You are on page 1of 51

EFEKTIFITAS KUNYIT, BAWANG PUTIH, DAN ZINK

DALAM PAKAN TERHADAP AKTIVITAS DAN KAPASITAS


FAGOSITOSIS SEL POLIMORFONUKLEAR
AYAM BROILER
WAHYU KUSUMANINGRUM
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
ABSTRAK
WAHYU KUSUMANINGRUM. Efektifitas Kunyit, Bawang Putih, dan Zink
dalam Pakan terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Sel Polimorfonuklear
Ayam Broiler. Dibimbing oleh SUS DERTHI WIDHYARI dan WIWIN
WINARSIH.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian serbuk kunyit,
bawang putih, dan Zn di dalam pakan terhadap aktivitas dan kapasitas fagositosis
sel polimorfonuklear (PMN) ayam broiler. Sebanyak 100 ekor ayam dibagi
menjadi 5 perlakuan yaitu RO (pakan basal), R1 (pakan basal, bawang putih 2.5%,
kunyit 1.5%), R2 (pakan basal, bawang putih 2.5%, ZnO 120 ppm), R3 (pakan
basal, kunyit 1.5%, Zi10 120 ppnl), dan R4 (pakan basal, bawang putih 2.5%,
k~~nyi t 1.5%, ZnO 120 ppm) masing-masing terdiri atas 4 ulangan. Pengambilan
darah dilakukan ketika ayan broiler berumur 3 minggu dan umur 6 minggu.
Darah ditantang secara in viiro dengan bakteri Escherichia coli (lo9 cWml).
Preparat ulas diwarnai dengan pewarnaan Gieinsa dan diperiksa di bawah
mikroskop dengan perbesaran objektif 100x. Aktivitas fagositosis diukur dengan
menghitung jumlah sel yang aktif melakukan fagositosis dari seratus jumlah sel
PMN yang diamati. Kapasitas fagositosis diperoleh dengan menghitung jumlah
bakteri yang dapat difagosit oleh 50 sel PMN yang aktif. Hasil penelitian
men~mjukkan aktivitas dan kapasitas fagositosis antar perlakua~ pakan pada umur
3 d a ~ 6 i ni i ~gg~~ tidak memberikan hasil yang berbeda secara signifikan (P>0.05).
Aktivitas fagositosis sel PMN pada umur 3 minggu berkisar antara 63.56%
sampai 93.2% dan mu r 6 minggu berkisar antara 57.88% sampai 91.64%. Rata-
rata aktivitas fagositosis kelompok perlakuan tanpa memperhatikan mu r
menunjukkan bahwa pellambahan kunyit 1.5% dan ZnO 120 ppm (R3) memiliki
nilai yang lebih baik dari seluruh pertakuati. Rapasitas fagositosis sel PMN ayam
broiler umur 3 minggu memiliki kisaran altara 178 bakteril50 sel sanpai 379.01
bakteril50 sel dan umur 6 minggu berkisar antara 292.98 bakteril50 sel sampai
483.89 bakteril50 sel. Rata-rata kapasitas fagositosis kelonlpok perlakuan tanpa
memperhatikan umur menunjukkan bahwa pakan yang ditambahkan bawang putih
2.5% dan ZnO 120 ppm @2) memiliki nilai yang lebih baik dari selun~h
perlakuan. Aktivitas fagositosis sel PMN seluruh kelompok perlakuan secara tidak
signifikan (P>0.05) mengalami peiwrunan pada mu r 6 minggu. Kapasitas
fagositosis sel PMN mengalami peningkatan pada umur 6 minggu secara
signifikan (P<0.05) pada koloinpok kontrol (RO) sedangkan kelompok perlakuan
lainnya (Rl, R2, R3, R4) meningkat secara tidak signifikan (P>0.05).
Kata kunci : aktivitas dm kapasitas fagositosis, ayam broiler, bawang putih,
hl yi t , sel polimorfoiluklear, zink
ABSTRACT
WAHYU KUSUMANINGRUM. The Effectivity of Tu~meric, Garlic, and Zinc in
Broiler Feed to Polymorphonuclear Cell's Phagocytosis Activity and Capacity.
Under the supervision fkom SUS DERTHI WIDHYARI and WIWIN
WINARSIH.
This research was aimed to defined the effect of turmeric, garlic, and zinc
to broiler chicken polymorphonuclear (PMN) cell's phagocytosis activity and
capacity. A hundred broiler chicken were divided into 5 treatments: RO (basale
feed), R1 (basale feed, garlic 2.5%, turmeric 1.5%), R2 (basale feed, garlic 2.5%,
ZnO 120 ppm), R3 (basale feed, turmeric 1.5%, ZnO 120 ppm), and R4 (basale
feed, garlic 2.5%, turnleric 1.5%, ZnO 120 ppm) each treatment consist of 4
repetitions. The blood samples were collected from 3 weeks and 6 weeks old
healthy broiler chicken. The blood samples challenged in vitro with Escherichia
coli (10' cfdml). The blood smear then stained using Giemsa staining technique
and observed with light microscope, magnified 100 times. Phagocytosis activity
measured by counting the cells that engulf the bacterium actively from 100 PMN
cells. Phagocytosis capacity measured by counting the bacterium that engulfed by
50 active PMN cells. The result of this research showed that the phagocytosis
activity and capacity in broiler chicken at the age 3 and 6 weeks old were
insignificant (P0.05). Phagocytosis activity at the age 3 weeks were ranged
between 63.56% to 93.2%. Phagocytosis activity when 6 weeks old were ranged
between 57.88% and 91.64%. The average of phagocytosis activity of treatment's
groups without observed the broiler's age showed that turmeric 1.5% and ZnO
120 ppm addition (R3) gave the better result than the other. Phagocytosis
capacity of 3 weeks old broiler chicken were ranged between 178 to 379.01
bacterid50 cells and when 6 weeks old ranged from 292.98 to 483.89 bacterid50
cells. The phagocytosis capacity's average of treatment's groups without
observed the broiler's age showed that garlic 2.5% and ZnO 120 ppm addition
(R2) were better than the other groups. Phagocytosis activity from all groups
insignificantly (P>0.05) decreased at 6 weeks old. The phagocytosis capacity of
control group were increased significantly (P<0.05) at 6 weeks old whereas the
other treatment groups (Rl, R2, R3, R4) were increased insignificantly (P>0.05).
Key words : broiler, garlic, phagocytosis activity and capacity,
polymorpho~~uclear cell, turmeric, zinc
EFEKTIFITAS KUNYIT, BAWANG PUTIH, DAN ZINK
DALAM PAKAN TERHADAP AKTIVITAS DAN KAPASITAS
FAGOSITOSIS SEL POLIMORFONUKLEAR
AYAM BROILER
WAHW KUSUMANINGRUM
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjaua Kedokteran Hewan pada
Fakuttas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMAS1
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Efektifitas K~myit,
Bawang Putih, dan Zink dalam Pakan terhadap Aktivitas dan Kapasitas
Fagositosis Sel Polimorfonuklear Ayarn Broiler adalah karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing, serta belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguman tinggi mana pun. Sunlber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2008
Wahyu Kusumaningrum
NIM B04104080
Judul Skripsi : Efektifitas Kunyit, Bawang Putih, dan Zink dalam
Pakan terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Sel
Polimorfonuklear Ayam Broiler
Nama : Wahyu Kusumaningrum
NIM : B04104080
Disetujui
Dr. drh. Sus Derthi W, MSi
Pembimbing I
Pembimbing I1
Tanggal lulus :
2 4 SEF 2008
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul "Efektifitas
Kunyit, Bawang Putih, dan Zink dalam Pakan terhadap Aktivitas dan Kapasitas
Fagositosis Sel Polimorfonuklear Ayam Broiler".
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dari
berbagai pihak. Penulis mengucapkan terinla kasil~ kepada Dr. drll. Sus Derthi W,
MSi dan Dr. drh. Wiwin Winarsih, MSi selaku dosen pembimbing, atas tawaran
penelitian bersama dalam program hibah bersaing perguruan tinggi dan
pembimbingan hingga penyelesaian skripsi ini, serta kepada Prof. Dr. drh. Retno
D. Soejodono, MS selaku dosen penguji. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada drh. Chusnul Choliq, MS. MM. selaku dosen pembimbing akademik,
kepada staf dan teknisi di Bagian Patologi, Bagian Klinik, dan laboratorium
Bakteriologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang telah membantu penulis
selama penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-
teman Asteroidea '41 terutama teman-teman satu penelitian yang saling
mendukung sejak penelitian hingga penyelesaian penulisan skripsi serta sahabat-
sahabat yang senantiasa ada dan memberi semangat.
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sangat kepada keluarga
tercinta, keluarga besar aim. Mukminin dan a h . Soetino atas segenap kasih
sayang, doa, semangat dan dukungan yang tak pernah ada habisnya.
Pennlis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangan. Akan tetapi, penulis berharap tulisan ini dapat bemanfaat bagi orang
lain dan bagi ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2008
Wahyu Kusurnanin~urn
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Juni 1986 di Ambarawa, Kab.
Semarang. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Sutanto,
S.Pd. dan Sri Hadi Muawiah, S.H.
Pendidikan formal dimulai dari pendidikan taman kanak-kanak yang
diselesaikan tahun 1992 di TK Pertiwi Jambu. Kemudian melanjutkan pendidikan
dasar di SDN 1 Jambu dan diselesaikan tahun 1998. Pendidikan lanjutan tingkat
pertama diselesaikan tahun 2001 di SLTPN 2 Ambarawa dan Pendidikan
menengah umum diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 1 Salatiga.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Falcultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun
2004. Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi kampus sebagai
pengums Badan Eksekutif Mahasiswa FKH IPB departemen Infokom
(2005/2006), penguius Equine Education Research and Sport Unit (EERSU) FKH
IPB, penguius Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa
Aquatik selama dua periode (200512006 dan 200612007). Penulis juga
memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) tahun ajaran
200612007 dan 200712008.
DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR IS1 ...................................................................................................
........................................................................................... DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
........................................................................................... PENDAHULUAN
........................................................................................... Latar Belakang
...................................................................................... Tujuan Penelitian
. .
Manfaat Penelltian .....................................................................................
Hipotesa .....................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
Ayanl Broiler .............................................................................................
.............................................................................. Sistem Iinunitas Tubuh
Bakteri Escherichia coli ...................................................................................
Pakan dan Imunitas ...........................................................................................
.................................................................................................................
Kunyit
Bawang Putih ....................................................................................................
Zink (Zn) .............................................................................................................
METODOLOGI ............................................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian ...........................................................................
. .
............................................................................................... Materi Penelitlan
. .
............................................................................................. Metode Penelitian
Peubah yang Diamati .......................................................................................
..................................................................................................... Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
Aktivitas Fagositosis Sel PMN Ayarn Broiler ..............................................
Kapasitas Fagositosis Sel PMN Ayam Broiler .............................................
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
DAFTAR TABEL
Halaman
. . . .
1 Komposls~ Pakan Peilel~t~an ............................................................................. 17
2 Aktivitas fagositosis sel PMN ayarn broiler umur 3 minggu dan 6 minggu .... 20
3 Kapasitas fagositosis sel PMN ayarn broiler umur 3 minggu dan 6 lninggu .... 23
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Ayarn broiler ................................................................................................. 3
2 Fagositosis bakteri oleh heterofil ................................................................... 6
3 Bakteri Escherichia coIi ............................................................................. 8
4 Kunyit ....................................................................................................................... 10
5 Bawang putih ........................................................................................... 11
6 Sediaan ZnO ............................................................................................... 14
7 Nilai rataan aktivitas fagositosis sel PMN ................................................. 22
.................................................... 8 Nilai rataan kapasitas fagositosis sel PMN
26
............................................. . 9 Sel PMN yang tidak memfagosit bakteri E coli 27
10 Sel PMN yang sedang memfagosit bakteri E . coIi ......................................... 27
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam merupakan salah satu jenis unggas yang banyak dibudidayakan di
Indonesia. Sebagai salah satu sumber protein hewani, daging ayam mudah
diperoleh dan harganya relatif terjangkau oleh sebagian besar penduduk
Indonesia. Sebagai komoditas yang cukup menjanjikan, ayam pedaging atau ayam
broiler kini banyak diembangkan, ~nulai dari petemakan kecil hingga peternakan
besar.
Flu bwung yang merebak sejak beberapa tahun terakhir ini menyebabkan
keresahan pada masyarakat, terutama sektor petemakan unggas yang mengalami
kerugian karena temaknya terserang penyakit ini. Selain itu flu burung merupakan
penyakit zoonosis yang dapat menyerang manusia. Akan tetapi, selain penyakit
viral ini, penyakit bakterial pada unggas juga tidak dapat diabaikan. Kolibasilosis
pada unggas, misalnya, merupakan penyakit bakterial yang sulit untuk dieliminasi
juga merugikan petemak karena dapat menginfeksi secara sistemik sehingga
menyebabkan kematian. Untuk menjaga kesehatan unggas supaya menghasilkan
produk yang berkualitas, petemak pun memberikan berbagai macam obat-obatan,
antibiotik, suplemen, vaksin, hingga growth promotor. Penggunaan obat hewan
dikhawatirkan menjadi tidak terkontrol dan dapat menimbulkan residu pada
karkas yang berakibat buruk bagi kesehatan manusia.
Penggunaan herbal sebagai suplemen diharapkan dapat n~enggantikan
peranan obat-obatan dalam menanggulangi penyakit hewan. Pengobatan
tradisional ini dianggap lebih aman karena tidak menimbulkan dampak negatif
pada tubuh hewan dan tidak meninggalkan residu pada karkas. Penelitian yang
pernah dilakukan menyebutkan bahwa temulawak, jahe, dan bawang putih yang
dicampurkan dalam pakan dan air minum dapat berfhgsi sebagai imunostimulan
dan pemacu performa broiler, dengan hasil yang signifikan diperoleh dari
penambahan bawang putih (Anonim 2007a). Oleh karena itu, dalam penelitian ini
dilakukan penambahan kunyit, bawang putih, dan Zn ke dalanl pakan ayam
broiler, yang diharapkan dapat meningkatkan imunitas sebagai upaya pencegahan
penyakit dan meningkatkan performa ayam broiler sehingga didapatkan karkas
yang sehat, aman dikonsumsi, dan tanpa meninggalkan residu.
Sel darah putih (leukosit) merupakan salah satu kompoilen yang berfungsi
menjaga imunitas tubuh. Apabila benda asing atau mikroorganisme masuk ke
dalam tubuh, baik secasa lokal atau sistemik, leukosit akan melawan
mikroorganisme tersebut, terutama sel polimorfonukleas (PMN) atau disebut
heterofil pada unggas sebagai garis pertahanan pertama terhadap infeksi
(Campbell 1995). Penambahan kombinasi antara kunyit, bawang putih, dan Zil di
dalam pakan diharapkan mampu meningkatkan fungsi sel leukosit sebagai sistein
pestahanan tubuh.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian serbuk kunyit,
bawang putih, dan Zn di dalan pakan terhadap aktivitas dan kapasitas fagositosis
sel polimorfo~luklear (PMN) yang ditantang secara in vifro dengan bakteri
Escherichia coli (E. coli).
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kemampuan kunyit, bawang putih, dan Zn di dalam pakan sebagai irnunostim~~lan
bagi tubuh.
Hipotesa
HO: Pemberian kunyit, bawang putih, dan Zn dalam pakan dapat mempengasuhi
aktivitas dan kapasitas fagositosis sel PMN ayam broiler.
HI: Pemberian kunyit, bawang putih, dan Zn dalam pakan tidak mempengaruhi
aktivitas dan kapasitas fagositosis sel PMN ayam broiler.
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Broiler
Ayam (Gallus gallus domesticus) merupakan unggas yang dipelihara dan
ditemakkan. Persilangan antar jenis ayam menghasilkan ratusan spesies seperti
ayam potong (pedaging) dan ayam petelur (Anonim 2007b). Ayam pedaging atau
lebih dikenal dengan ayam broiler merupakan salah satu jenis ayam domestikasi
yang telah dibudidayakan sejak 50 tahun lalu. Pada awalnya, nenek moyang ayam
broiler adalah strain Comish yang berbulu putih. Strain tersebut disilangkan dan
terus dikembangkan hingga dihasilkan ayam broiler seperti sekarang (Amrullah
2004). Pengembangan tersebut diikuti dengan upaya perbaikan manajemen
pemeliharaan secara terus-menerus (Abidin 2002).
Ayam broiler adalah ayam yang masih berumur muda (antara 6-8 minggu),
baik jantan ataupun betina, biasanya disembelih pada umur 6-7 minggu dan
memilii warna bulu putih atau putih kemerahan (Ensrninger 1992). Menurut
Woodward (2008), ayam broiler khusus dikembangkan karena dagingnya. Hal ini
disebabkan oleh pertumbuhan dan pertarnbahan berat badan yang cepat. Meskipun
demikian, ayam broiler juga memiliki kekurangan berupa adanya sbvktur
perlemakan pada serat-serat dagingnya dan tingkat kerentanan ayam ini terhadap
penyakit daripada jenis-jenis ayam yang lain (Rasyaf 2002).
Gambar 1 Ayam broiler
Ayam broiler dibesarkan dan dipelihara dalam lingkungan yang sangat
terjaga, dengan pakan yang mengandung nutrisi dan kadar protein tinggi.
Perlakuan ini dikombinasikan dengan pellambahan lampu sebagai cahaya buatan
yang dapat menstimulasi pertumbuhan d.0.c sehingga berat badan yang
diharapkan dapat tercapai pada umur 4 - 8 minggu (Anonim 200Sa).
Sistem Imunitas Tubub
Kemampuan tubuh untuk melindungi diri dari organisme atau toksin yang
dapat merusak jaringan dan atau organ tubuh disebut imunitas (Guyton & Hall
1996). Secara garis besar imunitas dapat dibedakan atas imunitas bawaan d m
imunitas dapatan. Imunitas bawaan muncul sebagai akibat proses pertahanan
secara umum, bukan berdasarkan faktor penyebab penyakit secara spesifik
(Guyton & Hall 1996). Contoh imunitas bawaan antara lain fagositosis oleh
leukosit dan makrofag jaringan terhadap organisme invasif, perusakan organisme
ole11 asam lambung dan enziln pencemaan, pertahanan kulit terhadap invasi
organisme, dan senyawa kimia yang terkandung dalam darah yang berfungsi
untuk membantu proses perusakan organisme atau toksin (Guyton & Hall 1996).
Menurut Carter dan Wise (2004), mekanisnie resistensi nonspesifik inang atau
sistem kekebalan bawaan terseb~~t mengacu pada imunitas yang dibawa sejak lahir
(innate immunity). Mekanisme tersebut antara lain pertahanan kulit dan membran
mukosa, fagositosis, sistem retikuloendotelial, resistensi jaringan, antibodi alami,
dan respon peradangan.
Imunitas dapatan mempakan respon pertahanan spesifik terhadap agen
invasif seperti bakteri, virus, toksin, atau jaringan lain dengan pembentukan
antibodi spesifik dalam proses perusakannya. Sistem imunitas spesifik melibatkan
sel T dan sel B yang dapat memproduksi sel memori sehingga bereaksi secara
cepat terhadap antigen y a ~ g pernah terpaparkan sebelumnya (Ibs & Rink 2003).
Imunitas dapatan memberikan perlindungan yang lama dan lebih kuat daripada
imunitas bawaan (Guyton & Hall 1996).
Tubuh memiliki mekanisme pertahanan terhadap masuknya ballan asing
dengan cara menangkap, menelan, dan menghancurkan ballan asing tersebut.
Aktivitas ini disebut dengan fagositosis. Aktivitas fagositosis ini dilakukan oleh
sel fagosit yang secara harfiah berarti sel yang memakan bahan-bahan lain atau
benda asing (Black 2005).
Sel fagositik memiliki dua sistem yang saling konlplemen yaitu sistem
illyeloid dan sistem fagositik mononuklear. Sel-sel yang berperan dalam sistem
myeloid ialah sel-sel yang mampu bekerja secara cepat tetapi tidak mampu
bertahan lama, yaitu netrofil (disebut heterofil dalam darah wlggas), eosinofil, dan
basofil. Sedangkan sistein pertallanan fagositik mononuklear dilak~dcan oleh sel
monosit. Sel monosit bekerja lebih lambat tetapi mampu bertahan dengan
melakukan fagositosis berulang-ulang (Tizard 1987).
Heterofil unggas memiliki fungsi yang sama seperti netrofil mamalia dan
merupakan leukosit doininan dalam respon peradangan hematologis ataupun di
jaringan. Heterofil juga merupakan sel fagosit jaringan yang penting untuk
nlelawan mikroba patogen (Stedman 2001). Tizard (1987) menerangkan bahwa
heterofil merupakan sel utama yang berperan dalam sistem myeloid, yang disebut
juga sel granulosit polimorfon~dclear. Heterofil adalah sistem pertahanan pertama
dari invasi benda asing dalam tubuh. Heterofil berfungsi terutama dalam
fagositosis. Proses fagositosis sendiri terdiri atas empat tahapan, yaitu kemotaksis
(chemotaxis), perlekatan (adherence), penelanan (ingestion), dm pencernaan
(digestion) (Tizard 1987; Black 2005).
Heterofil dalam tahap kemotaksis akan menuju bahan asing melalui
penganth rangsangan kiiniawi eksternal. Rangsangan kimiawi ini dapat berupa
produk bakteii, faktor-faktor yang dilepaskan oleh sel yang rusak, atau oleh
produk reaksi kebal (Tizard 1987). Proses fagositosis menurut Guyton dan Hall
(1996) yaitu heterofil akan mendekati partikel atau benda asing, kemudian
menjulurkan pseudopodia. Pseudopodia bertemu satu sama lain dan bergabung,
membentuk ruang yang inengelilingi partikel. Kemudian rttang ini berinvaginasi
ke dalatn sitoplasma membentuk gelembung fagositik (fagosom). Setelah partikel
difagositosis, lisosom dan granula sitoplasma lainnya aka1 bergabung ke dalam
fagosom untuk mencerna partikel (Gambar 2). Heterofil memiliki lisosom dalam
jwnlah besar yang berisi enzim proteolitik untuk mencema bakteri dal bahan
protein asing lainnya. Lisosom yang mengandung granul lisosomal inenghasilkan
enzim hidrolitik (termasuk lisozim) untuk membantu dalam perusakan
mikroorganisme (Carter & Wise 2004).
Sebuah sel heterofil mampu memfagosit 5-20 bakteri sebelum sel heterofil
itu sendiri menjadi inaktif dan mati (Guyton & Hall 1996). Heterofil merupakan
leukosit yang umuln ditemukan pada darah perifer beberapa spesies unggas.
Heterofil cendeimg bulat dengan sitoplasma tidak benvarna yang mnengandwtg
granul eosinofilik berbentuk batang. Heterofil yang dewasa memiliki nukleus
yang bersegmenlberlobus (biasanya dua atau tiga lobus) dengan khronlatin
benvarna ungu. Heterofil berftlngsi sebagai sel pertahanan terltadap infeksi bakteri
atau fungi dan proses inflamasi dan merupakan sel yang merespon pertama kali
terhadap infeksi mikrobial (Campbell 1995).
Gambar 2 Fagositosis bakteri oleh heterofil (Anonim 2008d)
Eosinofil unggas berbentuk bulat tetapi lebih irregular daxipada heterofil.
Eosinofil inemiliki sitoplasma yang jelas, b e m a biru pucat dan mengandung
granul eosinofilik berbentuk bulat (atau oval hingga batang pada beberapa
spesies). Nukleus eosinofil berlobus dengan sekelompok khronlatin yang kasar
dan berwanta ungu, nukleus eosinofil terwarnai lebih biru dan lebih tampak
daripada nukleus heterofil (Campbell 1995). Meskipun fungsi fagositosis eosinofil
tidak seefisien netrofil, eosinofil memiliki dua fungsi istunewa. Pertama, eosinofil
dapat ntenyerang dan menghancurkan larva cacing, serta efektif untuk
nlenghancurkan kutikula larva cacing. Kedua, enzim eosinofil dapat menetralkan
faktor radang yang dilepas ole11 sel mast dan basofil atau sebagai pengatur reaksi
hipersensitivitas tipe I (Tizard 1987).
Basofil adalalt sel myeloid yang jumlahnya paling sedikit dalam darah.
Basofil berfimgsi untuk membangkitkan perbarahan akut pada tempat deposisi
antigen (Tizard 1987). Morfologi basofil unggas cenderung bulat dengan nukleus
yang bulat dan terletak di tengah-tengah. Nukleus berwama biru rnuda dan
seringkali terh~tup ole11 granula sitoplasmanya yang basofilik. Basofil
bertanggung jawab terhadap respon alergi dan antigen dengan cara melepas
histamin sehingga menyebabkan peradangan.
Monosit dalam darah merupakan cikal bakal makrofag. Monosit akan
berdiferensiasi menjadi makrofag ketika berada di jaringan untuk melaksanakan
fungsi fagositosisnya. Makrofag memiliki aktivitas fagositosis yang mampu
bertahan lebih lama daripada neutrofil untuk mengolah antigen dalam persiapan
reaksi imunitas dan memberikan kontribusi langsung terhadap perbaikan jaringan
yang rusak (Tizard 1987). Makrofag terdapat di seluruh bagian tubuh. Beberapa
organ dan jaringan tubuh memiliki makrofag spesifik.
Mekanisme dasar tanggap kebal yang khusus mengatasi infeksi bakteri
yaitu berupa netralisasi toksin atau enzim oleh antibodi, pemusnahan bakteri oleh
antibodi, komplemen, dan lisozim, opsonisasi bakteri ole11 antibodi dan
komplemen yang mengakibatkan fagositosis dan penghancuran bakteri, dan
fagositosis serta penghancuran intraselular bakteri oleh makrofag yang teraktivasi
(Tizard 1987).
Selain disebabkan oleh keberadaan benda asing dalam tubuh, respon
imunitas juga dapat dipengaruhi oleh sistem hormonal. Menurut Guyton dan Hall
(1996), hormon yang sebagian besar mekanisme kerjanya dipengaruhi oleh
hypothalanlus tersebut memiliki efek pengaturan terhadap berbagai fungsi
metabolisme tubuh dan pengaturan fisiologis terlladap sel-sel tubuh yang lain.
Bakteri Esclrericlria coli
Bakteri Escherichia coli adalah salah satu spesies dari genus Escherichia,
yang tergolong dalam familia Enterobacteriaceae. Di antara enam spesies lainnya,
hanya E. coli yang memiliki a-ti penting dalam kedokteran hewan. Berdasarkan
sifatnya, bakteri E. coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, dan
bersifat anaerobik fakultatif (Carter & Wise 2004). Secara normal, bakteri ini
dapat ditenlukan dalam saluran pencernaan mamalia dan unggas.
Meskipun sebagai mikroorganisme normal, pada kondisi tertentu E. coli
dapat ~nenjadi patogenik (menimbulkan penyakit) dan dapat bertindak sebagai
food poisoning (Kunkel 2007). Beberapa strain E. coli secara alami bersifat
patogen karena ~nemiliki faktor virulensi. Infeksi oleh E. coli biasanya terlihat
sebagai septikemia yang secara potensial menjadi fatal dan keberadaannya dapat
meningkatkan keparahan suatu penyakit (Stehling et al. 2003).
Gambar 3 Bakteri EscIterichia coli (Anonim 2007c)
Strain E. coli yang menyerang unggas, atau disebut juga strain Avian
Pathogenic Escherichia coli (APEC) memiliki asosiasi terhadap infeksi ekstra
intestinal dan perkembangan septikemia pada broiler (Knob1 et al. 2006). AF'EC
inilah yang bertanggung jawab terhadap timbulnya kolibasilosis pada unggas
(Schouleur et al. 2007). Kolibasilosis atau disebut juga Escherichia coli infection
adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli, dan biasanya
menyerang semua tipe ayam dengan semua tingkat umur tetapi infeksi lebih
sering tejadi pada ayam muda (Fadilah & Polana 2004).
Penyakit ini dapat menyerang secara tunggal atau sebagai penyakit ikutan
dan biasanya parah atau fatal (Fadilah & Polana 2004) atau sebagai agen primer
dan atau sekunder (Carter & Wise 2004). Kolibasilosis me~pz3kan penyakit
oportunistik yang menyebabkan industri perunggasan mengalami kemgian
ekononli yang besar karena mengakibatkan menumnnya produksi, peningkatan
mortalitas, mempengaruhi kualitas karkas, dan pengeluaran biaya untuk
pengobatan (Knob1 et al. 2006). Karakteristik bentuk kolibasilosis yang sering
muncul adalah infeksi pemapasan (peradangan kantong hawa/airsacculitis).
Bakteri masuk melalui salnran pemapasan, yang kemudian diikuti dengan infeksi
umum bempa perihepatitis, perikarditis, dan septikemia (Mellata et al. 2002).
Carter dan Wise (2004) melaporkan pembahan yang terjadi berupa serositis
fibrinopdenta, sinovitis, cellulitis, panophthalmitis, dan salphingitis. Respon
irnun yang utanla dalam infeksi E. coli adalah respon humoral. Respon ini timbul
karena adanya bakteri atau produk yang dihasilkan, seperti faktor kolonisasi dan
toksin (Carter & Wise 2004).
Pakan dan Imunitas
Secara umum, ayam yang mendapatkan ransum yang baik (komposisi
pakan baik, cukup, dan sesuai kebutuhan), aka11 menunjukkan performans yang
baik, pertumbuhan yang sehat, dan produksi baik (Nugroho 1989). Sebagai
gambaran, kulit d m mukosa intestinal merupakan barrier protektif yang
melindungi tubuh terhadap infeksi. Ketika struktur ini menjadi lemah atau rusak,
resiko terjadinya infeksi akan meningkat. Integritas dari barrier ini dapat
berhubungan dengan tingkat nutrisi pakan, misalnya defisiensi protein akan
meinperlemah jaringan. Aspek lain dari sistem imunitas juga dipengaruhi oleh
tidak adanya atau insufisiensi dari nutrisi, terutama vitamin dan mineral tertentu
(Agar 2003). Menurut Carter dan Wise (2004), kondisi dan faktor yang
mempengaruhi kejadian infeksi adalah defisiensi nutrisi. Hewan yang diberi
pakan yang buruk lebih rentan terhadap berbagai infeksi. Seperti defisiensi
vitamin A menyebabkan hilangnya integritas epitel. Defisiensi nutrisional lainnya
dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas fagositosis, pengurangan efisiensi
sistem retikuloendotelial, melemahnya respon antibodi, p e n ma n produksi
lisozim dan interferon, penlbahan yang tidak diiilginkan dari mikroba flora, dan
perubahan sistem endokrin.
Kunyit
Kunyit (Curcuma longa Linn. atau Curcuma domestics Val.) tennasuk
salah satu tanaman rempah dal obat yang tergolong dalam familia Zingiberaceae.
Tauaman ini memiliki habitat asli meliputi wilayah Asia khususnya Asia
Tenggara kemudian menyebar ke wilayah Indo-Malaysia, Indonesia, Australia,
dan Afiika (Anonim 2007d). Bagian kunyit yang dominan digunakan sebagai obat
adalah bagian umbi atau rimpangnya. Tanaman kunyit memiliki daya adaptasi
yang cukup besar, kisaran perturnbuhan dan produksi optimum pada suhu 19-
30C dengan curah hujan 1500-4000 d t a h u n (Rahmat 1994). Kunyit sering
disebut juga dengan turmeric (Inggris) dan kurkuma (Belanda) (Winarto 2003).
Gambar 4 K~myit (Anonim 2007d)
Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat sebagai obat yang disebut
kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmetoksikumin dan bisdesmetoksi-
kurkumin serta mengandung minyak atsiri, lemak, karbohidrat, protein, pati,
vitamin C, dan garam-garam mineral berupa zat besi, fosfor, kalsiurn (Anonim
2007d). Menunlt Ilsley ei al. (2005), kurkun~in [1,7-bis(4-hydroxy-3-
methoxypheny1)-1,6-heptadiene3,5 dione] merupakan bahan imunomodulator
yang diekstrak dari kunyit. South et al. (1997) dalam Ilsley et al. (2005)
menemukan bahwa kurkumin dalam pakan (40 mgkg) yang diberikan selama 5
minggu, meningkatkan konsentrasi IgG plasma tikus. Penelitian yang dilakukan
oleh Churchill et al. (2000) dalam Ilsley ei al. (2005) pada mencit yang diberi 1 gr
kurkumintkg pakan, sel T dan sel B pada mukosa intestinalnya mengaiami
peningkatan. Kedua penelitian tersebut mengindiiasikan bahwa kurhunin dapat
memodulasi fungsi imunitas yang diperantarai liilfosit (Ilsley et al. 2005).
Selain memiliki kemampuan imunomodulator, kunyit juga dapat
memperbaiki atau meningkatkan kemampuan pencernaan dengan meningkatkan
produksi enzim pankreas sehingga berpotensi untuk meningkatkan performa.
Akan tetapi, konsumsi kunyit dengan dosis yang lebih tinggi atau waktu konsumsi
yang lebih lama mungkm diperlukan untuk memberikan hasil yang nyata atas
kemampuan peningkatan performa dan perbaikan status imunitasnya (Ilsley et al.
2005).
Winarto (2003) menyebutkan, peranan kunyit dalam bidang petemakan,
yaitu kunyit yang dicampurkan dalam pakan atau minuman terbukti dapat
meningkatkan berat badan ayam broiler, menjaga kesehatan ayam broiler dari
penyakit yang mengganggu pencemaan, dan mengurangi bau fesesnya. Dalam
bidang pangan, minyak atsiri kunyit dapat memberikan efek anti mikroba
sehingga banyak digunakan sebagai pengawet makanan. Selain itu, kunyit juga
dapat memberikan efek repellent dan antifeedant (pencegah) terhadap hama
gudang (Sitophilus zaemais).
Bawang Putih
Bawang putih atau garlic (Allium sativum Linn.) merupakan tanaman
rempah yang termasuk dalam familia Liliaceae dan telah dikenal sejak dulu. Umbi
bawang putih berlapis atau terdiii atas beberapa bagian yang disebut siung yang
bersusun, biasa dimanfaatkan untuk dikonsumsi (baik mentah maupun dimasak)
dan untuk tujuan pengobatan (Anonim 2008b).
Gambar 5 Bawang putih (Anonim 2008b)
Bawang putih mengandung enzim, minyak volatil, dan komponen lain.
Enzim yang terdapat dalam bawang putih yaitu allinase, peroksidase, myrosinase,
dan lain-lain (seperti katalase, superoksida dismutase, arginase, dan lipase).
Minyak volatil bawang putih berupa bahan yang mengandung sulfur, termasuk
alliin, dan bahan-bahan yang diproduksi secara enzimatis dari alliin termasuk
allicin (diallyl thiosulfinate), allylp,.opyl disulfide, diallyl disulfide, dan lain-lain.
Sedangkan komponen lain dalam bawang putih yaitu protein (contohnya glutamil
peptida), asam amino (antara lain arginin, glutamic acid, aspargic acid, metionin,
threonin), mineral, vitamin, lipid, dan prostaglandin (Barnes et al. 2002). Meiluiut
Nagpurkar (1998) bawang putih segar inengandung vitamin yaitu asam askorbat
sebanyak 30 mg/100 g dan vitamin E sebesar 9,4 pg/g, mineral yang terkandung
berupa selenium 0,014 mg/100 g dan chromium 0,05 mg/100 g, serta mengandung
saponin.
Loughry (2006), menyebutkan perkembangan penelitian terakhir
melaporkan bahwa komponen utama atau zat aktif bawang putih, yaitu allicin,
meiupakan senyawa yang berperan dalan~ kesehatan. Selain mengandung allicin,
bawang putih juga memiliki bahan yang mengandung sulfur yang sama reaktifnya
dengan kandungan sulfur pada antibiotik jenis sulfa. Allicin (ally1 2-propene
thiosulJinat) dan bahan yang mengandung sulfur lainnya terbentuk daxi alliin oleh
kerja enzim allinase ketika bawang putih dihancurkan atau dipotong-potong
(Barnes et al. 2002; Ross 2001).
Penelitian tentang bawang putih yang dilakukan Garlic Centre, Sussex
Selatan, Inggris, membuktikan aktivitas farmakologis allicin antara lain, sebagai
antikoagulan, antihipertensi, antimikrobial, antibiotik, antiparasitik, antimikotik,
antiviral, antitumor, antioksidan, anti-aging, antiplatelet, detoksifikasi logam
berat, iinunitas humoral (teimasuk produksi antibodi dan semua proses yang
menyertainya), hipolipidemia (menunmkan kadar lipid), dan imunomodulator
(Josling 2007).
Berdasarkan keterangan Barnes et al. (2002), aktivitas imunomodulator
yang telah diteliti pada hewan baik in vivo maupun in vitro membuktikan bahwa
bawang putih memiliki beberapa efek penguat imunitas, seperti menstimulasi
proliferasi limfosit dan fagositosis makrofag, menginduksi infiltrasi makrofag dan
limfosit ke dalam ttunor yang ditransplantasikan, dan menstimulasi pelepasan
interferon-y. Penelitian yang dilakukan secara in vitro menunjukkan bahwa bakteri
yang sensitif terhadap bawang putih termasuk spesies dari genus Staphylococcus,
Escherichia, Proteus, Salmonella, Providencia, Citrobacter, Klebsiella, Hafiia,
Aeromonas, Vibrio, dan Bacillus.
Berbagai kandungan zat kimia dalam bawang putih seperti arginin, asam
askorbat, dan selenium telah diteliti dan dilaporkan mampu meningkatkan
imunitas. Ada fakta yang kuat bahwa dalam situasi di lapang dan laboratorium,
perlakuan unggas dengan asam askorbat dapat menguatkan produktivitas, respon
imun, resistensi terhadap penyakit, dan tenttama kemampuan bertahan pada
kondisi stress (Zulkifli et al. 2000). Zulkifli et nl. (2000) melaporkan bahwa
indeks status stress dapat diketahui dengan menghitung rasio heterofil terhadap
limfosit (rasio WL). Berdasarkan penelitian yang dilakukan tersebut, penambahan
asam askorbat sebanyak 1.200 ppm14 liter (dalam bentuk L-ascorbic acid) air
minum ayam dapat mengurangi rasio H/L dan kortikosteron plasma akibat stress
karena proses panen dan transportasi. Arginin, asam amino yang ditemukan dalam
bawang putih juga banyak diteliti dan menunjukkan bahwa penambahan arginin
dalam pakan broiler komersial dapat meningkatkan imunitas dan resistensinya
terhadap penyakit (Kidd et al. 2001). Ramirez et al. (1997) dalam Kidd et al. 2001
lnenemukan bahwa anak ayam yang diberi arginin secara oral memiliki resistensi
terhadap invasi Salmonella enteritidis pada organ.
Zink (Zn)
Zn adalah salah satu mikro mineral (trace mineral) esensial yang telah
dikenal lebih dari 50 tahun. Sebagai mikro mineral, Zn hanya diperlukan dalam
jumlah mikrogram atau inikromiligram per hari dan ditemukan dalam jaringan
tubuh dalam konsentrasi yang rendah (Peny et al. 2004). Zn dapat ditemukan
pada setiap sel tubuh dan merupakan komponen dalam sistem enzim, yang
merupakan substansi yang diperlukan untuk reaksi biokimia (Anonim 2000).
Menurut Scanes (2004), Zn diperlukan untuk sintesa dan metabolisme
normal protein dan merupakan komponen dari insulin. Zn juga merupakan
mineral yang diperlukan pada seluruh stadium perkembangan unggas. Peny et al.
(2004) melaporkan kebutuhan Zn pada unggas adalah 60 mglkg pakan kering.
Secara urnurn, Zn berfungsi sebagai mikro mineral aktif yang bei~eran dalam
metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak sehingga defisiensi Zn akan
mengakibatkan kerusakan semua jalur metabolisme, pengaturan ekspresi gen, dan
pembelahan sel (Klasing 2006).
Defisiensi Zn mengakibatkan kerusakan proses fisiologis, antara lain
replikasi dan perhunbuhan sel, pertumbuhan bulu, tulang, fertilitas, immuno-
kompeten, dan keseimbangan elektrolit. Sedangkan pada anak ayam, defisiensi Zn
menyebabkan timbulnya masalah pada tulang, pertumbuhan bulu yang tidak baik,
anorexia, dan pertumbuhan yang lambat (retarded growth) (Ensminger 1992).
Penelitian yang dilakukan secara in vivo oleh Ibs dan Rink (2003), menunjukkan
bahwa penurunan kadar Zn dalam tubuh dapat mengganggu aktivitas sel natural
killer (NK) dan fagositosis oleh inakrofag dan netrofil, selain itu juga menurunkan
jumlah leukosit granulosit. Dampak defisiensi Zn terhadap imunitas spesifik
menyebabkan penurunan jumlah absolut limfosit B, meskipun perubahannya
hanya sedikit. Hal ini disebabkan oleh induksi apoptosis pada sel tersebut.
Defisiensi Zn bertanggung jawab terhadap terjadinya atropi timus, sehingga akan
meinpengaruhi diferensiasi sel T dan fungsinya dalam d a d perifer.
Menurut Klasing (2006), Zn merupakan mineral yang diserap melalui
difusi pasif di usus halus, terutama di duodenum. Penyerapan Zn dapat menjadi
berkurang karena intake pakan yang tinggi kadar asam phytat, kalsium, phosphor,
tembaga, kadmium, atau khromium. Zn yang terserap akan berikatan dengan
albumin sehingga siap ditransfer ke jaringan. Kelebihan Zn dalam tubuh akan
diekskresikan melalui pankreas dan empedu. Sedangkan pemberian pakan yang
tinggi kadar Zn akan meningkatkan kebutuhax terhadap selenium, zat besi, dan
tembaga.
Zi memiliki beberapa peran penting berhubungan dengan aktivasi sel,
ekspresi gen, sintesa protein dan apoptosis. Zn juga menentukan perkembangan
normal sel imun dan berperan penting dalam menjaga aktivitas sel imun, termasuk
neutrofil, monosit, makrofag, sel natural killer (NK), serta sel T dan sel B (Prasad
et al. 2007). Suplementasi Zn pada bayi dan anak-anak dapat mengurangi 25-30%
kejadian dan durasi diare akut dan kronis dan dapat mengurangi kejadian
pneumonia hingga 50% (Prasad et al. 2007). Penelitian yang dilakukan Karlsen et
al. (2003) mengenai kajian vaksin toxoid kolera bersamaan dengan pemberian
suplemen Zn secara oral, membuktikan bahwa Zn dapat menguatkan respon
antibakterial serum.
Gambar 6 Sediaan ZnO (Anonim 2008c)
Sumber Zn yang dapat diperoleh dari pakan biasanya berupa zink sulfat,
zink karbonat, zink oksida, atau zink yang membentuk kompleks dengan asam
amino (Klasing 2006). Zink oksida merupakan bahan kimia dengan rumus kimia
Zn0, memiliki bentuk powder atau serbuk berwarna putih. Bahan ini sedikit larut
atau hampir tidak larut sama sekali di dalam air, tetapi larut dala~n suasana asam
atau basa (Anonim 2008~).
Berdasarkan keterangan Ibs dan Rink (2003), dosis terapi yang optimal
untuk kondisi defisiensi Zn belum diketahui dengan jelas dan dosis farmakologis
Zn harus disesuaikan terhadap kebutuhan aktual untuk menghindari efek negatif
pada fungsi kekebalan tubuh. Suplementasi Zn dalam dosis tinggi dapat
memberikan efek samping dengan perubahan yang tejadi seperti efek yang
ditimbulkan apabila tubuh mengalami defisiensi Zn. Gejala keracunan Zn antara
lain anemia, pertumbuhan yang lambat, dan kehilangan berat badan pada unggas
dewasa (Klasing 2006).
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 hingga September 2007 di
kandang B Fakultas Petemakan Institut Pertanian Bogor. Pemeriksaan aktivitas
dan kapasitas fagositosis sel PMN dilak~kan di Laboratorium Patologi Klinik
Veteriner, sedangkan preparasi bakteri dan pembuatan preparat ulas darah
dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.
Materi Penelitian
Ayanl broiler
Penelitian ini menggunakan 100 ekor ayanl broiler strain Ross 1 Super
Jumbo 747 yang diproduksi oleh PT. Cibadak Indah Sari Farm Sukabumi berumur
satu hari (day old chick).
Bahan Pereaksi dan Peralatan
Bahan pereaksi yang digunakan adalah larutan Giemsa lo%, methanol,
NaCl fisiologis, alkohol, minyak emersi, xylol, biakan bakteri Escherichia coli,
spoit, tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas objek, mikropipet, cooling box,
inkubator, dan inikroskop.
Metode Penelitian
Pemeliharaan Ayain Broiler
Sebanyak seratus ekor ayam broiler berumur satu hari (day old chicldd.0.c)
dibagi secara acak ke dalam lima perlakuan pemberian pakan. Masing-masing
perlakuan terdiri atas empat ulangan, sehingga terdapat 20 kelompok percobaan
(masing-masing terdiri atas lima ekor d.0.c). Ayan broiler dipelihara selanla 6
minggu dalam kandang berukuran 1 m2 beralas sekam padi.
Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum. Kunyit dan bawang
putih diberikan dalam bentuk simplisia (serbuk). Kunyit dan bawang putih yang
digunakan diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro)
Bogor, yang telah berumur 9 bulan (kunyit) dan berumur 6 minggu (bawang
putih). Ayam broiler diberi vaksin ND (New Castle Disease) dan vaksin gunlboro.
Vaksin ND pertama diberikan pada umur empat hari melalui tetes mata, vaksin
gumboro saat ayam benunur sepuluh hari melalui air minum, dan vaksin ND
kedua diberikan pada ayam saat berumur 21 hari melalui mulut (dengan cekok).
Pakan yang digunakan adalah pakan standar dengan komposisi sesuai NRC
(1994) seperti tertera pada tabel I.
Tabel 1 Komposisi Pakan Penelitian
Bahan Makanan RO (%) 1 ( % R2 (%) R3 (%) R4(%)
Jagung 51 51 51 51 5 1
Dedak 3 3 3 3 3
Minyak 5 3 5 s 5 s 5,s 5 3
Tepung ikan 12 12 12 12 12
Bungkil kedelai 26,3 26,3 26,3 26,3 26,3
CaCO3 1 1 1 1 1
DCP 0,5 0,5 0,s 0,s 0,5
Premiks 0,s 0,5 0,s 0,s 0,s
Lysin 0,1 0, 1 0,1 0,1 6 1
Methionin 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Total 100 100 100 100 100
Kunyit 0 1,s 0 1 3 1,5
Bawang putih 0 2,s 2,5 0 2,s
ZnO 0 0 0,012 0,012 0,012
Keterangan : berdasarkan formula ransum standar NRC (1994)
Pakan yang telah disusun dicanlpur dengan serbuk kunyit, serbuk bawang
putih dan penambahan mineral Zn dalam bentuk ZnO, kemudiau dikelompokkan
sebagai berikut :
RO (Pakan basallkontrol) = jagung kuning, dedak, tepung ikan, bungkil kedelai,
CaC03, DCP, asam amino sintetik (Lysin, Metionin), premiks, minyak.
R1 = Pakan basal + serbuk bawang putih 2,5% + serbuk kuilyit 1,5%
R2 = Pakan basal + serbuk bawang putih 2,5% + ZnO 120 ppm
R3 = Pakan basal + serbuk kunyit 1,5% + ZnO 120 ppm
R4 = Pakan basal + serbuk bawang putih 2,5% + serbuk kunyit 1,5% + ZnO 120
PPnl
Pengambilail Darah
Pengambilan darah dilakukan ketika ayam broiler besumur 3 minggu dan
dilakukan pengambilan dasah kembali ketika berumur 6 minggu dari ayam yang
sehat secara Minis. Sebelum darah diambil, kapas yang mengandung alkohol70 %
dioleskan pada lokasi peilgambilan darah, yaihl pada vena axillasis dan
sekelilingnya. Darah diambil dengan menggunakan spoit * 3 cc, ditempatkan pada
tabung vacuum yang besisi allti koagulan EDTA (ethylen diamine tetra acetic) dail
diberi label nomor kelompok perlakusu~. Tabung vacuzcm kemudian disimpan
dalam cooling box dan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan uji aktivitas dan
kapasitas fagositosis.
Preparasi Bakteri E. coli
Bakteri E. coli yang diperoleh dari isolat E. coli laboratosiunl Bakteriologi
FKH IPB diinokulasikan ke dalam 10 ml Brain Heart Infusion (BHI), kemudian
diinkubasi dengan suhu 37' C selama 24 jam. Setelah itu biakan disentrifuse
selama 15 menit dengan kecepatan 5000 rpin hingga terbentuk pellet. Cairan
supeinatan dibuang lalu ditambalkan NaCl fisiologis sampai 10 ml dan
diselltrifilse kembali selama 15 menit dengan kecepatail 5000 rpm. Perlakuan
diulang hingga dua kali. Pellet ditambahkan NaCl fisiologis sebanyak 2 ml dan
disetarakan dengall lamtan Bas04 10% (620 nm) sehingga diasumsikan suspensi
inengandung bakteri dengan konsentsasi lo9 colony forming unitlml suspensi
(cfulml). Kenludian suspensi disimpan di dalam lelnasi es pada suhu 4' C dan siap
di p~akan.
Uji Tantang dan Pembuatan Preparat Ulas
Uji tantang dalam penelitian ini dilakukan secara in vitro (di luar tub&).
Darah dari tabuilg vacuum diambil sebanyak 1 pi ke dalam tabung reaksi steril
dengan menggunakan mikropipet, kemudian ditambahkan suspensi bakteri E. coli
sebanyak 1 111. Mulut tabung dih~tup dengan aluminium foil, kemudian campuran
dalam tabung dihomogenkan, setelah itu diinkubasi dalam inkubator pada suhu
3 7 ' ~ selama satu jam.
Setelah diinkubasi, calnpuran tersebut dihomogenkan kembali dan dibuat
preparat ulas. Preparat ulas menggunakan gelas obyek yang telah dibersilkan
menggunakan kapas yang diberi alkohol. Gelas objek diberi label yang tertulis
kode perlakuan dan waktu pengambilan darah (umur ayam, yaitu 3 minggu dan 6
minggu). Campuran darah dan suspensi bakteri diteteskan pada salah satu tepi
gelas objek sebanyak 1-2 tetes, kemudian gelas objek yang kedua ditempelkan
pada tepi tetesan campuran tersebut hingga campuran Inenyebar rata pada ujung
tepi gelas objek. Kernudian gelas objek kedua didorong dengan cepat pada
kerniringan * 30' hingga darah terulas ratapada gelas objek yang pertama. Setelah
hasil ulas kering, dilakukan fiksasi dengan dicelupkan ke dalan methanol selama
5 menit dan dikeringkan di udara. Kemudian dicelupkan dalam larutan giemsa
10% selama 30 menit lalu dibilas dengan air dan dikeringkan di udara.
Penghitungan Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis sel PMN
Preparat ulas diperiksa di bawah mikroskop menggunakan minyak emersi
dengan perbesaran objektif 100x. Aktivitas fagositosis diukur dengan menghitung
jumlah sel yang aktif melakukan fagositosis dari seratus jumlah sel PMN yang
diamati secara acak pada preparat ulas dan dikalikan seratus persen. Kapasitas
fagositosis diperoleh dengan menghitung jumlah bakteri yang dapat difagosit oleh
50 sel PMN yang aktif.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah nilai aktivitas dan
kapasitas fagositosis PMN berdasarkan perbedaan kombinasi kunyit, bawang
putih, dan Zink dalan pakan dan membandingkannya berdasarkan perbedaan
umur ayam (3 minggu dan 6 minggu).
Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL),
analisis varians (ANOVA, a = 0.05) dilanjutkan dengan uji Duncan serta
dilakukan pengujian dengan T-test berpasangan (a = 0.05).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas Fagositosis Sel PMN Ayam Broiler
Aktivitas fagositosis diperoleh dengan menghitung jumlah sel PMN yang
aktif memfagosit bakteri dari 100 sel PMN dan dikalikan 100%. Hasil
pengamatan aktivitas fagositosis (%) sel PMN ayam broiler yang dilakukan pada
umur 3 minggu dan 6 ~ninggu ditampilkan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Aktivitas fagositosis sel PMN ayam broiler umur 3 minggu dan 6 minggu
Kelompok perlakuan Aktivitas fagositosis (%)
Umur 3 minggu umur 6 minggu
RO 77.00 * 13.44" 66.33 * 4.51"
R1 87.67 3.30" 71.00 * 13.12"
R2 83.00 * 10.20" 71.67* 11.93"
R3 86.33 * 6.13= 83.00 5 4.58"
R4 87.33 5 1.25" 76.33 * 15.31"
Keterangan :
Superscript yang sama pada kolom (a) dan baris (x,y) yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata (P>0.05). RO (pakan kontrol); RI (Pakan basal + serbuk bawang putih 2,5% + serbuk kunyit
1,5%); R2 (Pakan basal 4- serbuk bawang putih 2,5% + ZnO 120 ppm); R3 (Pakan basal + serbuk
kunyit 1,5% + ZnO 120 ppm); R4 (Pakan basal + serbuk bawang putih 2,5% + serbuk kunyit 1,5%
+ ZnO 120 ppm)
Aktivitas fagositosis sel PMN ayam broiler tidak berbeda nyata antar
kelo~npok perlakuan pakan dan antar tunur ayam (P>0.05). Aktivitas fagositosis
pada urnur 3 minggu kelompok kontrol (RO) sekitar 77.00 * 13.44% sedangkan
pada kelo~npok perlakuan (Rl, R2, R3, dan R4) aktivitas fagositosisnya berkisar
antara 72.8% hingga 93.2%. Di antara perlakuan tersebut, nilai aktivitas
fagositosis yang cenderung lebih tinggi ditunjukkan ole11 kelompok perlakuan
dengan penanlbahan bawang putill dan kunyit (RI). Ketika ayam berumur 6
minggu, kelompok perlakuan pakan dengan penambahan kunyit dan ZnO (R3)
memiliki aktivitas fagositosis yang cenderung lebih baik (83.00 5 4.58%).
Aktivitas fagositosis pada kelo~npok kontrol (RO) menunjukkan ~lilai yang
ce~~derung lebih rendah (66.33 * 4.51%) dibandingkan dengan seluruh perlakuan.
Hasil penganatan memperlihatkan bahwa kombinasi antara kunyit, bawang putib
dan Zn (Rl, R2, R3, R4) cenderung me~nperlibatkan aktivitas fagositosis yang
lebih tinggi dibanding kontrol, walaupun tidak berbeda secara signifikan (P>0.05).
Sampel darah ayam broiler urnur 3 minggu menunjukkan aktivitas
fagositosis yang lebih tinggi dibandingkan pada saat berumur 6 minggu. Aktivitas
fagositosis sel PMN pada seluruh kelompok perlakuan ini mengalami p e n ma n
saat berumur 6 minggu secara tidak signifkan (P>0.05).
Perbedaan aktivitas fagositosis ini dapat disebabkan oleh faktor tunu
ayam yang mempengaruhi tingkat stress sewaktu dipanen. Menurut Zulkifli et al.
(2000) ayam yang berumur 42 hari akan lebih mudah mengalami stress
d i b d i k a n dengan ayam umur 21 hari. Penyebab terjadinya stress antara lain
tidak tersedianya pakan dan air minunl, gangguan sosial, keramaian, kepadatan
berlebihan, gerakan, getaran, dan perubahan suhu yang ekstrim (Zulkifli et al.
2000). Kondisi stress akan memicu pelepasan ACTH dari hipofise anterior secara
signifikan, menyebabkan peningkatan sekresi kortisol dari kelenjar adrenal.
Peningkatan kortisol dalam tubuh akan menurunkan migrasi leukosit menuju
daerah yang mengalami peradangan dan menurunkan fagositosis. Selain itu
kortisol juga menekan sistem imunitas melalui penghambatan produksi eosinofil
dan limfosit, terutama limfosit T (Guyton & Hall 1996). Harmon (1998)
menyatakan bahwa pemberian preparat kortikosteroid kepada ayam akan
menyebabkan limfopenia dan peningkatan jumlah heterofil dalam sirkulasi.
Heterofilia yang disebabkan oleh respon terhadap kortikosteroid ini disebut
dengan heterofilia stress (Duncan & Prasse 1979). Menurut Millet et al. (2007)
terdapat korelasi antara kondisi stress yang dialami b u g saat penangkapan dan
penanganan terhadap kemampuan bakterisidal oleh leukosit. Berkurangnya
kemampuan leukosit dalam membunuh bakteri saat hewan mengalami stress ini
dapat disebabkan oleh berkurangnya kemampuan fagositosis sel PMN. Vaksinasi
New Castle Disease 0) yang dilakukan sebelum pengambilan darah pada umur
3 minggu juga dapat menimbulkan stress pada ayam. Vaksinasi merupakan salah
satu penyebab stress yang umum terjadi pada ayam broiler (Rosales 1994).
Berdasarkan hasil pemeriksaan diferensial leukosit, terjadi kondisi heterofilia pada
ayam broiler berumur 3 minggu dan 6 minggu (Harahap 2008).
Menurut Duncan dan Prasse (1979), selain respon stress, heterofilia dapat
disebabkan oleh faktor epinefrin dan respon peradangan. Heterofilia yang
diinduksi oleh epinefrin (heterofilia fisiologis atau pseudoheterofilia) disebabkan
oleh pergerakan heterofil dari pool marginal ke pool sirkulasi tanpa disertai
pergerakan dari sumsum tulang sehingga tidak dijumpai heterofil muda dalam
darah. Respon ini bersifat sementara dan bertahan selama 20-30 menit setelah
pelepasan epinefrin. Respon ini muncul sebagai akibat ketakutan, gerakan badan
dan respon yang berlebihan, penanganan yang kasar, lingkungan yang asing,
takikardia, hipertensi, seizure, dan prosespartus. Heterofilia yang disebabkan oleh
epineliin banyak terjadi pada hewan muda (Meyer & Harvey 2004).
Heterofilia juga timbul sebagai respon tubuh akibat peradangan seperti
infeksi bakteri, virus, fungi, parasit, nekrosa, benda asing, dan endotoksin.
Tingginya jumlah heterofil ini disertai dengan adanya heterofil muda dalam
sirkulasi (Duncan & Prasse 1979).
Rata-rata aktivitas fagositosis sel PMN ayam broiler setiap perlakuan
pakan tanpa memperhatikan umur berkisar antara 64.13% hingga 91.12%. Nilai
rata-rata aktivitas fagositosis kelompok kontrol (71.67 i 7.54%) cenderung lebih
rendah dibandingkan dengan kelompok R1 (79.33 i 11.79%), R2 (77.33 i
8.01%), R3 (84.67 i 2.36%), maupun R4 (81.83 i 7.78%). Rataan aktivitas
fagositosis setiap perlakuan pakan ditampilkan pada Gambar 7.
RO R1 R2 R3 R4
kelompok perlakuan
Gambar 7 Nilai rataan aktivitas fagositosis sel PMN
Nilai rata-rata aktivitas fagositosis yang cendemg lebih tu~ggi di antara
seluruh perlakuan ditunjukkan pada kelompok dengan penambahan serbuk kunyit
1,596 dan ZnO 120 ppm (R3). Nilai rataan aktivitas fagositosis perlakuan R3 ini
lebih tinggi daripada aktivitas fagositosis kelompok kontrol dengan persentase
sebesar 15.35%.
Penambahan kunyit dalam pakan mampu membantu meningkatkan
kemampuan fagositosis karena adanya efek antimikroba pada kunyit. Hal ini
dibuktikan pada penelitian Ismunanto (2005) yang meneliti pengaruh perendaman
karkas ayam broiler dengan larutan kunyit. Perendaman tersebut berpengamh
nyata terhadap p e n ma n bakteri koliform dibandingkan perlakuan kontrol. Hal
ini disebabkan oleh kandungan pigmen kurkuminoid kunyit yang merupakan
senyawa fenolik yang bersifat bakterisidal. Senyawa fenolik tersebut dapat
melisiskan mikroba, menginduksi kebocoran metabolit esensial yang dibutuhkan
mikroba, mentsak permeabilitas sel, dan merusak sistem kerja enzim (Pridle &
Wright 1971 dalam Ismunanto 2005). Ibs dan Rink (2003) menyatakan bahwa Zn
yang diberikan secara in vitro sebanyak 500 pmoUL dapat menginduksi neutrofil
dan aktivitas kemotaktik leukosit polimorfonuklear secara langsung.
Kapasitas Fagositosis Sel PMN Ayam Broiler
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan kapasitas fagositosis sel PMN
ayam broiler berumur 3 minggu dm1 6 minggu. Kapasitas fagositosis merupakan
kemampuan 50 sel PMN dalam fagositosis bakteri. Hasil pengamatan kapasitas
fagositosis ditampilkan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Kapasitas fagositosis sel PMN ayam broiler umur 3 minggu dan 6 minggu
Kelompok perlakuan Kapasitas fagositosis (bakteril50 sel)
Umur 3 minggu Umur 6 minggu
RO 284.67 * 45.55" 361.33 * 23.67ay
R1 313.33 * 47.44% 390.67 % 93.22"
R2 351.33 * 27.68" 385.00* 39.69"
R3 261.67 83.67% 378.67 % 85.69%
R4 258.33 * 26.50m 348.33 * 21.94"
Keterangan :
Superscript yang sama pada kolom (a) dm baris (x,y) yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata (P>0.05). RO @&an konhol); R1 (Pakan basal + serbuk bawang putih 2,5% + serbuk kunyit
1,5%); R2 (Pakan basal + serbuk bawang putih 2,5% + ZnO 120 ppm); R3 (Pakan basal + serbuk
kunyit 1,5% + ZnO 120 ppm); R4 (Pakan basal + serbuk bawnng put31 2,594 + serbuk Avnyit 1,5%
+ ZnO 120 ppm)
Kapasitas fagositosis antar kelonlpok perlakuan pakan pada ayam broiler
berumur 3 minggu dan 6 minggu tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan
(P>0.05). Pada saat ayam berumur 3 minggu, kapasitas fagositosis kelompok
kontrol (RO) adalah 284.67 * 45.55 bakteril50 sel. Kapasitas fagositosis pada
kelompok perlakuan (Rl, R2, R3, R4) memiliki nilai kisaran sebesar 178 sampai
379.01 bakterif50 sel. Di antara s e l d perlakuan tersebut, kapasitas fagositosis
umur 3 minggu cenderung lebih baik ditunjukkan oleh perlakuan pakan dengan
penambahan bawang putih dan ZnO (R2). Penambahan kunyit dan ZnO (R3) dan
kombinasi ketiganya (R4) menunjukkan kapasitas fagositosis yang cenderung
lebih rendah dibanding kelompok kontrol. Nilai kapasitas fagositosis sel PMN
ayam broiler berumur 6 minggu berkisar antara 292.98 sampai 483.89 bakteril50
sel. Kapasitas fagositosis umur 6 minggu pada kelompok dengan penambahan
bawang putih dan kunyit (Rl) cenderung lebih baik dari kelompok perlakuan
lainnya. Kapasitas fagositosis pada kelompok yang ditambah kunyit, bawang
putih, dan ZnO (R4) cenderung lebih rendah daripada kelompok kontrol yang
memiliki kapasitas fagositosis sebesar 361.33 * 23.67 bakteril50 sel.
Kapasitas fagositosis ayam broiler umur 6 minggu menunjukkan
peningkatan dari umur 3 minggu. Kelompok kontrol menunjukkan peningkatan
kapasitas fagositosis yang signifikan (P<0.05) sementara kapasitas fagositosis
kelompok perlakuan (R1, R2, R3, R4) menunjukkan peningkatan yang tidak
signifikan (P20.05). Peningkatan kapasitas fagositosis yang signifikan pada
kelompok kontrol menunjukkan bahwa pertambahan umur ayam mampu
me mp e n g d peningkatan kemampuan fagositosis sel PMN.
Rendahnya kapasitas fagositosis pada umur 3 minggu disebabkan oleh
belum matangnya sistem kekebaian hewan muda secara fungsional, sehingga sel
PMN belum dapat berfungsi secara optimal dalam fagositosis bakteri. Menurut
Lowenthal et al. (1994), kurang matangnya sistem kekebalan ayan pada 1-2
minggu awal setelah menetas dapat disebabkan oleh kurangnya jumlah sel matang
yang fungsional atau karena adanya supresi terhadap sel fungsional tersebut.
Apabila pada periode ini tidak diantisipasi, maka akan menyebabkan kekerdilan
pada ayam atau bahkan mengalami kematian sehingga menurunkan produktivitas.
Tingkat kerentanan terhadap penyakit ini akan menurun dengan bertambahnya
umur ayam. Tizard (2004) menyatakan bahwa ayam memiliki kekebalan pasif
berupa antibodi maternal yang akan bertahan hingga umur 10-20 hari setelah
menetas dan mengalami p e n ma n secara bertahap. Menurut Ask et al. (2006)
antibodi maternal tidak mempengaruhi tingkat kerentanan individu terhadap
kolibasilosis, tingkat kerentanan ini justru berasosiasi dengan perubahan hormon
tiroid dalam ha1 metabolisme tubuh atau dengan respon antibodi spesifik terhadap
E. coli pada tiap individu.
Selain pengaruh antibodi maternal terhadap status kekebalan, perbedaan
imunitas pada umur muda dan dewasa dapat disebabkan oleh adanya tingkat
perubahan fisiologis tubuh sesuai dengan tingkat umur. Menurut Agar (2003),
tingkat pertumbuhan dibagi menjadi empat tingkat yaitu fase tumbuh
(youtWgvowth), fase remaja Quvenile/adolescent), fase dewasa (adult), dan fase
tua (post-maturiiy/geriatric). Hewan muda memerlukan protein dan kalsium yang
lebih tinggi untuk membantu proses pertumbuhan sedangkan pada hewan dewasa
kebutuhan aka1 protein dan kalsium relatif lebih rendah meskipun keduanya
memerlukan energi yang relatif sama (Scanes 2004). Pemberian pakan pada fase
dewasa tidak begitu berpengaruh dibandingkan dengan fase muda. Hal ini
disebabkan oleh kestabilan status fisiologis hewan dewasa. Sehingga apabila
hewan muda diberi pakan yang h a n g berkualitas maka akan menyebabkan
perkembangan tulang dan otot yang kurang optimal, pertumbuhan terganggu, dan
gangguan imunitas.
Rata-rata nilai kapasitas fagositosis sel PMN ayam broiler tanpa
memperhatikan umur berkisar antara 237.44 hingga 406.68 bakteril50 sel. Nilai
rata-rata kapasitas fagositosis kelompok kontrol (323 5 54.21 bakterif50 sel)
cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kelompok R1 (352 5 54.68
bakteril50 sel) dan R2 (368.17 5 23.81 bakteri150 sel) tetapi cenderung lebih
tinggi dibandingkan kelolnpok R3 (320.17 it 82.73 bakteril50 sel) dan R4 (303.33
1 63.64 bakter250 sel). Nilai rata-rata kapasitas fagositosis setiap perlakuan pakan
tanpa memperhatikan umur ditampilkan pada Gambar 8.
RO R 1 R2 R3 R4
kelompok perlakuan
Gambar 8 Nilai rataan kapasitas fagositosis sel PMN
Kapasitas fagositosis yang cenderung lebih tinggi di antara seluruh
kelompok ditunjukkan oleh perlakuan dengan penambahan bawang putih 2.5%
dan ZnO 120 ppm (R2). Rata-rata nilai kapasitas fagositosis kelompok R2 ini
(368.17 * 23.81 bakteril50 sel) lebih tinggi dari kelompok kontrol (323 i 54.21
bakteril50 sel). Penambahan kunyit 1.5%, bawang putih 2.5%, dan ZnO 120 ppm
(R4) memperlihatkan kapasitas fagositosis yang cenderung lebih rendah di antara
seluruh perlakuan yaitu sebesar 303.33 i 63.64 bakted50 sel.
Penambahan bawang putih ke dalam pakan dapat meningkatkan imunitas
ayam pedaging. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Suharti
(2004), yang menlbuktikan bahwa serbuk bawang putih yang ditambahkan dalam
pakan sebesar 2.5% dapat menurunkan koloni bakteri S. typhimurium dan
meningkatkan kadar y-globulin.
Suplementasi Zn terbukti dapat meningkatkan kapasitas fagositosis.
Kapasitas fagositosis yang diarnati pada kambing peranakan etawah pada periode
sekitar partus yang diberi Zn menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada
kelompok kontrol (Widhyari 2005). Peningkatan ini disebabkan oleh kemampuan
Zn dalam membantu meningkatkan produksi sitokin, interleukin (IL)-1, dan IL-2.
Sitokin berfungsi sebagai modulator dalam sistem imun dan keberadaan Zn dapat
mempengaruhi sistem ini. Selain mempengaruhi kerja sitokin, Zn juga dapat
menginduksi neutrofil dan menginduksi aktivitas kemotaktik leukosit
polimorfonuklear secara langsung (Ibs & Rink 2003).
Gambaran sel PMN yang sedang memfagosit dan tidak memfagosit
bakteri E. coli ditampilkan pada Garnbar 9 dan 10.
Gambar 9 Sel PMN yang tidak memfagosit bakteri E. coli
berbesaran objektif 100x)
Gambar 10 Sel PMN yang sedang memfagosit bakteri E. coli
(perbesaran objektif 100x)
Dalam penelitian ini penambahan kunyit, bawang putih, dan Zn belum
dapat meningkatkan aktivitas dan kapasitas fagositosis sel PMN ayam broiler
secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh adanya kemun&nan penurunan
efektivitas serbuk kunyit, bawang putih, dan ZnO apabila diberikan secara
bersamaan ataupun karena pemberian secara oral bersama pakan. Menurut
Nagpurkar et al. (1998), konsumsi serbuk bawang putih yang tidak dilapisi (non
enteric-coated) menyebabkan alliin diubah menjadi allicin dalam lambung.
Perubalian ini terjadi pada kondisi keasaman lambung (pH) yang berada di atas 1-
3, jika tidak rnencapai pH tersebut maka enzim alliinase menjadi inaktif sehingga
fungsi bawang putih menjadi kurang efektif. Senyawa pelapis ini mampu
melindungi sediaan dari keasaman lambung sehingga sediaan akan diabsorbsi
secara maksimal di usus halus. Contoh senyawa pelapis ini antara lain asam
lemak, senyawa lilin (wax), shellac (resin), dan plastik (polimer) (Anonim 2008e).
Faktor hormonal juga dapat mempengaruhi fimgsi Zn. Zink yang diberikan
bersamaan dengan kondisi imunosupresi atau pemberian preparat kortikosteroid
akan menyebabkan efek persaingan dalam sistem imunitas sehingga efek Zn yang
diharapkan tidak mencapai maksimal. Pemberian Zn dan herbal yang berfungsi
sebagai imunostimulan hams dihindari pada pasien dengan gangguan
autoimunitas (autoimmune disorders) atau pasien yang menjalani terapi
imunosupresi (Miller 1998).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Aktivitas fagositosis sel polimorfonuklear (PMN) ayam broiler pada umur
3 minggu berkisar antara 63.56% sampai 93.2% dan umur 6 minggu berkisar
antara 57.88% sampai 91.64%. Kelompok dengan penanlbahan kunyit 1.5% dan
ZnO 120 ppm memiliki nilai rata-rata aktivitas fagositosis yang lebih baik dari
seluruh perlakuan.
Kapasitas fagositosis sel PMN ayam broiler umur 3 minggu memiliki
kisaran antara 178 bakteri150 sel sampai 379.01 bakterU50 sel dan umur 6 minggu
berkisar antara 292.98 bakteriR0 sel sampai 483.89 bakteril50 sel. Kelompok
dengan penambahan bawang putih 2.5% dan ZnO 120 ppm memiliki nilai rata-
rata kapasitas fagositosis yang lebih baik dari seluruh perlakuan.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan uji tantang menggunakan E. coli
untuk memperoleh aktivitas dan kapasitas fagositosis secara in vivo.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan nlengenai nilai aktivitas dan kapasitas
fagositosis dalam periode waktu dengan jarak antar pengamatan yang lebih
singkat.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Pedaging. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Agar S. 2003. Small Animal Nutrition. Edinburgh: Butterworth-Heinemann,
Amrullah IK. 2004. Nuhisi Ayam Broiler cetakan 11. Bogor: Lembaga Satu
Gunungbudi.
[Anonim]. 2000. Zinc. HealthLink Medical College of Winconsin.
http://healtl~link.mcw.ed111article/96341519O.html [27 Februari 20081.
[Anonim]. 2007a. Bawang Putih, Alternatif Suplemen Antimikroba Ayam
Pedaging. http:ilwww.poul~yindonesia.com.html[13 November 20071.
[Anonim]. 2007b. Ayam. http://id.wikipedia.org/wiki/Ayam.html [22 Agustus
20071.
[Anonim]. 2007c. Escherichia coli. http://en.www.wikipedia.org/wiki/Escheriia
coli.htm1 [22 Agustus 20071.
, [Anonim]. 2007d. Kunyit. http:Nen.www.wikipedia.org/wikilKunyit.html [22
Agustus 20071.
[Anonim]. 2008a. Broiler. http://en.www.wikipedia.org/wiWBroiler.html [24
Februari 20081.
[Anonim]. 2008b. Garlic. http://en.www.wikipedia.orglwiki/Garlic.html [I 1
Februari 20081.
[Anonim]. 2008c. Zinc Oxide. http:/ien.www.wikipedia.org/wiWZinc_oxide.
html [I 1 Febiuari 20081.
[Anonim]. 2008d. Phagocytosis. http://www.courses.washington.edu/physeng/
blood cells/neutrophilfc [3 Agustus 20081.
[Anonim]. 2008e. Enteric coating. http:i/en.www.wikipedia.orglwiki/enteric
coating 119 September 20081.
-
Ask B, Decuypere E, van der Waaij EH. 2006. Role of thyroid hormones,
maternal antibodies, and antibody response in the susceptibility to
colibacillosis of broiler genotypes. Poul Sci 85:2141-2148.
http://www.ps.fass.org/cgi/2141.pdf [3 Juli 20081.
Barnes J, Anderson LA, Phillipson JD. 2002. Herbal Medicines, a Guide for
Healthcare Pro&ssionals. Ed ke-2. London: Pharmaceutical Pr.
Black JG. 2005. Microbiology, Principles and Explorations. Ed ke-6. USA: J
Wiley.
Campbell TW. 1995. Avian Hematology and Cytology. Ed ke-2. Iowa: Iowa State
Univ Pr.
Carter GR, Wise DJ. 2004. Essentials of Veterinary Bacteriology and Mycology.
Ed ke-6. Iowa: Iowa State Pr.
Duncan JR, Prasse KW. 1979. Veterinary Laboratory Medicine, Clinical
Pathology. Iowa: Iowa State Univ Pr.
Ensminger M.E. 1992. Poultry Science. Ed ke-3. USA: Interstate Publishers.
Fadilah R, Polana A. 2004. Aneka Penyakit Ayam dun Cara Mengatasinya.
Jakarta: Agromedia Pustaka.
Guyton AC, Hall JE. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Hewan. Edisi ke-9.
Setiawan I, Tengadi LMAKA, Santoso A, penejemah; Jakarta: EGC.
Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology 91h ed.
Harahap ZH. 2008. Gambaran leukosit darah ayam broiler yang diberi pakan
dengan suplementasi serbuk bawang putih, serbuk kunyit, dan ZnO
[skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Harmon BG. 1998. Avian heterophils in inflammation and disease resistence.
Poult Sci 77:972-977. http://www.ps.fass.oIrg/cgi 1972.pdf [3 Juli 20081.
Ibs KH, Rink L. 2003. Zinc-altered immune function. JNutr 133:1452s-1456s.
http://jn.nutrition.org/cgi/l452s.pdf [I5 Juli 20081.
c Ilsley SE, Miller HM, Kame1 C. 2005. Effects of dietary quillaja saponin and
curcumin on the verformance and immune status of weaned piglets. J
Anim Sci 83:82-88. http//jas.fass.org/cgi/content/fu1ll/83/1/82 [i l- Maret
20081.
Ismunanto I. 2005. Pengaruh konsentrasi larutan kunyit (Curcuma domestica)
yang berbeda terhadap perubahan fisik dan daya simpan karkas ayam
broiler secara mikrobiologis [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Petemakan, Fakultas Petemakan, Institut Pertanian Bogor.
Josling P. 2007. Allicin is the key component fiom garlic. http://www.garlic.
mistral.co.uk/Allicin.htm [27 Februari 20081.
Karlsen TH et al. 2003. Intestinal and systemic immune responses to an oral
cholera toxoid B subunit whole-cell vaccine administered during zinc
supplementation. Infection Immunity 71(7):3909-3913. http://iai.asm.
org/cgi/content/full/71/7/3909 [27 Februari 20081.
Kidd MT, Peebles ED, Whitmarsh SK, Yeatman JB, Wideman RF. 2001. Growth
and immunity of broiler chicks as affected by dietary arginine. Poult Sci
80: 1535-1 542. http://www.ps.fass.org/cgi/l535.pdf [3 Juli 20081.
Klasing KC. 2006. Comparative Avian Nutrition. United Kingdom: CAB
International.
Knobl T et al. 2006. Some adhesins of avian pathogenic Escherichia coli (APEC)
isolated from septicemic poultry in brazil. Br J Microbiol 37:379-384.
http:Nwww.scielo.br/pdf/bjm [27 Februari 20081.
Kunkel D. 2007. E. coli Bacterium. http://www.astrographics.com/scienceand
tech.html [5 September 20071.
Loughry L. 2006. Allicin - "Beyond Immunity". http://www.astrologyzine.coml
allicin-beyond-immunity.shtml[27 Februari 20081.
Lowenthal JW, Connick TE, McWaters PG, York JJ. 1994. Development of T cell
immune responsiveness in the chicken. Immunol Cell Biol 72:115-122.
http://www.nature.com/icb/journal.pdf [3 Juli 20081.
Mellata M et al. 2002. Role of avian pathogenic Escherichia coli virulence
factors in bacterial interaction with chicken heterophils and macrophages.
Infection I~nmunity. 71(1): 494-503. http://iai.asm.org/cgi/content/full/
71/1/494 [27 Februari 20081.
Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine, Interpretation and
Diagnosis. Edisi ke-3. USA: Saunders.
Miller LG. 1998. Herbal medicinals, selected clinical considerations focusing on
known or potential drug-herb interactions. Arch Intern Med 158:2200-
221 1. http:Narcinte.ama-assn.org/cgi/2200.pdf [17 Agustus 20081.
Millet S, Bennet J, Lee KA, Hau M, Klasing KC. 2007. Quantifying and
comparing constitutive immunity across avian species. J Dev Comp
Immunol3 1: 188-201. http://www.princeton.edn.pdf [1 1 Februari 20081.
Nagpurkar A, Peschell J, I-Iolub BJ. 1998. Garlic Constituent and Disease Pre-
vention. Di dalam: Mazza G, Oomah BD, editor. Herbs, Botanicaf, and
Teas. USA. CRC Pr. hlm. 3.
Nogroho E. 1989. Penyakit Ayam di Indonesia, jilid 111. Semarang: Eka Offset.
Peny TW, Cullison AE, Lowrey RS. 2004. Feeds and Feeding. Ed ke-6. New
Jersey: Prentice Hall.
Prasad et al. 2007. Zinc supplementation decreases incidence of infections in the
elder1y:effect of zinc on generation of cytokines and oxidative stress. Am
JClin Nutr 85:837-844. http://www.ajcn.org/cgi/837.pdf [15 Juli 20081.
Rahmat R. 1994. Kunyit. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Rasyaf. 2002. BeternakAyanz Pedaging. Edisi ke-22. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rosales AG. 1994. Managing stress in broiler breeders : a review. J Appl Poult
Res 3:199-207. http://japr.fass.org/cgi/l99.pdf [17 Agustus 20081.
Ross ZM, O'Gara EA, Hill DJ, Sleightholme HV, Maslin DJ. 2001. Antimicrobial
properties of garlic oil against human enteric bacteria: evaluation of
methodologies and comparisons with garlic oil sulfides and garlic
powder. Appl Environ Microbiol 67(1):475480. http://www.pubmed
central.nih.gov/articlerender [27 Februari 20081.
Scanes CG, Brant G, Ensminger ME. 2004. Poultry Science. Ed ke-4. New Jersey:
Pearson Prentice Hall.
Schouleur MM el al. 2007. Extra-intestinal pathogenic Escherichiu coli of avian
and human origin: link between phylogenetic relationship and common
virulence patterns. J Clin Microbiol 37:l-35. http://www.jsm.asm.org/
cgi/reprint/JCM.00037-07vl .pdf [27 Februari 20081.
Stedman NL, Brown TP, Brooks RL, Bounous DI. 2001. Heterophil function and
resistance to staphylococcal challenge in broiler chickens naturally
infected with avian leukosis virus subgroup J. Vet Pathol 38519-527.
http://www.vetpatl~ology.orglcgi/contentl8/5/5 19 [l 1 Maret 20081.
Stehling EG, Campos TA, Ferreira A, Silveira WD. 2003. Adhesion and invasion
characteristics of a septicaemic avian Eschevichia coli strain are plasmid
mediated. Int J App Res Vet Med 1:l-10. http://www.jarvm.
comlarticlesNollIssl/STEHLJ VM.htm [27 Februari 20081.
Suharti S. 2004. Kajian antibakteri temulawak, jahe, bawang putih terhadap
bakteri Salmonella typhimurium serta pengaruh bawang putih terhadap
performans dan respon imun ayam pedaging [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Tizard IR. 1987. Pengantar Imunologi Veteriner. Surabaya: Airlangga Univ Pr.
----------- . 2004. Veterinary Immunology, an Inhoduction. Ed ke-7. USA:
Saunders.
Widhyari SD. 2005. Patofisiologi sekitar partus pada kambing peranakan etawah:
kajian peran suplementasi zincum terhadap respon imunitas dan
produktivitas [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Woodward A. 2008. Chicken. http://www.answers.com/topic/chicken?cat=heaith.
[11 Februari 20081.
Zulkifli I, Norma MTC, Chong CH, Loh TC. 2000. Heterophil to limphocyte ratio
and tonic immobility reactions to preslaugl~ter handle in broiler chickens
treated with ascorbic acid. J Poult Sci 79:402-406. http:/lwww.
ps.fass.orglcgi/402.pdf. [3 Juli 20081.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis data hasil pemeriksaan alctivitas fagositosis sel
polimorfonuklear ayam broiler umur 3 dan 6 minggu
Descriptives
RI
R2
R3
R4
Total
Model Fixed
Effects
Random
Effects
Mg6 RO
R1
RZ
R3
R4
Total
Model Fixed
Effects
Random
Effects
a Warning: Between
95% c
Error
Lower
for Mean Max.
Upper
Bound
117.8941 58.00 87.00
97.7062 84.00 92.00
114.0269 73.00 97.00
104.9782 79.00 94.00
91.1279 86.00 89.00
89.4846 58.00 97.00
90.0312
91.4497
(a)
77.5349 62.00 71.00
103.5792 57.00 83.00
101.3033 62.00 85.00
, 94.3837 78.00 87.00
114.3604 59.00 88.00
79.6920 57.00 88.00
79.9161
I
2.82056 65.8355 81.4978
omponent variance is negstivc. It was replaced by 0.0 in computing this random
Betweer
Comp. V
-
effects measure.
minggu3 Between Groups
Within Groups
Total
minggu6 Between Groups
Within Gmups
Total
Sum of
238.933
1004.000
1242.933
477.333
1180.000
1657.333
Mean Square
59.733
100.400
119.333
118.000
df
4
10
14
4
10
14
F
,595
1.01 1
Sig.
,674
.446
Post Hoc Tests - Homogeneous Subsets
minggu3
Duncan
perlakuan
77.0000
83.0000
86.3333
R4 87.3333
R1 87.6667
Sig. .257
Means for groups in homogeneous subsets are
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Subset for
alpha= .Of
perlakuan
66.3333
71.0000
71.6667
R4 76.3333
R3 3 83.0000
Sig. ,115
Means for groups in homogenwus subsets are diilayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Lampiran 2 Analisis data hasil pemeriksaan kapasitas fagositosis sel
polimorfonuklear ayam broiler umur 3 dan 6 minggu
Descriptives
I I 95% Confidence
Mean
284.6667
313.3333
351.3333
261.6667
258.3333
293.8667
361.3333
390.6667
385.0000
378.6667
348.3333
372.8000
iponent vatit
Mg3 RO
R1
R2
R3
R4
Total
Model Fixed
Effects
Randm
Effects
Mg6 RO
R1
R2
R3
R4
Total
Model Fixed
Effects
Randm
Effects
a Warning: Betweeria
I I ~o we r I upper
3
3
3
3
3
I5
3
3
3
3
3
15
I Bound I ~ o A d
45.54485 1 26.29533 1 171.5270 1 397.8063
(a) I (a) 1 (a)
Ice is negative. It was replaced by 0.0 in computing th
Comp.
Vatianc
935.077'
random
effects measure.
Behveen Groups
Within Groups
Total
minggu6 Between Groups
Within Groups
Total
Sum of
Squares
18196.400
25587.333
43783.733
3697.733
37296.667
40994.400
df
4
10
14
4
10
14
Mean Square
4549.100
2558.733
924.433
3729.667
F
1.778
.248
Sig.
,210
,904
Post Hoc Tests -Homogeneous Subsets
Duncan
Subset for
alpha = .05
284.6667
313.3333
351.3333
Sig. ,065
Means for gmups in homogeneous subsets I
ire displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
minggu6
Duncan
Subset for
alpha = .05
perlakuan
378.6667
R2 385.0000
390.6667
Sig. ,451
Means for groups in homogeneous subsets r
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.0(
ue displayed.
lo.
Lampiran 3 Analisis data hasil pemeriksaan aktivitas dan kapasitas fagositosis sel
polimorfonuklear ayam broiler (tanpa memperhatikan umur)
Aktivitas Fagositosis
Paired T-Test and CI: R03; R06
Paired T for R03 - R06
N Mean StDev SE Mean
R03 3 77,0000 16,4621 9,5044
R06 3 66,3333 4,5092 2,6034
Djfference 3 10,6667 13,0512 7,5351
95% CI for mean difference: (-21,7543: 43,0876)
T-Test of mean difference - 0 (vs not - 0): T-Value = 1,42 P-Value -
0,293
Paired T-Test and CI: R13; R16
Paired T for R13 - R16
N Mean StDev SE Mean
R13 3 87,6667 4,0415 2,3333
R16 3 71,0000 13,1149 7,5719
Difference 3 16,6667 11,5902 6,6916
95% CI for mean difference: (-12,1251; 45,4584)
T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 2,49 P-Value =
0,130
Paired T-Test and CI: R23; R26
sirred T for .R?3 - . , R26 .
N Mean StDev SE Mean
R23 3 83,0000 12,4900 7,2111
R2 6 3 71,6667 11,9304 6,8880
Difference 3 11,3333 21,2211 12,2520
95% CI for mean difference: (-41,3827; 64,0494)
T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 0,93 P-Value =
0,453
Paired T-Test and CI: R33; R36
Paired T for R33 - R36
N Mean StDev SE Mean
R33 3 86,3333 7,5056 4,3333
R3 6 3 83,0000 4,5826 2,6458
Difference 3 3,33333 11,15049 6,43774
95% CI for mean difference: (-24,36601: 31,03268)
T-Test of mean different@ = 0 (vs not = 0): T-Value
0,656
Paired T-Test and CI: R43; R46
Paired T for R43 - R46
N Mean StDev SE Mean
R4 3 3 87,3333 1,5275 0,8819
R4 6 3 76,3333 15,3080 8,8380
Difference 3 11,0000 16,6433 9,6090
95% CI for mean difference: (-30,3443; 52,3443)
T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 1,14 P-Value =
0,371
Kapasitas Fagositosis
Paired T-Test and CI: R03; R06
Paired T for R03 - R06
N Mean StDev SE Mean
R03 3 284,667 45,545 26,295
R0 6 3 361,333 23,671 13,667
Difference 3 -76,6667 ?6,8576 15,5063
95% CI for mean difference: (-143,3848; -9,9486)
T-Test of mean difference = 0 (vs not - 0): T-Value = -4,94 P-Value =
0,039
Paired T-Test and CI: R13; R16
Paired T for R13 - R16
N Mean StDev SE Mean
R13 3 313,333 47,438 27,388
R16 3 390,667 93,217 53,819
Difference 3 -77,3333 55,7704 32,1990
95% CI for mean difference: (-215,8746; 61,2079)
T-Test of mean difference - 0 (vs not - 0): T-Value - -2,40 P-Value -
0,138
Paired T-Test and CI: R23; R26
Paired T for R23 - R26
N Mean StDev SE Mean
R23 3 351,333 27,683 15,983
R2 6 3 385,000 39,686 22,913
Difference 3 -33,6667 65,7368 37,9532
95% CI for mean difference: (-196,9661; 129,6327)
T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -0,89 P-Value =
0,469
Paired T-Test and Ck R33; R36
pa_ired T for R33 - p36
N Mean StDev SE Mean
R3 3 3 261,667 83,668 48,306
R3 6 3 378,667 85,687 49,472
Difference 3 -117,000 57,193 33,020
95% CI for mean difference: (-259,074; 25,074)
T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0) : T-Value = -3,54 P-Value =
0,071
Paired T-Test and CI: R43; R46
Paired T for R43 - R46
N Mean StOev SE Mean
R43 3 258,333 26,502 15,301
R4 6 3 348,333 21,939 12,667
Difference 3 -90,0000 41,7971 24,1316
95% CI for mean difference: (-193,8298; 13,8298)
T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -3,73 P-Value =
0,065

You might also like