1. Pengertian Diare Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal ( > 3 kali/hari ), serta perubahan isi/volume ( > 200 gr/hari) dan konsistensi feces cair (Brunner & Suddarth, 2002). Diare adalah peningkatan jumlah, volume, keenceran dan frekuensi buang air besar (medistore.com) 2. Klasifikasi Diare sbb : a. Diare akut Diare akut merupakan penyebab awal penyakit pada anak dengan umur < 5 tahun, dehidrasi dapat terjadi dan dapat mengakibatkan kefatalan kira-kira pada 400 anak tiap tahun di Amerika Serikat ( Kleinman, 1992 dalam Wholey & Wong's, 1994). Diare akut adalah BAB dengan frekuensi meningkat > 3 kali /hari dengan konsistensi tinja cair, bersifat mendadak dan berlangsung dalam waktu kurang dari 1 minggu. Diare akut lebih banyak disebabkan oleh agent infectius yang mencakup virus, bakteri dan patogen parasit. b. Diare Kronik Kondisi dimana terjadi peningkatan frekuensi BAB dan peningkatan konsistensi cair dengan durasi 14 hari atau lebih ( Wholey & Wong's, 1994) 3. Penyebab Diare , Penyakit diare dapat disebabkan oleh : a. Infeksi oleh karena Penyebaran kuman yang menyebabkan diare Terdiri atas : Virus (rotavirus), Bakteri ( E.colli, Salmonella, Shigella, Vibrio, Campylobacter jejuni, dll) dan penyebab lain seperti parasit (Entamuba hystolitica). Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan / miniman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. b. Malabsorsi : Gangguan dalam pencernaan makananan c. Alergi makanan dan keracunan makanan d. Imunodefisiensi / imunosupresi(kekebalan menurun) Keadaan ini biasanya berlangsung sementara setelah infeksi virus (campak) dan mungkin berlangsung lama seperti pada penderita AIDS 2
e. Faktor lingkungan dan perilaku 4. FAKTOR PREDISPOSISI 1. Usia Anak dengan umur lebih muda mempunyai kemungkinan terjadi diare lebih besar dan kemungkinan diare berat juga lebih besar. Diare lebih banyak pada usia infant. 2. Penurunan status kesehatan Anak dengan kondisi yang lemah lebih tinggi kemungkinan terjadi diare dan lebih banyak diare berat. 3. Lingkungan Diare lebih banyak terjadi dimana kondisi sanitasi kurang, fasilitas kesehatan kurang memadai, persiapan dan penyajian makanan, pendidikan tentang perawatan kesehatan tidak adekuat. 5. PATOFISIOLOGI Mikroorganisme masuk GIT Berkembang biak setelah berhasil melewati swar asam lambung Membentuk toksin (endotoksin) Rangsangan untuk membuang mikroorganisme / makanan tersebut
DIARE Peningkatan cairan intra luminal menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis karena meningkatnya volume, sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan waktu sentuh makanan dengan mukosa usus sehingga penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu. Sehingga transport cairan dan elektrolit intestinal tidak normal. 6. GEJALA & MANIFESTASI KLINIS DIARE. Gejala Klinis : 3
Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang sampai tidak ada sama sekali. Tinja/ feces menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila sudah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka timbulah dehidrasi bahkan syok hipovolemik. Manifestasi Klinis No Agen Penyebab Karakteristik 1 Viral agent a. Rotavirus b. Norwalk Fever 38 atau lebih Nausea, vomiting Abdominal pain Diare bisa lebih dari 1 minggu Fever, loss of apetit Abdominal pain Diare dan malaise. 2. Bacterial agent a. E. Colli b. Salmonella group gram positif c. S. Thypi d. Shigella group gram negatif e. Campylobacter jejuni f. Vibrio cholera group Diare cair disertai mukus dan darah Vomiting, abdominal distention, diare dqn fever. Nausea, vomiting, colic abdominal, diare disertai darah dan mukus. Fever, hiperaktif peristaltic and mild abdominal tenderness. Headache and cerebral manifestation. Ireguler fever, headache, malaise, letargi, fatigue, abdominal pain, anoreksia, weight loss develop. 4
Fever 40 derajat and cramping, abdominal pain, konvulsi, headache, delirium, diare disertai mukus bisa bercampur darah, abdominal pain, inright lower quadrant, vomiting. Fever, abdominal cramping periumbilical, diare disertai darah, vomiting Diare cair dengan cramp, iritasi anal, feces disertai darah dan mukus. 3 Food Poisoning a. Staphylococcus b. Clostridium perfringens c. Clostridium botulinum Nausea, vomiting, severe abdominal cramps, shok dapat terjadi pada kasus berat, demam ringan. Moderate to severe crampy, mid epigastric pain. Nausea, vomiting, diare, dry mouth dan disfagia. 7. KOMPLIKASI Kehilangan air dan elektrolit: dehidrasi, asidosis metabolik, hipoklasemia dan syok Masalah gizi : maldigesti, malabsorbsi, kehilangan zat gizi langsung katabolisme Aritmia jantung 8. DIAGNOSIS Diagnosis didasarkan pada definisi di atas, akan tetapi perlu dilakukan pengkajian tentang a. Riwayat diare sekarang Meliputi: lama kurang dari 1 mg, frekuensi, konsistensi, muntah, demam, BAK 6 jam terakhir, tindakan yang telah dilakukan. b. Riwayat diare sebelumnya c. Riwayat penyakit penyerta saat ini 5
d. Riwayat Imunisasi e. Riwayat makanan sebelum diare f. Pemeriksaan laboratorium - Specimen feces : Plymorfonuklear leukosit sebagai gambaran infeksi - ELISA : untuk mengkonfirmasi infeksi parasit - pH < 6 dan penurunan substansi menunjukan malabsorbsi KH dan deficiency laktose sekunder. - Test urine : menentukan dehidrasi - Peningkatan Hmt, Hb, creatinin dan BUN umumnya ditemukan pada DCA. 9. PEMERIKSAAN FISIK Tanda-tanda vital Berat badan dan panjang badan untuk menentukan status gizi Tanda-tanda dehidrasi Pemeriksaan chepalo caudal : ubun-ubun besar pada bayi, turgor kulit, kelembaban mukosa, air mata, konjungtiva, dada : jantung dan paru, abdomen ; persitaltik usus, integritas kulit area perianal dll Kemungkinan komplikasi lain 10.TATALAKSANA PEMBERIAN MAKANAN Makanan sangat penting untuk penderita diare. Makanan diberikan sesegera mungkin termasuk susu, susu buatan khusus ( rendah lactose ) hanya diberikan atas indikasi yang jelas. Prinsip pemberian makanan untuk penderita diare antara lain: ASI tidak dihentika seoptimal mungkin Kualitas dan kuantitas mencukupi Mudah diabsorbsi Tidak merangsang Diberikan dalam porsi kecil tapi sering 6
11.TATALAKSANA DIARE Dasar-dasar penatalaksanaan terdiri atas 5 D: Dehidrasi Diagnosis Diit Defisiensi disakarida Drugs Management terapeutik langsung untuk koreksi keseimbangancairan dan elektrolit dan mencegah terjadinya malnutrisi. Untuk infant dan anak dengan DCA disertai dehidrasi, yang pertama harus dilakukan adalah ORT (Oral Rehidrasi Therapy). Pada kasus dehidrasi berat dan syok diberikan caiaran parenteral. 12. DEHIDRASI Akibat dari diare yang terus menerus adalah kekurangan cairan ( dehidrasi ). Tanda-tanda Dehidrasi Berat : - Letargis atau tidak sadar dan Mata cekung - Tidak bisa minum atau malas minum - Cubitan kulit perut kemblinya sangat lama. Tanda-tanda Dehidrasi ringan/sedang : - Gelisah,rewel/mudah marah - Mata cekung - Haus,minum dengan lahap - Cubitan kulit perut kembalinya lambat Tanpa dehidrasi : tidak ditemukan tanda-tanda seperti diatas Penanganan Dehidrasi Ringan : a. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau) 7
- ASI tetap diberikan bagi anak yang masih menyusu - Oralit - Larutan gula garam - Cairan makanan( air tajin,kuah sayur atau air matang) b. Lanjutkan pemberian makan c. Pergi ke pusat pelayanan kesehatan Penanganan Dehidrasi Sedang/Ringan: a. Pemberian cairan tambahan seperti penanganan dehidrasi ringan b. Pemberian Oralit secara intensif selama periode 3 jam c. Ulangi penilaian dan klasifikasikan derajat dehidrasinya. Penanganan Dehidrasi Berat : - Rujuk segera ke pusat pelayanan kesehatan untuk pengobatan IV / lanjutan 13.REHIDRASI Dasar-dasar rehidrasi: a. Jumlah cairan yang hilang Dehidrasi ringan : 0 5 % atau rata-rata 25 ml/kg BB Dehidrasi sedang : 5 10 % atau rata-rata 75 ml/kg BB Dehidrasi berat: 10- 15 % atau rata-rata 125 ml/ kg BB b. Tonisitas caiaran Isotonis : Kadar Na + : 131 150 mEq/L Hipertonis : Kadar Na+ : > 150 mEq/L Hipotonik : < 131 mEq/L Oral Rehidrasi Solution (ORS) diberikan pada kasus lebih lanjut misalnya pada infant dengan dehidrasi isotonik, hipotonik dan hipertonik. Nutrient based solution ini dapat menurunkan vomiting, penurunan kehilangan volume cairan (Wong, 1994). Komposisi ORS tampak pada 8
tabel-2. Setelah rehidrasi pada infant, ORS dapat digunakan selama mempertahankan terapi cairan dan sebagai solution alternative dengan cairan rendah sodium seperti ASI dan susu formula bebas lactose. Setiap kali BAB diganti dengan 1:1 ORS. Jika feces tidak diketahui, perkiraan ORS adalah 10 ml/kgBB atau 0,5 sampai 1 gelas ORS setiap kali BAB. ORS berguna untuk kasus dehidrasi dan muntah. Seorang anak dengan muntah harus diberikan tambahan cairan 1 sendok kecil atau 5 10 cc setiap 1-5 menit, lebih jelasnya tampak pada tabel 3. Tabel-2 Formula Na+ (mEq/L) K+ (mEq /L) Cl- (mEq/L) Base (mEq/L) Glukose (g/L) Pedialyte (Ross) 45 20 35 30 (citrate) 25 Rehydralyte 75 20 65 30 25 Infalyte (M.Johnson) 50 25 45 34 (citrat) 30 WHO 90 20 80 30 (bikarbonat) 20 Tabel-3 DEGREE OF DEHYDRATION SIGN - SYMPTOM REHYDRATION THERAPY REPLACEMENT OF STOOL LOSSES MAINTENANCE THERAPY Mild (5- 6%) Peningkatan rasa haus ORS 50ml/kgBB Selama 4 jam ORS 10ml/kgBB (for infant)/150- 250ml(for older children ASI,formula bebas lactosa Moderate (7- 9%) Penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, mata cekung ORS 100ml/kgBB selama 4 jam ORS 10ml/kgBB(for older children) setiap x BAB ASI, formula bebas lactosa 9
Severe (>9%) Tanda sm dg moderat dehydrasi di+ peningkatan nadi, sianosis, RR, lethargy,coma Intravena fluit (RL) 40ml/kgBB?hr smp nadi normal, kmd 50-100ml/kgBB ORS 10ml/kgBB(for infant)/ 150- 250ml(for older children) setiap x BAB ASI,formula bebas lactosa 14. PENCEGAHAN DIARE a. Meningkatkan pemberian ASI b. Memperbaiki pemberian makanan pendamping ASI c. Menggunakan air bersih yang cukup d. Mencuci tangan dengan sabun e. Menggunakan jamban yang benar f. Membuang tinja bayi dan anak-anak yang tepat g. Imunisasi campak 15. PRINSIP PENATALAKSANAAN DIARE a. Mencegah terjadinya dehidrasi Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan minuman lebih banyak cairan rumah tangga yang dianjurkan, bila tidak mungkin berikan air matang b. Mengobati Dehidrasi Bila terjadi Dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat c. Memberi makanan Berikan makanan selama serangan diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susus formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit-sedikit tetapi sering. Setelah diare 10
berhenti,pemberian ekstra makanan diteruskan selama 2 minggu untuk membantu memulihkan berat badan anak d. Mengobati masalah lain Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetapmengutamakan rehidrasi. Tidak ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare.
RENPRA DCA N o Diagnosa Tujuan Intervensi 1 Deficit volume cairan b/d diare Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan keseimbangan cairan dg KH: Urine 30 ml/jam V/S dbn Kulit lembab dan tidak ada tanda-tanda dehidrasi Manajemen cairan Monotor diare, muntah Awasi tanda- tanda hipovolemik (oliguri, abd. Pain, bingung) Monitor balance cairan Monitor pemberian cairan parenteral Monitor BB jika terjadi penurunan BB drastis Monitor td dehidrasi Monitor v/s Berikan cairan 11
peroral sesuai kebutuhan Anjurkan pada keluarga agar tetap memberikan ASI dan makanan yang lunak Kolaborasi u/ pemberian terapinya 2 Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekuat b.d faktor biologis Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan status nutrisi dg KH: Mengkonsumsi nutrisi yang adekuat. Identifikasi kebutuhan nutrisi. Bebas dari tanda malnutrisi. Managemen nutrisi Kaji pola makan klien Kaji kebiasaan makan klien dan makanan kesukaannya Anjurkan pada keluarga untuk meningkatkan intake nutrisi dan cairan kelaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori dan tipe makanan yang dibutuhkan tingkatkan intake protein, zat besi dan vit c monitor intake nutrisi dan kalori Monitor pemberian masukan 12
cairan lewat parenteral. Nutritional terapi kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT berikan makanan melalui NGT k/p berikan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk mendukung makan monitor penurunan dan peningkatan BB monitor intake kalori dan gizi 3 Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive, penyakitnya Setelah dilakukan askep jam infeksi terkontrol, status imun adekuat dg KH: Bebas dari tanda dangejala infeksi. Keluarga tahu tanda-tanda infeksi. Angka leukosit normal. Kontrol infeksi. Batasi pengunjung. Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap setelah digunakan pasien. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien, dan ajari cuci tangan yang benar. Lakukan dresing infus tiap hari 13
Anjurkan pada keluarga untuk selalu menjaga kebersihan klien dan menjaga pantat selalu kering u/ hindari iritasi. Tingkatkan masukkan gizi yang cukup. Tingkatkan masukan cairan yang cukup. Anjurkan istirahat. Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan anjurkan untuk minum sesuai aturan. Ajari keluarga cara menghindari infeksi s erta tentang tanda dan gejala infeksi dan segera untuk melaporkan keperawat kesehatan. Pastikan penanganan aseptic semua daerah IV (intra vena). Proteksi infeksi. Monitor tanda dan gejala infeksi. 14
Monitor WBC. Anjurkan istirahat. Ajari anggota keluarga cara-cara menghindari infeksi dan tanda-tanda dan gejala infeksi. Batasi jumlah pengunjung. Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang cukup 4 Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga Setelah dilakukan askep jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH: Keluarga menjelaskan tentang penyakit, perlunya pen gobatan dan memahami perawatan Keluarga kooperativedan mau kerjasama saat dilakukan tindakan Mengajarkan proses penyakit Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau memungkinkan Identifikasi penyebab penyakit Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, 15
komplikasi penyakit. Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional therapy yang diberikan. Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik. Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan dilakukan 5 Cemas berhubungan dengan krisis situasional, hospitalisasi Setelah dilakukan askep jam kecemasan terkontrol dg KH: ekspresi wajah tenang , anak / keluarga mau bekerjasama dalam tindakan askep. Pengurangan kecemasan Bina hubungan saling percaya. Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi kecemasan pada keluarga. Jelaskan semua prosedur pada keluarga. Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi pasien dari 16
stress situasional. Berikan informasi factual tentang diagnosa dan program tindakan. Temani keluarga pasien untuk mengurangi ketakutan dan memberikan keamanan. Anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien. Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu simbol untuk mengurang kecemasan orangtua. Dengarkan keluhan keluarga. Ciptakan lingkungan yang nyaman. Alihkan perhatian keluarga untuk mnegurangi kecemasan keluarga. Bantu keluarga dalam mengambil keputusan. Instruksikan keluarga untuk 17
melakukan teknik relaksasi. 6 PK: hipovolemia Setelah dilakukan askep jam perawat akan mengurangi terjadinya hipovolemia Pantau status cairan (oral, parenteral) Pantau balance cairan Pantau td syok ( v/s, urine <30 ml/jam, gelisah, penurunan kesadaran, peningkatan respirasi, haus, penurunan nadi perifer, akral dingin, pucat, lembab) Kolaborasi pemberian terapinya Batasi aktivitas klien 7 PK; Ketidakseimban gan elektrolit Setelah dilakukan askep jam perawat akan mengurangi episode ketidakseimbangan elektrolit Pantau td hipokalemia (poli uri, hipotensi, ileus, penurunan tingkat kesadaran,kelemahan , mual, muntah, anoreksia, reflek tendon melemah) Dorong klien u/ meningkatkan intake nutrisi yang kaya kalium 18
Kolaborasi u/ koreksi kalium secara parenteral Pantau cairan IV
Pengertian. Gastroenteritis adalah buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya, untuk neonotus bila lebih dari 4 kali dan untuk anak lebih dari 3 kali (Hasan R, 1998). Dan terjadi secara mendadak berlangsung 7 hari dari anak yang sebelumnya sehat (Mansjoer, 2000). Diare ialah frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak; konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja. (Ngastiyah, 2005 : 224)
B. Etiologi Menurut Ngastiyah (2005) penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor: a. Faktor Infeksi 1) Infeksi enterial Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut: a) Infeksi virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. b) Infeksi bakteri: vibrio, Ecoli, salmonella, shigella. c) Infeksi parasit: Cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongyloides), protozoa (entamoeba hystolytica, giardia lambilia, trichomonas hominis), jamur (candida albicanas) 2) Infeksi pareteral 19
Infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti: otitis media akut, tonsilitis/tonsilofaringitis, bronchopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun. b. Faktor Malabsorbsi 1) Malabsorbsi karbohidrat Disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa. 2) Malabsorbsi lemak 3) Malabsorbsi protein c. Faktor makanan Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. d. Faktor psikologis Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).
C. Patofisiologi Menurut Ngastiyah (2005), mekanisme dasar yang menyebabkan diare adalah sebagai berikut: a. Gangguan Osmotik Akibat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi usus yang berlebihan akan merangsang untuk mengeluarkannya. b. Gangguan Sekresi Akibat rangsangan tertentu (toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit pada rongga usus dan terjadi diare karena peningkatan isi usus. c. Gangguan Motilitas Hiperperistaltik akan menyebabkan kesempatan penyerapan makanan berkurang sehingga timbul diare, penurunan peristaltik menimbulkan bakteri tumbuh berlebihan sehingga dapat menimbulkan diare. 20
D. Manifestasi Klinis Diare Sebagai manifestasi klinis dari diare (Hassan dan Alatas, 1998) adalah sebagai berikut: a. Mula-mula bayi cengeng, rewel, gelisah b. Suhu tubuh biasanya meningkat c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada. d. Feses cair biasa disertai lendir atau darah, warna tinja mungkin berubah hijau karena bercampur dengan empedu. e. Anus mungkin lecet karena tinja makin asam akibat asam laktat dari laktosa yang tidak diabsorbsi usus dan sering defikasi. f. Mumpah disebabkan lambung yang turut meradang atau gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. g. Bila kehilangan banyak cairan muncul dehidrasi (berat badan turun, turgor kulit kurang, mata dan ubun-ubun besar cekung, selaput lendir bibir dan mulut kering).
Tabel 1.1 Penilaian Derajat Dehidrasi (Mansjoer, 2000). Penilaian Ringan Sedang Berat Keadaan umum baik, sadar gelisah, rewel lesu, lunglai atau tidak sadar Mata Normal cekung sangat cekung Air mata ada tidak ada kering Mulut dan lidah Basah Kering tidak ada, sangat kering Rasa haus minum biasa, tidak haus haus, ingin minum banyak malas/tidak bisa minum Turgor kulit Kembali kembali kembali sangat 21
lambat lambat Hasil pemeriksaan tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan, sedang, bila ada tanda ditambah satu atau lebih tanda lain. Bila ada satu tanda ditambah satu atau lebih tanda lain.
E. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan Penunjang Menurut Hassan dan Alatas (1998) pemeriksaan laboratorium pada diare adalah: a. Feses 1) Makroskopis dan Mikroskopis 2) pH dan kadar gula pada tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula. 3) Biakan dan uji resisten. b. Pemeriksaan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan pH dan cadangan alkalin atau dengan analisa gas darah. c. Ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal. d. Elektrolit terutama natrium, kalium dan fosfor dalam serium. e. Pemeriksaan Intubasi deudenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit.
F. Komplikasi Menurut Ngastiyah (2005) komplikasi dari daire ada : a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik) b. Renjatan hipovolemik. 22
c. Hipokalemia(dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram) d. Hipoglikemia. e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim lactase. f. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik. g. Malnutrisi energi protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).
G. Derajat Dehidrasi Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan: a. Kehilangan berat badan 1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%. 2) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%. 3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10% b. Skor Mavrice King Bagian tubuh Yang diperiksa Nilai untuk gejala yang ditemukan 0 1 2 Keadaan umum
Kekenyalan kulit Mata Ubun-ubun besar Mulut Denyut nadi/mata Sehat
Normal Normal Normal Normal Kuat <120 Gelisah, cengeng Apatis, ngantuk Sedikit kurang Sedikit cekung Sedikit cekung Kering Sedang (120-140) Mengigau, koma, atau syok Sangat kurang Sangat cekung Sangat cekung Kering & sianosis Lemas >40
23
Keterangan - Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan - Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang - Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat
c. Gejala klinis Gejala klinis Gejala klinis Ringan Sedang Berat - Keadaan umum Kesadaran Rasa haus - Sirkulasi Nadi - Respirasi Pernapasan - Kulit Ubun-ubun
Baik (CM) +
N (120)
Biasa
Agak cekung Agak cekung Biasa Normal
Gelisah ++
Cepat
Agak cepat
Cekung Cekung Agak kurang Oliguri
Apatis-koma +++
Cepat sekali
Kusz maull
Cekung sekali Cekung sekali Kurang sekali Anuri 24
Normal Agak kering Kering/asidosis Pentalaksanaan Penatalaksanaan pada diare menurut Ngastiyah (2005) yaitu: a. Pemberian cairan pada diare dengan memperhatikan derajad dehidrasinya dan keadaan umum: 1) Belum ada dehidrasi a) Oral sebanyak anak mau minum atau 1 gelas setiap diare. b) Pareteral dibagi rata dalam 24 jam. 2) Dehidrasi ringan a) 1 jam pertama: 25-50 cc/kg BB/oral atau intragastrik. b) Selanjutnya: 50-50 cc/kg BB/hari. 3) Dehidrasi sedang a) 1 jam pertama 50-100 ml/kg BB/oral intragastrik b) Selanjutnya 125 ml/kg BB/hari 4) Dehidrasi berat a) Untuk anak 1 bulan sampai 2 tahun dengan berat badan 3-10 kg. b) 1 jam pertama: 40 ml/kg BB/jam atau 10 tetes/kg BB/menit (dengan infus 15 tetes) atau 13 tetes/kg.BB/menit (dengan infus 1ml = 20 tetes). c) 7 jam kemudian: 12 ml/kg BB/ jam atau 3 tetes/kg BB/menit (dengan infus 1 ml = 15 tetes) d) 16 jam berikut: 125 ml/kg BB oralit atau intragastrik, bila anak tidak mau minum, teruskan intra vena 2 tetes/ kg BB/ menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/ kg BB/ menit (1ml = 20 tetes). b. Pengobatan dietetic 1) Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas satu tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg jenis makanan yang diberikan: a) Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, almiron, atau sejenis lainnya). b) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa. 25
c) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya: susu yang mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh. 2) Untuk anak di atas 1 tahun dengan berat badan lebih dari 7 kg jenis makanannya: makanan padat, cair atau susu sesuai dengan kebiasaan di rumah. c. Obat-obatan Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dan sebagainya). 1) Obat anti sekresi a) Asetosal: dosis 25 ml/ tahun (minimum 30 mg). b) Klorpromazin: dosis 0,5 1 mg/kg BB/ hari 2) Obat anti diare: kaolin, pectin, charcoal, tabonal. 3) Antibiotik ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian 1. Identitas pasien Terdiri dari : Nama,Umur, Alamat, Jenis Kelamin, Agama, Status, Pendidikan Terakhir, Pekerjaan. 2. Identitas Penanggung Jawab Terdiri dari : Nama, Umur, Alamat, Jenis Kelamin, Pekerjaan, Hubungan dengan pasien. 3. Pola Fungsi a. Aktivitas/istirahat: Gejala: - Kelelelahan, kelemahan atau malaise umum - Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare - Gelisah dan ansietas 26
b. Sirkulasi: Tanda: - Takikardia (reapon terhadap dehidrasi, demam, proses inflamasi dan nyeri) - Hipotensi - Kulit/membran mukosa : turgor jelek, kering, lidah pecah-pecah c. Integritas ego: Gejala: - Ansietas, ketakutan,, emosi kesal, perasaan tak berdaya Tanda: - Respon menolak, perhatian menyempit, depresi d. Eliminasi: Gejala: - Tekstur feses cair, berlendir, disertai darah, bau anyir/busuk. - Tenesmus, nyeri/kram abdomen
Tanda: - Bising usus menurun atau meningkat - Oliguria/anuria e. Makanan dan cairan: Gejala: - Haus - Anoreksia - Mual/muntah - Penurunan berat badan 27
- Intoleransi diet/sensitif terhadap buah segar, sayur, produk susu, makanan berlemak Tanda: - Penurunan lemak sub kutan/massa otot - Kelemahan tonus otot, turgor kulit buruk - Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut f. Hygiene: Tanda: - Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri - Badan berbau g. Nyeri dan Kenyamanan: Gejala: - Nyeri/nyeri tekan kuadran kanan bawah, mungkin hilang dengan defekasi Tanda: - Nyeri tekan abdomen, distensi. h. Keamanan: Tanda: - Peningkatan suhu pada infeksi akut, - Penurunan tingkat kesadaran, gelisah - Lesi kulit sekitar anus
i. Seksualitas Gejala: - Kemampuan menurun, libido menurun j. Interaksi sosial 28
Tanda: - Penurunan aktivitas sosial - Penyuluhan/pembelajaran: Gejala: - Riwayat anggota keluarga dengan diare - Proses penularan infeksi fekal-oral - Personal higyene - Rehidrasi (Doenges dkk. 2000)
B. Diagnosa Keperawatan 1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake terbatas (mual) 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus 3. Resko gangguan Integritas Kulit perianal berhubungan dengan peningkatan freuensi BAB (Diare)
C. Intervensi DIAGNOSA (NANDA) NOC NIC RASIONAL 29
1. Kurang volume cairan b.d seringnya buang air besar dan encer.
Tujuan : Keseimbangan cairan dapat dipertahankan dalam batas normalMempertahankanvolume cairan adekuat. Devisit cairan dan elektrolit teratasi kriteria hasil: Membran mukosa lembab Turgor kulit baik Masukan dan haluaran seimbang
Kolaborasi 1. Pemeriksaan laboratorium sesuai program; 1.Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respons terhadap dan/atau efek kehilangan cairan 2.Populasi feses yang cepat melalui usus mengurangi absorbsi air volume sirkulasi yang rendah menyebabkan kekeringan membran mukosa dan rasa haus. Urine yang pekat telah meningkatkan berat jenis. 1.Menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan terapi. Berikan obat sesuai indikasi : Anti diare 2. Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan/anemia. 3.Menurunkan kehilangan cairan dari usus. Anti Mimetik, 30
elektrolit, Ht, pH, serum albumin 2. Pemberian cairan dan elektrolit sesuai protokol (dengan oralit dan cairan parenteral)
3. Pemberian obat sesuai indikasi Antidiare Antibiotik
misal : Trimetobenzamida (tigan), hidoksin (vistar)
1. Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi 2. Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi. 3. Memenuhi kebutuhan nutrisi Kolaborasi: 1. Mengistirahatkan kerja gastrountestinal dan mengatasi/mencegah kekurangan nutrisi lebih lanjut 2. Antikolinergik diberikan 15-30 menit sebelum makan memberikan penghilangan kram dan diare, menurunkan motilitas gaster.
1. Mengetahui seberapa jauh 31
2. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d menurunnya intake dan menurunnya absorpsi makanan dan cairan
Tujuan: a. Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi b. Berat badan dalam batas normal Kriteria Hasil: Diet habis 1 porsi yang disediakan Tidak ada mual, muntah Berat badan meningkat / sesuai umur
Intervensi: 1. Kaji pola nutrisi
2. Timbang berat badan klien
3. Berikan diet dalam porsi kecil tapi sering.
Kolaborasi: 1.Pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi
2.Berikan obat sesuai indikasi
kerusakannya 2. Kebersihan lingkungan dan tempat tidur dapat mengurangi terjadinya iritasi dan infeksi 3.Suhu yang lembab mempercepat terjadinya iritasi
4.Pengaturan posisi dapat membantu meningkatkan rasa nyaman
32
3. Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan: Gangguan integritas kulit teratasi Kriteria Hasil: Integritas kulit kembali normal Tidak ada iritasi
Intervensi: 1. Kaji kerusakan kulit/iritasi setiap buang air besar
2. Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
3.Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
4. Atur posisi atau duduk dengan selang 2- 3 jam 33
Penyakit dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (Arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes (Aedes Albopictus dan aedes aegypti), (Ngastiyah, 2005). Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue terutama menyerang anak-anak dengan ciri-ciri demam tinggi mendadak, disertai manifestasi perdarahan dan berpotensi menimbulkan renjatan /syok dan kematian (DEPKES RI, 1992). Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama (Mansjoer, 1999).
B. Etiologi 1. Virus dengue Berdiameter 40 monometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia, maupun sel-sel anthropoda misalnya sel aedes Albopictus. Virus ini tergolong arbovirus, berbentuk batang bersifat termolabil dan stabil pada suhu C. 2. Vector : nyamuk aedes aegypti dan nyamuk aedes albopictus Menginfeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype jenis yang lainnya. 3. Host : pembawa Jika seorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.
C. Patofisiologi 34
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah viremia yang menyebabkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal- pegal diseluruh tubuh, ruam atau batuk, petekie, hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkint terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesarah hati dan pembesaran limpa. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan. Hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit lebih dari 20%) menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematocrit menjadi penting untuk Patoka pemberian cairan intravena. Oleh karena itu, pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hematocrit darah berkala untuk mengetahui berapa persen hemokonsentrasi terjadi.
D. Gambaran klinis Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan : 1. Deman tinggi yang mendadak 2 7 hari ( 38 C 40 C ). 2. Manifestasi perdarahan, dengan bentuk : uji tourniquet positif puspura pendarahan, konjungtiva, epitaksis, melena dan sebagainya 3. Hepatomegali ( pembesaran hati ) 4. Syok, TD menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah 5. Trombositopeni, pada hari 3 7 ditemukan penurunan trombosit sampai 100.000/mm3 6. Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai Hematokrit 7. Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai : anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare, kejang dan sakit kepala 8. Pendarahan pada hidung dan gusi 9. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.
35
Gejala klinis untuk diagnosis DBD menurut patokan WHO, 1975 : 1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus 2-7 hari tanpa sebab yang jelas. 2. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji torniket positif dan adanya salah satu bentuk perdarahan yang lain misalnya petekia, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena, atau hematemesis. 3. Pembesaran hati/hepatomegaly (sudah dapat diraba sejak permulaan penyakit). 4. Syok yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi yang menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang) tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembap terutama terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar mulut. E. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Trombositopenia (100.000 atau kurang). 2. Pemeriksaan Hematokrit konsentrasi. Hematokrit yang meningkat 20% atau lebih dari hematokrit sebelumnya. 3. Leukopenia (mungkin normal atau leukositosit 4. Lg. D. dengue positif. 5. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia dan hiponatremia. 6. Urium dan pH darah mungkin meningkat. 7. Asidosis metabolic : pCO2 < 35 40 mmHg dan GCO3 rendah. 8. SGOT / SGPT mungkin meningkat. Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut : 1. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri. 2. Manifestasi perdarahan : a. Uji tourniquet positif b. Petekia, purpura, ekimosi 36
c. Epistaksis, perdarahan gusi d. Hematemesis, melena. 3. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus. 4. Dengan atau tanpa renjatan. Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk. 5. Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi F. Derajat DHF Menurut WHO 1. Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif. 2. Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain. 3. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah. 4. Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut : 1. Tirah baring atau istirahat baring. 2. Diet makan lunak. 3. Minum banyak (2 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF. 4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan. 5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam. 6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari. 37
7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut. 1. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder. 2. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk. 3. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
H. Pencegahan Vaksin pencegahan DBD hingga saat ini belum tersedia, oleh sebab itu pencegahan dititik beratkan pada pemberantasan nyamuk dengan penyemprotan insektisida dan upaya membasmi jentik nyamuk yang dilakukan dengan 3 M. 1. Gerakan 3 M a. Menguras tempat tempat penampungan air secara teratur sekurang kurangnya sekali seminggu atau penaburan bubuk abate ke dalamnya. b. Menutup rapat tempat penampungan air. c. Mengubur atau menyingkirkan barang barang bekas yang dapat menampung air. 2. Pemberantasan vektor : a. Fogging ( penyemprotan ) Kegiatan ini dilakukan bila hasil penyelidikan epidemiologis memenuhi kriteria. b. Abatisasi Semua tempat penampungan air di rumah dan bangunan yang ditemukan jentik Aedes aegypti ditaburi bubuk abate dengan dosis 1 sendok makan peres (10 gram) abate untuk 100 liter air BAB III KONSEP KEPERAWATAN 38
A. Pengkajian Adapun hal-hal yang dapat dikaji yang menunjang dalam penentuan diagnose, adalah : 1. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan a. Riwayat demam dengue, dengan minum penurun panas dan istirahat demam tidak dirasakan lagi. b. Lingkungan rumah yang berdempet, banyak air tergenang, pembuangan barang-barang bekas dan kaleng-kaleng bekas sembarangan. c. Riwayat demam kembali dengan tanda-tanda perdarahan (tanda-tanda perdarahan yang khas dari demam berdarah dengue/petekia). 2. Pola nutrisi metabolic a. Intake menurun karena mual dan muntah. b. Ada penurunan berat badan dan kesulitan menelan. c. Demam tinggi yang tiba-tiba sampai kadang menggigil selama 2-7 hari. 3. Pola eliminasi a. Konstipasi b. Diare c. Tinja berwarna hitam pada perdarahan hebat d. Produksi urin menurun (kurang dari 1cc/kgbb/jam) pada syok 4. Pola aktivitas a. Badan lemah, nyeri otot dan sendi b. Tidak bisa beraktivitas, pegal seluruh badan 5. Pola istirahat tidur a. Istirahat dan tidur terganggu karena demam, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, gelisah 6. Pola persepsi kognitif 39
a. Apakah yang diketahui klien dan keluarga mengenai penyakitnya. b. Adakah yang diharapkah klien dan keluarga terhadap sakitnya. 7. Pola persepsi dan konsep diri a. Apakah klien merasa puas terhadap keadaan dirinya. b. Ada perasaan malu terhadap penyakitnya. 8. Pola mekanisme koping dan dan toleransi terhadap penyakitnya a. Adanya perasaan cemas, takut terhadap penyakitnya. b. Ingin ditemani orang tua atau orang terdekat saat sakit. 9. Pola reproduksi seksual a. Pada anak perempuan apakah ada perdarahan pervagina (bukan menstruasi). 10. Pola system kepercayaan a. Menyerahkan penyakitnya pada tuhan. b. Menyalahkan tuhan akan penyakitnya. c. Memanggil pemuka agama untuk mendoakan. B. Diagnosa Keperawatan 1. Hipertermi yang berhubungan dengan proses infeksi virus dengue. 2. Risiko tinggi kekurangan volume cairan vascular yang berhubungan dengan pindahnya cairan dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular. 3. Risiko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan perdarahan. 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat. 5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik.
40
C. Rencana Keperawatan DX 1 : Hipertermi yang b/d proses infeksi virus dengue Tujuan : hipertermi dapat teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan Sasaran : Suhu tubuh normal ( C). Intervensi Rasional Observasi TTV : suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan pasien di rumah sakit Anjurkan klien banyak minum 1-2 liter / hari peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik antipiretik berfungsi dalam menurunkan suhu tubuh DX 2 : Risiko tinggi kekurangan volume cairan vascular b/d pindahnya cairan dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular Tujuan : kekurangan volume cairan tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan. Sasaran : 1. Klien tidak mengalami kekurangan volume cairan vaskuler yang ditandai dengan TTV stabil dalam batas normal 2. Produksi urine 1 cc/KgBb/jam 3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi Intervensi Rasional 41
Kaji tanda dan gejala kurang volume cairan (selaput mukosa kering, rasa haus dan produksi urine menurun) deteksi dini kurang volume cairan Monitor dan catat cairan yang masuk dan keluar mengetahui keseimbangan cairan yang masuk dan keluar Beri minum yang cukup dan sesuaikan dengan jumlah cairan infuse minum cukup untuk menambah volume cairan dan sesuaikan dengan cairan infuse untuk mencegah kelebihan cairan Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan intravena program cairan intravena sangat penting bagi pasien yang mengalami deficit volume cairan dengan keadaan umum yang jelek karena cairan yang masuk langsung ke pembuluh darah DX 3 : Risiko tinggi syok hipovolemik yang b/d perdarahan Tujuan : Syok hipovolemik tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan Sasaran : 1. TTV stabil dalam batas normal 2. Hematokrit dalam batas normal ( L : 40-52 %, P : 35-47 % ) 3. Hemoglobin dalam batas normal ( L : 11,5-16,5 g/dL, P : 13-17,5 g/dL ) 4. Trombosit dalam batas normal (150.000-400.000 /mm3 ) 5. Tidak terjadi tanda-tanda syok Intervensi Rasional Monitor tanda-tanda perdarahan perdarahan yang tepat diketahui dapat segera diatasi sehingga pasien tidak sampai ke tahap 42
hipovolemik akibat perdarahan hebat Observasi perkembangan bintik- bintik merah di kulit, keringat dingin, kulit lembab dan dingin serta tanda-tanda sianosis mengetahui tanda-tanda terjadinya syok sehingga dapat menentukan intervensi secepatnya Bila terjadi syok hipovolemik, baringkan pasien dalam posisi datar menghindari kondisi yang lebih buruk Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tranfusi dan cairan parenteral untuk menggantikan volume dan komponen darah yang hilang dan untuk memenuhi keseimbangan cairan tubuh DX 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi yang tidak adekuat Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan Sasaran : 1. Klien mengalami peningkatan selera makan dan mampu menghabiskan 1 porsi makanan yang disediakan. 2. Mual, muntah hilang. 3. Berat badan dalam batas normal Intervensi Rasional Kaji keluhan mual, muntah dan anoreksia yang dialami pasien untuk menentukan intervensi yang sesuai dengan kondisi pasien Kaji pola makan pasien, catat porsi makan yang dihabiskan setiap hari mengetahui masukan nutrisi pasien Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makan dalam porsi kecil tetapi sering mencegah pengosongan lambung Kolaborasi dengan dokter dalam antiemetik untuk mengatasi mual 43
pemberian therapy antiemetik dan vitamin dan muntah, vitamin untuk meningkatkan selera makan dan daya tahan tubuh pasien DX 5 : Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik Tujuan : pasien mampu untuk beraktivitas setelah dilakukan tindakan keperawatan Sasaran : 1. Klien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya. 2. Klien dapat mandiri untuk mandi, makan, eliminasi dan berpakaian Intervensi Rasional Kaji tingkat kemampuan pasien dalam beraktivitas Untuk mengetahui kemampuan pasien dalam beraktivitas Libatkan keluarga/orang tua dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien memberikan dorongan kepada pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari Anjurkan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien agar klien berpartisipasi dalam perawatan diri D. Evaluasi 1. Suhu tubuh normal (36-370 C). 2. Kekurangan volume cairan vascular tidak terjadi dan pasien tidak mengalami kekurangan volume cairan. 3. Syok hipovolemik tidak terjadi, pasien tidak mengalami perdarahan yang berlebihan seperti hematemesis, melena, perdarahan gusi, epistaksis dan ptekiae. 4. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi 5. Aktivitas dan latihan pasien dapat dilakukan secara mandiri.
44
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien ed. 3, EGC: Jakarta
Pengertian Stroke Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah defisit neurologi yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD). (Fransisca B Batticaca, 2008) Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. (Arif Muttaqin, 2008)
C. Etiologi Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain : 1. Thrombosis Cerebral. Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak : a. Atherosklerosis Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut : Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis. Tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus). Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan. b. Hypercoagulasi pada polysitemia Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral. c. Arteritis( radang pada arteri ) 46
2. Emboli Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli : a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD) b. Myokard infark c. Fibrilasi Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil. d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan- gumpalan pada endocardium. 3. Haemorhagi Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi : a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital. b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis. d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena. e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah. 4. Hypoksia Umum 47
a. Hipertensi yang parah. b. Cardiac Pulmonary Arrest c. Cardiac output turun akibat aritmia 5. Hipoksia setempat a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid. b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
D. Patofisiologi Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap ortak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan ; 1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan. 2. Edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. 48
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest. Ada dua bentuk patofisiologi stroke hemoragik : 1. Perdarahan intra cerebral Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid. 2. Perdarahan sub arachnoid Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme 49
otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
E. Klasifikasi 1. Patologi serangan stroke. a. Stroke Hemoragik Stroke Hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oelh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu ; 1) Perdarahan Intra Cerebri Pecahnya pembuluh darah terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. 2) Perdarahan Sub Araknoid Tabel 2.4 Perbedaan Perdarahan Intraserebri dengan Perdarahan Subarakhnoid b. Stroke Non Hemoragik/Iskemik Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadii iskemia yang Gejala PIS PSA Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat Kesadaran Menurun Menurun sementara Kejang Umum Sering fokal Tanda rangsangan meningeal +/- +++ Hemiparese ++ +/- Gangguan saraf otak + +++ 50
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder serta kesadaran umumnya baik. 1) Perjalanan penyakit/stadium. a) TIA Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai dengan beberapa jam dan gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. b) Stroke Involusi Stroke yang masih terjadi terus sehingga gangguan neurologis semakin berat/buruk dan berlangsung selama 24 jam/beberapa hari. c) Stroke Komplet Gangguan neurologis yang timbul sedah menetap, dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
F. Tanda dan gejala 1. Kehilangan/menurunnya kemampuan motorik. 2. Kehilangan/menurunnya kemampuan komunikasi. 3. Gangguan persepsi. 4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik. 5. Disfungsi : 12 syaraf kranial, kemampuan sensorik, refleks otot, kandung kemih.
G. Komplikasi 1. Hipoksia serebral 2. Penurunan aliran darah serebral 3. Embolisme serebral 4. Pneumonia aspirasi 5. ISK, Inkontinensia 51
H. Pemeriksaan Diagnostik 1. CT Scan Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. 2. MRI Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark dari hemoragik. 3. Angiografi Serebri Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurimsa atau malformasi vaskuler. 4. USG Doppler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis) 5. EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak. 6. Sinar X tengkorak Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid. 7. Pungsi Lumbal Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama. 53
8. Pemeriksaan Laboratorium 1) Darah rutin 2) Gula darah 3) Urine rutin 4) Cairan serebrospinal 5) Analisa gas darah (AGD) 6) Biokimia darah 7) Elektrollit
I. Penatalaksanaan Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut: 1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan : a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan. b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi. 2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung. 3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter. 4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
J. Pengobatan Konservatif 1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan. 2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial. 54
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
K. Pengobatan Pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral : 1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher. 2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA. 3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut 4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
L. Pencegahan Stroke 1. Hindari merokok, kopi, dan alkohol. 2. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah kegemukan). 3. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi. 4. Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, keju, dan lainnya). 5. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan sayuran) 6. Olahraga secara teratur.
M. Penanganan dan perawatan stroke di rumah 1. Berobat secara teratur ke dokter. 2. Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter. 3. Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh yang lemah atau lumpuh. 4. Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah. 55
5. Bantu kebutuhan klien. 6. Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik. 7. Periksa tekanan darah secara teratur. 8. Segera bawa klien/pasien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala stroke.
56
BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian 1. Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis. 2. Keluhan utama Sering menjadi alasan kleien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggita gerak sebalah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,dan penurunan tingkat kesadaran. 3. Data riwayat kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang Serangan stroke berlangsuung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah,bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. b. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat steooke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. c. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu. 4. Riwayat psikososial dan spiritual Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari. 57
5. Aktivitas sehari-hari a. Nutrisi Klien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang mengandung lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi oleh pasien, misalnya : masakan yang mengandung garam, santan, goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus, bagaimana nafsu makan klien. b. Minum Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba, minum yang mengandung alkohol. c. Eliminasi Pada pasien stroke hemoragik biasanya didapatkan pola eliminasi BAB yaitu konstipasi karena adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi BAK apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada klien stroke mungkn mengalami inkotinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. 6. Pemeriksaan fisik a. Kepala Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat operasi. b. Mata Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI). c. Hidung Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus olfaktorius (nervus I). d. Mulut Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus, adanya kesulitan dalam menelan. e. Dada o Inspeksi : Bentuk simetris 58
o Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan. o Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup. o Auskultasi : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I dan II murmur atau gallop. f. Abdomen o Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada. o Auskultasi : Bisisng usus agak lemah. o Perkusi : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada g. Ekstremitas Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan hemiplegi paralisa atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilkukan pengukuran kekuatan otot, normal : 5 Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008) 1) Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali. 2) Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi. 3) Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi. 4) Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan pemeriksaan. 5) Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya berkurang. 6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh
B. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan 1. Perubahan perpusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak. Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan ...x24 jam perpusi jarinagn tercapai secara optimal dengan kriteria hasil : 59
1) klien tidak gelisah 2) tidak ada keluhan nyeri kepala 3) mual dan kejang 4) GCS 4, 5, 6 5) pupil isokor 6) refleks cahaya (+) 7) TTV normal. Intervensi : 1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TAK dan akibatnaya. Rasional : keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan. 2) Baringkan klie ( bed rest ) total dengan posisi tidur telentang tanpa bantal. Rasional : monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS. 3) Monitor tanda-tanda vital. Rasional : untuk mengetahui keadaan umum klien. 4) Bantu pasien untuk membtasi muntah, batuk,anjurkan klien menarik nafas apabila bergerak atau berbalik dari tempat tidur. Rasional : aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intracranial dan intraabdoment dan dapat melindungi diri diri dari valsava. 5) Ajarkan klien untuk mengindari batuk dan mengejan berlebihan. Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intrkranial dan poteensial terjadi perdarahan ulang. 6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung. Rasional : rangsangan aktivitas dapat meningktkan tekanan intracranial. 7) Kolaborasi : pemberian terapi sesuai intruksi dokter,seperti :steroid, aminofel, antibiotika. Rasional : tujuan yang di berikan dengan tujuan: menurunkan premeabilitas kapiler,menurunkan edema serebri,menurunkan metabolic sel dan kejang. 60
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran. Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam klien mamapu meningkatkan dan memepertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi, dengan kriteria hasil : 1) bunyi nafas terdengar bersih 2) ronkhi tidak terdengar 3) trakeal tube bebas sumbatan 4) menunjukan batuk efektif 5) tidak ada penumpukan secret di jalan nafas 6) frekuensi pernafasan 16 -20x/menit. Intervensi : 1) Kaji keadaan jalan nafas, Rasional : obstruksi munkin dapat di sebabkan oleh akumulasi secret. 2) Lakukan pengisapan lendir jika d perlukan. Rasional : pengisapan lendir dapay memebebaskan jalan nafas dan tidak terus menerus di lakukan dan durasinya dapat di kurangi untuk mencegah hipoksia. 3) Ajarkan klien batuk efektif. Rasional : batuk efektif dapat mengeluarkan secret dari jalan nafas. 4) Lakukan postural drainage perkusi/penepukan. Rasional : mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran secret. 5) Kolaborasi : pemberian oksigen 100%. 61
Rasional : denagn pemberiaan oksigen dapat membantu pernafasan dan membuat hiperpentilasi mencegah terjadinya atelaktasisi dan mengurangi terjadinya hipoksia.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau hemiplagia, kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam mobilitas fisik teratasi, dengan kriteria hasil : klien dapat mempertahan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi. Intervensi : 1) Kaji kemampuan secar fungsional dengan cara yang teratur klasifikasikan melalui skala 0- 4. Rasional : untuk mengidentifikasikan kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. 2) Ubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa lebih sering. Rasional : menurunkan terjadinya terauma atau iskemia jaringan. 3) Lakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas. Rasional : meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah terjadinya kontraktur. 4) Bantu mengembangkan keseimbangan duduk seoerti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur. Rasional : membantu melatih kembali jaras saraf,meningkatkan respon proprioseptik dan motorik. 5) Konsultasi dengan ahli fisiotrapi. Rasional : program yang khusus dapat di kembangkan untuk menemukan kebutuhan klien.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama. Tujuan : klien mampu memperthankan keutuhan kulit setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ..x24jam 62
Kriteria hasil : klien mampu perpartisipasi dalam penyembuhan luka, mengetahui cara dan penyebab luka, tidak ada tanda kemerahan atau luka Intervensi : 1) Anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika munkin. Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah. 2) Ubah posisi setiap 2 jam. Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah. 3) Gunakan bantal air atau bantal yang lunak di bawah area yang menonjol. Rasional : mengindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol. 4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisis. Rasional : mengindari kerusakan kapiler. 5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi. Rasional : hangan dan pelunakan merupakan tanda kerusakan jaringan. 6) Jaga kebersihan kulit dan hidari seminimal munkin terauma,panas terhadap kulit. Rasional : untuk mempertahankan ke utuhan kulit
5. Defisist perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler, menurunya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol otot atau koordinasi di tandai oleh kelemahan untuk ADL, seperti makan, mandi dll. Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam terjadi prilaku peningkatan perawatan diri. Kriteria hasil : klien menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu melakukan aktivitas perawatna diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasikan personal masyarakat yang dapat membantu. Intervensi : 63
1) Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0 4 untuk melakukan ADL. Rasional : membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individu. 2) Hindari apa yang tidak dapat di lakukan oleh klien dan bantu bila perlu. Rasional : klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini di lakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien. 3) Menyadarkan tingkah laku atau sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan. Pertahankan dukungan pola pikir dan izinkan klien melakukan tugas, beri umpan balik yang positif untuk usahanya. Rasional : klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam menangani klien, skaligus meningkatkan harga diri klien, memandirikan klien, dan menganjurkan klie untuk terus mencoba. 4) Rencanakan tindakan untuk deficit pengelihatan dan seperti tempatkan makanan dan peralatan dalam suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding. Rasional : klien mampu melihat dan memakan makanan, akan mampu melihat kelaurmasuk orang ke ruangan.
6. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubunagn dengan imobilisasi dan asupan cairan yang tidak adekuat. Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selam 2x24 jam gangguan eliminasi fecal ( konstipasi) tidak terjadi lagi. Kriteria hasil : klien BAB lancer,konsistensi feces encer, Tidak terjadi konstipasi lagi. Intervensi : 1) Kaji pola eliminasi BAB Rasional : untuk mengetahui frekuensi BAB klien, mengidentifikasi masalah BAB pada klien . 2) Anjurkan untuk mengosumsi buah dan sayur kaya serat. Rasional : untuk mempelancar BAB. 3) Anjurkan klien untuk banyak minum air putih, kurang lebih 18 gelas/hari, 64
Rasional : mengencerkan feces dan mempermudah pengeluaran feces. 4) Berikan latihan ROM pasif Rasional : untuk meningkatkan defikasi. 5) Kolaborasi pemberian obat pencahar. Rasional : untuk membantu pelunakkan dan pengeluaran feces
7. Gangguan eliminasi urin ( inkontinensia urin) berhubungan dengan lesi pada UMN. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, selama ...x24 jam. Kriteria hasil : gangguan eliminasi urin tidak terjadi lagi, pola eliminasi BAK normal. Intervensi : 1) Kaji pola eliminasi urin. Rasional : mengetahui masalah dalm pola berkemih. 2) Kaji multifaktoral yang menyebabkan inkontensia. Rasional : untuk menentukan tindakan yang akan di lakukan. 3) Membatasi intake cairan 2-3 jam sebelum tidur. Rasional : untuk mengatur supaya tidak terjadi kepenuhan pada kandung kemih. 4) Batasi intake makanan yang menyebabkan iritasi kandung kemih. Rasional : untuk menghindari terjadinya infeksi pada kandung kemih. 5) Kaji kemampuan berkemih. Rasonal : untuk menentukan piata laksanaan tindak lanjut jika klien tidak bisa berkemih. 6) Modifikasi pakaian dan lingkungan. Rasional : untuk mempermudah kebutuhan eliminasi. 7) Kolaborasi pemasangaan kateter. Rasional : mempermudah klien dalam memenuhi kebutuhan eliminasi urin. 65
ASKEP STROKE A. Pengertian Stroke/CVD (Cerebro Vaskuler Disease) merupakan gangguan suplai oksigen ke sel-sel syaraf yang dapat disebabkan oleh pecahnya atau lebih pembuluh darah yang memperdarai otak dengan tiba-tiba. (Brunner dan Sudart, 2002) Stroke merupakan cedera otak yang berkaitan obstruksi aliran darah otak. Stroke dapat menjadi akibat pembentukan trombus ke otak/di suatu arteri serebrum, akibat embolus yang mengalir ke otak dari tempat lain ke tubuh atau akibat perdarahan otak. (Corwin, 2001) Sroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus di tangani secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. (Muttaqin, 2008)
B. Etiologi 1. Thrombosis Cerebral. Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis. Beberapa keadaandibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak : a. Atherosklerosis Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut : - Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah. - Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis. 66
-.Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus) - Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan. b. Hypercoagulasi pada polysitemia Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral. c. Arteritis( radang pada arteri ) 2. Emboli Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli : a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD) b. Myokard infark c. Fibrilasi,. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil. d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium. 3. Haemorhagi Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi : a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital. b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. 67
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis. d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena. e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah. 4. Hypoksia Umum a. Hipertensi yang parah. b. Cardiac Pulmonary Arrest c. Cardiac output turun akibat aritmia 5. Hipoksia setempat a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid. b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
C. FAKTOR RESIKO Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokan sebagai berikut : 1. Akibat adanya kerusakan pada arteri, yairtu usia, hipertensi dan DM. 2. Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia. 3. Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis penyakit jantung lainnya. 4. Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada arteri dan penurunan faktor pembekuan darah (leukemia, pengobatan dengan anti koagulan ) 5. Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan pembuluh darah arteri sebelumnya : penyakit jantung angina, TIA., suplai darah menurun pada ektremitas. Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama ini dianggap berperan dalam meningkatkan prevalensi stroke ternyata tidak ditemukan pada penelitian tersebut diantaranya, adalah: 68
1. Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti kaitan antara keduanya itu. 2. Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko terjadinya stroke. Namun dalam penelitian tersebut tidak ada bukti yang menyatakan hal tersebut berkaitan secara langsung. Walaupun memang latihan yang terlalu berat dapat menimbulkan MCI. 3. Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang sama terkena serangan stroke tetapi untuk MCI jelas pria lebih banyak daripada wanita. 4. Obesitas. Dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar, namun tidak ada bukti secara medis yang menyatakan hal ini. 5. Riwayat keluarga.
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ; 1. Hipertensi dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral. 2. Aneurisma pembuluh darah cerebral Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan. 3. Kelainan jantung / penyakit jantung Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah. 4. Diabetes mellitus (DM) Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral. 5. Usia lanjut 69
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak. 6. Polocitemia Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun. 7. Peningkatan kolesterol (lipid total) Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak. 8. Obesitas Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak. 9. Perokok Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis. 10. kurang aktivitas fisik Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak. (Sumber : Brunner and Suddarth)
D. Klasifikasi Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi: Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu : 1. stroke hemoragik Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yang disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol. 2. stroke non hemoragik 70
Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu : TIAS (Trans Ischemic Attack) Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict) Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.. stroke in Evolution Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari. Complete Stroke Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent. (Sumber : Mahar Mardjono dan Priguna Sidharta)
Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya: a. TIA ( Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang. E. Patofisiologi Aliran darah di setiap otak terhambat karena trombus atau embolus, maka terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otot, kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat iskemia imun 71
(karena henti jantung atau hipotensi) hipoxia karena proses kesukaran bernafas suatu sumbatan pada arteri koroner dapat mengakibatkan suatu area infark (kematian jaringan). (Sumber : Hudak dan Gallo). Perdarahan intraksional biasanya disebabkan oleh ruptura arteri cerebri ekstravasasi darah terjadi di daerah otak atau subarachnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar pendarahan, spasme ini dapat menyebaar ke seluruh hemisfer otak, bekuan darah yang semua lunak akhirnya akan larut dan mengecil, otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Infark regional kortikal, sub kortikal ataupun infark regional di batang otak terjadi karena daerah perdarahan suatu arteri tidak/ kurang mendapat aliran darah. Aliran/ suplai darah tidak disampaikan ke daerah tersebut oleh karena arteri yang bersangkutan tersumbat atau pecah. Sebagai akibat keadaan tersebut bias terjadinya anoksia atau hypoksia. Bila aliran darah ke otak berkurang sampai 24-30 ml/100 gr jaringan akan terjadi ischemia untuk jangka waktu yang lama dan bila otak hanya mendapat suplai darah kurang dari 16 ml/100 gr jaringan otak, maka akan terjadi infark jaringan otak yang permanen.(Sumber : DepKes 1993) F. Manifestasi Klinis Kehilangan motorik Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan control motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada satu sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralisis dan hilang atau menurunnya reflex tendon dalam. Apabila reflek tendon dala ini muncul kembali (biasanya dalam 48 jam), peningkatan tonus disertai dengan spastisitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstremitas yang terkena dapat dilihat. Kehilangan komunikasi Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan sebagai berikut: a. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dan dimengerti disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk mneghasilkan bicara. 72
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya). Gangguan persepsi Ketidakmampuan untuk meninterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-spasial dan kehilangan sensori. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lipa dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin akan diperberat oleh respon alamiah pasien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain yang umum terjadi yaitu labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama. Disfungsi kandung kemih Setelah stroke mungkin pasien mengalami inkontinensia urinarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang setelah stroke kandung kemih menjadi atonik. Dengan kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian kandung kemih. (Sumber : Brunner and Suddarth)
G. Prosedur Diagnostik 1. Angiografi cerebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik oklusi atau ruptur. 2. CT Scan : memperlihatkan adanya oedem 3. MRI : mewujudkan daerah yang mengalami infark 4. Penilaian kekuatan otot 5. EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak. 73
(Sumber : Doenges)
H. Penatalaksanaan Keperawatan Penderita yang mengalami stroke dengan infark yang luas melibatkan sebagian besar hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral hemianopsia, selama stadium akut memerlukan penanganan medis dan perawatan yang didasari beberapa prinsip. Secara praktis penanganan terhadap ischemia serebri adalah 1) Penanganan suportif imun a. Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat. b. Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat. c. Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia. 2) Meningkatkan darah cerebral a. Elevasi tekanan darah b. Intervensi bedah c. Ekspansi volume intra vaskuler d. Anti koagulan e. Pengontrolan tekanan intrakranial f. Obat anti edema serebri steroid g. Proteksi cerebral (barbitura) macam-macam obat yang digunakan ( Sumber : Lumban Tobing ) 1. Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi) 2. Obat anti koagulasi : heparin 3. Obat trombolik (obat yang dapat menghancurkan trombus) 4. Obat untuk edema otak (larutan manitol 20%, obat dexametason)
74
I. Komplikasi Komplikasi stroke meliputi : Hipoksia serebral, diminimalkan dengan member oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen dan mempertahankan hemoglobin serta hemotokrit dalam mebantu mempertahankan oksigenasi jaringan. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. (Sumber : Brunner and Suddarth)
J. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Anamnesis Kelainan system saraf bias menimbulkan berbagai macam gejala, diantaranya: o Nyeri kepala o Kejang, pingsan, gerakan aneh o Pening atau vertigo o Masalah penglihatan o Kelainan pengdiuman atau penglihatan o Kesulitan berbicara o Kesulitan menelan o Kesulitan berjalan 75
o Ekstremitas lemah o Gangguan sensori o Gerakan involunter dan tremor o Masalaha pengendalian sfinkter (buang air besar atau kecil) o Gangguan fungsi mental luhur, seperti bingung atau perubahan kepribadian Riwayat penyakit dahulu o Adakah penyakit gangguan neurolohis lainnya ? o Adakah riwayat penyakit sistemik, khususnya kelainan kardiovaskuler ? Obat obatan Riwayat keluarga Adakah riwayat penyakit neurologis dalam keluarga? Riwayat sosial Pemeriksaan fisik o Bagaimana tingkat kesadaran pasien, tentukan dengan skor koma Glasgow o Pandanglah pasien, apakah ada kelainan postur yang jelas, pengecilan otot atau tremor? o Periksa ekstremitas atas a. Lakukan inspeksi untuk mencari pengecilan otot yang jelas, tremor, fasikulasi, deformitas, dan perubahan warna kulit. b. Periksa kekuatan, bandingkan kedua lengan. Gunakan skala MRC : 0 lumpuh sempurna 1 masih terlihat kontraksi 2 gerak aktif tanpa gravitasi 3 bergerak melawan arah 4 bergerak melawan tahanan 76
5 kekuatan normal c. Periksa koordinasi dengan tes telunjuk-hidung, gerak cepat jari-jari, gerak cepat bergantian (jika ada kesulitan = disdiadokokinesis pada gangguan serebelum) d. Periksa reflek dengan ketukan biseps, triseps dan supinator e. Periksa sensasi. Tes raba halus, tusuk jarum, rasa getar, rasa posisi sendi, dan reaksi panas/dingin. o Periksa ekstremitas bawah a. Lakukan inspkesi b. Periksa kekuatan, bandingkan kedua sisi. c. Periksa koordinasi d. Periksa sensasi o Periksa saraf kranial a. Olfaktorius, periksa sensasi penghidu di kedua lubang hidung b. Optikus, periksa ketajaman penglihatan, periksa lapang pandang, periksa reaksi cahaya langsung dan tak langsung serta akomodasi c. Okulomotorius, troklearis, dan abdusen, Cari adanya ptosis (sebelah atau kedua kelopak mata menutup) Periksa adanya nigtagmus, tanyakan adanya penglihatan ganda . d. Trigeminus, Periksa sensasi wajah terhada raba halus dan tusuk jarum. Periksa kekuatan otot pengunyah dna temporalis Tes reflek kornea Tes ketuk rahang e. Fasialis, Periksa oto otot ekspresi wajah (angkat alis, tutup mata kuat kuat, tunjukan gigi) f. Vesibulokoklearis, Tes pendengaran, lakukan tes rine dan tes weber Tes keseimbangan (berdiri dengan mata tertutup, berjalan sepanjang garis lurus) g. Vagus dan glosofaringeus, Periksa gerak palatum 77
Periks reflek muntah dan batuk h. Aksesorius, Periksa kekuatan otot sternomastoideus dan mengangkat bahu i. Hipoglosus, Periksa lidah untuk mencari pengecilan otot, fasikulasi dan uji kekuatan j. Tes fungsi mental luhur Nilailah kemampuan berbicara Periksa ingatan Nilailah kemampuan pemahaman (Sumber : jonathan Gleadle)
2. Diagnosa a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral. Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan motorik /sensorik. Intervensi : o Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar. o Pantau tanda-tanda vital. o Catat perubahan data penglihatan seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang atau ke dalam persepsi. o Kaji fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara. o Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral). o Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung atau aktivitas pasien sesuai indikasi. o Cegah terjadinya mengejan saat terjadinya defekasi dan pernafasan yang memaksa (batuk terus menerus). o Kolaborasi dalam pembarian oksigen dan obat sesuai indikasi 78
(Doenges, 2000).
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan fungsi neurologis. Tujuan : Mempertahankan/ meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi Intervensi : o Kaji kemampuan fungsional dan beratnya kelainan. o Pertahankan kesejajaran tubuh (gunakan papan tempat tidur, matras udara atau papan baku sesuai indikasi. o Balikkan dan ubah posisi tiap 2 jam. o Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan bantal. o Lakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif untuk semua ekstremitas setiap 2 jam sampai 4 jam. o Berikan dorongan tangan, jari-jari dan latihan kaki. o Bantu pasien dengan menggunakan alat penyokong sesuai indikasi. o Berikan dorongan kepada pasien untuk melakukan aktivitas kebutuhan sehari-hari. o Mulai ambulasi progresif sesuai pesanan bantu untuk duduk dalam posisi seimbang mulai dari prosedur pindah dari tempat tidur ke kursi untuk mencapai keseimbangan.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek kerusakan pada hemisfer bahasa atau wicara (kiri atau kanan) Tujuan : o pasien dapat mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi o pasien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan Intervensi : 79
o Bedakan antara gangguan bahasa dan gangguan wicara. o Kolaborasikan dengan praktis bicara untuk mengevaluasi pasien dan merancang rencana. o Ciptakan suatu atmosfir penerimaan dan privasi. o Buat semua upaya untuk memahami komunikasi pasien, mendengar dengan penuh perhatian, ulangi pesan pasien kembali pada pasien untuk memastikan pengertian, abaikan ketidaktepatan penggunaan kata, jangan memperbaiki kesalahan, jangan pura-pura mengerti bila tidak mengerti, minta pasien untuk mengulang. o Ajarkan pasien tehnik untuk memperbaiki wicara, instruksikan bicara lambat dan dalam kalimat pendek pada awalnya, tanyakan pertanyaan yang dapat dijawabnya ya atau tidak. o Gunakan strategi untuk memperbaiki pemahaman pasien, dapatkan pengetahuan pasien sebelum bicara padanya, panggil dengan menyebutkan nama pasien, lakukan pola bicara yang konsisten, gunakan sentuhan dan perilaku untuk berkomunikasi dengan tenang
d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik dan gangguan proses kognitif. Tujuan : Pasien dapat menolong diri sendiri sesuai kondisinya, dan dapat mengungkapkan kebutuhannya. Intervensi : o Kaji derajat ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, makan, toile training). o Lakukan perawatan kulit selama 4-5 jam, gunakan loiton yang mengandung minyak, inspeksi bagian di atas tulang yang menonjol setiap hari untuk mengetahui adanya kerusakan. o Berikan hygiene fisik total, sesuai indikasi, sisi rambut setiap hari, kerams setiap minggu sesuai indikasi. o Lakukan oral hygiene setiap 4-8 jam, sikat gigi, bersihkan membran mukosa dengan pembilas mulut, jaga agar kuku tetap terpotong rapi dan bersih. o Kaji dan pantau status nutrisi. o Perbanyak masukan cairan sampai 2000 ml/hari kecuali terhadap kontra indikasi. 80
o Pastikan eliminasi yang teratur. o Berikan pelunak feses enema sesuai pesanan.
e. Perubahan persepsi sensori berhubugnan dengan stres psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas) Tujuan : o Pasien dapat memulai dan mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual o Pasien dapat mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual Intervensi : o Evaluasi terhadap adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan ketajaman persepsi, adanya diplobia. o Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal, biarkan lampu menyala, letakkan benda dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal, tutup mata yang sakit jika perlu. o Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan. o Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas atau dingin, tajam atau tumpul, posisi bagian tubuh atau otot, rasa persendian. o Berikan stimulus terhadap rasa atau sentuhan o Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan o Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu. o Observasi respon perilaku pasien seperti rasa permusuhan, menangis, efek tidak sesuai, agitasi, halusinasi. o Hilangkan kebisingan atau stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan. o Bicara dengan tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek, pertahankan kontak mata (Sumber : Doenges).
81
f. Resiko tinggi terhadap cidera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang motorik atau persepsi. Tujuan : pasien dapat terhindar dari resiko cedera atau terjatuh Intervensi : o Lakukan tindakan yang mengurangi bahaya lingkungan : orientasi pasien dengan lingkungan sekitarnya, instruksikan pasien untuk menggunakan bel pemanggil untuk meminta bantuan, pertahankan tempat tidur dan posisi rendah dengan atau semua bagian pengaman tempat tidur terpasang. o Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan dengan menggunakan termometer bila ada. o Kaji ekstremitas setiap hari terhadai cidera yang tidak terdeteksi. o Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion o Konsul dengan ahli terapi dengan pelatihan postur. o Ajarkan pasien dengan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah (Sumber : Carpenito).
g. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, keterbatasan kognitif, kurang mengingat, tidak mengenal sumber dan informasi. Tujuan : o Pasien dapat berpartisipasi dalam proses belajar o Pasien dapat mengungkapkan pemahaman tentang prognosis/kondisi serta aturan terapeutik o Pasien dapat memulai gaya hidup yang diperlukan Intervensi : o Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada pasien. o Diskusikan rencana untuk memenuhi perawatan diri. 82
o Identifikasi faktor resiko (seperti hipertensi, merokok, aterosklerosis, dan lain-lain) dan perubahan pola hidup yang penting. o Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan kontrol secara menerus (Doenges, 2000) 3. Evaluasi Hasil yang diharapkan : a. Mencapai peningkatan mobilisasi Kerusakan kulit terhindar, tidak ada kontraktur dan footdrop Berpartisipasi dalam program latihan Mencapai keseimbangan saat duduk Penggunaan sisi tubuh yang tidak sakit untuk konpensasi hilangnya fungsi pada sisi yang hemiplegia b. Dapat merawat diri; dalam bentuk perawatan kebersihan dan menggunakan adaptasi terhadap alat-alat c. Pembuangan kandung kemih dapat diatur d. Berpatisipasi dalam program meningkatkan kognisi e. Adanya peningkatan komunikasi o Mempertahankan kulit yang utuh tanpa adanya kerusakan; memperlihatkan turgor kulit tetap normal dan berpartisipasi dalam aktivitas membalikkan badan dan posisi f. Anggota keluarga memperlihatkan tingkah laku yang positif dan menggunakan mekanisme koping o Mendukung program latihan o Turut aktif dalam proses rehabilitasi g. Tidak terjasi komplikasi o Tekanan darah dan kecepatan jantung dalam batas normal untuk pasien o As darah arteri dalam batas normal
83
Daftar Pustaka : Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta. Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta Mardjono Mahar, Sidharta Priguna., 2006, Neurologi Klinis Dasar , P.T Dian Rakyat, Jakarta. Gleadle, Jonathan., 2005, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, EMS, Jakarta. Brunner and Suddarth, , 2001, Keperawatan Medikal Bedah,EGC, Jakarta. Muttaqin. A (2008), Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
ASKEP STROKE A. Pengertian Stroke/CVD (Cerebro Vaskuler Disease) merupakan gangguan suplai oksigen ke sel-sel syaraf yang dapat disebabkan oleh pecahnya atau lebih pembuluh darah yang memperdarai otak dengan tiba-tiba. (Brunner dan Sudart, 2002) Stroke merupakan cedera otak yang berkaitan obstruksi aliran darah otak. Stroke dapat menjadi akibat pembentukan trombus ke otak/di suatu arteri serebrum, akibat embolus yang mengalir ke otak dari tempat lain ke tubuh atau akibat perdarahan otak. (Corwin, 2001) Sroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus di tangani secara tepat dan cepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. (Muttaqin, 2008)
B. Etiologi 1. Thrombosis Cerebral. Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi 84
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis. Beberapa keadaandibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak : a. Atherosklerosis Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut : - Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah. - Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis. -.Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus) - Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan. b. Hypercoagulasi pada polysitemia Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral. c. Arteritis( radang pada arteri ) 2. Emboli Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli : a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD) b. Myokard infark c. Fibrilasi,. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil. d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium. 85
3. Haemorhagi Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak. Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi : a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital. b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis. d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena. e.Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah. 4. Hypoksia Umum a. Hipertensi yang parah. b. Cardiac Pulmonary Arrest c. Cardiac output turun akibat aritmia 5. Hipoksia setempat a.Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid. b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
C. FAKTOR RESIKO Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokan sebagai berikut : 1. Akibat adanya kerusakan pada arteri, yairtu usia, hipertensi dan DM. 2.Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia. 86
3. Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis penyakit jantung lainnya. 4. Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada arteri dan penurunan faktor pembekuan darah (leukemia, pengobatan dengan anti koagulan ) 5. Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan pembuluh darah arteri sebelumnya : penyakit jantung angina, TIA., suplai darah menurun pada ektremitas. Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama ini dianggap berperan dalam meningkatkan prevalensi stroke ternyata tidak ditemukan pada penelitian tersebut diantaranya, adalah: 1. Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti kaitan antara keduanya itu. 2. Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko terjadinya stroke. Namun dalam penelitian tersebut tidak ada bukti yang menyatakan hal tersebut berkaitan secara langsung. Walaupun memang latihan yang terlalu berat dapat menimbulkan MCI. 3. Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang sama terkena serangan stroke tetapi untuk MCI jelas pria lebih banyak daripada wanita. 4. Obesitas. Dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar, namun tidak ada bukti secara medis yang menyatakan hal ini. 5. Riwayat keluarga.
Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ; 1. Hipertensi dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral. 2. Aneurisma pembuluh darah cerebral Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan. 3. Kelainan jantung / penyakit jantung 87
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah. 4. Diabetes mellitus (DM) Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral. 5. Usia lanjut Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak. 6. Polocitemia Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun. 7. Peningkatan kolesterol (lipid total) Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak. 8. Obesitas Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak. 9. Perokok Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis. 10. kurang aktivitas fisik Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak. (Sumber : Brunner and Suddarth)
D. Klasifikasi 88
Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi: Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu : 1. stroke hemoragik Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yang disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol. 2. stroke non hemoragik Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu : TIAS (Trans Ischemic Attack) Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict) Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.. stroke in Evolution Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari. Complete Stroke Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent. (Sumber : Mahar Mardjono dan Priguna Sidharta)
Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya: 89
a.TIA ( Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari. c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang. E. Patofisiologi Aliran darah di setiap otak terhambat karena trombus atau embolus, maka terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otot, kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat iskemia imun (karena henti jantung atau hipotensi) hipoxia karena proses kesukaran bernafas suatu sumbatan pada arteri koroner dapat mengakibatkan suatu area infark (kematian jaringan). (Sumber : Hudak dan Gallo). Perdarahan intraksional biasanya disebabkan oleh ruptura arteri cerebri ekstravasasi darah terjadi di daerah otak atau subarachnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar pendarahan, spasme ini dapat menyebaar ke seluruh hemisfer otak, bekuan darah yang semua lunak akhirnya akan larut dan mengecil, otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Infark regional kortikal, sub kortikal ataupun infark regional di batang otak terjadi karena daerah perdarahan suatu arteri tidak/ kurang mendapat aliran darah. Aliran/ suplai darah tidak disampaikan ke daerah tersebut oleh karena arteri yang bersangkutan tersumbat atau pecah. Sebagai akibat keadaan tersebut bias terjadinya anoksia atau hypoksia. Bila aliran darah ke otak berkurang sampai 24-30 ml/100 gr jaringan akan terjadi ischemia untuk jangka waktu yang lama dan bila otak hanya mendapat suplai darah kurang dari 16 ml/100 gr jaringan otak, maka akan terjadi infark jaringan otak yang permanen.(Sumber : DepKes 1993) 90
Pathway Stroke
F. Manifestasi Klinis Kehilangan motorik 91
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan control motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada satu sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh. Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralisis dan hilang atau menurunnya reflex tendon dalam. Apabila reflek tendon dala ini muncul kembali (biasanya dalam 48 jam), peningkatan tonus disertai dengan spastisitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada ekstremitas yang terkena dapat dilihat. Kehilangan komunikasi Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan sebagai berikut: a. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dan dimengerti disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk mneghasilkan bicara. b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya). Gangguan persepsi Ketidakmampuan untuk meninterpretasikan sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual-spasial dan kehilangan sensori. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik Bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lipa dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan mungkin akan diperberat oleh respon alamiah pasien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain yang umum terjadi yaitu labilitas emosional, bermusuhan, frustasi, dendam, dan kurang kerja sama. Disfungsi kandung kemih 92
Setelah stroke mungkin pasien mengalami inkontinensia urinarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan karena kerusakan control motorik dan postural. Kadang setelah stroke kandung kemih menjadi atonik. Dengan kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian kandung kemih. (Sumber : Brunner and Suddarth)
G. Prosedur Diagnostik 1. Angiografi cerebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik oklusi atau ruptur. 2. CT Scan : memperlihatkan adanya oedem 3. MRI : mewujudkan daerah yang mengalami infark 4. Penilaian kekuatan otot 5. EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak. (Sumber : Doenges)
H. Penatalaksanaan Keperawatan Penderita yang mengalami stroke dengan infark yang luas melibatkan sebagian besar hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral hemianopsia, selama stadium akut memerlukan penanganan medis dan perawatan yang didasari beberapa prinsip. Secara praktis penanganan terhadap ischemia serebri adalah 1) Penanganan suportif imun a. Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat. b. Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat. c. Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia. 2) Meningkatkan darah cerebral a. Elevasi tekanan darah 93
b. Intervensi bedah c. Ekspansi volume intra vaskuler d. Anti koagulan e. Pengontrolan tekanan intrakranial f. Obat anti edema serebri steroid g. Proteksi cerebral (barbitura) macam-macam obat yang digunakan ( Sumber : Lumban Tobing ) 1. Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi) 2. Obat anti koagulasi : heparin 3. Obat trombolik (obat yang dapat menghancurkan trombus) 4. Obat untuk edema otak (larutan manitol 20%, obat dexametason)
I. Komplikasi Komplikasi stroke meliputi : Hipoksia serebral, diminimalkan dengan member oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen dan mempertahankan hemoglobin serta hemotokrit dalam mebantu mempertahankan oksigenasi jaringan. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak selanjutnya menurunkan aliran darah serebral. (Sumber : Brunner and Suddarth)
94
J. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Anamnesis Kelainan system saraf bias menimbulkan berbagai macam gejala, diantaranya: o Nyeri kepala o Kejang, pingsan, gerakan aneh o Pening atau vertigo o Masalah penglihatan o Kelainan pengdiuman atau penglihatan o Kesulitan berbicara o Kesulitan menelan o Kesulitan berjalan o Ekstremitas lemah o Gangguan sensori o Gerakan involunter dan tremor o Masalaha pengendalian sfinkter (buang air besar atau kecil) o Gangguan fungsi mental luhur, seperti bingung atau perubahan kepribadian Riwayat penyakit dahulu o Adakah penyakit gangguan neurolohis lainnya ? o Adakah riwayat penyakit sistemik, khususnya kelainan kardiovaskuler ? Obat obatan Riwayat keluarga Adakah riwayat penyakit neurologis dalam keluarga? Riwayat sosial 95
Pemeriksaan fisik o Bagaimana tingkat kesadaran pasien, tentukan dengan skor koma Glasgow o Pandanglah pasien, apakah ada kelainan postur yang jelas, pengecilan otot atau tremor? o Periksa ekstremitas atas a. Lakukan inspeksi untuk mencari pengecilan otot yang jelas, tremor, fasikulasi, deformitas, dan perubahan warna kulit. b. Periksa kekuatan, bandingkan kedua lengan. Gunakan skala MRC : 0 lumpuh sempurna 1 masih terlihat kontraksi 2 gerak aktif tanpa gravitasi 3 bergerak melawan arah 4 bergerak melawan tahanan 5 kekuatan normal c. Periksa koordinasi dengan tes telunjuk-hidung, gerak cepat jari-jari, gerak cepat bergantian (jika ada kesulitan = disdiadokokinesis pada gangguan serebelum) d. Periksa reflek dengan ketukan biseps, triseps dan supinator e. Periksa sensasi. Tes raba halus, tusuk jarum, rasa getar, rasa posisi sendi, dan reaksi panas/dingin. o Periksa ekstremitas bawah a. Lakukan inspkesi b. Periksa kekuatan, bandingkan kedua sisi. c. Periksa koordinasi d. Periksa sensasi o Periksa saraf kranial a. Olfaktorius, periksa sensasi penghidu di kedua lubang hidung 96
b. Optikus, periksa ketajaman penglihatan, periksa lapang pandang, periksa reaksi cahaya langsung dan tak langsung serta akomodasi c. Okulomotorius, troklearis, dan abdusen, Cari adanya ptosis (sebelah atau kedua kelopak mata menutup) Periksa adanya nigtagmus, tanyakan adanya penglihatan ganda . d. Trigeminus, Periksa sensasi wajah terhada raba halus dan tusuk jarum. Periksa kekuatan otot pengunyah dna temporalis Tes reflek kornea Tes ketuk rahang e. Fasialis, Periksa oto otot ekspresi wajah (angkat alis, tutup mata kuat kuat, tunjukan gigi) f. Vesibulokoklearis, Tes pendengaran, lakukan tes rine dan tes weber Tes keseimbangan (berdiri dengan mata tertutup, berjalan sepanjang garis lurus) g. Vagus dan glosofaringeus, Periksa gerak palatum Periks reflek muntah dan batuk h. Aksesorius, Periksa kekuatan otot sternomastoideus dan mengangkat bahu i. Hipoglosus, Periksa lidah untuk mencari pengecilan otot, fasikulasi dan uji kekuatan j. Tes fungsi mental luhur Nilailah kemampuan berbicara Periksa ingatan Nilailah kemampuan pemahaman (Sumber : jonathan Gleadle)
2. Diagnosa a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral. Tujuan : 97
Mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan motorik /sensorik. Intervensi : o Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar. o Pantau tanda-tanda vital. o Catat perubahan data penglihatan seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang atau ke dalam persepsi. o Kaji fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara. o Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis (netral). o Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung atau aktivitas pasien sesuai indikasi. o Cegah terjadinya mengejan saat terjadinya defekasi dan pernafasan yang memaksa (batuk terus menerus). o Kolaborasi dalam pembarian oksigen dan obat sesuai indikasi (Doenges, 2000).
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan fungsi neurologis. Tujuan : Mempertahankan/ meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi Intervensi : o Kaji kemampuan fungsional dan beratnya kelainan. o Pertahankan kesejajaran tubuh (gunakan papan tempat tidur, matras udara atau papan baku sesuai indikasi. o Balikkan dan ubah posisi tiap 2 jam. o Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan bantal. 98
o Lakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif untuk semua ekstremitas setiap 2 jam sampai 4 jam. o Berikan dorongan tangan, jari-jari dan latihan kaki. o Bantu pasien dengan menggunakan alat penyokong sesuai indikasi. o Berikan dorongan kepada pasien untuk melakukan aktivitas kebutuhan sehari-hari. o Mulai ambulasi progresif sesuai pesanan bantu untuk duduk dalam posisi seimbang mulai dari prosedur pindah dari tempat tidur ke kursi untuk mencapai keseimbangan.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek kerusakan pada hemisfer bahasa atau wicara (kiri atau kanan) Tujuan : o pasien dapat mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi o pasien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan Intervensi : o Bedakan antara gangguan bahasa dan gangguan wicara. o Kolaborasikan dengan praktis bicara untuk mengevaluasi pasien dan merancang rencana. o Ciptakan suatu atmosfir penerimaan dan privasi. o Buat semua upaya untuk memahami komunikasi pasien, mendengar dengan penuh perhatian, ulangi pesan pasien kembali pada pasien untuk memastikan pengertian, abaikan ketidaktepatan penggunaan kata, jangan memperbaiki kesalahan, jangan pura-pura mengerti bila tidak mengerti, minta pasien untuk mengulang. o Ajarkan pasien tehnik untuk memperbaiki wicara, instruksikan bicara lambat dan dalam kalimat pendek pada awalnya, tanyakan pertanyaan yang dapat dijawabnya ya atau tidak. o Gunakan strategi untuk memperbaiki pemahaman pasien, dapatkan pengetahuan pasien sebelum bicara padanya, panggil dengan menyebutkan nama pasien, lakukan pola bicara yang konsisten, gunakan sentuhan dan perilaku untuk berkomunikasi dengan tenang
99
d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik dan gangguan proses kognitif. Tujuan : Pasien dapat menolong diri sendiri sesuai kondisinya, dan dapat mengungkapkan kebutuhannya. Intervensi : o Kaji derajat ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas perawatan diri (mandi, makan, toile training). o Lakukan perawatan kulit selama 4-5 jam, gunakan loiton yang mengandung minyak, inspeksi bagian di atas tulang yang menonjol setiap hari untuk mengetahui adanya kerusakan. o Berikan hygiene fisik total, sesuai indikasi, sisi rambut setiap hari, kerams setiap minggu sesuai indikasi. o Lakukan oral hygiene setiap 4-8 jam, sikat gigi, bersihkan membran mukosa dengan pembilas mulut, jaga agar kuku tetap terpotong rapi dan bersih. o Kaji dan pantau status nutrisi. o Perbanyak masukan cairan sampai 2000 ml/hari kecuali terhadap kontra indikasi. o Pastikan eliminasi yang teratur. o Berikan pelunak feses enema sesuai pesanan.
e. Perubahan persepsi sensori berhubugnan dengan stres psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas) Tujuan : o Pasien dapat memulai dan mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual o Pasien dapat mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual Intervensi : o Evaluasi terhadap adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan ketajaman persepsi, adanya diplobia. 100
o Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal, biarkan lampu menyala, letakkan benda dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal, tutup mata yang sakit jika perlu. o Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan. o Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas atau dingin, tajam atau tumpul, posisi bagian tubuh atau otot, rasa persendian. o Berikan stimulus terhadap rasa atau sentuhan o Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan o Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu. o Observasi respon perilaku pasien seperti rasa permusuhan, menangis, efek tidak sesuai, agitasi, halusinasi. o Hilangkan kebisingan atau stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan. o Bicara dengan tenang, perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek, pertahankan kontak mata (Sumber : Doenges).
f. Resiko tinggi terhadap cidera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang motorik atau persepsi. Tujuan : pasien dapat terhindar dari resiko cedera atau terjatuh Intervensi : o Lakukan tindakan yang mengurangi bahaya lingkungan : orientasi pasien dengan lingkungan sekitarnya, instruksikan pasien untuk menggunakan bel pemanggil untuk meminta bantuan, pertahankan tempat tidur dan posisi rendah dengan atau semua bagian pengaman tempat tidur terpasang. o Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan dengan menggunakan termometer bila ada. o Kaji ekstremitas setiap hari terhadai cidera yang tidak terdeteksi. o Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion 101
o Konsul dengan ahli terapi dengan pelatihan postur. o Ajarkan pasien dengan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah (Sumber : Carpenito).
g. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, keterbatasan kognitif, kurang mengingat, tidak mengenal sumber dan informasi. Tujuan : o Pasien dapat berpartisipasi dalam proses belajar o Pasien dapat mengungkapkan pemahaman tentang prognosis/kondisi serta aturan terapeutik o Pasien dapat memulai gaya hidup yang diperlukan Intervensi : o Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada pasien. o Diskusikan rencana untuk memenuhi perawatan diri. o Identifikasi faktor resiko (seperti hipertensi, merokok, aterosklerosis, dan lain-lain) dan perubahan pola hidup yang penting. o Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan kontrol secara menerus (Doenges, 2000) 3. Evaluasi Hasil yang diharapkan : a. Mencapai peningkatan mobilisasi Kerusakan kulit terhindar, tidak ada kontraktur dan footdrop Berpartisipasi dalam program latihan Mencapai keseimbangan saat duduk Penggunaan sisi tubuh yang tidak sakit untuk konpensasi hilangnya fungsi pada sisi yang hemiplegia 102
b. Dapat merawat diri; dalam bentuk perawatan kebersihan dan menggunakan adaptasi terhadap alat-alat c. Pembuangan kandung kemih dapat diatur d. Berpatisipasi dalam program meningkatkan kognisi e. Adanya peningkatan komunikasi o Mempertahankan kulit yang utuh tanpa adanya kerusakan; memperlihatkan turgor kulit tetap normal dan berpartisipasi dalam aktivitas membalikkan badan dan posisi f. Anggota keluarga memperlihatkan tingkah laku yang positif dan menggunakan mekanisme koping o Mendukung program latihan o Turut aktif dalam proses rehabilitasi g. Tidak terjasi komplikasi o Tekanan darah dan kecepatan jantung dalam batas normal untuk pasien o As darah arteri dalam batas normal
Daftar Pustaka Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000 Misbach, Jusuf. 2011. STROKE ASPEK DIAGNOSTIK, PATOFISIOLOGI, MANAJEMEN. Jakarta : Badan Penerbit FKUI Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. BUKU AJAR Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC
103
PENGKAJIAN hipertensiiii 1. Identitas a. Identitas Pasien Nama : Ny. S Umur : 81 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Status : Menikah Pendidikan : SMP Pekerjaan : Swasta Suku : Jawa Alamat : Kradenan Rt 02/Rw 01 Gombong Diagnosa Medis : HHD ( Hipertensi Heart Disease) No. RM : 104888 Tanggal masuk RS : 13 Januari 2011 Jam 16.00 Tanggal / Waktu pengkajian : 14 Januari 2011 Jam 08.00
b.Identitas Penanggung Jawab Nama : Ny. E Umur : 33 tahun Pekerjaan : Swasta Alamat : Kradenan Rt 02/Rw 01 Hubungan dengan pasien : anak
104
2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama Pasien merasa sering sakit kepala ( pusing) b. Keluhan tambahan Pasien mengatakan badanya terasa lemas dan sakit pinggang c. Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke IGD pada tanggal 13 Januari 2011 jam 16.00 WIB dengan diantar keluarganya, pasien mengatakan kepalanya sakit, badanya lemas dan pinggang terasa sakit, keluarga pasien mengatakan bahwa sebelum di bawa ke RS pasien jatuh saat ke kamar mandi. d. Riwayat penyakit dahulu Pasien sudah lama menderita hipertensi, dan sering mengeluh sakit kepala, tetapi belum sampai di rawat di RS. e. Riwayat penyakit keluarga Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit menular dan hanya mempunyai penyakit menurun yaitu hipertensi, keluarga pasien mengatakan ada salah satu anggota keluarganya yang memiliki penyakit hipertensi.
3. Pengkajian Saat Ini a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Pasien mengatakan tahu tentang pentingnya kesehatan sehingga apabila ada salah satu keluarganya yang sakit langsung dibawa ke RS.
b. Pola nutrisi a. Sebelum sakit 1) Makan : 3 x 1 sehari (Nasi, sayur, lauk) habis 1 porsi 105
2) Minum : 6 7 gelas sehari (air putih dan teh) b. Selama sakit 1) Makan : 2 x 1 sehari, diit BKRG dari RS, habis porsi 2) Minum : 5 6 gelas ukuran 200 cc, infus 900 CC jenis RI. c. Pola Eliminasi 1) Sebelum sakit a) BAB normal 2 kali sehari, bentuk padat, warna kuning. b) BAK normal 6-8 kali sehari, warna kekuning kuningan
2) Selama Sakit a) BAB cair 1-2 kali sehari, bentuk padat, warna kuning, bau khas. b) BAK cair 6-8 kali sehari, bau khas.
d. Pola aktivitas dan latihan 1) Sebelum sakit
2) Selama sakit Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4 Makan/ Minum Mandi Torleting Berpakaian Mobilitas di tempat tidur Berpindah Ambulasi/ Rom 106
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
0: Keterangan: Mandiri Makan/ Minum
1: 2: Dibantu alat Dibantu orang lain Mandi
Torleting
3: Dibantu orang lain dan alat Berpakaian Mobilitas di tempat tidur
Berpindah 4: Tergantung Total Ambulasi
e. Pola Tidur dan Istirahat 1) Sebelum sakit Pasien mengatakan sebelum sakit tidur 7-8 jam / hari 2) Selama sakit Pasien hanya tidur 3-5 jam / hari karena sering pusing
f. Pola Persepsual (Penglihatan, Pendengaran, Pengecapan, Sensasi) 107
1) Sebelum sakit a) Pendengaran pasien sudah agak terganggu karena sudah tua b) Penglihatan pasien sudah kabur c) Pengecapan pasien masih baik d) Sensasi pasien masih baik 2) Selama sakit a) Pendengaran pasien sudah agak terganggu karena sudah tua b) Penglihatan pasien sudah kabur c) Pengecapan pasien kurang baik karena bibir pasien terasa pahit d) Sensasi pasien masih baik
g. Pola Persepsi Diri 1) Sebelum sakit a) Kecemasan : Tidak ada kecemasan atau kegelisahan b) Konsep Diri : - 2) Selama sakit a) Klien terlihat lemah dan pucat b) Tingkat kecemasan klien dapat dilihat saat pasien akan dilakukan tindakan keperawatan, sering bertanya sesuatu tentang penyakitnya h. Pola Seksual dan Reproduksi 1) Sebelum sakit Pasien sudah menopouse 2) Selama sakit Pasien tidak memiliki gairah seksual 108
i. Pola Peran Hubungan 1) Komunikasi : Dalam berkomunikasi pasien berkomunikasi baik dengan keluarganya. 2) Hubungan dengan orang lain : Pasien bersosialisasi baik dengan lingkungan dan keluarganya, terbukti banyak saudara ataupun kerabat yang menjenguknya. 3) Kemampuan keuangan : Keluarga pasien dapat digolongkan dalam kelompok sosial kelas menengah.
j. Pola Managemen Kopping dan Stress 1) Sebelum sakit Pasien mengatakan senang bergaul dengan warga sekitar 2) Selama sakit Pasien terlihat jenuh karena ruang gerak pasien diabatasi.
k. Sistem nilai keyakinan. 1) Sebelum sakit Pasien mengatakan beragama islam dan rajin beribadah 2) Selama sakit Pasien tidak melaksanakan ibadah sholat seperti biasanya karena penyakitnya, tetapi pasien selalu berdoa untuk kesembuhanya. 4. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan umum a. Keadaan umum : cukup b. Kesadaran : composmetis c. Tanda-tanda vital : - TD : 220/100 mmHg 109
- N : 87 x/menit - S : 36,60 C - R : 23 x/menit 2. Pemeriksaan Head To Toe a. Kepala : mesochepal b. Rambut : bersih, beruban dan potongan pendek c. Mata : reflek terhadap cahaya baik d. Hidung : bersih, tidak ada polip e. Telinga : simetris, bersih tidak ada serumen f. Mulut dan gigi : mulut bersih, kemampuan bicara baik g. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid h. Torak Inspeksi : Bentuk simetris, bergerak dengan mudah saat respirasi Palpasi : Tidak ada nyeri tekan Perkusi : Perkusi diatas permukaan paru dalam keadaan normal Auskultasi : Paru-paru dalam keadaan normal, yaitu terdapat 3 tipe suara : 1) Bronchial 2) Bronchovaskuler 3) Vaskuler
i. Abdomen Inspeksi : Simetris Auskulturasi : Bising usus 22 x /menit Palpasi : Tidak ada nyeri tekan 110
Perkusi : Timpani j. Genetalia : berjenis kelamin Perempuan, dan terpasang DC k. Kulit : bersih, turgor jelek l. Ekstremitas : - atas : kekuatan otot lemah, tangan kanan terpasang infuse RL 20 Tpm - bawah : tidak ada edema 5. Pemeriksaan Penunjang Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 17 Januari 2011
Pemeriksaan EKG tanggal 17 januari Kesimpulan - OMI anterior - VES Terapi Farmakologis - Meloxilam 2x7,5 mg Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Normal GDS Creatinin HB Leukosit Eosonofil Eritrosit Hematokrit Trombosit 106 1,0 13,7 6,800 2,00 3,60 30,00 172,00 mg/dl mg/dl gr % /mk % juta/ml % ribu/ml < 200 0,5 0, 9 12 14 400 11000 1,00 3,00 4,60 5,50 31,00 45,00 150,00 450,00 111
DS : pasien mengatakan kepalnya terasa sakit dan lehernya terasa kaku DO : -pasien terlihat menahan nyeri -skala nyeri 7
DS : pasien mengatakan pandanganya terlihat kabur da berkunang-kunang saat berdiri dan berjalan DO : pasien terlihat sempoyongan saat berjalan dan selalu berpegangan
Nyeri akut
Resiko injuri
Peningkatan tekanan vaskuler serebral
Gangguan fungsi penglihatan
112
3. DS : pasien mengatakan badannya terasa lemas dan susah untuk melakukan aktivitasnya secara mandiri DO : - pasien terlihat bedres -Pasien terlihat dibantu orang lain saat melakukan aktivitas karena lelah
Intoleransi aktivitas Penurunan cardiac output
C. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan vaskuler cerebral ditandai dengan pasien mengatakan kepalnya terasa sakit, pasien terlihat menahan nyeri, skala nyeri 7. 2. Resiko injuri berhubungan dengan gangguan penglihatan ditandai dengan pasien mengatakan pandanganya terlihat kabur da berkunang-kunang saat berdiri dan berjalan. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiac output ditandai dengan pasien mengatakan badannya terasa lemas dan susah untuk melakukan aktivitasnya secara mandiri, Pasien terlihat dibantu orang lain saat melakukan aktivitas E. Intervensi 1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan vaskuler cerebral ditandai dengan pasien mengatakan kepalnya terasa sakit, pasien terlihat menahan nyeri, skala nyeri 7. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri pada pasien dapat berkurang, dengan kriteria hasil: 113
-pasien mengatakan tidak sakit kepala lagi -sakit kepala terkontrol 1. Berikan kompres dingin pada dahi R : tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan memperlambat resspon simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya 2. Minimalkan aktivitass vasokontriksi yang menyebabkan peningkatan sakit kepala R : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan vaskuler serebral 3. Anjurkan pasien untuk tirah baring selama fase akut R : meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi 4. Jelaskan penyebab nyeri dan lama nyeri bila di ketahui R : meningkatkan pengetahuan 5. Kolaborasi pemberian analgetik R: analgetik menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang system saraf simpatis. 2. Resiko injuri berhubungan dengan gangguan penglihatan ditandai dengan pasien mengatakan pandanganya terlihat kabur da berkunang-kunang saat berdiri dan berjalan. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko injuri dapat berkurang dengan criteria hasil: -pasien mampu mengidentifikasi faktor faktor yang meningkatkan kemungkinan cidera -menunjukan prilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cidera -pasien tidak mengalami injuri / jatuh -pasien akan mengubah lingkungan sesuai indikassi meningkatkan kenyamanan 1. Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, dan orang lain R : memberikan peningkatan kenyamanan dan mengurangi resiko injuri 114
2. Pertahankan tirah baring ketat dalam posisi terlentang yang ditentukan R : untuk memungkinkan viterus human bekerja sebagai kekuatan memotifasi untuk mengontrol perdarahan. 3. Anjurkan pasien untuk mengistirahatkan mata agar tidak lelah R : mengurangi resiko perlukaan / pembuluh darah retina yang akan menyebabkan menurunnya penglihatan. 4. Modifikasi lingkungan sekitar pasien R : meningkatkan rasa nyaman 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiac output ditandai dengan pasien mengatakan badannya terasa lemas dan susah untuk melakukan aktivitasnya secara mandiri, Pasien terlihat dibantu orang lain saat melakukan aktivitas Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat melakukan aktivitasnya sendiri dengan kriteria hasil -meningkatnya energi untuk melakukan aktivitas -menurunnya gejala gejala intoleransi aktivitas 1. Berikan dorongan untuk aktivitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi, berikan bantuan sesuai kebutuhan R : kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba tiba, memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas. 2. Instruksikan pasien tentang tekhnik penghematan energy R : tekhnik menghemat energy mengurangi penggunaan energy, dan juga membantu kesimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen 3. Beri jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat sepanjang siang dan sore R : istirahat memungkinkan penghematan energy 4. Kolaborasi pemberian obat digixin R : pemberian digoxin untuk memperkuat kerja jantung. 115
F. Implementasi
Hari/ Tanggal Dx Implementasi Respon Paraf 14.01.2011 O8.00
I
I
I,II,III
II
Mengkaji keluhan pasien
Mengkaji nyeri pasien
Mengobservasi KU pasien
-Meorientasikan linkingan kepada pasien -Mempertahankan tirah baring keteat dalam posisi berbaring
- pasien mengeluh kepala pusing dan leher kaku.
-P: peningkatan tekanan vaskuler Q: nyeri seperti di remas R: di kepala S:7 T:saat bergerak dan berjalan - KU pasien cukup
- pasien mulai mengenal lingkungan - pasien istirahat dalam posisi terlentang
- pasien memahami
116
11.00
15-01- 2011
14.00
14.30
III
I
II
I.II.III
I
II
Mendorang pasien untuk melakukan aktivitas mandiri Memberi injeksi Cetorolax 2X1 gram Torasix 2X1 amp
Mengukur TTV
-Mengobservasi keadaan umum pasien
-,Mengkaji skala nyeri - member kompres air dingin
-Mempertahankan klien pada posisi Terlentang. Obat masuk melalui IV
TD: 200/100 mmHg N: 86x/mnt R: 23x/mnt S: 36,7 C
-Pasien lemas dan masih berbaring di tempat tidur. -skala nyeri 6 -Pasioen kooperatif saat di lakukan kompres dingin -pasien tidur terlentang
117
15.30
16.00
20.00
21.00
16-01- 2011 14.00
I
II
I
-Menganjurkan pasien untuk tetap istirahat untuk menghemat energi
-Melatih pasien tehnik relaksasi dan distraksi
-Mengatur posisi klien pada posisi nyaman -Memberi obat analgesic
-Mengajurkan pasien untuk mengistirahatkan mata
-,Mengkaji skala nyeri dengan skala 4 -Mengobservasi KU pasien
-Mempertahankan klien pada posisi Terlentang.
-Membantu ROM pada pasien
-Melatih pasien tehnik -pasien memahami anjuran yang di brikan
-pasien dapat melakukan tehnik menghilangkan nyeri -pasien nyaman pda posisi tidur -pasien mendapat obat analgesic -pasien mulai istarahat
-pasien Nampak lebih rileks -KU cukup
-pasien tidur dalam posisi terlentang
-pasien berlatih ROM 118
14.30
15.30
III
I
I,II,III
II
I relaksasi dan distraksi
- minimalkan aktivitas yang menyebabkan nyeri - member obat analgetik
- mengukur TTV
-Mengajurkan pasien untuk istirahat -Mengkaji nyeri pasien skala
-pasien bias melakukan tekhnik menghilangkjan rasa nyeri -pasien kooperatif
-pasien mendapat analgetik -TD :180/70mmHg -N : 87x/m -S :36,5 -R : 24x/m -pasien istirahat -pasien sudah tidak nyeri
G. Evaluasi Tanggal/ jam DX Catatan perkembangan Paraf 119
16/01/2011
17/01/2011
I
II
III
I
S: Pasien mengatakan kepelanya sakit seperti diremas- remasa saat berjalan O: Pasien terlihat menahan nyeri Skala nyeri 7 A: Masalah nyeri belum teratasi P : lanjutkan intervensi 1,5
S: pasien mengatakan pandangannya kaburdan berkunang-kunang O: Pasien masih terbaring ditempat tidur A:Masalah resiko injuri belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 1,4
S: Pasien mengatakan lemas dan belum bisa melakukan ak tifitas secara mandiri O: Masalah intolenransi aktifitas belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 1,4
S: Pasien mengatakan kepelanya sakit sudah berkurang O: Pasien terlihat sudah lebih rileks Skala nyeri 7 A: Masalah nyeri teratasi sebagian P : lanjutkan intervensi 1,2 dan 3
S: pasien mengatakan pandangannya masih kabur dan
120
18/01/2011
II
III
I
II
berkunang-kunang O: Pasien terlihat sempoyongan A:Masalah resiko injuri belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 1,4
S : Pasien mengatakan sudah tidak terlalu lemas dan bisa melakukan aktifitas seperti duduk dan minum O: Pasien sudah Nampak bertenaga A: Masalah intolenransi aktifitas teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi 1,2
S : Pasien mengatakan sudah tidak pusing O: Pasien sudah Nampak lebih rileks A: Masalah nyeri akut pada pasien dapat teratasi P: Hentikan intervensi
S: Pasien mengatakan pandangannya berkunang-kunang ketika berdiri terlalu lama O: Pasien lebih tenang jika dalam posisi tidur 121
III A: Masalah resiko injuri teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi 1 4
S: Pasien mengatakan badanya masih lemas O: Pasien terlihat tiduran dan masih dibantu keluarganya A: Masalah intoleransi aktivitas teratasi sebagian P: Lanjutkan intervensi 1, 2
Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
a. Identitas Pengkajian
Nama : Tn.M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 60 Tahun
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pensiun
Alamat : Jln.Sederhana Gg.Sempurna Kec.Binjai Selatan
Tanggal Masuk : 16 April 2012
No.Register : 06-46-47
Ruangan/Kamar : Mengkudu (K 2 B 2 )
Golongan Darah : O
122
Tanggal Pengkajian : 17 April 2012
Tanggal Operasi : -
Diagnosa Keperawatan : Hipertensi
b. Penanggung Jawab
Nama : Tn.D
Hubungan dengan Pasien : anak
Pekerjaan : PNS
Umur : 25 Tahun
Alamat : Jln.Sederhana Gg.Sempurna Kec.Binjai Selatan
3.1.2 Keluhan Utama
Pasien datang kerumah sakit, mengatakan kapala pusing, nyeri pada tungkai, sakit kepala disertai leher terasa tegang dan kaku.
3.1.3 Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien dirawat dirumah sakit umum Dr.Rm Djoelham di ruangn mengkudu dengan keluhan kepala pusing, nyeri pada ulu hati, leher dan tengkuk terasa tegang, pasien mengatakan sulit beraktivitas.
3.1.4 Riwayat Masa Lalu
Pasien pernah dirawat dirumah sakit selama 4 hari pada tahun 1987 dengan kasus yang sama, pasien dirawat dan diberi obat untuk proses penyembuhan
3.1.5 Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan dari keluarga bahwa penyakit hipertensi yang diderita pasien adalah faktor keturunan dari ibu karena sebelum pasien menderita hipertensi ibu pasien juga pernah menderita hipertensi, ibu pasien meninggal dengan riwayat penyakit hipertensi.
3.1.6 Riwayat Keadaan Psikososial
Pasien mempergunakan bahasa Indonesia, presepsi terhadap penyakitnya, pasien sangat optimis untuk cepat sembuh dan pasien selalu berharap dan berdoa kepada Allah SWT, pasien memilki hubungan yang sangat baik dengan keluarga dan saudara.
123
Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Laki-laki exit (meninggal)
124
: Perempuan exit (meninggal)
: Tinggal satu rumah
: Hubungan / pertalian keluarga
: Penderita / pasien
Dari keterangan genogram diatas orangtua pasien keduanya sudah meninggal, orang tua laki-laki pasien meninggal karena terserang penyakit kanker hati, sedangkan ibu pasien meninggal karena penyakit hipertensi, dari hasil perkawinan ke-2 orangtua pasien terdapat 10 jumlah saudara pasien, dari kesepuluh jumlah saudara kandung pasien tersebut dirinci sebagai beriku : anak pertama perempuan, dan anak kedua perempuan, kedua anak perempuan tersebut meninggal karena menderita penyakit kanker rahim. Kemudian anak ketiga laki-laki adalah pasien yang menderita penyakit hipertensi yang dirawat dirumah sakit umum Dr.RM.Djoelham. Anak keempat perempuan, anak kelima adalah laki-laki dan meninggal karena penyakit stroke, anak keenam laki-laki, anak ketujuh laki-laki, anak kedelapan laki-laki, anak kesembilan laki- laki dan anak kesepuluh perempuan. Anak kesepuluh ini meninggal karena menderita penyakit stroke. Pasien menikah dan mempunyai tiga orang anak, yang pertama laki-laki yang sudah menikah, anak kedua perempuan dan anak ketiga perempuan, mereka tinggal dalam satu rumah terkecuali anak pertama yang sudah berumah tangga. Sementara riwayat sang istri pasien, kedua orang tuanya itu sudah meninggal dan orang tua laki-laki dari istri meninggal dikarenakan menderita penyakit kanker hati. Jumlah saudara istri pasien ada delapan, belum ada yang meninggal dari delapan saudara pasien tersebut.
3.1.7 Pemeriksaan Fisik
TD : 170/100 mmHg Pols : 90 x/i RR : 22 x/i Temp : 35 0 c
Keadaan umum : Lemah Penampilan : Pasien kurang rapi dan bersih Kesadaran : Compos mentis (conscious) yaitu kesadaran normal (dengan prevalensi 15) sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaannya TB : 178 cm BB : 94 Kg Ciri Tubuh : Gemuk
3.1.8 Pengkajian Pola Fungsional
125
a. Kepala Bentuk kepala bulat, rambut hitam lurus kulit kepala bersih tidak terdapat ketombe b. Penglihatan Baik, tidak ada ikterus, konjungtiva tidak anemis pupil isokor dan slekta baik tidak dijumpai c. Penciuman Bentuk dan posisi, anatomis tidak dijumpai kelainan dapat membedakan bau-bauan d. Pendengaran Pendengaran baik serumen ada dalam batas normal tidak ada dijumpai adanya peradangan dan pendarahan e. Mulut Tidak ada masalah pada rongga mulut, gigi bersih, tidak ada pendarahan maupun peradangan f. Pernafasan Tidak ada masalah pada frekuensi dan irama pernafasan g. Jantung Frekwensi denyut jantung dibawah normal 100x/i, bunyi jantung berirama, tidak adanya dijumpai nyeri pada dada h. Abdomen Pada abdomen tidak dijumpai kelainan begitu juga pada palpasi hepar i. Ekstremilasi pasien mengatakan susah menggerakkan kedua kakinya dan pasien sulit beraktivitas, semua aktivitas pasien dibantu oleh keluarga dan perawat j. Pola Kebiasaan 1. Nutrisi Sebelum masuk Rumah Sakit pola makan biasa 3 x 1 hari, makanan kesukaan yang berlemak, sedangkan makanan pantangan tidak ada. Sesudah masuk Rumah Sakit pola makan 3 x 1 hari. Porsi yang disajikan habis 1/3 porsi dengan diet M2, pasien dilarang makan makanan yang banyak mengandung minyak dan lemak.
2. Eliminasi BAB : Sebelum masuk Rumah Sakit BAB 2 x 1 hari dengan konsistensi lembek Sesudah masuk Rumah Sakit BAB 1 x 1 hari dengan konsistensi lembek BAK : Sebelum masuk Rumah Sakit BAK 5-6 x sehari Sesudah masuk Rumah Sakit BAK 4-5 x sehari
3. Pola Istirahat Sebelum masuk Rumah Sakit pasien tidur malam + 8 jam dan tidur siang + 1-2 jam, Sesudah masuk Rumah Sakit tidur malam hanya + 2 jam pada siang hari pasientidak bisa tidur karena suasana yang tidak tenang, kurang nyaman, sehingga klien tampak kusam dan pucat.
4. Pola Aktivitas Pada aktivitas sebagai kepala rumah tangga yang tiap waktu sedikit dirumah dan jumlah jam kerja yang tiada henti, istirahat yang hanya sebentar adanya hospitalisasi suasana dirumah sakit tidak terlaksana optimal karena badrest
5. Personal Hygine 126
Sebelum masuk Rumah Sakit pasien mandi 3 x sehari, cuci rambut 2 hari sekali kulit kepala bersih, sikat gigi 2 x sehari.
Adapun data penunjang dapat dilihat dari hasil laboratoriun sebagai berikut :
No Kimia Darah Hasil Normal Unit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Bil.total Bil.Direk SGOT SGPT Ureum Kreatinim Uric acid Cholesterol total Mglyceride HDL LDL 1,35 0,59 30,5 38,4 27,2 1,08 7,8 129 93 38 72 <1 <0,25 <37 <40 10-15 0,6-11 3,4-70 <200 <150 >55 <150 Mg/dL Mg/Dl U/I U/I Mg/dL Mg/dL Mg/dL Mg/dL Mg/dL Mg/dL Mg/dL
No Gula Darah Hasil Normal 1 2 3 4 Puasa 2 Jam pp dd random serologi 75-115 <120 92
3.1.10 Analisa Data
NO DATA PENYEBAB MASALAH 127
1 DS: Pasien mengatakan kepala pusing, dan leher terasa tegang. DO: : Px tampak meringis kesakitan, kondisi badan lemah. TD : 170/100 mmHg Pols : 90 x/i RR : 22 x/i Temp : 37 0 C Peningkatan tekanan darah Gangguan rasa nyaman nyeri 2 DS: Pasien mengatakan tidak selera makan DO: pasien tampak lemah, Makanan yang di sajikan habis 1/3 porsi Perubahan jenis diet Gangguan pola nutrisi 3 DS: Pasien mengatakan susah tidur DO: pasien tampak pucat, mata cekung, tidur malam + 2 jam pasien susah tidur siang Efek Hospitalisasi Gangguan istirahat tidur 4 Ds : pasien mengatakan kedua kakinya susah digerakkan
Do : aktivitas pasiens di bantu oleh keluarga dan perawat
kelemahan fisik Gangguan pola aktivitas
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d peningkatan tekanan darah d/d pasien tampak meringis kesakitan, kondisi badan lemah. TD : 170/100 mmHg Pols : 90 x/i RR : 22 x/i Temp : 37 0 C 2. Gangguan pola nutrisi b/d perubahan jenis diet d/d Makanan yang di sajikan habis 1/3 porsi 3. Gangguan istirahat tidur b/d efek hospitalisasi d/d pasien tampak pucat, mata cekung, tidur malam + 2 jam, pasien susah tidur siang 4. Gangguan pola aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik di tandai dengan aktivitas pasien dibantu oleh keluarga dan perawat.
128
3.1.11 Diagnosa Keperawatan Nama : Tn.M Umur : 60 Tahun Ruang : Mengkudu No.Reg : 06-46-47
Tabel Asuhan Keperawatan NO DATA DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN IMPLEMENTASI EVALUASI INTERVENSI RASIONALISASI 1 DS: Pasien mengatakan kepala pusing, dan leher terasa tegang.
DO: : Px tampak meringis kesakitan, kondisi badan lemah TD : 170/100 mmHg Pols : 90 x/i RR : 22 x/i Temp : 37 0 C
Gangguan rasa nyaman nyeri b/d peningkatan tekanan darah d/d pasien tampak meringis kesakitan, kondisi badan lemah. TD : 170/100 mmHg Pols : 90 x/i RR : 22 x/i Temp : 37 0 C
Nyeri dan pusing hilang Atur posisi semifowler pasien Berikan istirahat yang cukup Anjurkan pasien untuk menghindari makanan yang mengandung garam Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat Dengan mengatur posisi semi fowler pasien diharapkan pasien merasa nyaman Dengan memberikan istirahat yang cukup diharapkan rasa nyeri pasien berkurang Dengan menghindari makanan yang mengndung garam diharapkan dapat menghindari peningkatan tekanan darah Dengan berkolaborasi dengan dokter diharapkan pasien mendapat penanganan lebih lanjut. Mengatur posisi pasien Memberikan istirahat yang cukup Menganjurkan pasien untuk menghindari makanan yang mengandung garam Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat :
Furosemide = 1 amp/12 jam Amlodepine = 2 x 10 mg S: Pasien mengatakan kepala masih pusing O:TD:160/100 mmHg A: Masalah belum teratasi P: R/T dilanjutkan 2 DS: Pasien mengatakan tidak selera makan
DO: pasien tampak lemah, Makanan yang di sajikan habis 1/3 porsi Gangguan pola nutrisi b/d perubahan jenis diet d/d Makanan yang di sajikan habis 1/3 porsi Kebutuhan nutrisi terpenuhi Beri makan pasien sedikit tapi sering Beri makanan dalam keadaan hangat Beri makanan yang berpariasi Beri penjelasan tentang manfaat Dengan memberikan makan makan pasien sedikit tapi sering diharapkan pasien mudah mencerna makanan yang dimakannya Dengan memberikan Memberikan makan pasien sedikit tapi sering Memberikan makanan yang hangat Memberikan makanan yang berpariasi Memberi S: Pasien mengatakan selera makan pasien ada O: Pasien masih tampak lemah A: Masalah sebagian teratasi P: R/T dilanjutkan 129
makanan makanan dalam keadaan hangat diharapkan dapat menambah nafsu makan pasien Dengan memberikan makanan yang berpariasi diharapkan pasien tidak bosan dengan makanan yang disediakan Dengan memberikan penjelasan makanan pada pasien, agar pasien mengetahui manfaat makanan
penjelasan tentang manfaat makanan 3 DS: Pasien mengatakan susah tidur
DO: pasien tampak pucat, mata cekung, tidur malam + 2 jam pasien susah tidur siang Gangguan istirahat tidur b/d efek hospitalisasi d/d pasien tampak pucat, mata cekung, tidur malam + 2 jam susah tidur siang Istirahat tidur pasien terpenuhi Beri pasien ruangan yang nyaman Batasi jam berkunjung pasien ; pagi jam 10-12 Sore 16-17 Malam 19-21 Batasi jumlah pengunjung Hindari keributan Rapikan tempat tidur pasien Dengan memberikan pasien ruangan yang nyaman diharapkan pasien merasa nyaman Dengan membatasi jam berkunjung diharapkan pasien dapat beristirahat Dengan membatasi jumlah pengunjung agar pasien merasa tenang
Dengan menghindari keributan diharapkan pasien dapat beristirahat dengan nyaman Dengan merapikan tempat tidur pasien setiap hari Memberikan pasien ruangan yang nyaman Membatasi jamberkunjung Batasi jumlah pengunjung Menghindari keributan Merapikan tempat tidur pasien setiap hari S: Pasien mengataka bisa tidur siang O: Pasien tampak lemas A: Masalah sebagian teratasi P: R/T dilanjutkan 130
diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan pasien setiap hari
4 Ds : pasien mengatakan kedua kakinya susah digerakkan Do : aktivitas paiens di bantu oleh keluarga dan perawat
Gangguan pola aktivitas b/d kelemahan fisik d/d pasien tampak susah melakukan aktivitas, semua aktivitas dibantu oleh keluarga dan perawat aktivitas pasien terpenuhi Bantu aktivitas pasien Beri posisi yang nyaman semi fowler Dekatkan barang-barang dibutuhkan pasien
- Dengan membantu pasien untuk berativitas Agar kedua kaki pasien tidak terasa kaku - Dengan memberikan posisi semifowler di harapkan dapat mengurangi rasa nyeri pada pasien Pasien dapat menjangkau barang- barang yang diperlukan pasien membantu aktivitas pasien - - Memberi posisi yang nyaman semi fowler - Mendekatkan barang-barang yang dibutuhkan pasien
S : Pasien mengatakan kedua kakinya sudah bias di gerakan O : Pasien susah untuk beraktivitas A : Masalah sebagian teratasi P : R/T dilanjutkan