteri Escherichia coli (E. coli). Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kemampuan kunyit, bawang putih, dan Zn di dalam pakan sebagai irnunostim~~lan bagi tubuh. Hipotesa HO: Pemberian kunyit, bawang putih, dan Zn dalam pakan dapat mempengasuhi aktivitas dan kapasitas fagositosis sel PMN ayam broiler. HI: Pemberian kunyit, bawang putih, dan Zn dalam pakan tidak mempengaruhi aktivitas dan kapasitas fagositosis sel PMN ayam broiler. TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam (Gallus gallus domesticus) merupakan unggas yang dipelihara dan ditemakkan. Persilangan antar jenis ayam menghasilkan ratusan spesies seperti ayam potong (pedaging) dan ayam petelur (Anonim 2007b). Ayam pedaging atau lebih dikenal dengan ayam broiler merupakan salah satu jenis ayam domestikasi yang telah dibudidayakan sejak 50 tahun lalu. Pada awalnya, nenek moyang ayam broiler adalah strain Comish yang berbulu putih. Strain tersebut disilangkan dan terus dikembangkan hingga dihasilkan ayam broiler seperti sekarang (Amrullah 2004). Pengembangan tersebut diikuti dengan upaya perbaikan manajemen pemeliharaan secara terus-menerus (Abidin 2002). Ayam broiler adalah ayam yang masih berumur muda (antara 6-8 minggu), baik jantan ataupun betina, biasanya disembelih pada umur 6-7 minggu dan memilii warna bulu putih atau putih kemerahan (Ensrninger 1992). Menurut Woodward (2008), ayam broiler khusus dikembangkan karena dagingnya. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan pertarnbahan berat badan yang cepat. Meskipun demikian, ayam broiler juga memiliki kekurangan berupa adanya sbvktur perlemakan pada serat-serat dagingnya dan tingkat kerentanan ayam ini terhadap penyakit daripada jenis-jenis ayam yang lain (Rasyaf 2002). Gambar 1 Ayam broiler Ayam broiler dibesarkan dan dipelihara dalam lingkungan yang sangat terjaga, dengan pakan yang mengandung nutrisi dan kadar protein tinggi. Perlakuan ini dikombinasikan dengan pellambahan lampu sebagai cahaya buatan yang dapat menstimulasi pertumbuhan d.0.c sehingga berat badan yang diharapkan dapat tercapai pada umur 4 - 8 minggu (Anonim 200Sa). Sistem Imunitas Tubub Kemampuan tubuh untuk melindungi diri dari organisme atau toksin yang dapat merusak jaringan dan atau organ tubuh disebut imunitas (Guyton & Hall 1996). Secara garis besar imunitas dapat dibedakan atas imunitas bawaan d m imunitas dapatan. Imunitas bawaan muncul sebagai akibat proses pertahanan secara umum, bukan berdasarkan faktor penyebab penyakit secara spesifik (Guyton & Hall 1996). Contoh imunitas bawaan antara lain fagositosis oleh leukosit dan makrofag jaringan terhadap organisme invasif, perusakan organisme ole11 asam lambung dan enziln pencemaan, pertahanan kulit terhadap invasi organisme, dan senyawa kimia yang terkandung dalam darah yang berfungsi untuk membantu proses perusakan organisme atau toksin (Guyton & Hall 1996). Menurut Carter dan Wise (2004), mekanisnie resistensi nonspesifik inang atau sistem kekebalan bawaan terseb~~t mengacu pada imunitas yang dibawa sejak lahir (innate immunity). Mekanisme tersebut antara lain pertahanan kulit dan membran mukosa, fagositosis, sistem retikuloendotelial, resistensi jaringan, antibodi alami, dan respon peradangan. Imunitas dapatan mempakan respon pertahanan spesifik terhadap agen invasif seperti bakteri, virus, toksin, atau jaringan lain dengan pembentukan antibodi spesifik dalam proses perusakannya. Sistem imunitas spesifik melibatkan sel T dan sel B yang dapat memproduksi sel memori sehingga bereaksi secara cepat terhadap antigen y a ~ g pernah terpaparkan sebelumnya (Ibs & Rink 2003). Imunitas dapatan memberikan perlindungan yang lama dan lebih kuat daripada imunitas bawaan (Guyton & Hall 1996). Tubuh memiliki mekanisme pertahanan terhadap masuknya ballan asing dengan cara menangkap, menelan, dan menghancurkan ballan asing tersebut. Aktivitas ini disebut dengan fagositosis. Aktivitas fagositosis ini dilakukan oleh sel fagosit yang secara harfiah berarti sel yang memakan bahan-bahan lain atau benda asing (Black 2005). Sel fagositik memiliki dua sistem yang saling konlplemen yaitu sistem illyeloid dan sistem fagositik mononuklear. Sel-sel yang berperan dalam sistem myeloid ialah sel-sel yang mampu bekerja secara cepat tetapi tidak mampu bertahan lama, yaitu netrofil (disebut heterofil dalam darah wlggas), eosinofil, dan basofil. Sedangkan sistein pertallanan fagositik mononuklear dilak~dcan oleh sel monosit. Sel monosit bekerja lebih lambat tetapi mampu bertahan dengan melakukan fagositosis berulang-ulang (Tizard 1987). Heterofil unggas memiliki fungsi yang sama seperti netrofil mamalia dan merupakan leukosit doininan dalam respon peradangan hematologis ataupun di jaringan. Heterofil juga merupakan sel fagosit jaringan yang penting untuk nlelawan mikroba patogen (Stedman 2001). Tizard (1987) menerangkan bahwa heterofil merupakan sel utama yang berperan dalam sistem myeloid, yang disebut juga sel granulosit polimorfon~dclear. Heterofil adalah sistem pertahanan pertama dari invasi benda asing dalam tubuh. Heterofil berfungsi terutama dalam fagositosis. Proses fagositosis sendiri terdiri atas empat tahapan, yaitu kemotaksis (chemotaxis), perlekatan (adherence), penelanan (ingestion), dm pencernaan (digestion) (Tizard 1987; Black 2005). Heterofil dalam tahap kemotaksis akan menuju bahan asing melalui penganth rangsangan kiiniawi eksternal. Rangsangan kimiawi ini dapat berupa produk bakteii, faktor-faktor yang dilepaskan oleh sel yang rusak, atau oleh produk reaksi kebal (Tizard 1987). Proses fagositosis menurut Guyton dan Hall (1996) yaitu heterofil akan mendekati partikel atau benda asing, kemudian menjulurkan pseudopodia. Pseudopodia bertemu satu sama lain dan bergabung, membentuk ruang yang inengelilingi partikel. Kemudian rttang ini berinvaginasi ke dalatn sitoplasma membentuk gelembung fagositik (fagosom). Setelah partikel difagositosis, lisosom dan granula sitoplasma lainnya aka1 bergabung ke dalam fagosom untuk mencerna partikel (Gambar 2). Heterofil memiliki lisosom dalam jwnlah besar yang berisi enzim proteolitik untuk mencema bakteri dal bahan protein asing lainnya. Lisosom yang mengandung granul lisosomal inenghasilkan enzim hidrolitik (termasuk lisozim) untuk membantu dalam perusakan mikroorganisme (Carter & Wise 2004). Sebuah sel heterofil mampu memfagosit 5-20 bakteri sebelum sel heterofil itu sendiri menjadi inaktif dan mati (Guyton & Hall 1996). Heterofil merupakan leukosit yang umuln ditemukan pada darah perifer beberapa spesies unggas. Heterofil cendeimg bulat dengan sitoplasma tidak benvarna yang mnengandwtg granul eosinofilik berbentuk batang. Heterofil yang dewasa memiliki nukleus yang bersegmenlberlobus (biasanya dua atau tiga lobus) dengan khronlatin benvarna ungu. Heterofil berftlngsi sebagai sel pertahanan terltadap infeksi bakteri atau fungi dan proses inflamasi dan merupakan sel yang merespon pertama kali terhadap infeksi mikrobial (Campbell 1995). Gambar 2 Fagositosis bakteri oleh heterofil (Anonim 2008d) Eosinofil unggas berbentuk bulat tetapi lebih irregular daxipada heterofil. Eosinofil inemiliki sitoplasma yang jelas, b e m a biru pucat dan mengandung granul eosinofilik berbentuk bulat (atau oval hingga batang pada beberapa spesies). Nukleus eosinofil berlobus dengan sekelompok khronlatin yang kasar dan berwanta ungu, nukleus eosinofil terwarnai lebih biru dan lebih tampak daripada nukleus heterofil (Campbell 1995). Meskipun fungsi fagositosis eosinofil tidak seefisien netrofil, eosinofil memiliki dua fungsi istunewa. Pertama, eosinofil dapat ntenyerang dan menghancurkan larva cacing, serta efektif untuk nlenghancurkan kutikula larva cacing. Kedua, enzim eosinofil dapat menetralkan faktor radang yang dilepas ole11 sel mast dan basofil atau sebagai pengatur reaksi hipersensitivitas tipe I (Tizard 1987). Basofil adalalt sel myeloid yang jumlahnya paling sedikit dalam darah. Basofil berfimgsi untuk membangkitkan perbarahan akut pada tempat deposisi antigen (Tizard 1987). Morfologi basofil unggas cenderung bulat dengan nukleus yang bulat dan terletak di tengah-tengah. Nukleus berwama biru rnuda dan seringkali terh~tup ole11 granula sitoplasmanya yang basofilik. Basofil bertanggung jawab terhadap respon alergi dan antigen dengan cara melepas histamin sehingga menyebabkan peradangan. Monosit dalam darah merupakan cikal bakal makrofag. Monosit akan berdiferensiasi menjadi makrofag ketika berada di jaringan untuk melaksanakan fungsi fagositosisnya. Makrofag memiliki aktivitas fagositosis yang mampu bertahan lebih lama daripada neutrofil untuk mengolah antigen dalam persiapan reaksi imunitas dan memberikan kontribusi langsung terhadap perbaikan jaringan yang rusak (Tizard 1987). Makrofag terdapat di seluruh bagian tubuh. Beberapa organ dan jaringan tubuh memiliki makrofag spesifik. Mekanisme dasar tanggap kebal yang khusus mengatasi infeksi bakteri yaitu berupa netralisasi toksin atau enzim oleh antibodi, pemusnahan bakteri oleh antibodi, komplemen, dan lisozim, opsonisasi bakteri ole11 antibodi dan komplemen yang mengakibatkan fagositosis dan penghancuran bakteri, dan fagositosis serta penghancuran intraselular bakteri oleh makrofag yang teraktivasi (Tizard 1987). Selain disebabkan oleh keberadaan benda asing dalam tubuh, respon imunitas juga dapat dipengaruhi oleh sistem hormonal. Menurut Guyton dan Hall (1996), hormon yang sebagian besar mekanisme kerjanya dipengaruhi oleh hypothalanlus tersebut memiliki efek pengaturan terhadap berbagai fungsi metabolisme tubuh dan pengaturan fisiologis terlladap sel-sel tubuh yang lain. Bakteri Esclrericlria coli Bakteri Escherichia coli adalah salah satu spesies dari genus Escherichia, yang tergolong dalam familia Enterobacteriaceae. Di antara enam spesies lainnya, hanya E. coli yang memiliki a-ti penting dalam kedokteran hewan. Berdasarkan sifatnya, bakteri E. coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, dan bersifat anaerobik fakultatif (Carter & Wise 2004). Secara normal, bakteri ini dapat ditenlukan dalam saluran pencernaan mamalia dan unggas. Meskipun sebagai mikroorganisme normal, pada kondisi tertentu E. coli dapat ~nenjadi patogenik (menimbulkan penyakit) dan dapat bertindak sebagai food poisoning (Kunkel 2007). Beberapa strain E. coli secara alami bersifat patogen karena ~nemiliki faktor virulensi. Infeksi oleh E. coli biasanya terlihat sebagai septikemia yang secara potensial menjadi fatal dan keberadaannya dapat meningkatkan keparahan suatu penyakit (Stehling et al. 2003). Gambar 3 Bakteri EscIterichia coli (Anonim 2007c) Strain E. coli yang menyerang unggas, atau disebut juga strain Avian Pathogenic Escherichia coli (APEC) memiliki asosiasi terhadap infeksi ekstra intestinal dan perkembangan septikemia pada broiler (Knob1 et al. 2006). AF'EC inilah yang bertanggung jawab terhadap timbulnya kolibasilosis pada unggas (Schouleur et al. 2007). Kolibasilosis atau disebut juga Escherichia coli infection adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli, dan biasanya menyerang semua tipe ayam dengan semua tingkat umur tetapi infeksi lebih sering tejadi pada ayam muda (Fadilah & Polana 2004). Penyakit ini dapat menyerang secara tunggal atau sebagai penyakit ikutan dan biasanya parah atau fatal (Fadilah & Polana 2004) atau sebagai agen primer dan atau sekunder (Carter & Wise 2004). Kolibasilosis me~pz3kan penyakit oportunistik yang menyebabkan industri perunggasan mengalami kemgian ekononli yang besar karena mengakibatkan menumnnya produksi, peningkatan mortalitas, mempengaruhi kualitas karkas, dan pengeluaran biaya untuk pengobatan (Knob1 et al. 2006). Karakteristik bentuk kolibasilosis yang sering muncul adalah infeksi pemapasan (peradangan kantong hawa/airsacculitis). Bakteri masuk melalui salnran pemapasan, yang kemudian diikuti dengan infeksi umum bempa perihepatitis, perikarditis, dan septikemia (Mellata et al. 2002). Carter dan Wise (2004) melaporkan pembahan yang terjadi berupa serositis fibrinopdenta, sinovitis, cellulitis, panophthalmitis, dan salphingitis. Respon irnun yang utanla dalam infeksi E. coli adalah respon humoral. Respon ini timbul karena adanya bakteri atau produk yang dihasilkan, seperti faktor kolonisasi dan toksin (Carter & Wise 2004). Pakan dan Imunitas Secara umum, ayam yang mendapatkan ransum yang baik (komposisi pakan baik, cukup, dan sesuai kebutuhan), aka11 menunjukkan performans yang baik, pertumbuhan yang sehat, dan produksi baik (Nugroho 1989). Sebagai gambaran, kulit d m mukosa intestinal merupakan barrier protektif yang melindungi tubuh terhadap infeksi. Ketika struktur ini menjadi lemah atau rusak, resiko terjadinya infeksi akan meningkat. Integritas dari barrier ini dapat berhubungan dengan tingkat nutrisi pakan, misalnya defisiensi protein akan meinperlemah jaringan. Aspek lain dari sistem imunitas juga dipengaruhi oleh tidak adanya atau insufisiensi dari nutrisi, terutama vitamin dan mineral tertentu (Agar 2003). Menurut Carter dan Wise (2004), kondisi dan faktor yang mempengaruhi kejadian infeksi adalah defisiensi nutrisi. Hewan yang diberi pakan yang buruk lebih rentan terhadap berbagai infeksi. Seperti defisiensi vitamin A menyebabkan hilangnya integritas epitel. Defisiensi nutrisional lainnya dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas fagositosis, pengurangan efisiensi sistem retikuloendotelial, melemahnya respon antibodi, p e n ma n produksi lisozim dan interferon, penlbahan yang tidak diiilginkan dari mikroba flora, dan perubahan sistem endokrin. Kunyit Kunyit (Curcuma longa Linn. atau Curcuma domestics Val.) tennasuk salah satu tanaman rempah dal obat yang tergolong dalam familia Zingiberaceae. Tauaman ini memiliki habitat asli meliputi wilayah Asia khususnya Asia Tenggara kemudian menyebar ke wilayah Indo-Malaysia, Indonesia, Australia, dan Afiika (Anonim 2007d). Bagian kunyit yang dominan digunakan sebagai obat adalah bagian umbi atau rimpangnya. Tanaman kunyit memiliki daya adaptasi yang cukup besar, kisaran perturnbuhan dan produksi optimum pada suhu 19- 30C dengan curah hujan 1500-4000 d t a h u n (Rahmat 1994). Kunyit sering disebut juga dengan turmeric (Inggris) dan kurkuma (Belanda) (Winarto 2003). Gambar 4 K~myit (Anonim 2007d) Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat sebagai obat yang disebut kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmetoksikumin dan bisdesmetoksi- kurkumin serta mengandung minyak atsiri, lemak, karbohidrat, protein, pati, vitamin C, dan garam-garam mineral berupa zat besi, fosfor, kalsiurn (Anonim 2007d). Menunlt Ilsley ei al. (2005), kurkun~in [1,7-bis(4-hydroxy-3- methoxypheny1)-1,6-heptadiene3,5 dione] merupakan bahan imunomodulator yang diekstrak dari kunyit. South et al. (1997) dalam Ilsley et al. (2005) menemukan bahwa kurkumin dalam pakan (40 mgkg) yang diberikan selama 5 minggu, meningkatkan konsentrasi IgG plasma tikus. Penelitian yang dilakukan oleh Churchill et al. (2000) dalam Ilsley ei al. (2005) pada mencit yang diberi 1 gr kurkumintkg pakan, sel T dan sel B pada mukosa intestinalnya mengaiami peningkatan. Kedua penelitian tersebut mengindiiasikan bahwa kurhunin dapat memodulasi fungsi imunitas yang diperantarai liilfosit (Ilsley et al. 2005). Selain memiliki kemampuan imunomodulator, kunyit juga dapat memperbaiki atau meningkatkan kemampuan pencernaan dengan meningkatkan produksi enzim pankreas sehingga berpotensi untuk meningkatkan performa. Akan tetapi, konsumsi kunyit dengan dosis yang lebih tinggi atau waktu konsumsi yang lebih lama mungkm diperlukan untuk memberikan hasil yang nyata atas kemampuan peningkatan performa dan perbaikan status imunitasnya (Ilsley et al. 2005). Winarto (2003) menyebutkan, peranan kunyit dalam bidang petemakan, yaitu kunyit yang dicampurkan dalam pakan atau minuman terbukti dapat meningkatkan berat badan ayam broiler, menjaga kesehatan ayam broiler dari penyakit yang mengganggu pencemaan, dan mengurangi bau fesesnya. Dalam bidang pangan, minyak atsiri kunyit dapat memberikan efek anti mikroba sehingga banyak digunakan sebagai pengawet makanan. Selain itu, kunyit juga dapat memberikan efek repellent dan antifeedant (pencegah) terhadap hama gudang (Sitophilus zaemais). Bawang Putih Bawang putih atau garlic (Allium sativum Linn.) merupakan tanaman rempah yang termasuk dalam familia Liliaceae dan telah dikenal sejak dulu. Umbi bawang putih berlapis atau terdiii atas beberapa bagian yang disebut siung yang bersusun, biasa dimanfaatkan untuk dikonsumsi (baik mentah maupun dimasak) dan untuk tujuan pengobatan (Anonim 2008b). Gambar 5 Bawang putih (Anonim 2008b) Bawang putih mengandung enzim, minyak volatil, dan komponen lain. Enzim yang terdapat dalam bawang putih yaitu allinase, peroksidase, myrosinase, dan lain-lain (seperti katalase, superoksida dismutase, arginase, dan lipase). Minyak volatil bawang putih berupa bahan yang mengandung sulfur, termasuk alliin, dan bahan-bahan yang diproduksi secara enzimatis dari alliin termasuk allicin (diallyl thiosulfinate), allylp,.opyl disulfide, diallyl disulfide, dan lain-lain. Sedangkan komponen lain dalam bawang putih yaitu protein (contohnya glutamil peptida), asam amino (antara lain arginin, glutamic acid, aspargic acid, metionin, threonin), mineral, vitamin, lipid, dan prostaglandin (Barnes et al. 2002). Meiluiut Nagpurkar (1998) bawang putih segar inengandung vitamin yaitu asam askorbat sebanyak 30 mg/100 g dan vitamin E sebesar 9,4 pg/g, mineral yang terkandung berupa selenium 0,014 mg/100 g dan chromium 0,05 mg/100 g, serta mengandung saponin. Loughry (2006), menyebutkan perkembangan penelitian terakhir melaporkan bahwa komponen utama atau zat aktif bawang putih, yaitu allicin, meiupakan senyawa yang berperan dalan~ kesehatan. Selain mengandung allicin, bawang putih juga memiliki bahan yang mengandung sulfur yang sama reaktifnya dengan kandungan sulfur pada antibiotik jenis sulfa. Allicin (ally1 2-propene thiosulJinat) dan bahan yang mengandung sulfur lainnya terbentuk daxi alliin oleh kerja enzim allinase ketika bawang putih dihancurkan atau dipotong-potong (Barnes et al. 2002; Ross 2001). Penelitian tentang bawang putih yang dilakukan Garlic Centre, Sussex Selatan, Inggris, membuktikan aktivitas farmakologis allicin antara lain, sebagai antikoagulan, antihipertensi, antimikrobial, antibiotik, antiparasitik, antimikotik, antiviral, antitumor, antioksidan, anti-aging, antiplatelet, detoksifikasi logam berat, iinunitas humoral (teimasuk produksi antibodi dan semua proses yang menyertainya), hipolipidemia (menunmkan kadar lipid), dan imunomodulator (Josling 2007). Berdasarkan keterangan Barnes et al. (2002), aktivitas imunomodulator yang telah diteliti pada hewan baik in vivo maupun in vitro membuktikan bahwa bawang putih memiliki beberapa efek penguat imunitas, seperti menstimulasi proliferasi limfosit dan fagositosis makrofag, menginduksi infiltrasi makrofag dan limfosit ke dalam ttunor yang ditransplantasikan, dan menstimulasi pelepasan interferon-y. Penelitian yang dilakukan secara in vitro menunjukkan bahwa bakteri yang sensitif terhadap bawang putih termasuk spesies dari genus Staphylococcus, Escherichia, Proteus, Salmonella, Providencia, Citrobacter, Klebsiella, Hafiia, Aeromonas, Vibrio, dan Bacillus. Berbagai kandungan zat kimia dalam bawang putih seperti arginin, asam askorbat, dan selenium telah diteliti dan dilaporkan mampu meningkatkan imunitas. Ada fakta yang kuat bahwa dalam situasi di lapang dan laboratorium, perlakuan unggas dengan asam askorbat dapat menguatkan produktivitas, respon imun, resistensi terhadap penyakit, dan tenttama kemampuan bertahan pada kondisi stress (Zulkifli et al. 2000). Zulkifli et nl. (2000) melaporkan bahwa indeks status stress dapat diketahui dengan menghitung rasio heterofil terhadap limfosit (rasio WL). Berdasarkan penelitian yang dilakukan tersebut, penambahan asam askorbat sebanyak 1.200 ppm14 liter (dalam bentuk L-ascorbic acid) air minum ayam dapat mengurangi rasio H/L dan kortikosteron plasma akibat stress karena proses panen dan transportasi. Arginin, asam amino yang ditemukan dalam bawang putih juga banyak diteliti dan menunjukkan bahwa penambahan arginin dalam pakan broiler komersial dapat meningkatkan imunitas dan resistensinya terhadap penyakit (Kidd et al. 2001). Ramirez et al. (1997) dalam Kidd et al. 2001 lnenemukan bahwa anak ayam yang diberi arginin secara oral memiliki resistensi terhadap invasi Salmonella enteritidis pada organ. Zink (Zn) Zn adalah salah satu mikro mineral (trace mineral) esensial yang telah dikenal lebih dari 50 tahun. Sebagai mikro mineral, Zn hanya diperlukan dalam jumlah mikrogram atau inikromiligram per hari dan ditemukan dalam jaringan tubuh dalam konsentrasi yang rendah (Peny et al. 2004). Zn dapat ditemukan pada setiap sel tubuh dan merupakan komponen dalam sistem enzim, yang merupakan substansi yang diperlukan untuk reaksi biokimia (Anonim 2000). Menurut Scanes (2004), Zn diperlukan untuk sintesa dan metabolisme normal protein dan merupakan komponen dari insulin. Zn juga merupakan mineral yang diperlukan pada seluruh stadium perkembangan unggas. Peny et al. (2004) melaporkan kebutuhan Zn pada unggas adalah 60 mglkg pakan kering. Secara urnurn, Zn berfungsi sebagai mikro mineral aktif yang bei~eran dalam metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak sehingga defisiensi Zn akan mengakibatkan kerusakan semua jalur metabolisme, pengaturan ekspresi gen, dan pembelahan sel (Klasing 2006). Defisiensi Zn mengakibatkan kerusakan proses fisiologis, antara lain replikasi dan perhunbuhan sel, pertumbuhan bulu, tulang, fertilitas, immuno- kompeten, dan keseimbangan elektrolit. Sedangkan pada anak ayam, defisiensi Zn menyebabkan timbulnya masalah pada tulang, pertumbuhan bulu yang tidak baik, anorexia, dan pertumbuhan yang lambat (retarded growth) (Ensminger 1992). Penelitian yang dilakukan secara in vivo oleh Ibs dan Rink (2003), menunjukkan bahwa penurunan kadar Zn dalam tubuh dapat mengganggu aktivitas sel natural killer (NK) dan fagositosis oleh inakrofag dan netrofil, selain itu juga menurunkan jumlah leukosit granulosit. Dampak defisiensi Zn terhadap imunitas spesifik menyebabkan penurunan jumlah absolut limfosit B, meskipun perubahannya hanya sedikit. Hal ini disebabkan oleh induksi apoptosis pada sel tersebut. Defisiensi Zn bertanggung jawab terhadap terjadinya atropi timus, sehingga akan meinpengaruhi diferensiasi sel T dan fungsinya dalam d a d perifer. Menurut Klasing (2006), Zn merupakan mineral yang diserap melalui difusi pasif di usus halus, terutama di duodenum. Penyerapan Zn dapat menjadi berkurang karena intake pakan yang tinggi kadar asam phytat, kalsium, phosphor, tembaga, kadmium, atau khromium. Zn yang terserap akan berikatan dengan albumin sehingga siap ditransfer ke jaringan. Kelebihan Zn dalam tubuh akan diekskresikan melalui pankreas dan empedu. Sedangkan pemberian pakan yang tinggi kadar Zn akan meningkatkan kebutuhax terhadap selenium, zat besi, dan tembaga. Zi memiliki beberapa peran penting berhubungan dengan aktivasi sel, ekspresi gen, sintesa protein dan apoptosis. Zn juga menentukan perkembangan normal sel imun dan berperan penting dalam menjaga aktivitas sel imun, termasuk neutrofil, monosit, makrofag, sel natural killer (NK), serta sel T dan sel B (Prasad et al. 2007). Suplementasi Zn pada bayi dan anak-anak dapat mengurangi 25-30% kejadian dan durasi diare akut dan kronis dan dapat mengurangi kejadian pneumonia hingga 50% (Prasad et al. 2007). Penelitian yang dilakukan Karlsen et al. (2003) mengenai kajian vaksin toxoid kolera bersamaan dengan pemberian suplemen Zn secara oral, membuktikan bahwa Zn dapat menguatkan respon antibakterial serum. Gambar 6 Sediaan ZnO (Anonim 2008c) Sumber Zn yang dapat diperoleh dari pakan biasanya berupa zink sulfat, zink karbonat, zink oksida, atau zink yang membentuk kompleks dengan asam amino (Klasing 2006). Zink oksida merupakan bahan kimia dengan rumus kimia Zn0, memiliki bentuk powder atau serbuk berwarna putih. Bahan ini sedikit larut atau hampir tidak larut sama sekali di dalam air, tetapi larut dala~n suasana asam atau basa (Anonim 2008~). Berdasarkan keterangan Ibs dan Rink (2003), dosis terapi yang optimal untuk kondisi defisiensi Zn belum diketahui dengan jelas dan dosis farmakologis Zn harus disesuaikan terhadap kebutuhan aktual untuk menghindari efek negatif pada fungsi kekebalan tubuh. Suplementasi Zn dalam dosis tinggi dapat memberikan efek samping dengan perubahan yang tejadi seperti efek yang ditimbulkan apabila tubuh mengalami defisiensi Zn. Gejala keracunan Zn antara lain anemia, pertumbuhan yang lambat, dan kehilangan berat badan pada unggas dewasa (Klasing 2006). METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 hingga September 2007 di kandang B Fakultas Petemakan Institut Pertanian Bogor. Pemeriksaan aktivitas dan kapasitas fagositosis sel PMN dilak~kan di Laboratorium Patologi Klinik Veteriner, sedangkan preparasi bakteri dan pembuatan preparat ulas darah dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Materi Penelitian Ayanl broiler Penelitian ini menggunakan 100 ekor ayanl broiler strain Ross 1 Super Jumbo 747 yang diproduksi oleh PT. Cibadak Indah Sari Farm Sukabumi berumur satu hari (day old chick). Bahan Pereaksi dan Peralatan Bahan pereaksi yang digunakan adalah larutan Giemsa lo%, methanol, NaCl fisiologis, alkohol, minyak emersi, xylol, biakan bakteri Escherichia coli, spoit, tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas objek, mikropipet, cooling box, inkubator, dan inikroskop. Metode Penelitian Pemeliharaan Ayain Broiler Sebanyak seratus ekor ayam broiler berumur satu hari (day old chicldd.0.c) dibagi secara acak ke dalam lima perlakuan pemberian pakan. Masing-masing perlakuan terdiri atas empat ulangan, sehingga terdapat 20 kelompok percobaan (masing-masing terdiri atas lima ekor d.0.c). Ayan broiler dipelihara selanla 6 minggu dalam kandang berukuran 1 m2 beralas sekam padi. Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Kunyit dan bawang putih diberikan dalam bentuk simplisia (serbuk). Kunyit dan bawang putih yang digunakan diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) Bogor, yang telah berumur 9 bulan (kunyit) dan berumur 6 minggu (bawang putih). Ayam broiler diberi vaksin ND (New Castle Disease) dan vaksin gunlboro. Vaksin ND pertama diberikan pada umur empat hari melalui tetes mata, vaksin gumboro saat ayam benunur sepuluh hari melalui air minum, dan vaksin ND kedua diberikan pada ayam saat berumur 21 hari melalui mulut (dengan cekok). Pakan yang digunakan adalah pakan standar dengan komposisi sesuai NRC (1994) seperti tertera pada tabel I. Tabel 1 Komposisi Pakan Penelitian Bahan Makanan RO (%) 1 ( % R2 (%) R3 (%) R4(%) Jagung 51 51 51 51 5 1 Dedak 3 3 3 3 3 Minyak 5 3 5 s 5 s 5,s 5 3 Tepung ikan 12 12 12 12 12 Bungkil kedelai 26,3 26,3 26,3 26,3 26,3 CaCO3 1 1 1 1 1 DCP 0,5 0,5 0,s 0,s 0,5 Premiks 0,s 0,5 0,s 0,s 0,s Lysin 0,1 0, 1 0,1 0,1 6 1 Methionin 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 Total 100 100 100 100 100 Kunyit 0 1,s 0 1 3 1,5 Bawang putih 0 2,s 2,5 0 2,s ZnO 0 0 0,012 0,012 0,012 Keterangan : berdasarkan formula ransum standar NRC (1994) Pakan yang telah disusun dicanlpur dengan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan penambahan mineral Zn dalam bentuk ZnO, kemudiau dikelompokkan sebagai berikut : RO (Pakan basallkontrol) = jagung kuning, dedak, tepung ikan, bungkil kedelai, CaC03, DCP, asam amino sintetik (Lysin, Metionin), premiks, minyak. R1 = Pakan basal + serbuk bawang putih 2,5% + serbuk kuilyit 1,5% R2 = Pakan basal + serbuk bawang putih 2,5% + ZnO 120 ppm R3 = Pakan basal + serbuk kunyit 1,5% + ZnO 120 ppm R4 = Pakan basal + serbuk bawang putih 2,5% + serbuk kunyit 1,5% + ZnO 120 PPnl Pengambilail Darah Pengambilan darah dilakukan ketika ayam broiler besumur 3 minggu dan dilakukan pengambilan dasah kembali ketika berumur 6 minggu dari ayam yang sehat secara Minis. Sebelum darah diambil, kapas yang mengandung alkohol70 % dioleskan pada lokasi peilgambilan darah, yaihl pada vena axillasis dan sekelilingnya. Darah diambil dengan menggunakan spoit * 3 cc, ditempatkan pada tabung vacuum yang besisi allti koagulan EDTA (ethylen diamine tetra acetic) dail diberi label nomor kelompok perlakusu~. Tabung vacuzcm kemudian disimpan dalam cooling box dan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan uji aktivitas dan kapasitas fagositosis. Preparasi Bakteri E. coli Bakteri E. coli yang diperoleh dari isolat E. coli laboratosiunl Bakteriologi FKH IPB diinokulasikan ke dalam 10 ml Brain Heart Infusion (BHI), kemudian diinkubasi dengan suhu 37' C selama 24 jam. Setelah itu biakan disentrifuse selama 15 menit dengan kecepatan 5000 rpin hingga terbentuk pellet. Cairan supeinatan dibuang lalu ditambalkan NaCl fisiologis sampai 10 ml dan diselltrifilse kembali selama 15 menit dengan kecepatail 5000 rpm. Perlakuan diulang hingga dua kali. Pellet ditambahkan NaCl fisiologis sebanyak 2 ml dan disetarakan dengall lamtan Bas04 10% (620 nm) sehingga diasumsikan suspensi inengandung bakteri dengan konsentsasi lo9 colony forming unitlml suspensi (cfulml). Kenludian suspensi disimpan di dalam lelnasi es pada suhu 4' C dan siap di p~akan. Uji Tantang dan Pembuatan Preparat Ulas Uji tantang dalam penelitian ini dilakukan secara in vitro (di luar tub&). Darah dari tabuilg vacuum diambil sebanyak 1 pi ke dalam tabung reaksi steril dengan menggunakan mikropipet, kemudian ditambahkan suspensi bakteri E. coli sebanyak 1 111. Mulut tabung dih~tup dengan aluminium foil, kemudian campuran dalam tabung dihomogenkan, setelah itu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 3 7 ' ~ selama satu jam. Setelah diinkubasi, calnpuran tersebut dihomogenkan kembali dan dibuat preparat ulas. Preparat ulas menggunakan gelas obyek yang telah dibersilkan menggunakan kapas yang diberi alkohol. Gelas objek diberi label yang tertulis kode perlakuan dan waktu pengambilan darah (umur ayam, yaitu 3 minggu dan 6 minggu). Campuran darah dan suspensi bakteri diteteskan pada salah satu tepi gelas objek sebanyak 1-2 tetes, kemudian gelas objek yang kedua ditempelkan pada tepi tetesan campuran tersebut hingga campuran Inenyebar rata pada ujung tepi gelas objek. Kernudian gelas objek kedua didorong dengan cepat pada kerniringan * 30' hingga darah terulas ratapada gelas objek yang pertama. Setelah hasil ulas kering, dilakukan fiksasi dengan dicelupkan ke dalan methanol selama 5 menit dan dikeringkan di udara. Kemudian dicelupkan dalam larutan giemsa 10% selama 30 menit lalu dibilas dengan air dan dikeringkan di udara. Penghitungan Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis sel PMN Preparat ulas diperiksa di bawah mikroskop menggunakan minyak emersi dengan perbesaran objektif 100x. Aktivitas fagositosis diukur dengan menghitung jumlah sel yang aktif melakukan fagositosis dari seratus jumlah sel PMN yang diamati secara acak pada preparat ulas dan dikalikan seratus persen. Kapasitas fagositosis diperoleh dengan menghitung jumlah bakteri yang dapat difagosit oleh 50 sel PMN yang aktif. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis PMN berdasarkan perbedaan kombinasi kunyit, bawang putih, dan Zink dalan pakan dan membandingkannya berdasarkan perbedaan umur ayam (3 minggu dan 6 minggu). Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), analisis varians (ANOVA, a = 0.05) dilanjutkan dengan uji Duncan serta dilakukan pengujian dengan T-test berpasangan (a = 0.05). HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Fagositosis Sel PMN Ayam Broiler Aktivitas fagositosis diperoleh dengan menghitung jumlah sel PMN yang aktif memfagosit bakteri dari 100 sel PMN dan dikalikan 100%. Hasil pengamatan aktivitas fagositosis (%) sel PMN ayam broiler yang dilakukan pada umur 3 minggu dan 6 ~ninggu ditampilkan dalam Tabel 2. Tabel 2 Aktivitas fagositosis sel PMN ayam broiler umur 3 minggu dan 6 minggu Kelompok perlakuan Aktivitas fagositosis (%) Umur 3 minggu umur 6 minggu RO 77.00 * 13.44" 66.33 * 4.51" R1 87.67 3.30" 71.00 * 13.12" R2 83.00 * 10.20" 71.67* 11.93" R3 86.33 * 6.13= 83.00 5 4.58" R4 87.33 5 1.25" 76.33 * 15.31" Keterangan : Superscript yang sama pada kolom (a) dan baris (x,y) yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05). RO (pakan kontrol); RI (Pakan basal + serbuk bawang putih 2,5% + serbuk kunyit 1,5%); R2 (Pakan basal 4- serbuk bawang putih 2,5% + ZnO 120 ppm); R3 (Pakan basal + serbuk kunyit 1,5% + ZnO 120 ppm); R4 (Pakan basal + serbuk bawang putih 2,5% + serbuk kunyit 1,5% + ZnO 120 ppm) Aktivitas fagositosis sel PMN ayam broiler tidak berbeda nyata antar kelo~npok perlakuan pakan dan antar tunur ayam (P>0.05). Aktivitas fagositosis pada urnur 3 minggu kelompok kontrol (RO) sekitar 77.00 * 13.44% sedangkan pada kelo~npok perlakuan (Rl, R2, R3, dan R4) aktivitas fagositosisnya berkisar antara 72.8% hingga 93.2%. Di antara perlakuan tersebut, nilai aktivitas fagositosis yang cenderung lebih tinggi ditunjukkan ole11 kelompok perlakuan dengan penanlbahan bawang putill dan kunyit (RI). Ketika ayam berumur 6 minggu, kelompok perlakuan pakan dengan penambahan kunyit dan ZnO (R3) memiliki aktivitas fagositosis yang cenderung lebih baik (83.00 5 4.58%). Aktivitas fagositosis pada kelo~npok kontrol (RO) menunjukkan ~lilai yang ce~~derung lebih rendah (66.33 * 4.51%) dibandingkan dengan seluruh perlakuan. Hasil penganatan memperlihatkan bahwa kombinasi antara kunyit, bawang putib dan Zn (Rl, R2, R3, R4) cenderung me~nperlibatkan aktivitas fagositosis yang lebih tinggi dibanding kontrol, walaupun tidak berbeda secara signifikan (P>0.05). Sampel darah ayam broiler urnur 3 minggu menunjukkan aktivitas fagositosis yang lebih tinggi dibandingkan pada saat berumur 6 minggu. Aktivitas fagositosis sel PMN pada seluruh kelompok perlakuan ini mengalami p e n ma n saat berumur 6 minggu secara tidak signifkan (P>0.05). Perbedaan aktivitas fagositosis ini dapat disebabkan oleh faktor tunu ayam yang mempengaruhi tingkat stress sewaktu dipanen. Menurut Zulkifli et al. (2000) ayam yang berumur 42 hari akan lebih mudah mengalami stress d i b d i k a n dengan ayam umur 21 hari. Penyebab terjadinya stress antara lain tidak tersedianya pakan dan air minunl, gangguan sosial, keramaian, kepadatan berlebihan, gerakan, getaran, dan perubahan suhu yang ekstrim (Zulkifli et al. 2000). Kondisi stress akan memicu pelepasan ACTH dari hipofise anterior secara signifikan, menyebabkan peningkatan sekresi kortisol dari kelenjar adrenal. Peningkatan kortisol dalam tubuh akan menurunkan migrasi leukosit menuju daerah yang mengalami peradangan dan menurunkan fagositosis. Selain itu kortisol juga menekan sistem imunitas melalui penghambatan produksi eosinofil dan limfosit, terutama limfosit T (Guyton & Hall 1996). Harmon (1998) menyatakan bahwa pemberian preparat kortikosteroid kepada ayam akan menyebabkan limfopenia dan peningkatan jumlah heterofil dalam sirkulasi. Heterofilia yang disebabkan oleh respon terhadap kortikosteroid ini disebut dengan heterofilia stress (Duncan & Prasse 1979). Menurut Millet et al. (2007) terdapat korelasi antara kondisi stress yang dialami b u g saat penangkapan dan penanganan terhadap kemampuan bakterisidal oleh leukosit. Berkurangnya kemampuan leukosit dalam membunuh bakteri saat hewan mengalami stress ini dapat disebabkan oleh berkurangnya kemampuan fagositosis sel PMN. Vaksinasi New Castle Disease 0) yang dilakukan sebelum pengambilan darah pada umur 3 minggu juga dapat menimbulkan stress pada ayam. Vaksinasi merupakan salah satu penyebab stress yang umum terjadi pada ayam broiler (Rosales 1994). Berdasarkan hasil pemeriksaan diferensial leukosit, terjadi kondisi heterofilia pada ayam broiler berumur 3 minggu dan 6 minggu (Harahap 2008). Menurut Duncan dan Prasse (1979), selain respon stress, heterofilia dapat disebabkan oleh faktor epinefrin dan respon peradangan. Heterofilia yang diinduksi oleh epinefrin (heterofilia fisiologis atau pseudoheterofilia) disebabkan oleh pergerakan heterofil dari pool marginal ke pool sirkulasi tanpa disertai pergerakan dari sumsum tulang sehingga tidak dijumpai heterofil muda dalam darah. Respon ini bersifat sementara dan bertahan selama 20-30 menit setelah pelepasan epinefrin. Respon ini muncul sebagai akibat ketakutan, gerakan badan dan respon yang berlebihan, penanganan yang kasar, lingkungan yang asing, takikardia, hipertensi, seizure, dan prosespartus. Heterofilia yang disebabkan oleh epineliin banyak terjadi pada hewan muda (Meyer & Harvey 2004). Heterofilia juga timbul sebagai respon tubuh akibat peradangan seperti infeksi bakteri, virus, fungi, parasit, nekrosa, benda asing, dan endotoksin. Tingginya jumlah heterofil ini disertai dengan adanya heterofil muda dalam sirkulasi (Duncan & Prasse 1979). Rata-rata aktivitas fagositosis sel PMN ayam broiler setiap perlakuan pakan tanpa memperhatikan umur berkisar antara 64.13% hingga 91.12%. Nilai rata-rata aktivitas fagositosis kelompok kontrol (71.67 i 7.54%) cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kelompok R1 (79.33 i 11.79%), R2 (77.33 i 8.01%), R3 (84.67 i 2.36%), maupun R4 (81.83 i 7.78%). Rataan aktivitas fagositosis setiap perlakuan pakan ditampilkan pada Gambar 7. RO R1 R2 R3 R4 kelompok perlakuan Gambar 7 Nilai rataan aktivitas fagositosis sel PMN Nilai rata-rata aktivitas fagositosis yang cendemg lebih tu~ggi di antara seluruh perlakuan ditunjukkan pada kelompok dengan penambahan serbuk kunyit 1,596 dan ZnO 120 ppm (R3). Nilai rataan aktivitas fagositosis perlakuan R3 ini lebih tinggi daripada aktivitas fagositosis kelompok kontrol dengan persentase sebesar 15.35%. Penambahan kunyit dalam pakan mampu membantu meningkatkan kemampuan fagositosis karena adanya efek antimikroba pada kunyit. Hal ini dibuktikan pada penelitian Ismunanto (2005) yang meneliti pengaruh perendaman karkas ayam broiler dengan larutan kunyit. Perendaman tersebut berpengamh nyata terhadap p e n ma n bakteri koliform dibandingkan perlakuan kontrol. Hal ini disebabkan oleh kandungan pigmen kurkuminoid kunyit yang merupakan senyawa fenolik yang bersifat bakterisidal. Senyawa fenolik tersebut dapat melisiskan mikroba, menginduksi kebocoran metabolit esensial yang dibutuhkan mikroba, mentsak permeabilitas sel, dan merusak sistem kerja enzim (Pridle & Wright 1971 dalam Ismunanto 2005). Ibs dan Rink (2003) menyatakan bahwa Zn yang diberikan secara in vitro sebanyak 500 pmoUL dapat menginduksi neutrofil dan aktivitas kemotaktik leukosit polimorfonuklear secara langsung. Kapasitas Fagositosis Sel PMN Ayam Broiler Pada penelitian ini dilakukan pengamatan kapasitas fagositosis sel PMN ayam broiler berumur 3 minggu dm1 6 minggu. Kapasitas fagositosis merupakan kemampuan 50 sel PMN dalam fagositosis bakteri. Hasil pengamatan kapasitas fagositosis ditampilkan dalam Tabel 3. Tabel 3 Kapasitas fagositosis sel PMN ayam broiler umur 3 minggu dan 6 minggu Kelompok perlakuan Kapasitas fagositosis (bakteril50 sel) Umur 3 minggu Umur 6 minggu RO 284.67 * 45.55" 361.33 * 23.67ay R1 313.33 * 47.44% 390.67 % 93.22" R2 351.33 * 27.68" 385.00* 39.69" R3 261.67 83.67% 378.67 % 85.69% R4 258.33 * 26.50m 348.33 * 21.94" Keterangan : Superscript yang sama pada kolom (a) dm baris (x,y) yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05). RO @&an konhol); R1 (Pakan basal + serbuk bawang putih 2,5% + serbuk kunyit 1,5%); R2 (Pakan basal + serbuk bawang putih 2,5% + ZnO 120 ppm); R3 (Pakan basal + serbuk kunyit 1,5% + ZnO 120 ppm); R4 (Pakan basal + serbuk bawnng put31 2,594 + serbuk Avnyit 1,5% + ZnO 120 ppm) Kapasitas fagositosis antar kelonlpok perlakuan pakan pada ayam broiler berumur 3 minggu dan 6 minggu tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (P>0.05). Pada saat ayam berumur 3 minggu, kapasitas fagositosis kelompok kontrol (RO) adalah 284.67 * 45.55 bakteril50 sel. Kapasitas fagositosis pada kelompok perlakuan (Rl, R2, R3, R4) memiliki nilai kisaran sebesar 178 sampai 379.01 bakterif50 sel. Di antara s e l d perlakuan tersebut, kapasitas fagositosis umur 3 minggu cenderung lebih baik ditunjukkan oleh perlakuan pakan dengan penambahan bawang putih dan ZnO (R2). Penambahan kunyit dan ZnO (R3) dan kombinasi ketiganya (R4) menunjukkan kapasitas fagositosis yang cenderung lebih rendah dibanding kelompok kontrol. Nilai kapasitas fagositosis sel PMN ayam broiler berumur 6 minggu berkisar antara 292.98 sampai 483.89 bakteril50 sel. Kapasitas fagositosis umur 6 minggu pada kelompok dengan penambahan bawang putih dan kunyit (Rl) cenderung lebih baik dari kelompok perlakuan lainnya. Kapasitas fagositosis pada kelompok yang ditambah kunyit, bawang putih, dan ZnO (R4) cenderung lebih rendah daripada kelompok kontrol yang memiliki kapasitas fagositosis sebesar 361.33 * 23.67 bakteril50 sel. Kapasitas fagositosis ayam broiler umur 6 minggu menunjukkan peningkatan dari umur 3 minggu. Kelompok kontrol menunjukkan peningkatan kapasitas fagositosis yang signifikan (P<0.05) sementara kapasitas fagositosis kelompok perlakuan (R1, R2, R3, R4) menunjukkan peningkatan yang tidak signifikan (P20.05). Peningkatan kapasitas fagositosis yang signifikan pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa pertambahan umur ayam mampu me mp e n g d peningkatan kemampuan fagositosis sel PMN. Rendahnya kapasitas fagositosis pada umur 3 minggu disebabkan oleh belum matangnya sistem kekebaian hewan muda secara fungsional, sehingga sel PMN belum dapat berfungsi secara optimal dalam fagositosis bakteri. Menurut Lowenthal et al. (1994), kurang matangnya sistem kekebalan ayan pada 1-2 minggu awal setelah menetas dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah sel matang yang fungsional atau karena adanya supresi terhadap sel fungsional tersebut. Apabila pada periode ini tidak diantisipasi, maka akan menyebabkan kekerdilan pada ayam atau bahkan mengalami kematian sehingga menurunkan produktivitas. Tingkat kerentanan terhadap penyakit ini akan menurun dengan bertambahnya umur ayam. Tizard (2004) menyatakan bahwa ayam memiliki kekebalan pasif berupa antibodi maternal yang akan bertahan hingga umur 10-20 hari setelah menetas dan mengalami p e n ma n secara bertahap. Menurut Ask et al. (2006) antibodi maternal tidak mempengaruhi tingkat kerentanan individu terhadap kolibasilosis, tingkat kerentanan ini justru berasosiasi dengan perubahan hormon tiroid dalam ha1 metabolisme tubuh atau dengan respon antibodi spesifik terhadap E. coli pada tiap individu. Selain pengaruh antibodi maternal terhadap status kekebalan, perbedaan imunitas pada umur muda dan dewasa dapat disebabkan oleh adanya tingkat perubahan fisiologis tubuh sesuai dengan tingkat umur. Menurut Agar (2003), tingkat pertumbuhan dibagi menjadi empat tingkat yaitu fase tumbuh (youtWgvowth), fase remaja Quvenile/adolescent), fase dewasa (adult), dan fase tua (post-maturiiy/geriatric). Hewan muda memerlukan protein dan kalsium yang lebih tinggi untuk membantu proses pertumbuhan sedangkan pada hewan dewasa kebutuhan aka1 protein dan kalsium relatif lebih rendah meskipun keduanya memerlukan energi yang relatif sama (Scanes 2004). Pemberian pakan pada fase dewasa tidak begitu berpengaruh dibandingkan dengan fase muda. Hal ini disebabkan oleh kestabilan status fisiologis hewan dewasa. Sehingga apabila hewan muda diberi pakan yang h a n g berkualitas maka akan menyebabkan perkembangan tulang dan otot yang kurang optimal, pertumbuhan terganggu, dan gangguan imunitas. Rata-rata nilai kapasitas fagositosis sel PMN ayam broiler tanpa memperhatikan umur berkisar antara 237.44 hingga 406.68 bakteril50 sel. Nilai rata-rata kapasitas fagositosis kelompok kontrol (323 5 54.21 bakterif50 sel) cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kelompok R1 (352 5 54.68 bakteril50 sel) dan R2 (368.17 5 23.81 bakteri150 sel) tetapi cenderung lebih tinggi dibandingkan kelolnpok R3 (320.17 it 82.73 bakteril50 sel) dan R4 (303.33 1 63.64 bakter250 sel). Nilai rata-rata kapasitas fagositosis setiap perlakuan pakan tanpa memperhatikan umur ditampilkan pada Gambar 8. RO R 1 R2 R3 R4 kelompok perlakuan Gambar 8 Nilai rataan kapasitas fagositosis sel PMN Kapasitas fagositosis yang cenderung lebih tinggi di antara seluruh kelompok ditunjukkan oleh perlakuan dengan penambahan bawang putih 2.5% dan ZnO 120 ppm (R2). Rata-rata nilai kapasitas fagositosis kelompok R2 ini (368.17 * 23.81 bakteril50 sel) lebih tinggi dari kelompok kontrol (323 i 54.21 bakteril50 sel). Penambahan kunyit 1.5%, bawang putih 2.5%, dan ZnO 120 ppm (R4) memperlihatkan kapasitas fagositosis yang cenderung lebih rendah di antara seluruh perlakuan yaitu sebesar 303.33 i 63.64 bakted50 sel. Penambahan bawang putih ke dalam pakan dapat meningkatkan imunitas ayam pedaging. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Suharti (2004), yang menlbuktikan bahwa serbuk bawang putih yang ditambahkan dalam pakan sebesar 2.5% dapat menurunkan koloni bakteri S. typhimurium dan meningkatkan kadar y-globulin. Suplementasi Zn terbukti dapat meningkatkan kapasitas fagositosis. Kapasitas fagositosis yang diarnati pada kambing peranakan etawah pada periode sekitar partus yang diberi Zn menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada kelompok kontrol (Widhyari 2005). Peningkatan ini disebabkan oleh kemampuan Zn dalam membantu meningkatkan produksi sitokin, interleukin (IL)-1, dan IL-2. Sitokin berfungsi sebagai modulator dalam sistem imun dan keberadaan Zn dapat mempengaruhi sistem ini. Selain mempengaruhi kerja sitokin, Zn juga dapat menginduksi neutrofil dan menginduksi aktivitas kemotaktik leukosit polimorfonuklear secara langsung (Ibs & Rink 2003). Gambaran sel PMN yang sedang memfagosit dan tidak memfagosit bakteri E. coli ditampilkan pada Garnbar 9 dan 10. Gambar 9 Sel PMN yang tidak memfagosit bakteri E. coli berbesaran objektif 100x) Gambar 10 Sel PMN yang sedang memfagosit bakteri E. coli (perbesaran objektif 100x) Dalam penelitian ini penambahan kunyit, bawang putih, dan Zn belum dapat meningkatkan aktivitas dan kapasitas fagositosis sel PMN ayam broiler secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh adanya kemun&nan penurunan efektivitas serbuk kunyit, bawang putih, dan ZnO apabila diberikan secara bersamaan ataupun karena pemberian secara oral bersama pakan. Menurut Nagpurkar et al. (1998), konsumsi serbuk bawang putih yang tidak dilapisi (non enteric-coated) menyebabkan alliin diubah menjadi allicin dalam lambung. Perubalian ini terjadi pada kondisi keasaman lambung (pH) yang berada di atas 1- 3, jika tidak rnencapai pH tersebut maka enzim alliinase menjadi inaktif sehingga fungsi bawang putih menjadi kurang efektif. Senyawa pelapis ini mampu melindungi sediaan dari keasaman lambung sehingga sediaan akan diabsorbsi secara maksimal di usus halus. Contoh senyawa pelapis ini antara lain asam lemak, senyawa lilin (wax), shellac (resin), dan plastik (polimer) (Anonim 2008e). Faktor hormonal juga dapat mempengaruhi fimgsi Zn. Zink yang diberikan bersamaan dengan kondisi imunosupresi atau pemberian preparat kortikosteroid akan menyebabkan efek persaingan dalam sistem imunitas sehingga efek Zn yang diharapkan tidak mencapai maksimal. Pemberian Zn dan herbal yang berfungsi sebagai imunostimulan hams dihindari pada pasien dengan gangguan autoimunitas (autoimmune disorders) atau pasien yang menjalani terapi imunosupresi (Miller 1998). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Aktivitas fagositosis sel polimorfonuklear (PMN) ayam broiler pada umur 3 minggu berkisar antara 63.56% sampai 93.2% dan umur 6 minggu berkisar antara 57.88% sampai 91.64%. Kelompok dengan penanlbahan kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm memiliki nilai rata-rata aktivitas fagositosis yang lebih baik dari seluruh perlakuan. Kapasitas fagositosis sel PMN ayam broiler umur 3 minggu memiliki kisaran antara 178 bakteri150 sel sampai 379.01 bakterU50 sel dan umur 6 minggu berkisar antara 292.98 bakteriR0 sel sampai 483.89 bakteril50 sel. Kelompok dengan penambahan bawang putih 2.5% dan ZnO 120 ppm memiliki nilai rata- rata kapasitas fagositosis yang lebih baik dari seluruh perlakuan. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan uji tantang menggunakan E. coli untuk memperoleh aktivitas dan kapasitas fagositosis secara in vivo. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan nlengenai nilai aktivitas dan kapasitas fagositosis dalam periode waktu dengan jarak antar pengamatan yang lebih singkat. DAFTAR PUSTAKA Abidin Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Pedaging. Jakarta: Agromedia Pustaka. Agar S. 2003. Small Animal Nutrition. Edinburgh: Butterworth-Heinemann, Amrullah IK. 2004. Nuhisi Ayam Broiler cetakan 11. Bogor: Lembaga Satu Gunungbudi. [Anonim]. 2000. Zinc. HealthLink Medical College of Winconsin. http://healtl~link.mcw.ed111article/96341519O.html [27 Februari 20081. [Anonim]. 2007a. Bawang Putih, Alternatif Suplemen Antimikroba Ayam Pedaging. http:ilwww.poul~yindonesia.com.html[13 November 20071. [Anonim]. 2007b. Ayam. http://id.wikipedia.org/wiki/Ayam.html [22 Agustus 20071. [Anonim]. 2007c. Escherichia coli. http://en.www.wikipedia.org/wiki/Escheriia coli.htm1 [22 Agustus 20071. , [Anonim]. 2007d. Kunyit. http:Nen.www.wikipedia.org/wikilKunyit.html [22 Agustus 20071. [Anonim]. 2008a. Broiler. http://en.www.wikipedia.org/wiWBroiler.html [24 Februari 20081. [Anonim]. 2008b. Garlic. http://en.www.wikipedia.orglwiki/Garlic.html [I 1 Februari 20081. [Anonim]. 2008c. Zinc Oxide. http:/ien.www.wikipedia.org/wiWZinc_oxide. html [I 1 Febiuari 20081. [Anonim]. 2008d. Phagocytosis. http://www.courses.washington.edu/physeng/ blood cells/neutrophilfc [3 Agustus 20081. [Anonim]. 2008e. Enteric coating. http:i/en.www.wikipedia.orglwiki/enteric coating 119 September 20081. - Ask B, Decuypere E, van der Waaij EH. 2006. Role of thyroid hormones, maternal antibodies, and antibody response in the susceptibility to colibacillosis of broiler genotypes. Poul Sci 85:2141-2148. http://www.ps.fass.org/cgi/2141.pdf [3 Juli 20081. Barnes J, Anderson LA, Phillipson JD. 2002. Herbal Medicines, a Guide for Healthcare Pro&ssionals. Ed ke-2. London: Pharmaceutical Pr. Black JG. 2005. Microbiology, Principles and Explorations. Ed ke-6. USA: J Wiley. Campbell TW. 1995. Avian Hematology and Cytology. Ed ke-2. Iowa: Iowa State Univ Pr. Carter GR, Wise DJ. 2004. Essentials of Veterinary Bacteriology and Mycology. Ed ke-6. Iowa: Iowa State Pr. Duncan JR, Prasse KW. 1979. Veterinary Laboratory Medicine, Clinical Pathology. Iowa: Iowa State Univ Pr. Ensminger M.E. 1992. Poultry Science. Ed ke-3. USA: Interstate Publishers. Fadilah R, Polana A. 2004. Aneka Penyakit Ayam dun Cara Mengatasinya. Jakarta: Agromedia Pustaka. Guyton AC, Hall JE. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Hewan. Edisi ke-9. Setiawan I, Tengadi LMAKA, Santoso A, penejemah; Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology 91h ed. Harahap ZH. 2008. Gambaran leukosit darah ayam broiler yang diberi pakan dengan suplementasi serbuk bawang putih, serbuk kunyit, dan ZnO [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Harmon BG. 1998. Avian heterophils in inflammation and disease resistence. Poult Sci 77:972-977. http://www.ps.fass.oIrg/cgi 1972.pdf [3 Juli 20081. Ibs KH, Rink L. 2003. Zinc-altered immune function. JNutr 133:1452s-1456s. http://jn.nutrition.org/cgi/l452s.pdf [I5 Juli 20081. c Ilsley SE, Miller HM, Kame1 C. 2005. Effects of dietary quillaja saponin and curcumin on the verformance and immune status of weaned piglets. J Anim Sci 83:82-88. http//jas.fass.org/cgi/content/fu1ll/83/1/82 [i l- Maret 20081. Ismunanto I. 2005. Pengaruh konsentrasi larutan kunyit (Curcuma domestica) yang berbeda terhadap perubahan fisik dan daya simpan karkas ayam broiler secara mikrobiologis [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Petemakan, Fakultas Petemakan, Institut Pertanian Bogor. Josling P. 2007. Allicin is the key component fiom garlic. http://www.garlic. mistral.co.uk/Allicin.htm [27 Februari 20081. Karlsen TH et al. 2003. Intestinal and systemic immune responses to an oral cholera toxoid B subunit whole-cell vaccine administered during zinc supplementation. Infection Immunity 71(7):3909-3913. http://iai.asm. org/cgi/content/full/71/7/3909 [27 Februari 20081. Kidd MT, Peebles ED, Whitmarsh SK, Yeatman JB, Wideman RF. 2001. Growth and immunity of broiler chicks as affected by dietary arginine. Poult Sci 80: 1535-1 542. http://www.ps.fass.org/cgi/l535.pdf [3 Juli 20081. Klasing KC. 2006. Comparative Avian Nutrition. United Kingdom: CAB International. Knobl T et al. 2006. Some adhesins of avian pathogenic Escherichia coli (APEC) isolated from septicemic poultry in brazil. Br J Microbiol 37:379-384. http:Nwww.scielo.br/pdf/bjm [27 Februari 20081. Kunkel D. 2007. E. coli Bacterium. http://www.astrographics.com/scienceand tech.html [5 September 20071. Loughry L. 2006. Allicin - "Beyond Immunity". http://www.astrologyzine.coml allicin-beyond-immunity.shtml[27 Februari 20081. Lowenthal JW, Connick TE, McWaters PG, York JJ. 1994. Development of T cell immune responsiveness in the chicken. Immunol Cell Biol 72:115-122. http://www.nature.com/icb/journal.pdf [3 Juli 20081. Mellata M et al. 2002. Role of avian pathogenic Escherichia coli virulence factors in bacterial interaction with chicken heterophils and macrophages. Infection I~nmunity. 71(1): 494-503. http://iai.asm.org/cgi/content/full/ 71/1/494 [27 Februari 20081. Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine, Interpretation and Diagnosis. Edisi ke-3. USA: Saunders. Miller LG. 1998. Herbal medicinals, selected clinical considerations focusing on known or potential drug-herb interactions. Arch Intern Med 158:2200- 221 1. http:Narcinte.ama-assn.org/cgi/2200.pdf [17 Agustus 20081. Millet S, Bennet J, Lee KA, Hau M, Klasing KC. 2007. Quantifying and comparing constitutive immunity across avian species. J Dev Comp Immunol3 1: 188-201. http://www.princeton.edn.pdf [1 1 Februari 20081. Nagpurkar A, Peschell J, I-Iolub BJ. 1998. Garlic Constituent and Disease Pre- vention. Di dalam: Mazza G, Oomah BD, editor. Herbs, Botanicaf, and Teas. USA. CRC Pr. hlm. 3. Nogroho E. 1989. Penyakit Ayam di Indonesia, jilid 111. Semarang: Eka Offset. Peny TW, Cullison AE, Lowrey RS. 2004. Feeds and Feeding. Ed ke-6. New Jersey: Prentice Hall. Prasad et al. 2007. Zinc supplementation decreases incidence of infections in the elder1y:effect of zinc on generation of cytokines and oxidative stress. Am JClin Nutr 85:837-844. http://www.ajcn.org/cgi/837.pdf [15 Juli 20081. Rahmat R. 1994. Kunyit. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Rasyaf. 2002. BeternakAyanz Pedaging. Edisi ke-22. Jakarta: Penebar Swadaya. Rosales AG. 1994. Managing stress in broiler breeders : a review. J Appl Poult Res 3:199-207. http://japr.fass.org/cgi/l99.pdf [17 Agustus 20081. Ross ZM, O'Gara EA, Hill DJ, Sleightholme HV, Maslin DJ. 2001. Antimicrobial properties of garlic oil against human enteric bacteria: evaluation of methodologies and comparisons with garlic oil sulfides and garlic powder. Appl Environ Microbiol 67(1):475480. http://www.pubmed central.nih.gov/articlerender [27 Februari 20081. Scanes CG, Brant G, Ensminger ME. 2004. Poultry Science. Ed ke-4. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Schouleur MM el al. 2007. Extra-intestinal pathogenic Escherichiu coli of avian and human origin: link between phylogenetic relationship and common virulence patterns. J Clin Microbiol 37:l-35. http://www.jsm.asm.org/ cgi/reprint/JCM.00037-07vl .pdf [27 Februari 20081. Stedman NL, Brown TP, Brooks RL, Bounous DI. 2001. Heterophil function and resistance to staphylococcal challenge in broiler chickens naturally infected with avian leukosis virus subgroup J. Vet Pathol 38519-527. http://www.vetpatl~ology.orglcgi/contentl8/5/5 19 [l 1 Maret 20081. Stehling EG, Campos TA, Ferreira A, Silveira WD. 2003. Adhesion and invasion characteristics of a septicaemic avian Eschevichia coli strain are plasmid mediated. Int J App Res Vet Med 1:l-10. http://www.jarvm. comlarticlesNollIssl/STEHLJ VM.htm [27 Februari 20081. Suharti S. 2004. Kajian antibakteri temulawak, jahe, bawang putih terhadap bakteri Salmonella typhimurium serta pengaruh bawang putih terhadap performans dan respon imun ayam pedaging [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tizard IR. 1987. Pengantar Imunologi Veteriner. Surabaya: Airlangga Univ Pr. ----------- . 2004. Veterinary Immunology, an Inhoduction. Ed ke-7. USA: Saunders. Widhyari SD. 2005. Patofisiologi sekitar partus pada kambing peranakan etawah: kajian peran suplementasi zincum terhadap respon imunitas dan produktivitas [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Woodward A. 2008. Chicken. http://www.answers.com/topic/chicken?cat=heaith. [11 Februari 20081. Zulkifli I, Norma MTC, Chong CH, Loh TC. 2000. Heterophil to limphocyte ratio and tonic immobility reactions to preslaugl~ter handle in broiler chickens treated with ascorbic acid. J Poult Sci 79:402-406. http:/lwww. ps.fass.orglcgi/402.pdf. [3 Juli 20081. LAMPIRAN Lampiran 1 Analisis data hasil pemeriksaan alctivitas fagositosis sel polimorfonuklear ayam broiler umur 3 dan 6 minggu Descriptives RI R2 R3 R4 Total Model Fixed Effects Random Effects Mg6 RO R1 RZ R3 R4 Total Model Fixed Effects Random Effects a Warning: Between 95% c Error Lower for Mean Max. Upper Bound 117.8941 58.00 87.00 97.7062 84.00 92.00 114.0269 73.00 97.00 104.9782 79.00 94.00 91.1279 86.00 89.00 89.4846 58.00 97.00 90.0312 91.4497 (a) 77.5349 62.00 71.00 103.5792 57.00 83.00 101.3033 62.00 85.00 , 94.3837 78.00 87.00 114.3604 59.00 88.00 79.6920 57.00 88.00 79.9161 I 2.82056 65.8355 81.4978 omponent variance is negstivc. It was replaced by 0.0 in computing this random Betweer Comp. V - effects measure. minggu3 Between Groups Within Groups Total minggu6 Between Groups Within Gmups Total Sum of 238.933 1004.000 1242.933 477.333 1180.000 1657.333 Mean Square 59.733 100.400 119.333 118.000 df 4 10 14 4 10 14 F ,595 1.01 1 Sig. ,674 .446 Post Hoc Tests - Homogeneous Subsets minggu3 Duncan perlakuan 77.0000 83.0000 86.3333 R4 87.3333 R1 87.6667 Sig. .257 Means for groups in homogeneous subsets are a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. Subset for alpha= .Of perlakuan 66.3333 71.0000 71.6667 R4 76.3333 R3 3 83.0000 Sig. ,115 Means for groups in homogenwus subsets are diilayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. Lampiran 2 Analisis data hasil pemeriksaan kapasitas fagositosis sel polimorfonuklear ayam broiler umur 3 dan 6 minggu Descriptives I I 95% Confidence Mean 284.6667 313.3333 351.3333 261.6667 258.3333 293.8667 361.3333 390.6667 385.0000 378.6667 348.3333 372.8000 iponent vatit Mg3 RO R1 R2 R3 R4 Total Model Fixed Effects Randm Effects Mg6 RO R1 R2 R3 R4 Total Model Fixed Effects Randm Effects a Warning: Betweeria I I ~o we r I upper 3 3 3 3 3 I5 3 3 3 3 3 15 I Bound I ~ o A d 45.54485 1 26.29533 1 171.5270 1 397.8063 (a) I (a) 1 (a) Ice is negative. It was replaced by 0.0 in computing th Comp. Vatianc 935.077' random effects measure. Behveen Groups Within Groups Total minggu6 Between Groups Within Groups Total Sum of Squares 18196.400 25587.333 43783.733 3697.733 37296.667 40994.400 df 4 10 14 4 10 14 Mean Square 4549.100 2558.733 924.433 3729.667 F 1.778 .248 Sig. ,210 ,904 Post Hoc Tests -Homogeneous Subsets Duncan Subset for alpha = .05 284.6667 313.3333 351.3333 Sig. ,065 Means for gmups in homogeneous subsets I ire displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. minggu6 Duncan Subset for alpha = .05 perlakuan 378.6667 R2 385.0000 390.6667 Sig. ,451 Means for groups in homogeneous subsets r a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.0( ue displayed. lo. Lampiran 3 Analisis data hasil pemeriksaan aktivitas dan kapasitas fagositosis sel polimorfonuklear ayam broiler (tanpa memperhatikan umur) Aktivitas Fagositosis Paired T-Test and CI: R03; R06 Paired T for R03 - R06 N Mean StDev SE Mean R03 3 77,0000 16,4621 9,5044 R06 3 66,3333 4,5092 2,6034 Djfference 3 10,6667 13,0512 7,5351 95% CI for mean difference: (-21,7543: 43,0876) T-Test of mean difference - 0 (vs not - 0): T-Value = 1,42 P-Value - 0,293 Paired T-Test and CI: R13; R16 Paired T for R13 - R16 N Mean StDev SE Mean R13 3 87,6667 4,0415 2,3333 R16 3 71,0000 13,1149 7,5719 Difference 3 16,6667 11,5902 6,6916 95% CI for mean difference: (-12,1251; 45,4584) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 2,49 P-Value = 0,130 Paired T-Test and CI: R23; R26 sirred T for .R?3 - . , R26 . N Mean StDev SE Mean R23 3 83,0000 12,4900 7,2111 R2 6 3 71,6667 11,9304 6,8880 Difference 3 11,3333 21,2211 12,2520 95% CI for mean difference: (-41,3827; 64,0494) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 0,93 P-Value = 0,453 Paired T-Test and CI: R33; R36 Paired T for R33 - R36 N Mean StDev SE Mean R33 3 86,3333 7,5056 4,3333 R3 6 3 83,0000 4,5826 2,6458 Difference 3 3,33333 11,15049 6,43774 95% CI for mean difference: (-24,36601: 31,03268) T-Test of mean different@ = 0 (vs not = 0): T-Value 0,656 Paired T-Test and CI: R43; R46 Paired T for R43 - R46 N Mean StDev SE Mean R4 3 3 87,3333 1,5275 0,8819 R4 6 3 76,3333 15,3080 8,8380 Difference 3 11,0000 16,6433 9,6090 95% CI for mean difference: (-30,3443; 52,3443) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 1,14 P-Value = 0,371 Kapasitas Fagositosis Paired T-Test and CI: R03; R06 Paired T for R03 - R06 N Mean StDev SE Mean R03 3 284,667 45,545 26,295 R0 6 3 361,333 23,671 13,667 Difference 3 -76,6667 ?6,8576 15,5063 95% CI for mean difference: (-143,3848; -9,9486) T-Test of mean difference = 0 (vs not - 0): T-Value = -4,94 P-Value = 0,039 Paired T-Test and CI: R13; R16 Paired T for R13 - R16 N Mean StDev SE Mean R13 3 313,333 47,438 27,388 R16 3 390,667 93,217 53,819 Difference 3 -77,3333 55,7704 32,1990 95% CI for mean difference: (-215,8746; 61,2079) T-Test of mean difference - 0 (vs not - 0): T-Value - -2,40 P-Value - 0,138 Paired T-Test and CI: R23; R26 Paired T for R23 - R26 N Mean StDev SE Mean R23 3 351,333 27,683 15,983 R2 6 3 385,000 39,686 22,913 Difference 3 -33,6667 65,7368 37,9532 95% CI for mean difference: (-196,9661; 129,6327) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -0,89 P-Value = 0,469 Paired T-Test and Ck R33; R36 pa_ired T for R33 - p36 N Mean StDev SE Mean R3 3 3 261,667 83,668 48,306 R3 6 3 378,667 85,687 49,472 Difference 3 -117,000 57,193 33,020 95% CI for mean difference: (-259,074; 25,074) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0) : T-Value = -3,54 P-Value = 0,071 Paired T-Test and CI: R43; R46 Paired T for R43 - R46 N Mean StOev SE Mean R43 3 258,333 26,502 15,301 R4 6 3 348,333 21,939 12,667 Difference 3 -90,0000 41,7971 24,1316 95% CI for mean difference: (-193,8298; 13,8298) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -3,73 P-Value = 0,065