You are on page 1of 12

1

Ketuban Pecah Dini


Pendahuluan
Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dengan
berbagai akibatnya. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan, dan ditunggu satu jam belum dmulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah
ketuban sampai terjadi konstraksi rahim disebut kejadian keluhan pecah dini (periode
laten).
Kejadian ketuban pecah dini mendekati 10% dari semua persalinan. Pada umur
kehamilan kurang dari 34 minggu, kejadiannya sekitar 4%. Sebagian dari ketuban pecah dini
mempunyai periode laten melebihi satu mingi. Early ruptura of memran adalah ketuban
pecah pada fase laten persalinan.
Anamnesis
- Menanyakan identitas pasien
- Menanyakan keluhan utama
- Menanyakan keluhan tambahan
- Menanyakan tentang haid
- Menanyakan riwayat perkawinan
- Menanyakan adakah keluar cairan dari vagina, sifatnya
- Menanyakan adakah gatal pada vulva
- Menanyakan keluhan didaerah abdomen : pembesaran , lokasi, rasa tidak enak atau
rasa nyeri
- Menanyakan nafsu makan
- Menanyakan mengenai BAB dan BAK
- Menanyakan riwayat penyakit pasien
- Menanyakan riwayat penyakit keluarga
1

Pemeriksaan Fisik
Tampilan Umum
2

Apakah pasien tampak sakit ringan atau berat, kurus atau memiliki berat badan
berlebih? Adakah tanda-tanda anemia atau limfadenopati? Bagaimana denyut nadi TD, dan
suhu tubuh pasien?
1
Pemeriksaan Payudara
Lakukan inspeksi payudara. Apakah simetris? Adakah benjolan yang tampak,
apakah kulit tampak tertarik? Apakah kulit diatasnya abnormal (misalnya tanda peau
dorange, mengerut, ulkus).
1

Periksa payudara dengan kedua lengan pasien terangkat. Apakah putingnya normal,
masuk kedalam atau adakah sekret? Lakukan palpasi dengan lembut setiap kuadran payudara
termasuk jaringan payudara yang meluas ke aksila. Gunakan permukaan telapak jari tangan.
Adakah benkjolan? Jika ya, dimana dan berapa ukurannya? Adakah nyeri tekan pada
benjolan? Periksa kulit diatasnya untuk melihat diskolorasi dan tarikan kulit. Periksa apakah
benjolan melekat pada struktur di dalamnya.
1

Periksa adanya limfadenopati aksilaris dan tempat lain. Apakah lengan tampak
normal atau membengkak?
1

Periksa Abdomen
Lakukan inspeksi abdomen untuk melihat jaringan parut, massa, distensi, striae,
distribusi rambut tubuh, dan hernia. Lakukan palpasi abdomen untuk mencari massa dan
nyeri tekan. Lakukan palpasi khusunya untuk mencari massa dari daerah umbilikus ke bawah
sampai simfisis pubis. Jika ada massa, bisakah anda meraih ke bagian bawahnya atau apakah
benjolan tampak timbul dari panggul ? lakukan perkusi abdimen untuk mencari massa dan
pekak berpindah.
1
Pemeriksaan Vagina
Pastikan ada pendamping dan ada privasi. Ingat bahwa pasien mungkin merasa
cemas dan malu. Jelaskan bahwa anda akan memeriksa bagain dalam tubh wanita tersebut
dan mungkin akan terasa tak nyaman tetapi seharunya tidak nyeri. Lakukan inspeksi untuk
melihat adanya benjolan, ulkus, diskolorasi, sekret, dan prolaps yang jelas. Gunakan jelly
pelumas dengan jari terbungkus sarung tangan, masukkan perlahan jari telunjuk dan jari
tengah tangan kanan ke dalam vagina. Letakkan tangan kiri diatas simfisis pubis dan tekan ke
bawah perlahan ke arah panggul. Periksa serviks, uterus dan adneksa. Adakah massa,
3

iregularitas, atau nyeri tekan yang abnormal?
1


Pemeriksaan Spekulum Cuscoe
Pemeriksaan ini dirancang agar dapat melakukan inspeksi serviks dan dinding dalam
vagina. Pastikan spekulum telah dihangatkan dan dilapisi pelumas. Masukkan spekulum
dengan bilah tertutup dan letaknya memanjang searah dengan labia. Putar 90
0
dan kemudian
masukan sedikit lebih dalam. Buka bilahnya perlahan dan pastikan pasien tidak merasa tak
nyaman sepanjang proses tersebut. Kini seharusnya serviks bisa terlihat. Lihat adanya
iregularitas, perdarahan, dan ulserasi. Bisa dilakukan pemeriksaan apusan. Tarik spekulum
perlahan dan tutup sebagian. sambil menarik spekulum semakin jauh keluar lakukan inspeksi
dinding dalam vagina untuk mencari kelainan.
1

Spekulum Sim
Pemeriksaan dengan spekulum ini dilakukan dengan pasien dalam posisi lateral kiri
dan kaki ditekuk. Demgan pemeriksaan ini bisa dilakukan inspeksi dinding vagina yang lebih
baik dan khususnya digunakan jika ada dugaan prolaps.
Pemeriksaan Rektal
Pemeriksaan rektal mungkin perlu dlakukan, khususnya jika ada prolaps dinding
posterior atau keganasan pada serviks.
1

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya.
Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret
vagina.
1. Tes Lakmus (tes Nitrazin).
yaitu dengan memeriksa kadar keasaman cairan vagina. Kertas mustard emas yang
sensitive, pH ini akan berubah menjadi biru tua pada keberadaan bahan basa. pH
normal vagina selama kehamilan adalah 4,5-5,5, pH cairan amniotik adalah 7-7,5.
Tempatkan sepotong kertas nitrazin pada mata pisau spekulum setelah menarik
spekulum dari vagina, jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan
4

adanya air ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang
positif palsu.
2
2. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
2
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering
terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.
2


Diagnosis Kerja
Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis premature rupture of the membrane PROM )
adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis
diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan
dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian
untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk
melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan
< 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm
premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis.
3
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset
of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan
persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi
kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan
KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya
persalinan.
3
Periode Laten : adalah interval waktu dari kejadian pecahnya selaput
chorioamniotik dengan awal persalinan.
Arti klinis Ketuban Pecah Dini adalah :
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan
terjadinya prolapsus talipusat atau kompresi talipusat menjadi besar.
5

2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah
yang masih belum masuk pintu atas panggul seringkali merupakan tanda adanya
gangguan keseimbangan feto pelvik..
3. KPD seringkali diikuti dengan adanya tanda-tanda persalinan sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan preterm dengan segala akibatnya.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam ( prolonged rupture of membrane)
seringkali disertai dengan infeksi intrauterine dengan segala akibatnya.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang
kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin.
3

Etiologi
- Persalinan prematur
- Korioamnionitis terjadi dua kali sebanyak KPD
- Malposisi atau malpresentasi janin
- Faktor yang mengakibatkan kerusakan serviks :
1. Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya (mis, aborsi terapeutik, LEEP,
dan sebagainya)
2. Peningkaan paritas yang memungkinkan kerusakan serviks selama pelahiran
sebelumnya.
3. Inkompetensi serviks
- Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih
- Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat badan ibu
1. Kelebihan berat badan ebelum kehamilan
2. Penambahan berat badan yang sedikit selama kehamilan
- Merokok selama kehamilan
- Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat daripada ibu
muda.
- Riwayat hubungan seksual baru-baru ini.
3

Epidemiologi
Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8 10 % dari semua
kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup
6

bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak
cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran
prematur.
3


KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan,
dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang
kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu bertujuan untuk
menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan Respiratory Distress Syndrom
(RDS).
3
Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan menginduksi
kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak mikroorganisme
servikovaginal, menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C yang dapat meningkatkan
konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan
PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan
produk sekresi akibat aktivasi monosit/ makrofag, yaitu sitokin, interleukin 1, factor nekrosis
tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan
ginjal janin yang ditemukan dalam cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi
pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion juga akan merangsang
sesl-sel desidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan
dimulainya persalinan.
4
Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain
terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bacterial dan atau
produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan
kelemahan dan ruptur kulit ketuban. Banyak flora servikovaginal komensal dan patogenik
mempunyai kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan
kekuatan tegangan kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat
memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit
ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan
pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban pecah dini.
4
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, dan kolagenase yang
dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel inflamasi
7

manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah plasminogen menjadi
plasmin, potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini.
4

Gejala Klinik
Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan sedikit-
sedikit atau sekaligus banyak
Dapat disertai demam bila ada infeksi
Janin mudah diraba
Pada pemeriksaan dalam ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering
Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban
sudah kering.
Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu
maupun bayinya.
5

Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan
insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi
chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus
dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan
maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan
infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.
5

Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan
tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk
mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan
janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan
kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk
persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang,
chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningginya
morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung
berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten.
5
8

Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam
mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada
tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.
5

1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian
infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan
permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = lag period. Makin
muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
5

Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan
dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan
dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit
ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi
persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
5
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu.
Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus namun
pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya
sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian
antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan
pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah
terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa
penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau
ditunggu samapai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan
sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek
sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat
dikurangi.
5
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap
keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan
komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi
yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi
semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan
bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan
pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
5
9


2. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak
dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat konservatif disertai
pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis. Penderita perlu dirawat di
rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan
bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent
diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.
5

Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada
pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru,
jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul
tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang
umur kehamilan.
5
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan
jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi-
komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-kompliksai yang dapat
terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan
juga mungkin terjadi intoksikasi.
5

Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan
bedah sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan
bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin
tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat
janin, partus tak maju, dll.
5

Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif.
Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang
berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan
pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap
kemungkinan infeksi intrauterin.
5

Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,
pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan
denyut jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan
selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD
telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National
10

Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid
pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi
intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m
tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
5
Komplikasi
1. Komplikasi pada neonatus berhubungan erat dengan prematuritas, termasuk juga
sindrom gawat napas (respiratory distress syndrome, RDS), perdarahan intraventrikel,
intraventricular haemorrhage, IVH), sepsis, hipoplasia paru (terutama pada kasus
KPDP di usia < 22 minggu), serta deformitas skeletal (berhubungan dengan tingkat
keparahan dan lamanya KPDP). Secara keseluruhan, KPDP terkait dengan
peningkatan mortalitas perinatal sebanyak empat kali lipat.
3

2. Komplikasi pada ibu mencakup peningkatan kejadian persalinan melalui bedah sesar
(akibat malpresentasi,prolaps tali pusat), infeksi intra amnion (15-30%), dan
endometritis pascapersalinan.
3

Pencegahan
1. Obati infeksi gonokokus, klamidia, dan vaginosis bakterial.
2. Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung usaha untuk
mengurangi atau berhenti.
3. Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil.
4. Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester akhir bila ada faktor
predisposisi.
2




Prognosis
ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi yang mungkin
timbul serta umur kehamilan, semakin cepat dan tepat penanganannya semakin baik
11

prognosisnya. Begitu juga dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu semakin buruk
prognosisnya baik bagi ibu maupun janinnya.
5

Kesimpulan
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik berkaitan
dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis,
yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8 10 % dari semua
kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup
bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak
cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran
prematur.
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih
kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum
ada, selalu berubah. Protokol pengelolaan yang optimal harus mempertimbangkan adanya
infeksi dan usia gestasi serta faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk
merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan yang
dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus ada panduan pengelolaan yang strategis, yang
dapat mengurangi mortalitas perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi yang berat
baik pada anak maupun pada ibu.

Daftar Pustaka
1. G Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga;
2003.h. 31-3.
2. M geri, H carole. Obstretri dan ginekologi panduan praktis. Jakarta: EGC;
2009.h.391-392.
3. Nerrol, S john. At a glance obstreti dan ginekologi. Jakarta : Penerbit erlangga;
2006.h. 118-9.
4. Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Obstetri williams vol 2,Ed.23.
Jakarta: EGC; 2010.h. 846- 876.
5. Prawirohardjo. S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2002.
12

You might also like