Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dengan berbagai akibatnya. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum dmulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi konstraksi rahim disebut “kejadian keluhan pecah dini” (periode laten).
Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dengan berbagai akibatnya. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum dmulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi konstraksi rahim disebut “kejadian keluhan pecah dini” (periode laten).
Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dengan berbagai akibatnya. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum dmulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi konstraksi rahim disebut “kejadian keluhan pecah dini” (periode laten).
Pendahuluan Ketuban pecah dini merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dengan berbagai akibatnya. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum dmulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi konstraksi rahim disebut kejadian keluhan pecah dini (periode laten). Kejadian ketuban pecah dini mendekati 10% dari semua persalinan. Pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu, kejadiannya sekitar 4%. Sebagian dari ketuban pecah dini mempunyai periode laten melebihi satu mingi. Early ruptura of memran adalah ketuban pecah pada fase laten persalinan. Anamnesis - Menanyakan identitas pasien - Menanyakan keluhan utama - Menanyakan keluhan tambahan - Menanyakan tentang haid - Menanyakan riwayat perkawinan - Menanyakan adakah keluar cairan dari vagina, sifatnya - Menanyakan adakah gatal pada vulva - Menanyakan keluhan didaerah abdomen : pembesaran , lokasi, rasa tidak enak atau rasa nyeri - Menanyakan nafsu makan - Menanyakan mengenai BAB dan BAK - Menanyakan riwayat penyakit pasien - Menanyakan riwayat penyakit keluarga 1
Pemeriksaan Fisik Tampilan Umum 2
Apakah pasien tampak sakit ringan atau berat, kurus atau memiliki berat badan berlebih? Adakah tanda-tanda anemia atau limfadenopati? Bagaimana denyut nadi TD, dan suhu tubuh pasien? 1 Pemeriksaan Payudara Lakukan inspeksi payudara. Apakah simetris? Adakah benjolan yang tampak, apakah kulit tampak tertarik? Apakah kulit diatasnya abnormal (misalnya tanda peau dorange, mengerut, ulkus). 1
Periksa payudara dengan kedua lengan pasien terangkat. Apakah putingnya normal, masuk kedalam atau adakah sekret? Lakukan palpasi dengan lembut setiap kuadran payudara termasuk jaringan payudara yang meluas ke aksila. Gunakan permukaan telapak jari tangan. Adakah benkjolan? Jika ya, dimana dan berapa ukurannya? Adakah nyeri tekan pada benjolan? Periksa kulit diatasnya untuk melihat diskolorasi dan tarikan kulit. Periksa apakah benjolan melekat pada struktur di dalamnya. 1
Periksa adanya limfadenopati aksilaris dan tempat lain. Apakah lengan tampak normal atau membengkak? 1
Periksa Abdomen Lakukan inspeksi abdomen untuk melihat jaringan parut, massa, distensi, striae, distribusi rambut tubuh, dan hernia. Lakukan palpasi abdomen untuk mencari massa dan nyeri tekan. Lakukan palpasi khusunya untuk mencari massa dari daerah umbilikus ke bawah sampai simfisis pubis. Jika ada massa, bisakah anda meraih ke bagian bawahnya atau apakah benjolan tampak timbul dari panggul ? lakukan perkusi abdimen untuk mencari massa dan pekak berpindah. 1 Pemeriksaan Vagina Pastikan ada pendamping dan ada privasi. Ingat bahwa pasien mungkin merasa cemas dan malu. Jelaskan bahwa anda akan memeriksa bagain dalam tubh wanita tersebut dan mungkin akan terasa tak nyaman tetapi seharunya tidak nyeri. Lakukan inspeksi untuk melihat adanya benjolan, ulkus, diskolorasi, sekret, dan prolaps yang jelas. Gunakan jelly pelumas dengan jari terbungkus sarung tangan, masukkan perlahan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan ke dalam vagina. Letakkan tangan kiri diatas simfisis pubis dan tekan ke bawah perlahan ke arah panggul. Periksa serviks, uterus dan adneksa. Adakah massa, 3
iregularitas, atau nyeri tekan yang abnormal? 1
Pemeriksaan Spekulum Cuscoe Pemeriksaan ini dirancang agar dapat melakukan inspeksi serviks dan dinding dalam vagina. Pastikan spekulum telah dihangatkan dan dilapisi pelumas. Masukkan spekulum dengan bilah tertutup dan letaknya memanjang searah dengan labia. Putar 90 0 dan kemudian masukan sedikit lebih dalam. Buka bilahnya perlahan dan pastikan pasien tidak merasa tak nyaman sepanjang proses tersebut. Kini seharusnya serviks bisa terlihat. Lihat adanya iregularitas, perdarahan, dan ulserasi. Bisa dilakukan pemeriksaan apusan. Tarik spekulum perlahan dan tutup sebagian. sambil menarik spekulum semakin jauh keluar lakukan inspeksi dinding dalam vagina untuk mencari kelainan. 1
Spekulum Sim Pemeriksaan dengan spekulum ini dilakukan dengan pasien dalam posisi lateral kiri dan kaki ditekuk. Demgan pemeriksaan ini bisa dilakukan inspeksi dinding vagina yang lebih baik dan khususnya digunakan jika ada dugaan prolaps. Pemeriksaan Rektal Pemeriksaan rektal mungkin perlu dlakukan, khususnya jika ada prolaps dinding posterior atau keganasan pada serviks. 1
Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboraturium Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. 1. Tes Lakmus (tes Nitrazin). yaitu dengan memeriksa kadar keasaman cairan vagina. Kertas mustard emas yang sensitive, pH ini akan berubah menjadi biru tua pada keberadaan bahan basa. pH normal vagina selama kehamilan adalah 4,5-5,5, pH cairan amniotik adalah 7-7,5. Tempatkan sepotong kertas nitrazin pada mata pisau spekulum setelah menarik spekulum dari vagina, jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan 4
adanya air ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu. 2 2. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis. 2 b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion. 2
Diagnosis Kerja Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis premature rupture of the membrane PROM ) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis. 3 Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan. 3 Periode Laten : adalah interval waktu dari kejadian pecahnya selaput chorioamniotik dengan awal persalinan. Arti klinis Ketuban Pecah Dini adalah : 1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan terjadinya prolapsus talipusat atau kompresi talipusat menjadi besar. 5
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul seringkali merupakan tanda adanya gangguan keseimbangan feto pelvik.. 3. KPD seringkali diikuti dengan adanya tanda-tanda persalinan sehingga dapat memicu terjadinya persalinan preterm dengan segala akibatnya. 4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam ( prolonged rupture of membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterine dengan segala akibatnya. 5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan perkembangan janin. 3
Etiologi - Persalinan prematur - Korioamnionitis terjadi dua kali sebanyak KPD - Malposisi atau malpresentasi janin - Faktor yang mengakibatkan kerusakan serviks : 1. Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya (mis, aborsi terapeutik, LEEP, dan sebagainya) 2. Peningkaan paritas yang memungkinkan kerusakan serviks selama pelahiran sebelumnya. 3. Inkompetensi serviks - Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih - Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat badan ibu 1. Kelebihan berat badan ebelum kehamilan 2. Penambahan berat badan yang sedikit selama kehamilan - Merokok selama kehamilan - Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat daripada ibu muda. - Riwayat hubungan seksual baru-baru ini. 3
Epidemiologi Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8 10 % dari semua kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup 6
bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur. 3
KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan Respiratory Distress Syndrom (RDS). 3 Patofisiologi Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C yang dapat meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat aktivasi monosit/ makrofag, yaitu sitokin, interleukin 1, factor nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janin yang ditemukan dalam cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion juga akan merangsang sesl-sel desidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan. 4 Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bacterial dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan ruptur kulit ketuban. Banyak flora servikovaginal komensal dan patogenik mempunyai kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan tegangan kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban pecah dini. 4 Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, dan kolagenase yang dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel inflamasi 7
manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah plasminogen menjadi plasmin, potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini. 4
Gejala Klinik Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan sedikit- sedikit atau sekaligus banyak Dapat disertai demam bila ada infeksi Janin mudah diraba Pada pemeriksaan dalam ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering. Penatalaksanaan Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya. 5
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin. 5
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten. 5 8
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. 5
1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu) Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = lag period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya. 5
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar. 5 Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu samapai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi. 5 Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria. 5 9
2. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu) Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat konservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis. Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan. 5
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan. 5 Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi- komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-kompliksai yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi. 5
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedah sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll. 5
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin. 5
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National 10
Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam. 5 Komplikasi 1. Komplikasi pada neonatus berhubungan erat dengan prematuritas, termasuk juga sindrom gawat napas (respiratory distress syndrome, RDS), perdarahan intraventrikel, intraventricular haemorrhage, IVH), sepsis, hipoplasia paru (terutama pada kasus KPDP di usia < 22 minggu), serta deformitas skeletal (berhubungan dengan tingkat keparahan dan lamanya KPDP). Secara keseluruhan, KPDP terkait dengan peningkatan mortalitas perinatal sebanyak empat kali lipat. 3
2. Komplikasi pada ibu mencakup peningkatan kejadian persalinan melalui bedah sesar (akibat malpresentasi,prolaps tali pusat), infeksi intra amnion (15-30%), dan endometritis pascapersalinan. 3
Pencegahan 1. Obati infeksi gonokokus, klamidia, dan vaginosis bakterial. 2. Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan dan dukung usaha untuk mengurangi atau berhenti. 3. Motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil. 4. Anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester akhir bila ada faktor predisposisi. 2
Prognosis ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul serta umur kehamilan, semakin cepat dan tepat penanganannya semakin baik 11
prognosisnya. Begitu juga dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu semakin buruk prognosisnya baik bagi ibu maupun janinnya. 5
Kesimpulan Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8 10 % dari semua kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur. Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum ada, selalu berubah. Protokol pengelolaan yang optimal harus mempertimbangkan adanya infeksi dan usia gestasi serta faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu.
Daftar Pustaka 1. G Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2003.h. 31-3. 2. M geri, H carole. Obstretri dan ginekologi panduan praktis. Jakarta: EGC; 2009.h.391-392. 3. Nerrol, S john. At a glance obstreti dan ginekologi. Jakarta : Penerbit erlangga; 2006.h. 118-9. 4. Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Obstetri williams vol 2,Ed.23. Jakarta: EGC; 2010.h. 846- 876. 5. Prawirohardjo. S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2002. 12