You are on page 1of 74

ISSN: 2086-2210

Penerbit
LP3M
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yogyakarta
Jl. Nitikan Baru No. 69 Yogyakarta
Penerbit
LP3M
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yogyakarta
Jl. Nitikan Baru No. 69 Yogyakarta
JKSI
Volume
3
Nomer
1
Halaman
1-70
Yogyakarta
Januari 2012
ISSN
2086-2210
JKSI / 03 / 01 / 1-70 JKSI / 03 / 01 / 1-70
Keefektifan Peningkatan Kemampuan Perawat Dalam Pencegahan
Infeksi Nosokomial Pada Bayi Di Ruang Neonatal Intensive Care Unit
Rumah Sakit Umum Daerah Wates Kulonprogo
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Mengajarkan
Pendidikan Seksual Pada Anak Usia 4-6 Tahun Di TK Dharma Bakti IV
Tamantirto Bantul Yogyakarta
Determinan Sosio Demografi Dan Pengetahuan Orang Tua Terhadap Sikap
Orang Tua Dalam Penanganan Anak Demam Di Kabupaten Banyumas
Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi
Dengan Sikap Terhadap Perilaku Seksual Bebas Pada Siswa Di SMK
Bina Harapan Sinduharjo Sleman Yogyakarta Tahun 2010
Efektivitas Penurunan Suhu Tubuh Menggunakan Kompres Air Hangat
Dan Kompres Plester Pada Anak Dengan Demam Di Ruang Kanthil
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas
Pelaksanaan Pembelajaran Praktik LaboratoriumAsuhan Kebidanan Nifas
Pada Prodi DIII Kebidanan Akes Karya Husada Yogyakarta Tahun 2011
Pengaruh Pijat Refleksi Terhadap Tingkat Nyeri Pada
Di Jari-Jari Alternative Sagan Yogyakarta
Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dan Paritas Ibu Dengan Robekan
Perineum Pada Persalinan Normal Di RSU PKU Muhammadiyah
Bantul Yogyakarta
Siti Maryati
Dina Putri Utami Lubis
Sodikindan Asiandi
Noerma Ismayucha
Djuwariyah, Sodikin, Dan Mustiah Yulistiani
Sulistyaningsih Prabawati
Adriana Arida Jatadan Istichomah
Wita Rika Dewi dan Sri Handayani
Chepalgia
Massage
Dewan Redaksi
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
Pengarah/Penasehat:
Pemimpin Redaksi:
Editor Ahli:
Sekretaris:
Anggota:
Bendahara:
Alamat Redaksi:
Ketua Stikes Yogyakarta
Sujono Riyadi, S.Kep., M.Kes.
Sutanta, S.Kep, Ns, M.Kes.
Drs. Bambang Istanto, M.Si.
Istichomah, S.Kep, Ns, M.Kes
Fika Nur Indriasari, S.Kep, Ns.
Rika Monika, S.Kp. NS.
Setyo Retno Wulandari, S.SiT
Lusa Rahmawati, SST
Wahyustin Mulyatno, SST
Noerma Ismayucha, SST
Maulita Listian Eka Pratiwi, SST
Dra. Sri Mulyati, Psi.
STIKES YOGYAKARTA
Jl. Nitikan Baru No. 69 Yogyakarta
Telp. (0274) 373142 Fax. (0274) 383560
Sri Handayani, S.Kep., NS, M.Kes.
Agung Putri Harsa Satya Nugraha, SST
Wiwin Prihantari, S.Kep. Ns.
Suryanto, SKM, Msc (FIK Onsoed Purwokerto)
Yuniar Wardhani, SKM, MPH (FKM UAD Yogyakarta)
Mitra Bestari:
DAFTAR ISI
Keefektifan Peningkatan Kemampuan Perawat Dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial
Pada Bayi Di Ruang Neonatal Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah
Wates Kulonprogo, Siti Maryati, SKep. Ns, MPH .................................................................... 3
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Mengajarkan Pendidikan Seksual Pada Anak
Usia 4-6 Tahun Di TK Dharma Bakti IV Tamantirto Bantul Yogyakarta, Dina Putri Utami Lubis .. 12
Determinan Sosio Demografi Dan Pengetahuan Orang Tua Terhadap Sikap Orang Tua
Dalam Penanganan Anak Demam Di Kabupaten Banyumas, Sodikin

dan Asiandi ................... 20
Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Sikap Terhadap
Perilaku Seksual Bebas Pada Siswa Di SMK Bina Harapan Sinduharjo Sleman Yogyakarta
Tahun 2010, Noerma Ismayucha............................................................................................. 31
Efektivitas Penurunan Suhu Tubuh Menggunakan Kompres Air Hangat Dan Kompres Plester
Pada Anak Dengan Demam Di Ruang Kanthil Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas,
Djuwariyah, Sodikin, Dan Mustiah Yulistiani ......................................................................... 37
Pelaksanaan Pembelajaran Praktik Laboratorium Asuhan Kebidanan Nifas Pada Prodi DIII
Kebidanan Akes Karya Husada Yogyakarta Tahun 2011, Sulistyaningsih Prabawati ................. 46
Pengaruh Pijat Refleksi Terhadap Tingkat Nyeri Pada Chepalgia Di Jari-Jari Alternative
Massage Sagan Yogyakarta, Adriana Arida Jata

dan Istichomah ............................................ 56
Hubungan Berat Badan Bayi Lahir Dan Paritas Ibu Dengan Robekan Perineum Pada
Persalinan Normal Di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta, Wita Rika Dewi
dan Sri Handayani ................................................................................................................. 66
Jurnal Kesehatan
SAMODRA ILMU
SAMODRA ILMU
Volume 03, Nomor 01, Januari 2012
2 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
3
PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO) memper-
kirakan kematian neonatus sebanyak 298.000
atau 49 per 1000 kelahiran hidup. Tiga perempat
dari kematian neonatal terjadi pada minggu
pertama, dan lebih dari seperempat terjadi
KEEFEKTIFAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PERAWAT
DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL PADA
BAYI DI RUANG NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WATES KULON PROGO
Siti Maryati
*)
ABSTRACT
Background: World Health Organization estimates that the worlds neonatal mortality rate
has reached 298,000 or 49 per 1000 live births; Some causes of neonatal death are infections
(36%), therefore, nurses knowledge and skills on the prevention of infection need to be
improved in order to suppress the incidence of neonatal infection and deaths.
Objective: Improving Nurses Ability in Preventing the Infection of Nosokomial to Infants
through Trainings of Preventing Infection in the NICU of Wates District Hospital, Kulon Progo.
Methods: This was an applied study using an Pre experimental study design and One Group
pre and post design. The study sites were in the NICU of Wates District Hospital, Kulon Progo,
with study subjects as many as 15 nurses.
Results: Of the pretest, the subjects characteristics based on the education were 14 people
(93.33) while the practice mean value was 15.40 and standard deviation was 4.37. After
being given treatment in the form of training, the most common practice done was to wear
gloves as many as 11 people (73.33%) and the least done was to wash hands as many as 9
people (60%). The highest improvement aspect was the aspect of processing used tools with
a mean difference value of the pretest and the second week posttest as much as 4.46 and the
lowest improvement aspect was the aspect of hand-washing with a mean difference in pre-
test and the second week posttest as much as 0.73. The value of infection prevention prac-
tices according to the standard in general presented an increase from 0% in the pretest to
53.33% (8 people) in the first week posttest and 46.67% (7 people) in the second week
posttest.
Conclusion: Training on the prevention of nosocomial infection effectively improved nurses
practice skills in the prevention of nosocomial infections in accordance with the standard.
Keywords: Training, Prevention of nosocomial infections, Neonates
pada 24 jam pertama kehidupan. Penyebab
kematian neonatal bervariasi sesuai dengan
ketersediaan dan kualitas perawatan kesehatan
dari setiap negara, sedangkan kematian neo-
natal karena infeksi 36%, kelahiran prematur
28% dan 23% asfiksia lahir.
(1)
*) staff educative Karya Husada Health Academy of Yogyakarta
4 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
Di Indonesia setiap tahun sekitar 20 bayi per
1.000 kelahiran hidup meninggal dalam rentang
waktu 0-12 hari pasca kelahirannya. Adapun
penyebab kematian terbanyak periode ini
disebabkan oleh sepsis (infeksi sistemik),
kelainan bawaan, dan infeksi saluran per-
napasan atas.
(2)
Tingkat akumulasi infeksi bayi baru lahir
adalah 32,7 per 100 penerimaan. Bakteremia
sebanyak 28,4%, konjungtivitis 19,5%, infeksi
pernafasan 10,2%, dan 7,9% infeksi saluran
kemih merupakan episode paling umum di-
amati. Sedangkan bakteri gram-positif ialah
kuman yang paling umum terisolasi sebesar
76,4%, dengan koagulase-negatif aureus se-
besar 72,5% menjadi patogen utama. Faktor
risiko intrinsi k yang berhubungan dengan
infeksi bayi baru lahir adalah berat badan lahir
rendah (<1000g) dan kateter kemih dan vena
perifer (P<.01).
(3)

Kontribusi perawatan dalam menyebabkan
infeksi nosokomial (INOS) rendah dan sikap
sumber daya manusia (perawat) dalam pe-
ngendalian INOS di RSUP Dr. Sarjito cukup
baik.
(4)
Ada hubungan antara pelatihan/pe-
mahaman dengan kinerja perawat dalam
pengendalian INOS. Kontribusi kepatuhan
pencegahan infeksi terhadap kejadian infeksi
pada bayi baru lahir sebesar 6,8%. Kontribusi
variabel kepatuhan pencegahan infeksi dan
pendidikan bidan terhadap kejadian infeksi
pada bayi sebesar 9,9%.
(5)
Penelitian ini menjadi sangat penting karena
salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
menurunkan kejadian infeksi nosokomial
adalah meningkatkan kemampuan pengetahuan
dan praktik perawat dalam pencegahan infeksi
nosokomial melalui pelatihan pencegahan
infeksi pada perawat. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk meningkatkan kemampuan
praktik perawat dalam pencegahan infeksi
noskomial pada bayi melalui pelatihan pen-
cegahan infeksi pada perawat.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian terapan
(Applied research) yang digunakan untuk
memperbaiki, meningkatkan dan mengem-
bangkan pelayanan perawatan. Penelitian
terapan diselenggarakan dalam rangka meng-
atasi masalah nyata dalam kehidupan untuk
perbaikan secara praktis.
(6)
Penelitian ini
menggunakan rancangan penelitian Pre eks-
perimental dengan One group pre and post de-
sign dengan pendekatan cohort.
(7)
Rancangan
ini sebelum diberi intervensi dilakukan pre-
intervensi (O1) diikuti intervensi (X) setelah
beberapa waktu dilakukan postintervensi (O2)
(7)
. Subjek dalam penelitian ini adalah perawat
berjumlah 15 .
Variabel penelitian ini adalah variabel bebas
(independent) yaitu pelatihan pencegahan
infeksi, variabel terikat (dependent) yaitu
kemampuan praktik perawat), variabel luar
yaitu pendidikan perawat. Analisis data yang
digunakan adalah analisis univariabel untuk
menggambarkan karakteristik dari subjek
penelitian, analisis bivariabel mengetahui
hubungan antara variabel bebas terhadap
variabel terikat yaitu perubahan praktik
perawat dalam pencegahan infeksi. Uji statistik
yang digunakan adalah paired t test untuk
melihat perubahan praktik perawat dalam
pencegahan infeksi. Tingkat kemaknaan p value
<0,05 interval kepercayaan 95%.
HASIL PENELITIAN
1. Analisis Univariabel
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik
Subyek Penelitian dan Hasil Pre-
intervensi Praktik Pencegahan Infeksi
Sumber : Analisis data primer 2011
Keterangan: n = jumlah sampel
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 5
Berdasarkan pendidikan semua perawat
berasal dari pendidikan tinggi dimana hampir
semua perawat berlatar belakang pendidikan
Diploma 3 Keperawatan (D 3 Keperawatan)
sebanyak 14 orang perawat 93,33% dan hasil uji
preintervensi kemampuan praktik perawat
rata-rata kurang baik dengan nilai mean 15,40
dan Standar deviasi 4,37.
Tabel 2. Rata-rata penilaian Preintervensi dan
Postintervensi Praktik Pencegahan
Infeksi
Tabel 2 menunjukkan nilai kemampuan
praktik pencegahan infeksi secara umum rata-
rata preintervensi sebesar 15,4 Standar deviasi
4,37 dan Postintervensi minggu kedua sebesar
21,2 Standar deviasi 2,67 Hampir semua aspek
praktik pencegahan infeksi yang meliputi
melakukan cuci tangan, memakai sarung tangan,
memakai baju pelindung dan memproses alat
bekas pakai terjadi peningkatan rerata nilai
preintervensi ke postintervensi. Namun aspek
yang paling baik dan cenderung tetap adalah
aspek menangani peralatan tajam dengan aman
dan membuang sampah dengan nilai rata-rata
preintervensi 4 dan Postintervensi 4.
Gambar 1. Rata-rata Praktik Preintervensi dan
Postintervensi
Hasil rata-rata praktik preintervensi dan
postintervensi dari ke 5 aspek mengalami
peningkatan, aspek yang mengalami pening-
katan tajam adalah aspek memproses alat bekas
pakai.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Subyek Penelitian
Melakukan Praktik Pencegahan Infeksi
Nosokomial
Tabel 3 menunjukkan hasil preintervensi
semua subyek penelitian tidak melakukan
praktik pencegahan infeksi sesuai Standar
terutama pada aspek memproses alat bekas
pakai sebanyak 0%. Setelah diberi pelatihan
hasil postintervensi minggu pertama menun-
jukkan sebagian besar subyek penelitian
melakukan praktik pencegahan infeksi sesuai
Standar sebanyak 8 orang 53,33%, dan hasil
postintervensi minggu kedua terjadi penurunan
subyek penelitian yang melakukan praktik
pencegahan infeksi sesuai Standar sebanyak 7
orang atau 46,67. Aspek yang paling banyak
dilakukan sesuai Standar adalah aspek memakai
sarung tangan sebanyak 11 orang 73,33% dan
yang paling sedikit dilakukan adalah aspek
melakukan cuci tangan sebanyak 9 orang 60%.
Namun pada aspek menangani peralatan tajam
dengan aman dan membuang sampah menun-
jukkan hasil preintervensi dan postintervensi
cenderung tetap semua subyek penelitian
menangani peralatan tajam dengan aman dan
membuang sampah sesuai Standar sebanyak 15
orang 100%.
6 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
Gambar 2. Jumlah Subyek Penelitian yang Mela-
kukan Praktik Pencegahan Infeksi Sesuai
Standar
Setelah diberikan intervensi subyek pene-
litian yang melakukan praktik pencegahan
infeksi sesuai standar paling banyak dilakukan
pada aspek memakai sarung tangan sebanyak
11 orang, dan paling sedikit pada aspek mela-
kukan cuci tangan sebanyak 9 orang.
2. Analisis Bivariabel
Tabel 4. Analisis Paired T Test Perubahan
Praktik Pencegahan Infeksi Nosokomial
pada Preintervensi dengan Postintervensi
Tabel 4 menunjukkan hasil praktik pre-
intervensi dan postintervensi minggu 1 didapatkan
selisih rerata 5,86 dengan nilai p value 0,001 (p <
0,05). Artinya terdapat peningkatan signifikan
antara praktik preintervensi dengan postintervensi
minggu 1. Hasil praktik preintervensi dan
postintervensi minggu ke 2 didapatkan selisih
rerata 5,8 dengan nilai p value 0,001 (p < 0,05).
Artinya terdapat peningkatan signifikan antara
praktik preintervensi dengan postintervensi
minggu 2. Hasil praktik postintervensi minggu 1
dan postintervensi minggu 2 didapatkan selisih
rerata -.06 dengan nilai p value 0,556 (p > 0,05).
Artinya tidak terjadi peningkatan signifikan antara
praktik postintervensi minggu 1 dengan
postintervensi minggu 2.
Hasil praktik pada aspek melakukan cuci
tangan pada preintervensi dan postintervensi
minggu 1, preintervensi dan postintervensi
minggu 2 dapatkan nilai p value 0,001 (p <
0,05)..Artinya terdapat peningkatan signifikan
antara praktik preintervensi dan postintervensi
minggu 1, preintervensi dan postintervensi
minggu 2, namun pada hasil postintervensi
minggu 1 dan postintervensi minggu 2 nilai p
value 0,680 (p > 0,05), berarti tidak ada
peningkatan praktik postintervensi minggu 1
dengan postintervensi minggu ke 2.
Hasil praktik pada aspek memakai sarung
tangan pada preintervensi dan postintervensi
minggu 1, preintervensi dan postintervensi
minggu 2 nilai p value 0,33 (p > 0,05) . Artinya
tidak ada peningkatan praktik preintervensi dan
postintervensi minggu 1, preintervensi dan
postintervensi minggu 2.
Hasil praktik pada aspek memakai baju
pelindung pada preintervensi dan post-
intervensi minggu 1 nilai p value 0,013 (p > 0,05)
, preintervensi dan postintervensi minggu 2 nilai
p value 0,013 (p > 0,05). Artinya terdapat
peningkatan signifikan antara preintervensi dan
postintervensi minggu 1, preintervensi dan
postintervensi minggu 2, sedangkan hasil
postintervensi minggu 1 dan postintervensi
minggu 2 tidak terdapat selisih,
Hasil praktik pada aspek memproses alat
bekas pakai, preintervensi dan postintervensi
minggu 1, preintervensi dan postintervensi
minggu 2, didapatkan nilai p value 0,001 (p <
0,05)..Artinya terdapat peningkatan signifikan
antara praktik preintervensi dan postintervensi
minggu 1, preintervensi dan postintervensi
minggu 2, namun pada hasil postintervensi
minggu 1 dan postintervensi minggu 2 nilai p
value 0,249 (p > 0,05), Artinya tidak ada
peningkatan praktik postintervensi minggu 1
dengan postintervensi minggu ke 2,
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 7
Hasil praktik pada aspek menangani
peralatan tajam dengan aman dan membuang
sampah nilai yang didapat adalah sama sehingga
tidak terdapat selisih.
Gambar 3. Selisih Rata-rata Preintervensi dan
Postintervensi
Hasil selisih rata-rata praktik secara umum
preintervensi dan postintervensi minggu 1
dengan postintervensi minggu ke 2 mengalami
penurunan, aspek praktik yang mengalami
penurunan adalah melakukan cuci tangan. Tren
peningkatan mengalami kenaikan tajam pada
aspek memproses alat bekas pakai. Sedangkan
aspek memakai sarung tangan, memakai baju
pelindung dan menangani peralatan tajam
dengan aman dan membuang sampah cen-
derung tetap.
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan praktik perawat dalam pen-
cegahan infeksi noskomial pada bayi melalui
pelatihan pencegahan infeksi di ruang NICU
RSUD Wates Kulon Progo, Sebelum di beri
perlakuan diberikan preintervensi selanjutnya
diberi pelatihan pencegahan infeksi nosokomial
kemudian dilakukan observasi praktik pelak-
sanan pencegahan infeksi nosokomial selama
2 minggu. Instrumen yang digunakan untuk
melakukan observasi praktik pencegahan
infeksi nosokomial sebanyak 33 item. Setelah
diberi pelatihan dan di observasi, selanjutnya
dilakukan postintervensi. Beberapa hasil pene-
litian sebelumnya diperoleh hasil terdapat
hubungan yang bermakna antara pelatihan
dengan peningkatan kemampuan praktik
(keterampilan). Pelatihan lebih merujuk pada
pengembangan ketrampilan bekerja (voca-
tional) yang dapat digunakan dengan segera.
1. Karakteristik Subjek Penelitian
Berdasarkan pendidikan perawat diperoleh
hasil bahwa semua subyek penelitian berasal
dari pendidikan tinggi yang terdiri dari hampir
semua subyek penelitian berasal dari pen-
didikan D3 Keperawatan yang berarti pen-
didikan subyek penelitian adalah homogen.
Jenjang pendidikan yang tinggi menyebabkan
perawat memiliki rasa tanggung jawab yang
besar terhadap tugas. Perawat yang mem-
punyai jenjang pendidikan yang lebih tinggi
yang diikuti pengalaman yang lebih banyak
serta mendapatkan informasi tentang teori-
teori baru mengenai pencegahan infeksi
nosokomial diharapkan perawat semakin
mampu melakukan upaya pencegahan infeksi
nosokomial. Pada penelitian ini tidak bisa
menunjukkan efek pendidikan terhadap prak-
tik pencegahan infeksi karena responden
mempunyai tingkat pendidikan yang homogen.
Responden dengan tingkat pendidikan D III
Keperawatan belum mampu mengubah praktik
pencegahan infeksi secara konsisten dibuktikan
dengan setelah diberi pelatihan hanya mampu
meningkatkan praktik pencegahan infeksi
sampai minggu pertama saja kemudian terjadi
penurunan pada minggu kedua.
(8)
Perubahan perilaku dapat terjadi jika se-
seorang memiliki pendidikan, pengalaman
yang cukup. Upaya yang dilakukan untuk
merubah perilaku tenaga kesehatan dalam
tindakan pencegahan infeksi adalah dengan
memberikan pelatihan pencegahan infeksi
nosokomial. Pelatihan dapat diartikan sebagai
proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian
tertentu serta sikap agar karyawan semakin
trampil dan mampu dalam melaksanakan
tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai
dengan standar. Adanya latar belakang pen-
didikan yang sama subyek penelitian dapat
8 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
menerima informasi baru tentang pencegahan
infeksi nosokomial lebih mudah sehingga
intervensi (pelatihan) yang diberikan mem-
peroleh hasil yang lebih efektif..
(8)
.
Ada hubungan antara pelatihan dan pema-
haman dengan kinerja perawat dalam pengen-
dalian infeksi nosokomial dan tidak ada hubungan
yang bermakna antara faktor pendidikan dan
fasilitas rumah sakit dengan kinerja perawat
dalam pengendalian infeksi nosokomial.
(4)
Kontribusi kepatuhan pencegahan infeksi
terhadap kejadian infeksi pada bayi baru lahir
sebesar 6,8%. Kontribusi variabel kepatuhan
pencegahan infeksi dan pendidikan bidan
terhadap kejadian infeksi pada bayi sebesar
9,9%.
(5)
Sebelum diberi perlakuan subyek penelitian
diberikan preintervensi (tes awal) sebagai in-
put untuk mengetahui kemampuan awal
praktik pelaksanaan pencegahan infeksi
nosokomial. Hasil uji preintervensi praktik
didapatkan kemampuan praktik perawat dalam
melakukan pencegahan infeksi rata-rata tidak
melakukan tindakan pencegahan infeksi sesuai
standar. Ranah psikomotor merupakan ranah
yang berkaitan dengan ketrampilan (skill) atau
kemampuan bertindak setelah seseorang
menerima pengalaman belajar tertentu yang
berhubungan dengan aktifitas fisik. Hasil
belajar psikomotor ini merupakan kelanjutan
dari hasil belajar kognitif. Hasil belajar kognitif
dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil
belajar psikomotor.
(9)
Berdasarkan hasil penelitian tersebut jika
dilihat kemampuan praktik serta latar belakang
pendidikan subyek penelitian adalah homogen.
Kelompok yang homogen sangat membantu
pelatih melakukan pendekatan yang tepat
kepada subyek penelitian dalam proses
pelatihan.
2. Peningkatan Praktik Pencegahan Infeksi
Nosokomial
Hasil praktik aspek melakukan cuci tangan
pada preintervensi dan postintervensi minggu
1, preintervensi dan postintervensi minggu 2,
terdapat peningkatan, namun pada hasil
postintervensi minggu 1 dan postintervensi
minggu 2 tidak ada peningkatan.
Hasil praktik aspek memakai sarung tangan
pada preintervensi dan postintervensi minggu
1, preintervensi dan postintervensi minggu 2
tidak terdapat peningkatan, namun post-
intervensi minggu 1 dan postintervensi minggu
2, terdapat peningkatan yang signifikan.
Hasil praktik pada aspek memakai baju
pelindung pada preintervensi dan postintervensi
minggu 1, preintervensi dan postintervensi
minggu 2 terdapat peningkatan signifikan
antara preintervensi dan postintervensi minggu
1, preintervensi dan postintervensi minggu 2,
sedangkan hasil postintervensi minggu 1 dan
postintervensi minggu 2 tidak terdapat pening-
katan.
Hasil praktik pada aspek memproses alat
bekas pakai, preintervensi dan postintervensi
minggu 1, preintervensi dan postintervensi
minggu 2, terdapat peningkatan signifikan
namun pada hasil postintervensi minggu 1 dan
postintervensi minggu 2 nilai tidak ada pening-
katan praktik postintervensi minggu 1 dengan
postintervensi minggu ke 2,
Hasil praktik pada aspek menangani per-
alatan tajam dengan aman dan membuang
sampah nilai yang didapat adalah sama sehingga
tidak terdapat selisih.
Hasil preintervensi semua subyek penelitian
tidak melakukan praktik pencegahan infeksi
sesuai standar terutama pada aspek memproses
alat bekas pakai. Setelah diberi pelatihan
ternyata hanya bisa merubah perilaku perawat
melakukan praktik pencegahan infeksi sesuai
standar sampai minggu pertama. Setelah
diberikan pelatihan aspek yang paling banyak
dilakukan sesuai standar adalah aspek memakai
sarung tangan sedangkan yang paling sedikit
dilakukan adalah aspek melakukan cuci tangan.
Namun pada aspek menangani peralatan tajam
dengan aman dan membuang sampah menun-
jukkan hasil preintervensi dan postintervensi
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 9
cenderung tetap semua subyek penelitian
menangani peralatan tajam dengan aman dan
membuang sampah sesuai standar.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
praktik pencegahan infeksi dari ke 5 aspek yaitu
melakukan cuci tangan, memakai sarung
tangan, memakai baju pelindung, memproses
alat bekas pakai, menangani peralatan tajam
dengan aman dan membuang sampah, yang
paling sedikit dilakukan dan paling rendah
terjadi peningkatan adalah aspek melakukan
cuci tangan. Hal itu terjadi karena a) jumlah alat
untuk melakukan cuci tangan terbatas sehingga
akses cuci tangan jauh, b) jika sudah mengguna-
kan sarung tangan menganggap cuci tangan
tidak begitu penting, c) beban kerja perawat
yang tinggi karena dengan adanya program
jaminan persalinan terjadi pelonjakan jumlah
pasien hingga 16,29%, d) keyakinan bahwa
memakai sarung tangan memberikan perlin-
dungan menyeluruh, e) tindakan cuci tangan
secara periodik merusak kulit dan menye-
babkan pecah-pecah, kering dan iritasi, f)
tindakan cuci tangan menyita waktu.
Sebanyak 413 subyek penelitian yang mem-
punyai pengetahuan tentang pencegahan infeksi
dinyatakan baik sebanyak 96,8% dan dari
pengetahuan yang baik tersebut mempunyai
sikap positif terhadap kebiasaan cuci tangan
sebanyak 86,2%. Kebiasaan cuci tangan yang
mereka lakukan terdapat 60% melakukan cuci
tangan sebelum masuk ruangan dan 72,5%
melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien.
(10)
Adanya prosedur tetap
pencegahan infeksi dan dukungan kelembagaan
yang diikuti dengan observasi secara terus
menerus dan umpan balik kinerja perawat dapat
meningkatkan 97,3% praktik cuci tangan

.
(11)
Perawat yang mempunyai sikap positif juga
memiliki pengetahuan yang baik dengan nilai
p: 0,0001 demikian pula cakupan pelatihan yang
lebih baik dapat meningkatkan praktik pen-
cegahan infeksi dengan nilai p: 0,0001
(12)
Tidak ada perbedaan yang signifikan pen-
didikan perawat terhadap upaya peningkatan
pengendalian infeksi.
(13)
Pendidikan saja tidak
mungkin terkait dengan perubahan perilaku
cuci tangan, dengan kata lain tidak ada hubungan
tingkat pendidikan dengan kebiasaan cuci
tangan.
(14)
Terdapat hubungan yang signifikan
pengetahuan lebih tinggi terdapat pada mereka
yang berasal dari tingkat pendidikan yang tinggi
pula, perawat dengan pendidikan tinggi lebih
mungkin melakukan tindakan antisepsis yang
tepat pada luka bedah dan melakukan cuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan.
(15)
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
aspek yang paling banyak dilakukan sesuai
standar adalah aspek memakai sarung tangan,
hal itu terjadi karena 1) adanya anggapan bahwa
jika sudah memakai sarung tangan maka tidak
perlu melakukan cuci tangan, 2) sarung tangan
cukup memberikan perlindungan terhadap
kontaminasi dengan cairan tubuh pasien.
Alasan mengapa petugas kesehatan tidak
melakukan cuci tangan adalah: Keyakinan
bahwa: tindakan cuci tangan tidak perlu dila-
kukan jika perawat memakai sarung tangan.
(16)
Tindakan pencegahan infeksi untuk meng-
hindari pemajanan terhadap cairan tubuh
adalah dengan mengenakan sarung tangan bila
kontak dengan darah, selaput lendir, kulit
terluka, sekresi dan bahan yang terkontaminasi.
Namun memakai sarung tangan tidak memberi-
kan perlindungan penuh terhadap kontaminasi
tangan. Misalnya bakteri dari pasien ditemukan
hingga 30% petugas yang memakai sarung
tangan sewaktu merawat pasien. Dokter
spesialis bedah dan gigi yang mengenakan
sarung tangan dan perangkat perlindungan
lainnya terinfeksi dengan hepatitis B. Sejumlah
bakteri yang cukup banyak pada kedua tangan
petugas yang tidak mengganti sarung tangan
diantara pasien satu dengan lainnya tetapi
hanya cuci tangan memakai sarung tangan.
(17)
Sebanyak 216 perawat hampir semua me-
nyadari bahwa praktik desinfeksi dan sterilisasi
yang tidak benar meningkatkan risiko infeksi
nosokomial sehingga semua sepakat bahwa
10 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
pedoman desinfeksi dan sterilisasi diterapkan,
sedangkan untuk penggunaan alat pelindung
diri dari 216 perawat hanya 38% secara rutin
menggunakan alat pelindung diri tanpa melihat
tingkat pendidikan.
(18)
KESIMPULAN
Karakteristik pendidikan dan praktik perawat
sebelum diberikan pelatihan adalah homogen.
Aspek praktik pencegahan infeksi yang paling
banyak dilakukan adalah memakai sarung
tangan dan yang paling sedikit melakukan cuci
tangan. Paling tinggi peningkatannya adalah
memproses alat bekas pakai dan paling rendah
adalah melakukan cuci tangan.
SARAN
Bagi rumah sakit untuk rekruitmen tenaga
perawat dengan latar belakang apapun pen-
didikannya baik dari D 3 Keperawatan maupun
S1 Keperawatan yang terpenting adalah ke-
mampuan dan kepatuhan melakukan praktik
pencegahan infeksi untuk menekan kejadian
infeksi nosokomial. Perlu adanya ketersediaan
alat pelindung diri dan alat cuci tangan yang
lengkap demi menunjang pelaksanaan pence-
gahan infeksi nosokomial. Perlu adanya pe-
ngawasan secara terus menerus dan sanksi yang
tegas dari atasan terhadap petugas yang lalai
dalam melaksanakan tindakan-tindakan pen-
cegahan infeksi nosokomial, begitu pula se-
baliknya reward diberikan pada petugas yang
patuh melaksanakan tindakan-tindakan pen-
cegahan infeksi nosokomial.
KEPUSTAKAAN
1. Jehan I, Harris H, Salat S, Zeb A, Mobeen N,
Pasha O, et al. Neonatal mortality,
risk factors and causes: A prospec-
tive population-based cohort
study in urban Pakistan. Bull World
Health Organ. 2009;87(2):130-8.
2. Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar tahun
2007. Jakarta: Depkes RI; 2007.
3. Mireya UA, Mart PO, Xavier KV, Cristina LO,
Miguel MnM, Magda CM. Nosoco-
mial infections in paediatric and
neonatal intensive care units. Jour-
nal of Infection 2007;54:212-20.
4. Marwoto B. Analisis Kinerja Sumber Daya
Manusia (Perawat) dalam
Pengendalian Infeksis Nosokomial
di IRNA I RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas
Kedokteran, Universitas Gadjah
Mada; 2007.
5. Rere HV. Kepatuhan Bidan Melakukan
Pencegahan Infeksi Terhadap
Kejadian Infeksi pada Bayi Baru
Lahir di Rumah Sakit Umum Daerah
Dok II Jayapura Papua. Yogyakarta:
Fakultas Kedokteran, Universitas
Gadjah Mada; 2009.
6. Nawawi H, Martini M. Penelitian Terapan.
Yogyakarta: Gadjah Mada Univer-
sity Press; 2005.
7. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;
2005.
8. Mangkuprawiro. Manajemen Sumber Daya
Manusia Stratejik. Jakarta: PT
Ghalia Indonesia; 2003.
9. Djiwandono SEW. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia; 2006.
10. Nobile C, Montuori P, Diaco E, Vilari P.
Healthcare personel and hand de-
contamination in intensive care
units: Knowledge, attitude, and
behavior in Italy. Journal of Hospi-
tal Infection. 2002;5(2):226-32.
11. Khaled M, Elaziz A, Imam M. Assesment of
Knowledge, attitude and practice
of hand washing among health
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 11
care workers in Ain Shams Univer-
sity Hospitals in Cairo. The Egyp-
tian Journal of Community Medi-
cine. 2008;2(26).
12.Askarian M, Shiraly R, Louise M. An investi-
gation of nurses knowledge, atti-
tudes, and practices regarding
desinfection procedure in Italy.
Shiraz University of Medical Sci-
ence. 2005;81(1412).
13. Stein A, Makarawo T, Ahmad M. A survey on
doctors and nurses knowledge, at-
titudes and compliance with infec-
tion control guidelines in Birming-
ham teaching Hospitals. Journal of
Hospital Infection. 2003;54:68-73.
14. Martha S, Alvaran, Larson E. Brief report
opinions, knowledge, and self-re-
ported practices related in infec-
tion control among nursing person-
nel in long-term care setting. The
Association for Professionals in
Infection Control Epidemiology.
1994;17(47):566-77.
15. Sessa A, Giuseppe G, Albano L, Angelillo I.
An investigation of nurses knowl-
edge, attitudes, and practices re-
garding desinfection procedures in
Italy. BMC Infectiouse Diseases.
2011;11(148).
16. Alvarado, C. (2000) The Science of Hand Hy-
giene: A Self-Study Monograph,
March Madison, Wisconsin, USA:
University of Wisconsin Medical
School and Sci-Health Communica-
tions.
17.JNPK-KR (2004) Panduan Pencegahan Infeksi
Untuk Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dengan Sumber Daya
Terbatas, Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
18. Angelillo I, Mazziota A, Nocotera G. Nurses
and hospital infection control:
Knowledge, attitude and behavior
and behaviour of Italian operating
theatre staff. Journal of Hospital
Infection. 1999;42:105-12.
12
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM
MENGAJARKAN PENDIDIKAN SEKSUAL PADA ANAK USIA
4-6 TAHUN DI TK DHARMA BAKTI IV TAMANTIRTO
BANTUL YOGYAKARTA
Dina Putri Utami Lubis
*)
ABSTRACT
Background :The sexual sticky much happened in children under age, in Tamantirto numeral
of sexual sticky was higher than all district of village head in Bantul. Sex education advanta-
geous to prevent sexual sticky on children under age actually 4 - 6 years old. This research was
aimed to study factors that influenced mother teached sex education to children 4 - 6 years
old. The research was done on March - May 2005 in kindergarten of Dharma Bakti IV
Bantul.
Method : Kind of this research is descriptif analytic with cross sectional approach. Data were
analyzed using frequency distribution, and the statistical analysis using chi square.
Result : The result showed that the mostin come of respondent are lower (66,1%), age of
respondent upper 30 years old (55,4%), (44,9%) respondent working as labourer, (74,6%)
rate of respondent Java,and (76,6%) respondent never got sex education. The result of
statistic analysis : there was significant correlation between mothers proceeds with teach-
ing sex education, show with p = 0,045 (p<0,05). Rate was have significant correlation with
teaching sex education, show with p=0,037 (p<0,05). The history of parents sex education
also have significant with teaching sex education, show with p=0,014 (p<0,05).
Conclussion : The conclusions from this research were mothers proceeds ( economy of
society ), rate (culture of society), and history of parents sex education influenced teaching
sex education . It is to be hoped the teacher in kindergarten of Dharma Bakti can teach sex
education, the care givers be actif give health promotion to mothers who has children 4 6
years old so they can ask more about sex education , and searcher in the next can do research
in wide scope.
Keywords : Sex education economic culture religion.
*) Dosen Prodi S-1 Keperawatan STIKes Yogyakarta
PENDAHULUAN
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
mempunyai luas kurang lebih 3.186 Km2 ,
berpenduduk kurang lebih 3.020.837 jiwa (data
Juni 1990) dan terbagi menjadi 5 Daerah Tingkat
II, yakni: Kotamadya Jogjakarta, yang me-
rupakan Ibu kota Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Kabupaten Sleman dengan Ibu kota
Beran, Kabupaten Bantul dengan Ibu kota
Bantul, Kabupaten Kulon Progo dengan Ibu kota
Wates, Kabupaten Gunung Kidul dengan Ibu
kota Wonosari. (Population Projection by BPS,
2000).
Kabupaten Bantul tercatat mempunyai
penduduk sebanyak +_ 34.396 jiwa, dan jumlah
balita sebanyak 3067 jiwa, Kelurahan Tamantirto
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 13
, Kecamatan Kasihan berpenduduk sebanyak
7.419 jiwa Perempuan dan 7.305 jiwa Laki-laki
(Puskesmas Kasihan I, 2003 ) . Namun jumlah
anak-anak 4 6 tahuntidak ada dalam data sta-
tistic sensus penduduk tetqpi yang bersekolah
di Taman Kanak-kanak Dharma Bakti IV Tamantirto
54 orang anak . Pada tanggal 29 Nopember 2004
telah di lakukan survey pendahuluan terhadap
10 orang wali murid (ibu) di TK Dharma Bakti IV
Tamantirto ,Kasihan ,Bantul, untuk mengetahui
pendapat mereka jika pendidikan seks di
berikan pada anak usia 4 6 tahun. Berdasarkan
survey pendahuluan tersebut yang dapat dilihat
dalam bentuk table di bawah ini:
Tabel 1. Hasil kuisioner pada survey
pendahuluan.
Ibu-ibu tersebut mengatakan bahwa anaknya
masih terlalu kecil untuk dapat diajarkan
pendidikan seks dan sebagian lagi mengatakan
tabu.
Sedangkan pendidikan seks seharusnya
memang sudah diberikan sejak usia masa
kanak-kanak wal (usia 4-6 tahun) dengan cara
yang benar. Pelajaran seks bagi anak yang
pertama adalah mempelajari bagian tubuhnya.
Apa nama-nama bagian tubuhnya, serta bagai-
mana merawat dan membersihkannya. Me-
ngajari mereka bagaimana perbedaan cara
membuang air besar dan terutama air kecil pada
laki-laki dan perempuan serta membersihkan-
nya. Tubuh bagian dalam, hanya boleh dilihat
oleh ibu ataupun dokter atas sepengetahuan
ibu, merupakan salah satu upaya pencegahan
terhadap tindak kriminalitas seksual seperti
yang sering terjadi akhir-akhir ini (Indonesia-
p@igc.apc.org, 1996).
Lokasi penelitian dilakukan di kelurahan
Tamantirto karena wilayah tersebut merupakan
wilayah transisi dari pedesaan ke perkotaan
namun masyarakatnya memiliki cirri-ciri masya-
rakat pedesaan. Hubungan keluarga dan
masyarakat sangat kuat, struktur keluarga
berbentuk extend family dimana satu keluarga
terdiri atas tigagenerasi yang tinggal dalam satu
rumah, sehingga pola pendidikan seks yang
ditanamkan oleh ibu tidak akan terlepas
bagaimana pengaruh orang tua sebelumnya
dalam memberikan pendidikan seks. Sedangkan
untuk kasus pelecehan seksual (pencabulan)
angkanya tertinggi di daerah Tamantirto. Pada
anak balita yaitu yaitu 10 orang dalam 1 tahun
terakhir ini, bahkan 1 orang ada yang berkali-
kali. Ini merupakan data yang dilaporkan pada
Dukuh di desa tersebut dan banyak lagi kasus
yang diselesaikan dengan cara damai atau ganti
rugi (POLSEK Kasihan, 2004). Sedangkan me-
nurut hokum bila melakukan pencabulan
dikenakan pasal 295296 KUHP dan bila melaku-
kan persetubuhan dengan wanita dibawah
umur dikenakan pasal 286288 KUHP dan me-
langgar undang undang RI nomor 39 pasal 58
tahun 1999.
Berangkat dari fenomena tersebut diatas
peneliti tertarik untuk mencari kejelasan
tentang factor-faktor yang mempengaruhi ibu
dalam mengajarkan pendidikan seksual pada
anak usia 4-6 tahun di TK Dharma Bakti IV
Tamantirto Bantul Yogyakarta.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik
dengan rancangan Cross Sectional. Metode ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran dan
informasi tentang factor factor yang mempe-
ngaruhi ibu dalam mengajarkan pendidika seks.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret
14 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
sampai Mei 2005, di Taman Kanak-kanak Dharma
Bakti IV Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
Populasi dalampenelitian ini adalah ibu ibu
yang memiliki anak usia 4-6 tahun, yaitu yang
bersekolah di Taman Kanak-kanak Dharma Bakti
IV Tamantirto yang berjumlah 53 orang meng-
gunakan total sampling (Abramsom, 1997)
karena semuanya memiliki kriteria sampel yaitu
ibu ibu yang memiliki anak usia 4 6 tahun
dan menyatakan bersedia menjadi responden.
Instrumen yang digunakan adalah kuisioner.
Pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan
tertutup dan dijawab langsung oleh responden
tanpa diwakilkan kepada orang lain. Kuisioner
terdiri dari dua data yaitu :
1. Data umum yaitu,nama, umur, pendidikan
terakhir ibu, agama, pekerjaan, suku,
alamat, penghasilan keluarga/bulan, berapa
orang yang tinggal dalam satu rumah.
2. Data Khusus : untuk mengetahui factor so-
cial ekonomi, sosial budaya, dan pengaruh
dari pendidikan seks ibu mempengaruhi
dalam mengajarkan pendidikan seksual
pada anak usia 4-6 tahun terdiri dari 23
pertanyaan, meliputi 10 pertanyaan ten-
tang sikap ibu yang dipengaruhi factor sosial
ekonomi dalam penerapan pendidikan seks
pada anak, 10 pertanyaan tentang sikap ibu
yang dipengaruhi factor sosial budaya
dalam penerapan pendidikan seks pada
anak, dan 3 pertanyaan tentang sikap ibu
yang dipengaruhi riwayat pendidikan seks
ibu dalam penerapan pendidikan seks pada
anak. Penilaian aspek tersebut dengan cara:
jawaban sangat setuju (SS) akan diberi skor
4, jawaban setujub(S) akan diberi skor 3,
jawaban tidak setuju (TS) akan diberi skor
2, dan jawaban sangat tidak setuju (STS)
akan diberi skor 4.
Penskoran berdasarkan katagori dilakukan
sebagai berikut (Klein, 1999) :
Baik nilai > 35
Kurang baik nilai 25 34
Jelek nilai < 24
Analisa data dilakukan 2 tahap yaitu uji
univariat untuk mengetahui gambaran
responden dengan cara menghitung distribusi
dan frekuensi dari subjek penelitian. Uji
bivariat untuk mengetahui hubungan
antara variable bebas dan variable terikat.
Uji statistic yang digunakan adalah Chi
Square.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan uji statistic dengan meng-
gunakan analisis chi square dapat dilihat ada
atau tidaknya hubungan antara penghasilan ibu,
suku dan riwayat pendidikan seks ibu dengan
mengaarkan pendidikan seks pada anak usia 4-
6 tahun di Taman Kanak-kanak Kasihan Bantul.
Jumlah responden berkurang 6 orang dari 53
menjadi 47 dikarenakan pindah sekolah dan
sakit pada saat penelitian berlangsung sehingga
didapatkan data sebagaiberikut :
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan
penghasilan.
Karakteristik berdasarkan penghasilan,
sebagian besar responden berpenghasilan
rendah sebanyak 66,1.
Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan
umur
Karakteristik berdasarkan umur, sebagian
besar responden termasuk dalam usia dewasa
yaitu diatas 30 tahun (55.4 %).
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 15
Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan
tingkat pendidikan.
Karakteristik responden berdasarkan pen-
didikan, pada umumnya responden sudah
berpendidikan formal prosentase tertinggi
berpendidikan SD sebesar 51,31 %.
Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan
pekerjaan.
Berdasarkan data pada table 5 dapat kita
ketahui bahwa pekerjaan responden sebagian
besar adalah buruh (44,9%) , diikuti ibu rumah
tangga sebesar 31,9%, dan hanya sebagian kecil
yang bekerja sebagai wiraswsta, tani karyawan
swasta, pensiunan dan guru. Kenyataan ini me-
mungkinkan ibu tidak banyak mempunyai
banyak kesempatan untuk memperhatikan
perkembangan seksual anak , dan mengajarkan
pendidikan seks sesuai tahap perkmbangan usia
anak-anaknya.
Karakteristik berdasarkan suku, mayoritas
responden adalah suku Jawa dengan
prosentase sebesar 74,6 % .
Tabel 6. Distribusi Responden berdasarkan
Suku
Karakteristik berdasarkan suku, mayoritas
responden adalah suku Jawa dengan pro-
sentase sebesar 74,6 % .
Tabel 6. Distribusi Responden berdasarkan
riwayat pendidikan seks.
Berdasarkan pada table 7 dapat kita ketahui
bahwa sebagian besar responden belum
pernah diajarkan pendidikan seks sebanyak 31
responden (75,6 %) dan responden yang pernah
diajarkan pendidikan seks sebanyak 16
responden (23,4 %).
Distribusi Hubungan Penghasilan Ibu, Suku
dan Riwayat Pendidikan Seks Ibu dengan
Mengajarkan pendidikan Seks.
Berdasarkan uji statistic dengan menggunakan
analisis chi square dapat dilihat ada atau
tidaknya hubungan anatara penghasilan ibu,
suku dan riwayat pendidikan seks dengan
mengajarkan pendidikan seks pada anak usia
4-6 tahun di Taman Kanak-kanak Kasihan bantul.
Hasil analisis dapat dilihat dibawah ini :
Tabel 8. Distribusi Hubungan Penghasilan Ibu
dengan Mengajarkan pendidikan
Seks.
Berdasarkan table 8 dapat kita ketahui bahwa
dari 47 responden terdapat 34 responden (72,3
%) yang termasuk kategori kurang dalam
penerapan pendidikan seks dan 7 responden
(14,9 %) yang termasuk kategori baik sedangkan 6
responden (12,7 %) yang termasuk kategori jelek.
16 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
Dari uji chi square didapat X
2
adalah 21,404
dan p = 0,045 sehingga ada hubungan yang
signifikan antara penghasilan ibu dengan
mengajarkan pendidikan seks. Besarnya hu-
bungan tersebut dengan analisis koefisiensi
kontingensi = 0,559. Sehingga dapat kita katakan
faktor sosial ekonomi mempengaruhi ibu dalam
mengajarkan pendidikan seks pada anak usia 4
-6 tahun.
Tabel 9. Distribusi Hubungan Suku dengan
Mengajarkan pendidikan Seks.
Berdasarkan table 9 dapat kita ketahui bahwa
dari 47 responden terdapat 34 responden (74,5
%) yang termasuk kategori kurang baik dalam
penerapan pendidikan seks dan yang termasuk
kategori jelek sebanyak 6 responden (12,7 %)
sedangkan kategori baik hanya 7 responden
(14,9 %).
Dari uji chi square didapat X
2
adalah 2,360
dan p = 0,037 sehingga ada hubungan yang
signifikan antara suku dengan mengajarkan
dalam pendidikan seks. Besarnya hubungan
tersebut dengan analisis koefisiensi konti-
ngensi = 0,219. Sehingga dapat kita katakan
faktor social budaya yang berlaku dalam
masyarakat mempengaruhi ibu mengajarkan
pendidikan seks pada anak usia 4-6 tahun.
Tabel 10. Distribusi Hubungan Riwayat Pen-
didikan Seks Ibu dengan Mengajarkan
pendidikan Seks.
Berdasarkan table 10 dapat kita ketahui
bahwa dari 47 responden terdapat 32
responden (72,4 %) yang termasuk kategori
kurang baik dalam penerapan pendidikan seks
dan yang termasuk kategori jelek sebanyak 8
responden (17,0 %) sedangkan yang termasuk
kategori baik sebanyak 7 responden (14,9 %).
Dari uji chi square didapat X
2
adalah 8,554 dan p
= 0,014 sehingga ada hubungan signifikan
antara riwayat pendidikan seks ibu dengan
mengajarkan pendidikan seks. Besarnya hu-
bungan tersebut dengan analisis koefisiensi
kontingensi = 0,392. Sehingga dapat kita katakan
riwayat pendidikan seks ibu mempengaruhi ibu
dalam mengajarkan pendidikan seks pada anak
usia 4-6 tahun.
Untuk mengetahui hubungan dari masing-
masing variabel terhadap mengajarkan pen-
didikan seks dapat dilihat table sebagai berikut:
Tabel 11. Hubungan penghasilan Ibu, Suku, dan
Riwayat Pendidikan Seks Ibu dengan
Mengajarkan Pendidikan Seks.
Dari tabel diatas diperoleh gambaran bahwa
factor factor yang mempengaruhi ibu dalam
mengajarkan pendidikan seks pada anak usia 4
6 tahun di TK Dharma Bakti IV Bantul adalah
penghasilan ibu, suku, dan riwayat pendidikan
seks ibu.
Dari ketiga variabel yang mempunyai hu-
bungan signifikan terhadap mengajarkan
pendidi kan seks, didapat koefisien kon-
tingensi penghasilan ibu lebih besar dari pada
angka koefisien kontingensi variabel lain,
sehingga factor sosial ekonomi merupakan fac-
tor yang paling dominan mempengaruhi ibu
dalam mengajarkan pendidikan seks pada nak
usia 4 6 tahun di TK Dharma Bakti IV Kasihan
Bantul.
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 17
PEMBAHASAN
1. Faktor sosial ekonomi
Dari hasil penelitian menyebutkan bahwa
factor social ekonomi mempengaruhi ibu
dalam mengajarkan pendidikan seks pada
anak usia 4 6 tahun karena pada tabel 6
dapat kita lihat bahwa ibu banyak yang
bekerja di luar rumah yaitu sebagai buruh
untuk membantu terpenuhinya perekonomian
keluarga yang sebagian besar perpeng-
hasilan rendah (lihat tabel 2). Hal ini
didukung oleh pendapat Risman (2004)
yang mengemukakan bahwa orang tua yang
terlibat aktif dalam masyarakat industry,
misalnya sebagai pekerja yang seringkali
meninggalkan rumah, dapat berdampak
pada kelalaian kewajiban mendidik anak,
sehingga anak terlantar.
2. Faktor sosial budaya
Dari hasil penelitian juga menyebutkan
bahwa faktor sosial budaya mempengaruhi
ibu dalam mengajarkan pendidikan seks
pada anak usia 4-6 tahun karena rasa tabu
dan malu untuk membicarakan seks pada
anak, juga anak usia 4-6 tahun dianggap
belum pantas dan masih terlalu kecil untuk
mengajarkan pendidikan seks. Hal tersebut
di atas didukung oleh Risman (2004) yang
mengemukakan bahwa seksualitas orang
tua pada umumnya mereka masih meng-
anggap adalah sesuatu yang tabu dan saru
untuk dibicarakan. Maxwell (2000) juga
menegaskan bahwa orang tua menganut
aturan agama dan dalam konteks sebuah
budaya yang tidak setuju dengan pen-
didikan seks.
3. Riwayat pendidikan seks ibu.
Penelitian yang telah dilakukan mendapat
hasil, riwayat pendidikan seks mempe-
ngaruhi ibu dalam mengajarkan pendidikan
seks pada anak usia 4-6 tahun di Tk Dharma
Bakti Tamantirto. Sehingga dapat kita lihat
ibu yang belum pernah diajarkan pen-
didikan seks, maka tidak akan mengajarkan
pendidikan seks pada anaknya (lihat tabel
10). Hal tersebut didukung oleh Risman
(2004) yang mengungkapkan bahwa pen-
didikan seks yang diterima orang tua di
masa lalu secara tidak langsung akan
mempengaruhi cara orang tua dalam men-
didik anaknya. Dan Maxwell (2000) meng-
atakan bahwa orang tua sangat bingung
tentang seks, mereka tidak pernah ber-
diskusi tentang perasaan seks dan hasrat
tentang seseorang. Tidak seorangpun
mengira akan mengajarkan seks pada anak-
anak. Ketakutan orang tua adalah melihat
anaknya menjadi makhluk seksual karena
itu mereka tidak yakin menjelaskan pada
anak-anak.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Faktor sosial ekonomi mempengaruhi
ibu dalam mengajarkan pendidikan
seks pada anak, maka semakin rendah
penghasilan keluarga dan semakin lama
ibu bekerja di luar rumah sehingga
mengajarkan pendidikan seks semakin
buruk.
2. Faktor sosial budaya juga berpengaruh
terhadap ibu dalam mengajarkan pen-
didikan seks.
3. Riwayat pendidikan seks mempengaruhi
ibu dalam mengajarkan pendidikan seks
pada anak usia 4-6 tahun di Taman Kanak-
kanak Tamantirto, maka semakin ibu tidak
diajarkan pendidikan seks pula pada
anaknya.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang di-
peroleh, maka disarankan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Kepada Taman Kanak- Kanak Dharma
Bakti IV Tamantirto Kasihan Bantul.
Bagi guru agar memberikan penyuluhan,
pembinaan dan pengarahan tentang
18 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
pendidikan seks yang sesuai dengan usia
taman kanak kanak.
2. Kepada Pihak Puskesmas Kasihan I, Dinas
Kesehatan Kota Yogyakarta dan Dinas
Kesehatan setempat serta pihak pihak
lain yang terkait.
a. Perlu melakukan promosi kesehatan
yang bertujua menanamkan sikap
yang positif pada ibu terhadap pen-
didikan seks pada anak. Hal ini dapat
dilakukan dengan menyampaikan
informasi mengenai masalah ke-
sehatan dan tindak criminal khusus-
nya mengenai pendidikan seks pada
anak kepada ibu ibu yang memiliki
usia 4 6 tahun dalam berbagai
kesempatan dan metode yang sesuai.
b. Penyampaian informasi masalah ke-
sehatan khususnya mengenai pen-
didikan seks pada anak dapat di-
lakukan oleh kader Posyandu yang
telah dilatih oleh petugas Puskesmas.
3. Kepada Ibu ibu yang memiliki Anak Usia TKK
Agar tidak malu bertanya mengenai
informasi kesehatan kepada petugas
kesehatan, khususnya mengenai pen-
didikan seks pada anak. Peningkatan
pengetahuan juga dapat dilakukan dengan
beberapa sumber sumber bacaan yang
terkait dengan masalah tersebut. Prin-
sipnya dalam penyampaian pendidikan
seks pada anak ibu harus jujur, terbuka
dan menggunakan cara dan bahasa yang
sederhana sehingga mudah dipahami
oleh anak sesuai dengan tahap usianya.
4. Kepada Perawat Maternitas.
a. Agar memberikan penyuluhan dan
dorongan kepada orang tua khusus-
nya ibu ibu yang memiliki anak usia
4 6 tahun agar mengajarkan pen-
didikan seks sejak dini.
b. Agar melakukan penelitian tentang
pendidikan seks sejak dini terutama
dampaknya bagi anak dimasa datang.
5. Kepada Peneliti yang Lain.
a. Kepada peneliti berikutnya agar lebih
menyempurnakan penelitian dengan
metode yang lebih lengkap diantara-
nya pengumpulan data tidak hanya
menggunakan kuisioner saja, tapi
diikuti juga dengan diskusi kelompok
terpadu serta wawancara mendalam
sehingga didapat hasil yang lebih
baik.
b. Kepada peneliti yang lain agar me-
lakukan tentang pendidikan seks pada
anak usia 4 6 tahun dengan meng-
gunakan jenis korelasi, dengan pen-
dekatan kuantitatif sehingga dapat
ditemukan hubungan antar variabel
dan prosentase tertinggi variabel
mana yang paling berpengaruh ter-
hadap pemberian pendidikan seks.
c. Hendaknya melakukan penelitan
tentang pendidikan seks pada anak
usia 4 6 tahun dengan lingkup
sampel yang lebih luas yakni dengan
menambah jumlah sampel, mem-
perluas area penelitian yaitu dengan
meneliti semua anak usia 4- 6 tahun
di wilayah Tamantrto baik yang ber-
sekolah maupun tidak guna mem-
peroleh gambaran yang lebih luas dan
tergeneralisasi.
KEPUSTAKAAN
Abramson, J.H. (1997). Metode Survey dalam
Kedokteran Komunitas. Gajah
Mada University Press : Yogyakarta.
BPS, (2000). Population Projection.
www.bps.co.id : Yogyakarta
Hananto, O.(2004). Cara Menjelaskan Masalah
Seks Kepada Anak Usia TKK.
Handayani, A. (2004) Jika Anak Bertanya
Tentang Seks . Pikiran Rakyat Cyber
Media.
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 19
Hawari, D.(2004). Beri Pengertian Sejak Dini.
Satriadharma2002@yahoo.com
(1996). Pendidikan Seks di Taman
Kanak-kanak. Indonesia-
p@igc.apc.org.
Kartono, K. (1992) Psikologi Wanita. Cetakan ke-
4 Jilid 2. Penerbit Mandar Maju
:Bandung.
Kartono, K. (1992) Psikologi Wanita. Cetakan ke-
5 Jilid 1. Penerbit Mandar Maju :
Bandung.
Klein, M.(1999). Tanya Jawab Seks : seorang
terapi seksual menjawab berbagai
pertanyaan tentang sesualitas,
Cetakan ke-2 Mitra Utama : Jakarta.
Kurniati (2003). Hubungan Antara Persepsi Ibu
Tentang Pendidi kan Seks pada
Anak Usia 0-5 tahun dengan Sikap
Ibu dalam Menerapkan
Pendidikan Seks, Karya Tulis Ilmiah
Program Studi Ilmu Keperawatan
UGM : Yogyakarta.
Laporan Kasus POLSEK Kasihan Bantul, 2004.
Markum, A.H. (1991). Ilmu Kesehatan Anak Jilid
I. Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia : Jakarta
Maxwell, S.(2000). Breaking Our Silence About
Sex . www. Parenthood.com.
Miqdad, A. (2001). Pendidikan Seks Bagi
Remaja. Cetakan ke-3. Penerbit
Mitra Pustaka : Yogyakarta.
Nurdadi, S (2003). Kondisi Keluarga
Mempengaruhi Pendidikan Seks.
Media Indonesia.
Risman, E.(2004). Kita Alpa Memuliakan Anak.
www.republika.co.id
Sulistyo, R. (1996). Pendidikan Sex. Penerbit
Elstar Offset : Bandung.
Undang Undang Republik Indonesia .(1999).
Tentang Hak Asasi Manusia , Nomer
23 Pasal 58.
Vitalaya, A. (2004). Pendidikan Seks Dan
Kesehatan Harus Melibatkan Or-
ang Tua . Media Indonesia.
Paat, G. (1997 ). Remaja Dan Hubungan Seksual
Pranikah . www.percikaniman.com
Zega, T. (1999). Persepsi Ibu Rumah Tangga
Terhadap Kesehatan Reproduksi
Bagi Remaja . Tesis Program Pasca
Sarjana UGM : Yogyakart
20
DETERMINAN SOSIO DEMOGRAFI DAN PENGETAHUAN
ORANG TUA TERHADAP SIKAP ORANG TUA DALAM
PENANGANAN ANAK DEMAM DI KABUPATEN
BANYUMAS
Sodikin
*
, Asiandi
**
ABSTRACT
Background: Fever is a condition that often worry many parents because the childs body
temperature above the average. Parents have concerns about the high fever can do im-
proper care.
Objective: This study aims to determine the socio-demographic determinants and knowl-
edge of parents and parents attitudes in the treatment of febrile children in district of
Banyumas.
Methods: The design used in this study is cross-sectional study. Exposure factors in this study
is the socio demographic characteristics and level of parental knowledge. While the outcome
assessed is the attitude of parents in the treatment of febrile children. The population of this
study is that parents who have children with an age range 6 months to school age. Data is
collected by the first interview using a questionnaire instrument for primary data collection
that includes data on socio demographic characteristics of mothers (family relationship sta-
tus, education level, family income, number of children), parents knowledge about fever in
children, and parents attitudes. Data were analyzed to determine whether there is influence
between the independent variables on the dependent variable is used with logistic regression
statistical tests.
Results: The results of bivariate analysis to prove there was no significant relationship be-
tween family relationship status, the level of maternal education, fathers education level,
maternal employment, fathers employment, family income, number of children and parents
with the knowledge of parents attitudes in the treatment of febrile children (p> 0.05). Simi-
larly, the results of multivariate analysis showed that the relationship status of family rela-
tionship status, father educational level, fathers and mothers job is also not significantly
associated with parents attitudes in the treatment of febrile children (p> 0.05).
Conclusions: This study concluded that the determinant of socio-demographics and knowl-
edge of parents is not a factor related to the attitudes of parents in the treatment of febrile
children. External factors, especially the support and encouragement of health professionals
suspected as factors related to the attitudes of parents in the treatment of febrile children
needs to be proven further.
Key words: Socio demographics, knowledge of parents, febrile children, parents attitudes.
* Staf Edukatif Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
** Staf Edukatif Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 21
PENDAHULUAN
Banyak dari orangtua panik (cemas) bila
mendapati suhu tubuh anak di atas rata-rata
atau sering disebut demam. Para orangtua
memiliki kekhawatiran tinggi tentang demam
dan perawatan yang tidak tepat digunakan pada
demam anak.
1
Demam membuat orang tua atau
pengasuh menjadi risau.
2
Demam juga me-
rupakan keluhan yang sering ditemukan pada
anak. Demam seringkali disebabkan infeksi,
tetapi dapat pula disebabkan hal lain. Seorang
anak dikatakan demam, bila suhu tubuh diatas
38,5
0
Celsius.
Perlu dipahami bahwa demam, dibedakan
menjadi 3 macam yaitu demam karena infeksi,
demam noninfeksi, dan demam fisiologis. Dari
3 demam, hanya demam yang disebabkan oleh
infeksi dan noninfeksi yang memerlukan obat
penurun panas. Untuk mempercepat proses
penurunan panas, selain ramuan tradisional
yang diminum, dapat juag diberikan baluran
atau kompres untuk membantu.
Demam pada anak sering menimbulkan
fobia tersendiri bagi banyak orangtua. Keya-
kinan untuk segera menurunkan panas ketika
anak demam sudah melekat erat dalam benak
orantua. Demam diidentikan penyakit, sehingga
saat demam berhasil diturunkan, orangtua
merasa lebih aman karena menggap penyakit
akan tidak timbul bersama dengan turunnya
panas tubuh atau turunanya demam.
Pada manusia suhu tubuh relatif konstan dan
pengendalian yang relatif tepat dicapai dengan
terjadinya keseimbangan antara kehilangan
panas dengan produksi panas. Mekanisme
pengendalian ditemukan dalam susunan saraf
dan struktur utama yang terlibat adalah
hipotalamus anterior dan posterior.
Demam terjadi bila berbagai proses infeksi
dan noninfeksi berinteraksi dengan mekanisme
pertahanan hospes. Faktor lingkungan dan
infeksi minor dapat menghasilkan suhu lebih
tinggi pada bayi serta anak kecil daripada anak-
anak yang lebih besar dan orang dewasa.
Kejadian demam pada usia bayi yang sangat
muda, demam merupakan salah satu tanda
suatu gangguan, sedangkan pada usia bermain,
kejang karena panas dapat sama dengan demam
dan merupakan masalah yang penting.
Demam yang di alami oleh anak akan
berakibat bagi anak itu sendiri dan juga pada
orangtua. Demam yang terjadi pada anak usia
sekolah sering menyebabkan mereka absensi
(tidak hadir ke sekolah). Ketidak hadiran anak
disekolah akibat sakit menyebabkan mereka
tertinggal mata pelajaran.
Suhu tubuh harus diukur pada saat masuk
ke fasilitas perawatan kesehatan, sebelum dan
sesudah pembedahan atau prosedur diagnostik
invasif, selama dalam masa infeksi yang tidak
teridentifikasi, setelah tindakan menurunkan
demam, dan kadang-kadang pada bayi atau anak
yang tampak merah mukanya, merasa hangat,
atau letargi.
3
Hampir 27% orang tua tidak
memiliki termometer di rumah, 32,8% dari
mereka tidak mengetahui bagaimana untuk
mengukur suhu tubuh, dan 69,5% dari mereka
tidak tahu bagaimana cara menurunkan suhu
tubuh yang melebihi norma.
4,5
Mengukur suhu tubuh dapat dilakukan
dengan mengukur pada bagian mulut, rektum,
ketiak, dan membran timpani. Pengukuran
suhu tubuh melalui mulut, tidak diperbolehkan
pada bayi, orang dewasa yang tidak bisa diajak
kerjasama, dan yang terpasang intubasi.
6
Terdapat perbedaan hasil pengukuran suhu
tubuh melalui ketiak dan rektum dengan
mempergunakan termometer jenis air raksa dan
elektronik atau digital.
7
Ada hubungan yang
signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan
metode yang digunakan untuk mengukur suhu
tubuh anak.
8
Banyak diantara para ibu yang sering me-
ngalami kecemasaan terhadap demam yang
dialami oleh anak-anak mereka. Berbagai
kecemasan yang sering muncul adalah ke-
rusakan sistem saraf pusat (24%), kejang (14%),
serta kematian (5%). Kecemasan tentang
ketidak nyamanan dan tanda-tanda penyakit
serius juga diungkapkan oleh sejumlah besar
22 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
pengasuh anak. Kejang demam menjadi 20%
alasan pemberian obat antipiretik dari orang
tua.
9
Banyak dari orangtua sangat khawatir
tentang efek samping dari demam tinggi pada
anak-anak mereka.
2a
Pengukuran suhu tubuh yang biasa dilakukan
ibu/bapak lebih banyak mempergunakan
tangan, biasanya ibu/bapak akan menempelkan
tangan mereka untuk mengetahui anaknya
demam atau tidak. Cara pengukuran suhu
seperti ini tidak akurat.
Praktek penanganan anak yang mengalami
demam juga bermacam-macam, dari praktek
tradisional termasuk kompres dengan air dingin
(air es), dan mempergunakan daun-daun
tertentu, atau mempergunakan dengan obat
modern yang dijual secara bebas. Penanganan
demam dengan obat yang didapat sering tidak
mempertimbangkan dosis yang seharusnya.
Sampai sekarang belum banyak penelitian yang
dilakukan di Indonesia berhubungan dengan
hal tersebut. Penelitian ini akan meneliti
tentang hal-hal sebagai berikut tingkat pen-
didikan, pengetahuan ibu, dan sikap orangtua
dalam penangan demam pada anak.
Para ahli berpendapat bahwa, demam
memiliki peran penting dalam proses penyem-
buhan penyakit. Pemberian obat penurunan
panas pada saat anak demam (aspirin,
paracetamol/acetaminophen atau ibuprofen)
terbukti lebih banyak menimbulkan akibat
negatif dibandingkan positifnya. Komponen-
kompnen kekebalan tubuh seperti sel darah
putih (leukosit) dan sel satu jenis sel darah
(limfosit) akan bekerja lebih baik dalam
melawan kuman dalan keadaan demam diban-
dingkan dalam keadaan normal. Hal ini berarti,
menurunkan suhu pada saat demam justru akan
melemahkan sistem kekebalan tubuhnya.
Hylary Buttler penelitian dari New Zealanda
telah membuat kesimpulan dai telaah berbagai
litaratur kedokteran, bahwa demam memang
diperlukan untuk meningkatkan kekebalan
tubuh pada saat terjadi infeksi. Sebaliknya
pemberian obat penurunan panas seperti
paracetamol/acetaminophen, aspirin dan
ibuprofen justru memberikan penaruh negatif.
Beberapa keadaan demam yang meng-
haruskan orangtua untuk sesegera mungkin
membawa anaknya ke dokter, diantaranya
adalah bila suhu demam sangat tinggi (lebih
dari 40
0
C) dengan disertai keluhan sulit
bernapas, kejang, muncul bintik merah atau biru
di tangan, dibarengi muntah atau diare, dan
muncul radangan tenggorokan pada bayi di
bawah usia 3 bulan, dan ada riwayat kejang
sebelumnya. Hanya dalam keadaan-keadaan
tertentu saja demam berbahaya, seperti pada
saat disertai sakit kepala, tubuh lemas, demam
sudah berlangsung lebih dari 72 jam atau 3 hari
secara berturut-turut, serta kejang-kejang
kebanyakan demam akan berkahir secara baik-
baik saja. Sebelum di bawa ke tenaga kesehatan
professional paling tidak menunggu sampai 24
jam, dengan selalu tetap mengawasi gejala-
gejala tambahan. Pada bayi yang demam,
dianjurkan untuk membawa ke tenaga kese-
hatan apabila suhu tubuh mencapai 38,5
0
C.
Artikel penelitian ini akan melaporkan
tentang determinan sosio demografi dan
pengetahuan orang tua yang berhubungan
dengan sikap orang tua dalam penanganan anak
demam.
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Rancangan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah studi potong lintang (cross sectional).
Studi potong lintang (cross sectional) dide-
finisikan dengan penelitian memotret kejadian
dan karakteristik, penyakit, serta faktor pa-
paran yang terjadi pada suatu populasi diwaktu
tertentu atau dengan kata lain penelitian
rancangan epidemiologi yang mempelajari
hubungan penyakit dan paparan (faktor pene-
litian) dengan cara mengamati status paparan
dan penyakit serentak pada individu-individu
dari populasi tunggal, pada satu saat atau
periode.
11,12
Faktor paparan dalam penelitian ini adalah
karakteristik sosio demografi dan tingkat
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 23
pengetahuan orang tua. Sedangkan outcome
yang dinilai adalah sikap orang tua dalam
penanganan anak demam. Populasi penelitian
ini adalah orangtua yang memiliki anak dengan
rentang usia 6 bulan sampai usia sekolah.
Pengambilan data dilakukan dengan cara
wawancara menggunakan instrumen berupa
kuisioner untuk pengumpulan data primer yang
meliputi data tentang karakteristik sosio
demografi ibu (status hubungan orang tua-
anak/kekerabatan, tingkat pendidikan, penda-
patan keluarga, jumlah anak), pengetahuan or-
ang tua tentang demam pada anak, dan sikap
orang tua. Untuk menganalisis ada tidaknya
pengaruh antara variabel bebas terhadap
variabel terikat digunakan uji statistik regresi
logistik berganda dan dari hasil pengujian
statistik akan ditarik suatu kesimpulan.
Pengumpulan data dilakukan dengan mem-
pergunakan kuesioner (daftar pertanyaan) yang
telah disusun secara sistimatis. Sebelum
penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu
dilakukan uji validitas dan reabilitas untuk
mengetahui tingkat kesahihan (keterandalan)
dari daftar pertanyaan yang akan digunakan
dalam penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua
orangtua murid dengan memiliki anak usia
sekolah yang mengalami demam. Sampel yang
dibutuhkan dalam penelitian ini sebanyak 100
responden (ditambah menjadi 133 responden).
Sampel penelitian diambil secara kuota sam-
pling (quota sampling) secara kuota non-
proporsional, yaitu dengan memberi jatah
subyek yang memiliki ciri-ciri yang sama dalam
sampel penelitian untuk memperoleh sampel
yang representatif. Tujuan pencuplikan ber-
tujuan mendapatkan jumlah subyek yang
memadai untuk mewakili kategori karakteristik
sesuai yang diharapkan di dalam sampel.
10a,11a
Adapaun karakteristik dari sampel orantua yang
memiliki anak, pendidikan dari tidak tamat
sekolah sampai perguruan tinggi (diploma/
sarjana), saat penelitian anak dengan keluhan
demam atau pernah demam. Penelitian ini
dilakukan di wilayah Kabupaten Banyumas.
Analisis hasil penelitian menggunakan
analisis univariat, digunakan untuk melihat
gambaran distribusi frekuensi. Sedangkan
analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen dengan membuat tabel
tabulasi silang 2X2. Selanjutnya dilakukan uji
statistik regresi logistik. Uji kemaknaan meng-
gunakan tingkat kepercayaan (tingkat ke-
maknaan) 95%, di mana p-value (tingkat
kepercayaan) = 0,05. bila p-value > 0,05 hal ini
menunjukkan hasil penelitian didapat hu-
bungan tidak bermakna (tidak ada hubungan
yang signifika), sedangkan bila p-value 0,05
menunjukkan hasil yang diperoleh bermakna
(ada hubungan yang signifikan).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik responden
Penelitian ini dilakukan terhadap 133
responden (orang tua, kakek, atau paman/
bibi) di Kabupaten Cilacap. Gambaran
karakteristik responden dapat dilihat pada
tabel 5.1.
Tabel 5.1. Karakteristik responden (n = 133).
24 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
Pada tabel 5.1 di atas dapat dideskripsi-
kan bahwa mayoritas usia anak terkecil
adalah antara 2-13 tahun sebanyak 129 (97%)
dan hanya 4 anak (3%) berusia kurang dari 1
tahun. Sebanyak 11 orang tua (8,3%) me-
laporkan anaknya sedang demam, 54 orang
tua (40,6%) orang tua melaporkan anaknya
mengalami demam 1-3 hari yang lalu, sisa-
nya 68 (51,1%) demam dalam 4 hari yang
lalu atau lebih. Status hubungan orang tua-
anak (kekerabatan) sebanyak 126 (94,7%)
adalah orang tua kandung dan sisanya
tinggal bersama kakek/nenek dan paman/
bibi. Tingkat pendidikan ibu sebanyak 61
(45,9%) adalah SD, lainnya 54 (35,6%) SMP-
SMA, dan sebagian kecil tidak tamat SD dan
berpendidikan di perguruan tinggi. Tingkat
pendidikan bapak sebanyak 64 (48,1%)
adalah SD, lainnya sebanayak 45 (33,8%)
SMP-SMA dan sebagian kecil tidak tamat SD
dan berpendidikan di perguruan tinggi.
Pekerjaan ibu sebanyak 76 (57,1%) adalah
ibu rumah tangga dan 30 (22,6%) swasta.
Pekerjaan bapak sebanyak 41 (30,8%) adalah
buruh dan 46 (34,6%) swasta, sisanya petani,
buruh, pedagang dan PNS/TNI/Polri. Se-
banyak 132 (99,4%) berpengetahuan baik.
Sebanyak 71 keluarga (53,4%) berpenghasilan
antara Rp 100.000,00-Rp 200.000,00. Se-
banyak 78 responden (58,6%) memiliki anak
1-2, 35 (26,3%) 3-4 anak, sisanya 5 anak atau
lebih.
2. Analisa bivariat
a. Hubungan antara status hubungan orang
tua-anak dengan sikap dalam
penanganan anak demam
Tabel 5.2. Tabulasi silang hubungan antara
status hubungan orang tua-anak
dengan sikap dalam penangan
anak demam
Hasil pada tabel 5.2 menunjukkan
tidak ada hubungan antara status
hubungan ortu-anak dengan sikap dalam
penanganan anak demam (p > 0,05).
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 25
b. Hubungan antara tingkat pendidikan
bapak dengan sikap dalam penanganan
anak demam
Tabel 5.3. Tabulasi silang hubungan antara
tingkat pendidikan bapak dengan
sikap dalam penangan anak demam
Hasil pada tabel 5.3 menunjukkan
tidak ada hubungan antara tingkat pen-
didikan bapak dengan sikap dalam
penanganan anak demam (p > 0,05).
c. Hubungan antara tingkat pendidikan ibu
dengan sikap dalam penanganan anak
demam
Tabel 5.4. Tabulasi silang hubungan antara
tingkat pendidikan bapak dengan
sikap dalam penangan anak demam
Hasil pada tabel 5.4 menunjukkan
tidak ada hubungan antara tingkat
pendidikan ibu dengan sikap dalam
penanganan anak demam (p > 0,05).
d. Hubungan antara pekerjaan bapak
dengan sikap dalam penangananan anak
demam
Tabel 5.5. Tabulasi silang hubungan antara
pekerjaan bapak dengan sikap
dalam penangan anak demam
Hasil pada tabel 5.5 menunjukkan
tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu
dengan sikap dalam penanganan anak
demam (p > 0,05).
e. Hubungan antara pekerjaan ibu dengan
sikap dalam penangananan anak demam
Tabel 5.6. Tabulasi silang hubungan antara
pekerjaan ibu dengan sikap dalam
penangan anak demam
Hasil pada tabel 5.6 menunjukkan
tidak ada hubungan antara pekerjaan
bapak dengan sikap dalam penanganan
anak demam (p > 0,05).
26 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
f. Hubungan antara pendapatan keluarga
dengan sikap dalam penanganan anak
demam
Tabel 5.7. Tabulasi silang hubungan antara
pendapatan keluarga dengan sikap
dalam penanganan anak demam
Hasil pada tabel 5.7 menunjukkan
tidak ada hubungan antara pendapatan
keluarga dengan sikap dalam pena-
nganan anak demam (p > 0,05).
g. Hubungan antara jumlah anak dengan
sikap dalam penangananan anak demam
Tabel 5.8. Tabulasi silang hubungan antara
jumlah anak dengan sikap dalam
penanganan anak demam
Hasil pada tabel 5.7 menunjukkan
tidak ada hubungan antara jumlah anak
dengan sikap dalam penanganan anak
demam (p > 0,05).
h. Hubungan antara pengetahuan orang tua
dengan sikap dalam penangananan anak
demam
Tabel 5.9. Tabulasi silang hubungan antara
pengetahuan orang tua dengan
sikap dalam penanganan anak
demam
3. Analisis multivariat
Variabel yang memenuhi kriteria
dilakukan uji analisis multivariat adalah
variabel dengan nilai p < 0,25 pada hasil
analisis bivariat seperti diuraikan dalam
tabel 5.9 berikut ini.
Tabel 5.9. Kemaknaan hubungan antara masing-
masing variabel independent dengan
variabel dependent menurut analisis
bivariat.
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 27
Tabel 5.10. Hasil analisis regresi logistik untuk
hubungan antara determinan sosio
demografi dan pengetahuan orang
tua terhadap sikap dalam pena-
nganan anak demam.
Hasil analisis regresi logistik menun-
jukkan bahwa variabel status hubungan
orang tua-anak, tingkat pendidikan
bapak, pekerjaan bapak, dan pekerjaan
ibu tidak berhubungan dengan sikap
dalam penanganan anak demam (p >
0,05). Tes Hosmer dan Lemeshow menun-
jukkan X
2
(df) = 2,489 (6) dengan p = 0,870
mengindikasikan bahwa model dengan
data yang fit. Cox & Snell dan Nagelkerke
mengestimasi varians 0,159 sampai 0,213,
artinya diperkirakan kontribusi variabel-
variabel independent tersebut dalam
mempengaruhi variabel dependent
adalah sebesar 15,9 21,3%. Sebagai
gambaran model regresi logistik dapat
dilihat pada tabel 5.11 berikut ini.
Tabel 5.11. Ringkasan model regresi logistik
yang menunjukkan hubungan antara
determinan sosio demografi dengan
sikap orang tua dalam penanganan
anak demam.
Mengacu pada tabel 5.11 tersebut
tampak tidak ada variabel independent
yang berhubungan dengan sikap orang
dalam penanganan anak demam sehing-
ga tidak dapat dituliskan ke dalam
rumusan model regresi logistik.
B. Pembahasan
1. Hubungan status hubungan orang tua-anak
(kekerabatan), tingkat pendidikan ibu,
tingkat pendidikan bapak, pekerjaan ibu,
pekerjaan bapak, pendapatan keluarga,
jumlah anak, dan tingkat pengetahuan or-
ang tua dengan sikap orang tua dalam
penanganan anak demam
Hasil analisis tabulasi silang (cross
tabulation) pada penelitian ini membukti-
kan tidak ada hubungan yang bermakna
antara status hubungan orang tua-anak
(kekerabatan), tingkat pendidikan ibu,
tingkat pendidikan bapak, pekerjaan ibu,
pekerjaan bapak, pendapatan keluarga,
jumlah anak, dan tingkat pengetahuan orang
tua dengan sikap orang tua dalam pena-
nganan anak demam (p > 0,05).
28 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
Menurut hasil penelitian Walsh, Edwards
dan Fraser (2007) sikap (concern) orang tua
terhadap demam tidak dipengaruhi faktor-
faktor tersebut di atas melainkan ditentukan
oleh pengalaman demam positif atau negatif
pada anak.
12
Pengalaman demam yang
positif akan mengurangi perhatian/sikap
terhadap demam, pemanfaatan pelayanan
kesehatan dan penggunaan antipiretik.
Sebaliknya, pengalaman demam negatif
(kejang, laporan media tentang bahaya
demam, tidak menerima diagnosis pasti,
tidak dapat mengakses pelayanan dokter
secara teratur dan menerima informasi yang
bertentangan) akan meningkatkan per-
hatian/sikap, pemantauan dan penggunaan
antipiretik dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan.
Tingkat pendidikan ibu, tingkat pen-
didikan bapak dan tingkat pengetahuan
orang tua yang diasumsikan berkaitan
dengan sikap orang tua dalam penanganan
anak demam terbukti tidak berhubungan
secara bermakna dalam penelitian ini.
Pengetahuan orang tua memang terbukti
tidak terjadi secara otomatis atau ber-
hubungan secara langsung dengan sikap
orang tua dalam menangani anak demam
melainkan memerlukan upaya pemahaman
terus-menerus melalui kerja keras promosi
tentang demam kepada orang tua. Adanya
panduan tentang demam yang menempat-
kan perspektif kegawatan dan ancaman
demam dengan memberikan orang tua
definisi yang jelas tentang demam, yaitu
suatu reaksi tubuh normal dalam melawan
infeksi.
13
Pengetahuan orang tua dan
kualitas anticipatory guidance yang diterima
orang tua sebelum anaknya sakit akan
memandunya dalam melakukan tindakan
yang tepat dalam mengatasi demam. Peran
profesional kesehatan harus memberikan
informasi yang konsisten dan reliabel
sebelum episode demam pertama pada
anak.
12a
Orang tua dan profesional asuhan
kesehatan sama-sama membutuhkan pe-
mahaman keuntungan fisiologis demam dan
potensi efek membahayakan yang agresif
dan sering dengan tindakan yang tidak
menjamin.
14
Pendidikan berbasis bukti
(evidence-based education) untuk perawat-
perawat gawat darurat dapat meningkatkan
jumlah dan kualitas saran yang diberikan
ketika pasien akan pulang untuk orang tua
yang anaknya mengalami demam.
Pendapatan keluarga dan jumlah anak
juga tidak berhubungan secara bermakna
dengan sikap orang tua dalam menangani
anak demam. Pendapatan keluarga dan
pengalaman memiliki anak lebih banyak saja
tidak relevan dengan peningkatan sikap
(concern) dalam memanfaatkan pelayanan
kesehatan dan penanganan demam dengan
baik, melainkan dipengaruhi pengalaman
demam positif dan negatif sebagai faktor
yang dapat mempengaruhi sikap (concern)
orang tua terhadap anak yang mengalami
demam.
12b
2. Faktor yang paling dominan berhubungan
dengan sikap orang tua dalam penanganan
anak demam
Hasil uji analisis regresi logistik terhadap
variabel independent yang memenuhi
kriteria dilakukannya analisis multivariat
(variabel status hubungan orang tua-anak,
tingkat pendidikan bapak, pekerjaan bapak,
dan pekerjaan ibu) terhadap sikap orang tua
dalam penanganan anak demam membuk-
tikan tidak ada dari variabel tersebut yang
menunjukkan hubungan yang bermakna (p
> 0,05). Sehingga dari keempat variabel
indepenedent tersebut tidak dapat diten-
tukan manakah variabel yang paling
dominan berhubungan dengan sikap orang
tua dalam penanganan anak demam.
Meskipun dalam penelitian ini tidak
dapat ditentukan variabel paling dominan
berkaitan dengan sikap orang tua dalam
penanganan demam, upaya meningkatkan
perhatian dan sikap yang adaptif orang tua
perlu terus ditingkatkan. Perlu mengem-
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 29
bangkan strategi peka etnis untuk target
intervensi pendidikan dalam mengatasi
kebiasaan-kebiasaan yang tidak adaptif
sebagaimana dilakukan etnis Afrika Amerika
yang sering mengatasi suhu normal dengan
terlalu sering menggunakan dosis
asetaminofen.
Upaya meningkatkan sikap orang tua yang
adaptif perlu pula diikuti dengan pro-
fesionalitas tenaga kesehatan dalam
melakukan penanganan anak demam. Jika
perawat memerlukan evidence-based
education untuk meningkatkan kualitas
saran ketika pasien akan pulang untuk orang
tua yang anaknya demam. Seorang dokter
juga memerlukan pelatihan dalam mana-
jemen pemberian antibiotik yang rasional
pada anak demam.
14a
Dengan pelatihan
hanya terhadap kasus-kasus tanpa indikasi
antibiotik, membuktikan adanya perbaikan
kualitas penggunaan antibiotik (OR 4,1, CI
95%: 1,9-90,0, p < 0,001).
15
Meskipun keempat variabel dalam pene-
litian ini tidak menunjukkan signifikansinya
dengan sikap orang tua dalam penanganan
demam, dengan kata lain memang tidak ada
relevansinya kualitas keputusan orang tua
dalam menangani demam dengan hubungan
kekerabatannya dengan anak, tidak pula
ditentukan pendidikan bapak, dan peker-
jaan bapak dan ibu. Hal ini membuktikan
bahwa faktor internal responden memang
bukan penentu utama dalam mempenga-
ruhi sikapnya menangani demam pada anak,
melainkan perlu didorong faktor luar ter-
utama profesional kesehatan. Hal terpen-
ting yang perlu dilakukan profesional
kesehatan adalah mendorong orang tua
mengkaji anaknya daripada membaca pada
termometer (meskipun perlu juga menge-
tahui skala visual rendah, sedang dan tinggi
pada termometer).
13a
Memang ada kecen-
derungan ibu mengkaji apakah anaknya
demam atau tidak demam hanya dengan
metode perabaan.
16
Keputusan ibu dalam
memberikan antipiretika dipengaruhi pe-
mahaman ibu tentang manfaat antipiretika
dan adanya persediaan antipiretika di
rumah.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian ini membuktikan tidak ada
hubungan yang bermakna antara determinan
sosio demografi dan tingkat pengetahuan or-
ang tua dengan sikap orang tua dalam pena-
nganan anak demam (p > 0,05). Mengacu pada
hasil penelitian ini, berikut ini disarankan
beberapa hal:
1. Profesional kesehatan perlu meningkatkan
upaya sosialisasi manajemen anak demam
secara konsisten dan reliabel. Hasil penelitian
ini menunjukkan faktor-faktor internal
responden tidak berkorelasi dengan sikap or-
ang tua dalam penanganan anak demam,
dengan demikian diduga faktor-faktor
eksternal termasuk dukungan profesional
kesehatan sangat menentukan dalam sikap
orang tua menangani anak demam.
2. Dalam upaya penanganan demam orang tua
perlu didorong mengkaji status demam
anaknya dengan teknik yang sederhana
seperti teknik perabaan, namun perlu terus
ditingkatkan pengetahuan berkaitan dengan
keputusan dalam pemberian antibiotik dan
dan antipiretik, serta didorong dalam me-
manfaatkan pelayanan kesehatan.
3. Profesional kesehatan, khususnya perawat
dan dokter perlu terus menerus melakukan
update informasi berkaitan dengan penata-
laksanaan demam pada anak dengan pen-
didikan berbasis bukti (evidence-based
education), sehingga akan berdampak
dalam pembuatan keputusan yang tepat
dan intervensi yang sesuai dengan kebu-
tuhan anak demam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Purssell, E. 2008. Parental fever phobia and
its evolutionary correlates. Jour-
nal of Clinical Nursing, 18, 210218.
30 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
2. Crocetti M, Moghbeli N, Serwint J. 2001. Fever
phobia revisited: have parental mis-
conceptions about fever changed in
20 years? Pediatrics 107: 12416.
3. Engel, .J 1999. Pocket Guide to Pediatric
Assessment. Alih bahasa Teresa,
Pengkajian Pediatrik. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Walsh, A., Edwards & Frase, J. 2008. Atti-
tudes and Subjective norms: De-
terminants of Parents Intenttions
to Reduce Childhood Fever with
Medications. Health Education Re-
search. pp 1-15.
5. Walsh, A., Edwards, H & Fraser, J. 2008. Par-
ents Childhood Fever Manage-
ment: Community Survey and In-
strument Development. JAN:
Original Researh. pp.376-388.
6. Tim Departemen Kesehatan RI. 1994.
Prosedur Perawatan Anak di
Runah Sakit. Jakarta. Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
7. Craige, J.V., Lancaster, G.A., Williamson, P.R
& Smyth, R.L. 2000. Temperature
Measured at the Axilla Compared
with Rectum in Children and Young
People: Systematic Review. BMJ.
Vol. 320. pp 1174-1178.
8. Jalil, H.KA. Al-Abdel., Jumah, N.A & Al-
Baghli, A.A. 2007. Mothers Knowl-
edge, Fears and Self-Management
of Fever: A Cross-Sectional Study
from the Capital Governorate in
Kuwait. Kuwait Medical Journal. 39
(4): 349-354.
9. Sarrell, M., Cohen, H.A & Kahan, E. 2002. Phy-
sicians, Nurses, and Parents
Attittudes to and Knowledge about
Fever in early Childhood. An
Internatiional Journal for Commu-
nication in Healthcare. 46 (1): 61-65
10. Murti, B. 2010. Desain dan Ukuran Sampel
untuk Penelitian Kuantitatif dan
Kualitatif di Bidang Kesehatan.
Yogyakarta. Gadjah Mada Univer-
sity Press.
11. Lemeshow, S., Hosmer, J.D.W., Klar, J &
Lwanga, S.K. 1997. Besar Sampel
dalam Penelitian Kesehatan.
Yogyakarta. Gadjah Mada Univer-
sity Press.
12. Walsh, A., Edwards, H., & Fraser, J. (2007).
Influences on parents fever man-
agement: beliefs, experiences and
information sources. Journal of
Clinical Nursing, 16, 2331-2340. doi:
10.1111/j.1365-2702.01890.
13. Krantz, C. (2001). Childhood fevers: Devel-
oping an eveidence-based antici-
patory guidance tool for parents.
Pediatric Nursing, 27(6), 567-571.
14. Considine, J., & Brennan, D. (2007). Effect
of evidence-based education
programme on ED discharge advice
for febrile children. Journal of Clini-
cal Nursing, 16, 1687-1694. doi:
10.1111/j.1365-2702.2006.01716.
15. Farida, H. (2005). Kualitas penggunaan anti-
biotic pada anak demam: Pra dan
pasca pelatihan dokter tentang
penggunaan antibiotik yang tepat
di Bagian Kesehatan Anak RS Dr.
Kariadi Semarang . Thesis ttidak
dipublikasikan pada Program
Pendidikan Dokter Spesialis-1
Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro RS Dokter Kariadi
Semarang, Jawa tengah, Indonesia.
16. Purwoko, Ismail, D., & Soetaryo. (2003).
Demam pada anak: Perabaan kulit,
pemahaman dan tindakan ibu.
Berkala Ilmu Kedokteran, 35(2),
111-118.
31
ABSTRACT
Background: Free sex from year to year continue to increase. In preliminary studies have
been carried out from February to March 2010, obtained information that the SMK Bina
Harapan Sinduharjo in Sleman, from 1984 - 2009 that every year there are cases of pregnancy
out of wedlock at least one to three cases.
Method: The analytical study of correlation, cross sectional approach. Collecting data using
questionnaires Level Reproductive Health Knowledge and Attitudes towards Free Sex kuisisoner.
Some 71 research subjects of the total population of 71 respondents which was taken by total
sampling. analysis techniques to test the hypothesis used Pearson Product Moment at 95%
confidence level.
Results: The level of student knowledge about reproductive health is largely (40%). Most
respondents did not support free sex is as much as 75%. There is a correlation between the
level of knowledge about reproductive health with the attitude toward sex Free on students
in vocational Binaharapan Sinduharjo Sleman Yogyakarta, is shown by calculating r and p-
value.
Conclusion: There is a relationship between level of knowledge about health rerpoduksi
with attitudes toward sex, means that the higher level of knowledge about reproductive
health so more do not support Free Sex. Based on that education be recommended for a
more active role in providing sound information about reproductive health and to give moral
and religious education provision is good and strong to teens so teens do not easily fall into
free sex.
Keywords: level of knowledge, Reproductive Health, Attitude, Behavior,Free Sex.
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG
KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP TERHADAP
PERILAKU SEKSUAL BEBAS PADA SISWA DI SMK BINA
HARAPAN SINDUHARJO SLEMAN YOGYAKARTA
TAHUN 2010
Noerma Ismayucha
*
PENDAHULUAN
Informasi Kesehatan Reproduksi bagi remaja
terasa bermanfaat apabila kejadian kenakalan
remaja, seperti kehamilan tidak diinginkan,
pergaulan bebas, narkotika, perkosaan dan
sejenisnya mengalami penurunan dari waktu
ke waktu. Selama ini pro dan kontra masih saja
mengalir, baik dari sisi orang tua maupun remaja
itu sendiri. Orang tua yang setuju apabila
remaja diberi bekal informasi Kesehatan
Reproduksi berharap pada guru-guru dari
remaja mereka untuk bertanggung jawab
menyampaikan informasi tersebut. Bagi remaja
yang pro dengan informasi Kesehatan Repro-
duksi mereka menuntut agar guru-gurunya
memberitahu masalah itu. Namun, bagi orang
tua yang kontra, mereka khawatir apabila
*
Dosen Prodi D3 Kebidanan STIKES Yogyakarta
32 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
remaja diberi bekal pengetahuan informasi
Kesehatan Reproduksi justru akan memicu
remaja untuk mencoba-coba. Remaja yang tidak
setuju dengan pemberian informasi Kesehatan
Reproduksi juga mengaku mereka malu untuk
menerima informasi tersebut, jadi tidak perlu
diberi bekal. Walau sebenarnya cukup banyak
remaja merasa haus informasi Kesehatan
Reproduksi, namun teerhalang oleh rasa malu
karena terkondisikan dalam keluarga mereka
bahwa informasi Kesehatan Reproduksi me-
rupakan hal yang tabu. Biasanya orang tua yang
masih menanamkan tabu akan informasi
Kesehatan Reproduksi, mereka belum banyak
memahami apa sebenarnya yang dimaksud
dengan informasi Kesehatan Reproduksi.
Di era sekarang ini, Pusat Studi Kriminologi
Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta
menemukan 26,35 persen dari 846 peristiwa
pernikahan telah melakukan hubungan seksual
sebelum menikah di mana 50 persen di antara-
nya menyebabkan kehamilan. Di Kabupaten
Kulon Progo sendiri berdasarkan pantauan
Dinas Kesehatan tahun 2006, sekitar 44 persen
calon pengantin baru yang melakukan tes
kehamilan telah diketahui positif hamil, dan
yang mengejutkan, sebagaimana direlease oleh
BKKBN online, sekarang ini tiap hari ada 100
remaja yang melakukan aborsi karena keha-
milan di luar nikah. Jika dihitung per tahun, 36
ribu janin dibunuh oleh remaja dari rahimnya.
Ini menunjukkan pergaulan seks bebas di
kalangan remaja Indonesia saat ini, sangatlah
memprihatinkan.
Menurut hasil penelitian Puslit Ekologi
Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan, Depkes
RI pada tahun 1990 terhadap siswa siswi di
Jakarta dan Yogyakarta menyebutkan bahwa
faktor utama yang mempengaruhi remaja untuk
melakukan senggama adalah: membaca buku
porno dan menonton film biru (54,39% di
Jakarta dan 49,2% di Yogyakarta). Motivasi
utama melakukan senggama adalah suka sama
suka (76% di Jakarta dan 75,6% di Yogyakarta),
Kebutuhan biologik 14 18% dan merasa kurang
taat pada nilai agama antara 20 26%.
Berdasarkan indikasi diatas menunjukkan
bahwa problem kesehatan reproduksi remaja
sudah saatnya memperoleh suatu perhatian
yang serius bagi pemerintah maupun masya-
rakat Indonesia. Remaja perlu dibekali
pendidikan seks yang benar dan memadai.
Pendidikan seks bukan untuk mendorong
remaja melakukan hubungan seks pranikah,
tetapi lebih ditekankan pada pemberian
pemahaman terhadap dampak-dampak nega-
tive yang harus mereka tanggung jika mela-
kukan hubungan seks pranikah termasuk resiko
kehamilan di luar nikah. Pemerintah dapat
bekerjasama dengan berbagai pihak untuk
memasukkan pendidikan seks ke dalam kuri-
kulum sekolah, agar pelajaran tersebut dapat
diikuti semua siswa. Disamping itu orang tua
seharusnya memberitahu tentang reproduksi
yang sehat dan memberikan pengawasan
kepada anaknya, terutama setelah mencapai
pubertas.
Berdasarkan studi pendahuluan, dan ber-
dasarkan informasi dari guru, dari mulai tahun
1984 sampai tahun 2009 setiap tahunnya
terdapat kasus yang mengalami kehamilan di
luar nikah sedikitnya 1 sampai 3 kasus., maka
permasalahan yang akan ditelusuri di dalam
penelitian ini adalah : Adakah Hubungan
Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan
Reproduksi dengan Sikap Terhadap Perilaku
Seksual Bebas Pada siswa Di SMK Bina Harapan
Sinduharjo Sleman Yogyakarta?.
Tujuan dari penelitian ini adalah diketahui-
nya hubungan tingkat pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi dengan sikap terhadap
perilaku seksual bebas pada siswa di SMK Bina
Harapan Sinduharjo Sleman Yogyakarta.
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analitik
korelasi dengan desain penelitian kuantitatif
dengan pendekatan waktu yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Cross Sectional dan
dilaksanakan di SMK Bina Harapan Sinduharjo
Sleman Yogyakarta, yang berlangsung pada
bulan juli 2010. Populasi dalam penelitian ini
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 33
adalah siswa kelas X, XI, dan XII SMK Bina
Harapan Sinduharjo Yogyakarta yang berjumlah
71 siswa, terdiri dari 41 siswa putra dan 30 siswa
putri, yang terbagi dalam 3 kelas. Kelas X terdiri
dari 29 siswa. Kelas XI terdiri dari 22 siswa.
Sedangkan kelas XII terdiri dari 20 siswa.
Penentuan jumlah sampel minimal dalam
penelitian ini menggunakan sampel jenuh yaitu
teknik penentuan sampel bila semua anggota
populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini
sering dilakukan bila jumlah populasi relatif
kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang
ingin membuat generalisasi dengan kesalahan
yang sangat kecil. Sampel dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas X, XI, dan XII SMK
Bina Harapan Sinduharjo Sleman Yogyakarta,
yang berjumlah 71 orang.
Alat ukur yang digunakan untuk pengum-
pulan data pada penelitian ini adalah dengan
kuesioner tertulis. Kuesioner ini digunakan
untuk mengukur 2 variabel sekaligus yaitu
variabel tingkat pengetahuan tentang kese-
hatan reproduksi berupa kuesioner tes. Va-
riabel sikap terhadap perilaku seksual bebas
pada remaja, berupa kuesioner non tes.
1. Alat yang digunakan dalam pengumpulan
data variabel tingkat pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi :
Adalah kuesioner yang terdiri dari 23
butir pertanyaan yang mencakup penger-
tian, anatomi organ repoduksi, proses
reproduksi, perubahan-perubahan pada
masa reproduksi remaja, kehamilan dan
penyakit menular seksual dan merupakan
data primer yang didapatkan secara lang-
sung dari hasil kuesioner yang telah terlebih
dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya.
Alat yang digunakan dalam pengumpulan
data variabel sikap terhadap perilaku seksual
bebas.
2. Alat pengumpulan data untuk variabel
sikap terhadap perilaku seksual bebas pada
remaja dari 12 butir pertanyaan yang
mencakup sikap terhadap aktivitas seksual
bebas, sikap tehadap penyakit IMS, dan
sikap terhadap cara menhindari seks bebas
dan merupakan data primer yang didapat-
kan secara langsung dari hasil kuesioner
yang telah terlebih dahulu diuji validitas dan
reliabilitasnya.
Metode pengumpulan data yaitu kue-
sioner, peneliti membagikan 4 lembar
kuesioner yang terdiri dari kuesioner tingkat
pengetahuan kesehatan reproduksi dan
kuesioner sikap terhadap perilaku seksual
bebas kepada responden dengan jenis
pertanyaan tertutup dimana responden
dapat memilih alternatif jawaban yang telah
disediakan sesuai dengan petunjuk didalam
pertanyaan yang disusun terlebih dahulu
sehingga responden tidak mempunyai
kebebasan memilih jawaban kecuali yang
telah diberikan oleh peneliti (Notoatmojo,
2005). Sebelum kuesioner dibagikan, pene-
liti membagi lembar informed consent atau
surat kesediaan untuk menjadi responden
untuk diisi dan ditandatangani. Apabila
responden sudah mengisi dan menan-
datangani lembar informed consent maka
responden dinyatakan bersedia untuk
menjadi responden dalam penelitian ter-
sebut, kemudian peneliti membagikan
kuesioner untuk diisi sesuai dengan petunjuk
yang telah disediakan dan dikumpulkan pada
hari itu juga untuk dilakukan pengolahan
data. Penelitian ini dibantu oleh guru BK SMK
Bina Harapan Sinduharjo Yogyakarta, yang
bertugas membagikan kuesioer dan memberi
penjelasan tentang cara pengisian kuesioner,
setelah semua responden mengisi lembar
kuesioner maka Guru BK mengumpulkan
kembali lembar kuesioner dan meneliti
apakah jumlah lembar kuesioner yang
dibagikan dan yang dikumpulkan sama untuk
mengantisipasi kemungkinan lembar
kuesioner yang hilang atau rusak. Setelah
semua lembar kuesioner diteliti dan
dinyatakan tidak hilang atau rusak maka
peneliti mengambil lembar kuesioner yang
telah dikumpulkan oleh Guru BK untuk
selanjutnya akan dilakukan pengolahan.
34 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
dengan sikap terhadap perilaku seksual bebas
menggunakan rumus analisis korelasi yang
digunakan yaitu person product moment
digunakan untuk mencari hubungan dan me-
nguji hipotesis antara dua variabel atau lebih
bila datanya berbentuk interval atau ratio. Taraf
kesalahan yang digunakan adalah 5 % dengan
ketentuan bila harga z hitung lebih besar
dibandingkan harga Z table, maka koefiesien
korelasi adalah signifikan atauZ table lebih
kecil dari Z hitung, maka koefisien korelasi
adalah signifikasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
SMK Bina Harapan Sinduharjo Sleman
Yogyakarta, pada tanggal 28 Juli 2010. sekolah
tersebut berada di wilayah Jl. Kaliurang KM. 10
Gentan Sinduharjo, Ngaglik, Sleman
Yogyakarta. Letak sekolah sangat trategis karena
tidak jauh dari jalan raya utama, sehingga
memudahkan untuk dijangkau oleh siswa.
Analisis dilakukan berdasarkan jawaban
yang diberikan kepada responden kemudian
ditabulasikan dan ditafsirkan sehingga dapat
ditarik suatu kesimpulan. Analisis yang dila-
kukan dikelompokkan berdasarkan pada karak-
teristik responden dan tanggapan responden.
1. Karakteristik Responden
a. Umur Responden
Gambar 1. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Umur
Gambar 2. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
2. Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan
Reproduksi.
Gambar 3. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Tentang Kesehatan Reproduksi
3. Sikap terhadap perilaku seksual bebas
Hasil penelitian terhadap 71 responden
diperoleh data sebagai berikut:
Gambar 4. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Sikap Terhadap
Perilaku Seksual Bebas
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 35
4. Hubungan Tingkat Pengetahuan
Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan
Sikap Terhadap Perilaku Seksual Bebas
Pada Siswa Di SMK Bina Harapan
Sinduharjo Sleman Yogyakarta.
Berdasarkan data-data dari 71 responden
yang ada di SMK Bina Harapan Sinduharjo
Sleman Yogyakarta tahun 2010, setelah
diperoleh score kedua variabel yaitu variabl
tingkat pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi dengan sikap terhadap perilaku
seksual bebas, kemudian dilakukan pe-
ngujian normalitas data sebagai berikut: uji
normalitas menggunakan uji kolmogorov
smirnov.. Dari hasil pengolahan data ter-
sebut didapatkan nilai Z dari Kolomogorov
smirnov untuk variabel pengetahuan se-
besar 1,125 dengan p-value 0,159 > 0,05 dan
variabel sikap Zhitung =0,961 dengan p-
value = 0.314 > 0,05 maka data berdistribusi
normal.
Analisis data yang dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara tingkat penge-
tahuan tentang kesehatan reproduksi
dengan sikap terhadap perilaku seksual
bebas di SMK Bina Harapan Sinduharjo
Sleman Yogyakarta dengan menggunakan
uji statistik parametrik Product Moment
Pearson pada tingkat kepercayaan 95% (
0,05).
Hasil uji statistik prametrik yang dila-
kukan berdasarkan data dari 71 responden
di SMK Bina Harapan Sinduharjo Sleman
Yogyakarta untuk mendapatkan hasil uji data
statistik koefisien korelasi dilakukan dengan
memakai uji korelasi product moment,
dengan taraf kesalahan 0,05. Dari hasil
pengolahan data tersebut didapatkan nilai
rxy = 0,528 dan p-value = 0,000 < 0,05 se-
hingga terdapat hubungan yang signifikan
antara tingkat pengetahuan kesehatan
reproduksi dengan sikap terhadap perilaku
seksual bebas. Hal ini menunjukkan bahwa
makin baik tingkat pengetahuan kesehatan
reproduksi maka semakin rendah untuk
mendukung seksual bebas.
KESIMPULAN
1. Tingkat pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi remaja pada siswa SMK Bina
Harapan Sleman Yogyakarta sebagian besar
(40,8%) termasuk kategori cukup.
2. Sikap terhadap perilaku seksual bebas pada
siswa SMK Bina Harapan Sleman Yogyakarta
sebagian besar 74,6%menunjukkan sikap
tidak mendukung.
3. Ada hubungan negatif yang signifikan
antara tingkat pengetahuan tenang kese-
hatan reproduksi dengan sikap terhadap
perilaku seksual bebas pada siswa SMK Bina
Harapan Sinduharjo SlemanYogyakarta, p
value 0,000. Artinya semakin tinggi tingkat
pengetahuan tentang kesehatan repro-
duksi maka semakin tidak akan mendukung
sikap terhadap perilaku seksual bebas.
SARAN
1. SMK Bina Harapan Sinduharjo Sleman
Yogyakarta
Menjalin kerjasama dengan pemerintahan
dan organisasi non pemerintah untuk
memberikan pelayanan khusus pada remaja
mengadakan program yang tepat guna
dalam pendidikan seks.
2. Bagi peneliti selanjutnya.
Penelitian lebih lanjut diharapkan lebih
banyak menambahkan variabel yang di-
teliti, terutama faktor-faktor yang mem-
pengaruhi sikap terhadap perilaku seksual
bebas pada remaja.
KEPUSTAKAAN
Ajen D, 2003, Pendidikan Seks untuk Remaja,
Kawan Pustaka, Jakarta.
Arikunto, Suharsini, 2006, Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek, Rineka
Cipta, Jakarta.
Azwar, S, 2002, Si kap Manusia, Teori dan
Pengukurannya, Liberty, Jakarta.
36 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
BKKBN., 2000, Kesehatan Reproduksi Remaja
(KRR), Kantor Menteri
Kependudukan, Jakarta.
Cahyo N, 2006, Cegah Maraknya Seks Bebas,
Kedaulatan Rakyat, Selasa 5
Desember 2006
Depkes RI, 2002, Kesehatan Reproduksi Remaja,
Yogyakarta, 2002, Kesehatan
Reproduksi Remaja, Jakarta.
Faulinah, (2005). Hubungan Tingkat
Pengetahuan Kesehatan
Reproduksi dengan Sikap Terhadap
Perilaku Seksual Pranikah Pada
Usia 12-19 Tahun di Madrasah
Aliyah Negeri II Yogyakarta. Karya
Tulis Ilmiah Program Pendidikan D-
III Kebidanan. STIKES Aisyiyah,
Yogyakarta.
Hurlock E.B., 1997, Psikologi Perkembangan
Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentan Kehidupan, Erlangga,
Jakarta.
___________, 2000, Psikologi Perkembangan,
Arcan, Jakarta.
Kartono, kartini., 2008, kenalan remaja,
RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Ningrum, Widia Astri, (2007). Hubungan antara
Tingkat Pengetahuan Remaja
Tentang Kesehatan Reproduksi
dengan Sikap Kenakalan Remaja di
SMA Taman Madia Yogyakarta,
Karya Tulis Ilmiah Program
Pendidikan D-III Kebidanan. STIKES
Aisyiyah, Yogyakarta.
Notoatmojo, S, 2003, Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.
___________, 2003, Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
___________, 2003, Metode Penelitian
Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
___________, 2006, Metode Penelitian
Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Nurfitriyati, Latifah (2009). Hubungan Tingkat
Pengetahuan Dengan Sikap
Remaja Puteri Tentang Kehamilan
Tidak Diiginkan Di SMA Negeri 10
Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah Pro-
gram Pendidikan D-III Kebidanan.
Poltekkes Depkes, Yogyakarta.
Nurrochmawati, Ike (2009) Hubungan Tingkat
Pengetahuan Kesehatan
Reproduksi Reproduksi Dengan
Sikap Perilaku Ses Pranikah Pada
Siswa Kelas XI MAN Yogyakarta.
Skripsi Program Studi D-IV
Kebidanan Poltekkes Depkes
Yogyakarta.
Sarwono, 2003, SW., Psikologi Remaja, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Sofyan S.Willis, 2008, Remaja dan Masalahnya,
Alfabeta Bandung.
Sugiyono, 2007, Statistik untuk Penelitian,
Alfabeta Bandung.
Wijarnako, 1999, Seksualitas Remaja, Universi-
tas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Widyastuti, Y., Rahmawati, A., 2009. Kesehatan
Reproduksi, Fitramaya, Yogyakarta.
http://yogya.bkkbn.go.id.2010
www.pkbi-diy.info.com.2010
37
EFEKTIVITAS PENURUNAN SUHU TUBUH
MENGGUNAKAN KOMPRES AIR HANGAT DAN
KOMPRES PLESTER PADA ANAK DENGAN DEMAM DI
RUANG KANTHIL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
BANYUMAS
Djuwariyah,
*
Sodikin,
**
Mustiah Yulistiani
***
ABSTRACT
Background : Fever is a condition when the body temperature is higher than normal or above
normal temperatures. Fever can be experienced by anyone wrote, from babies to the elderly.
Fever is a clinical sign of disease in children. There were several attempts to lower body
temperature during fever, among others, use the warm water compress and compress ban-
dage
Aim : The aim of research is to find out the effectiveres of compressing method both with
warm water and compress bandage.
Metodology : the research is a type of experimental quation with the t- paried test (in pairs).
Whit the Consecutive accidental sampling chosen to choose the sampling. This research also
involves.
Result : The result of the research is that from two variables (warm water compress and
bandage compress) shows differenc influence to the decreasing of body temperature of the
children while bandage compress only decreasing for about 0,13
0
C (p=0,0001) in average the
warm water compress decreasing until 0,71
0
C in average (p=0,0001)
Conclusion : the treatmen of giving both warm water and bandage compress are very effec-
tive in RSUD Banyumas hospital.
Key words : Fever, Warm Water Compress and bandage Compress
PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional Indonesia tahun 2001, jumlah anak usia
sekolah di Indonesia 5-14 tahun (20,76%),
sedang usia 0-4 tahun (5,8%) dari total pen-
duduk Indonesia (202.707.418). Rasio laki-laki
dengan perempuan hampir seimbang (1,003).
Dari 49,1% bayi berusia lebih dari 1 tahun dan
54,8% anak balita berusia 1-4 tahun mengeluh
sakit dalam sebulan terakhir. Di antara anak usia
0-4 tahun tersebut ditemukan prevalens panas
sebesar 33,4%, batuk 28,7%, batuk dan nafas
cepat 17,0%, dan diare 11,4%. Di Indonesia 5
penyakit terbesar yang menyerang anak usia 5-
14 tahun, menurut Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 1995, antara anak laki-laki
dan perempuan relatif sama. Lima jenis pe-
nyakit yang sering terjadi terdiri dari Anemia
(laki-laki 52,8%, dan perempuan 49,2%), peri-
odontal (laki-laki 30,2%, perempuan 33,6%),
* Perawat Ruang Kanthil RSUD Banyumas Mahasiswa Kelas Paralel Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto
** PStaf Edukatif Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto
*** Staf Edukatif Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto
38 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
infeksi akut saluran nafas (laki-laki 29,2%,
perempuan 29,6%), gangguan telinga luar (laki-
laki 23,3% pada perempuan 22,7%), dan
tonsilitis kronik (10,5 % pada laki-laki, 13,7 %
pada perempuan (BPPN, 2004).
1
Bermacam penyakit itu biasanya makin
mewabah pada musim peralihan, baik dari
musim kemarau ke penghujan maupun sebalik-
nya. Sebagai wilayah tropis Indonesia merupakan
tempat yang cocok bagi kuman untuk berkem-
bang biak contohnya flu, malaria, demam
berdarah, dan diare. Terjadinya perubahan
cuaca tersebut mempengaruhi perubahan
kondisi kesehatan anak. Kondisi anak dari sehat
menjadi sakit mengakibatkan tubuh bereaksi
untuk meningkatkan suhu.
Demam adalah suatu kondisi saat suhu
badan lebih tinggi dari biasannya atau suhu
diatas normal. Umumnya terjadi ketika se-
seorang mengalami ganguan kesehatan. Suhu
badan normal biasanya berkisar 36
0
-37
0
C.
2
Jadi
seseorang dikatakan demam setelah suhu
badan mencapai 37,5
0
C atau lebih. Demam
dapat dialami oleh siapa saja, dari bayi sampai
orang lanjut usia. Demam merupakan tanda
klinis suatu penyakit pada anak. Demam dapat
terjadi ketika seseorang megalami gangguan
kesehatan. Secara tradisional, demam diartikan
sebagai kenaikan suhu tubuh di atas normal.
Terjadinya peningkatan suhu di atas suhu nor-
mal disebabkan karena adanya reaksi infeksi
oleh virus, bakteri, jamur atau parasit yang
menyerang tubuh misalnya batuk, pilek, radang
tenggorokan dan pneumoni. Orang tua banyak
yang menganggap demam berbahaya bagi
kesehatan anak karena dapat menyebabkan
kejang dan kerusakan otak.
3
Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi
setiap saat. Banyak faktor yang dapat menye-
babkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mem-
pertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan
konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu
tubuh manusia diatur dengan mekanisme
umpan balik (feed back) yang diperankan oleh
pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Apabila
pusat temperatur hipotalamus mendeteksi
suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan
melakukan mekanisme umpan balik. Meka-
nisme umpan balik ini terjadi bila suhu inti
tubuh telah melewati batas toleransi tubuh
untuk mempertahankan suhu, yang disebut
titik tetap (set point). Titik tetap tubuh diper-
tahankan agar suhu tubuh inti konstan pada
37C. Apabila suhu tubuh meningkat lebih dari
titik tetap, hipotalamus akan merangsang untuk
melakukan serangkaian mekanisme untuk
mempertahankan suhu dengan cara menurun-
kan produksi panas dan meningkatkan penge-
luaran panas sehingga suhu kembali pada titik
tetap. Upaya-upaya yang kita dilakukan untuk
menurunkan suhu tubuh yaitu mengenakan
pakaian yang tipis, banyak minum, banyak
istirahat, beri kompres, beri obat penurun
panas.
4
Ada beberapa teknik dalam memberi-
kan kompres dalam upaya menurunkan suhu
tubuh antara lain kompres hangat basah,
kompres hangat kering (buli-buli), kompres
dingin basah, kompres dingin kering (kirbat es),
bantal dan selimut listrik, lampu penyinaran,
busur panas.
5
Kompres yaitu salah satu metode fisik untuk
menurunkan suhu tubuh bila anak demam.
Selama ini kompres dingin atau es menjadi
kebiasaan yang diterapkan saat anaknya
demam. Namun kompres menggunakan es
sudah tidak dianjurkan karena pada kenyata-
annya demam tidak turun, bahkan naik dan
dapat menyebabkan anak menangis, menggigil
dan kebiruan. Pada saat sekarang kompres yang
dianjurkan adakah kompres air hangat karena
dianggap lebih efektif dari pada kompres
dingin. Ada juga kompres yang dianggap praktis
yaitu kompres plester buatan pabrik. Kompres
ini pemakaianya dengan cara ditempelkan
pada dahi anak.
Menurut data catatan Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Banyumas ruang Kanthil bulan
Januari sampai dengan Maret 2011, terdapat 10
besar penyakit yaitu 1) diare, 2) Thalasemia, 3)
Febrile convulsions, 4) Fungtional diarrhea, 5)
Pneumonia unspecified, 6) Epilepsy, 7) Chronic
pharyngitis, 8) Bacteria pneumonia, 9) Fever,
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 39
unspecified 10) Typhoid fever. Jumlah anak yang
dirawat di ruang Kanthil 362 kasus. Setiap anak
yang dirawat di Ruang Kanthil sebagian besar
disertai dengan peningkatan suhu tubuh
(demam).
Untuk penatalaksanaan demam pada anak
di Ruang Kanthil RSUD Banyumas menggunakan
farmakologi dan non farmakologi. Penata-
laksanaan dilakukan diawal mula teknik farma-
kologi dengan menggunakan obat penurun
demam dari golongan acetaminofen
(paracetamol), namun untuk mendapatkan
paracetamol pasien membutuhkan biaya.
Berbeda dengan kompres air hangat yang tidak
membutuhkan banyak biaya untuk mendapat-
kannya. Selain memakai paracetamol dan
kompres air hangat ada juga yang melakukan
kompres dengan menggunakan kompres
plester. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
meneliti efektivitas dari kedua teknik tersebut,
yaitu antara kompres air hangat dengan
kompres plester.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitan yang digunakan adalah
metode quasi eksperimen design dengan
rancangan pre test dan post test two group
desain (menggunakan dua kelompok dua
perlakuan). Kedua perlakuan tersebut diukur
suhu tubuh sebelum dan sesudah perlakuan.
Kelompok pertama mendapatkan perlakuan
dengan kompres air hangat dan kelompok
sampel ke dua mendapatkan perlakuan dengan
kompres plester.
Rancangan penelitian quasi experiment
dengan rancangan pre test and post test with
group design adalah sebagai berikut.
6
Keterangan:
X
1
: Intervensi kompres air hangat
X
2
: Intervensi kompres plester
O
1
: Kelompok sebelum diberikan kompres
air hangat
O
2
: Kelompok setelah diberikan kompres air
hangat
O
3
: Kelompok sebelum diberikan kompres
plester
O
4
: Kelompok setelah diberikan kompres
plester
Variabel independen dalam penelitian ini
adalah kompres air hangat dan kompres plester,
sedangkan Variabel dependen dalam penelitian
ini adalah perubahan suhu tubuh anak yang
mengalami demam. Data ini diperoleh secara
langsung dan test pada anak dengan demam
dengan cara observasi dan melakukan metode
pre & post test.
Teknik pengukuran penurunan suhu dalam
penelitian ini dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. Sebelum dan sesudah melakukan kompres
air hangat dan kompres plester.
b. Kompres air hangat dilakukan sebelum
pemberian antipiretik . Kompres air hangat
dilakukan sebanyak 3 kali.
c. Kompres plester dilakukan sebelum pem-
berian antipiretik. Kompres dilakukan
sebanyak 3 kali.
d. Dari masing-masing data tersebut akan di
ambil rata-rata.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Karakteristik responden dalam
penelitian ini yaitu jenis kelamin, umur dan
diagnosa medik. Distribusi frekuensi anak
menurut jenis kelamin, umur dan diagnosa
medik dapat dilihat pada tabel 4.1 sebagai
berikut :
40 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristi anak
di ruang Kanthil RSUD Banyumas
berdasarkan jenis kelamin, umur dan
diagnosa medik.
Responden pada penelitian ini sebanyak
60 responden yang terdiri dari 35 (58,3%)
laki-laki dan 25 (41,7%) perempuan. Kelom-
pok umur anak dibagi menjadi lima kelom-
pok yaitu bayi (0-1 tahun) sebanyak 22
(36,7%), Toddler sebanyak 18 (30%), pra
sekolah sebanyak 5 (8,3%), sekolah seba-
nyak 2 (3,3%) dan remaja sebanyak (11-18) 3
(5%). Diagnosa medik anak dibagi menjadi
sebelas yaitu DCA (Diare cair akut) sebanyak
34 (56,7%), ME (Meningoenchepalitis)
sebnyak 5 (8,3%), Sepsis sebanyak 1 (1,7%),
KDK sebanyak 2 (3,3%), BRPN
(Bronchopneumonia) sebanyak 1 (1,7%),
Pneumonia sebanyak 3 (5%), Vomitus
sebanyak 1 (1,7%), KDS (Kejang demam
sederhana) sebanyak 4 (6,7%), DHF (Dengue
Haemorragic Fever) sebanyak 2 (3,3%), OBs
Febris sebanyak 1 (1,7%), Rhinofaringitis
sebanyak 1 (1,7%) dan Febris sebanyak 1
(1,7%), Enchephalitis 1 (1,7), Prolong Diare
1 (1,7%) seperti yang tertera pada tabel 4.1.
2. Efektifitas kompres air hangat dan
kompres plester.
Untuk mengetahui penurunan suhu
tubuh yang signifikan antara anak yang
sebelum dan sesudah dilakukan kompres air
hangat maka dilakukan uji t-paired
Tabel 4.2 Distribusi statistic rata-rata penurunan
suhu tubuh responden di RSUD
Banyumas.
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui
bahwa rata-rata penurunan suhu tubuh
sebelum diberi kan kompres air hangat
adalah 38,39 terjadi penurunan setelah
diberikan kompres air hangat yaitu menjadi
37,68 (dengan selisih sebesar 0,71). Setelah
dilakukan perhitungan menggunakan uji t-
paired diperoleh t hitung 17,99 dan p value
0,0001 (p value < 0,05), maka dapat disim-
pulkan bahwa terdapat penurunan suhu
tubuh sebelum dan sesudah diberikan
kompres air hangat.
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui
bahwa rata-rata suhu tubuh anak sebelum
diberikan kompres plester adalah 38,14,
terjadi penurunan suhu sesudah diberikan
kompres plester menjadi 38,01 (dengan
selisih 0,13). Setelah dilakukan perhitungan
menggunakan uji t-paired diperoleh t hitung
2,21 (p value 0,035). Karena nilai p jauh lebih
kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat penurunan suhu tubuh
sebelum dan sesudah diberikan kompres
plester. Dapat dilihat histogram 4.2 penu-
runan suhu tubuh sebelum dan sesudah
diberikan kompres plester.
Penurunan suhu tubuh yang lebih efektif
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 41
antara kompres air hangat dan kompres
plester dapat dilihat pada table 4.2, dimana
penurunan suhu tubuh menggunakan kom-
pres air hangat yaitu sebesar 0,71
0
C. Sedang-
kan penurunan suhu tubuh dengan meng-
gunakan kompres plester yaitu sebesar
0,13
0
C. Hal ini membuktikan bahwa penu-
runan kompres air hangat untuk menurunkan
suhu tubuh lebih besar dibandingkan
dengan penurunan kompres plester, selain
itu untuk mengetahui penurunan suhu yang
lebih efektif dapat dilakukan dengan cara
penurunan suhu tubuh menggunkan
kompres air hangat di kurangi penurunan
suhu tubuh menggunakan kompres plester
dibagi penurunan suhu tubuh menggunakan
kompres air hangat di kali 100%.
Hasil perhitungannya adalah 74,6%, hal
ini menunjukan bahwa kompres air hangat
74,6% lebih efektif untuk menurunkan suhu
tubuh dibandingkan dengan kompres
plester, hal ini dapat di lihat dari hasi l
penurunan suhu tubuh pada kompres air
hangat sebesar 0,71
0
Cdan untuk kompres
plester 0,17
0
C.
3. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini ber-
jumlah 60 responden. Responden dalam
penelitian ini adalah anak dengan demam
yang dirawat di RSUD Banyumas ruang
Kanthil selama bulan Juni dan Juli 2011.
Paling banyak responden dalam pene-
litian ini adalah laki-laki 35 (58,3%). Usia
dalam penelitian ini yang banyak ditemui
adalah Bayi (0-1 tahun) dibandingkan dengan
usia-usia yang lain yaitu 29 responden
(48,3%). Usia dalam penelitian ini hampir
sama dengan Nurwahyuni (2010), dimana
penelitian Nurwahyuni melibatkan usia 1-
21 tahun. Menurut Arifianto (2007), demam
sering terjadi pada anak dikarenakan anak
masih rentan terhadap infeksi.
7
Menurut
Ikatan Dokter Anak Indonesia, kejadian
kejang demam pada anak usia 6 bulan
sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.
Diagnosa medik yang banyak ditemui
pada penelitian ini dibandingkan dengan
diagnosa medik yang lain adalah diare cair
akut (DCA) yaitu sebanyak 34 (56,7%). Diare
cair akut dapat dikategorikan dalam demam
karena infeksi dan juga demam fisiologis.
Demam infeksi ini terjadi pada saat tubuh
bekerja memerangi kuman, sehingga dapat
mengeluarkan zat-zat tertentu yang dapat
merangsang panas di dalam tubuh dapat
menjadi meningkat, dimana fungsi system
imun adalah mematikan atau menetralisasi
kuman dan membentuk memori sehingga
pertemuan berikutnya akan memberi res-
pon spesifik yang jauh lebih cepat.
8
Respon yang terinduksi dini dan non
adaptif meliputi mekanisme efektor tertuju
pada mikroorganisme. Respon tersebut
dipicu oleh reseptor tetapi responnya tidak
member imunitas tahan lama atau menim-
bulkan memori. Begitu juga saat imunitas
tubuh anak menurun, tubuh akan menge-
lurakan zat tertentu yang juga dapat me-
rangsang naiknya suhu tubuh. Demam
karena infeksilah yang dapat menghawatir-
kan, karena suhu tubuh dapat mencapai 39
0
C
dan suhu tubuh dapat mencapai 40
0
C. Diare
Cair Akut dapat dikatakan juga demam
fisiologis karena diare cair akut pada balita
dapat menyebabkan kekurangan cairan
tubuh, sehi ngga dapat menyebabkan
dehidrasi.
2. Efektifitas Kompres Air Hangat dan
Kompres Plester
a. Efektifitas Kompres Air Hangat
Efektifitas ini sejalan dengan peneli-
tian yang menyebutkan, bahwa penurunan
suhu pada kelompok intervensi sebesar
42 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
0,97
0
C, dimana pada penelitian dengan
menggunakan antipiretik plus tepid
sponge (kompres air hangat), sedangkan
penelitian ini hanya menggunakan kom-
pres air hangat saja tanpa ada tambahan
antipireti (tabel 4.2), yang menunjukann
bahwa ada penurunan suhu sebanyak
0,71
0
C (p-value 0,0001). Hal ini menun-
jukan bahwa kompres air hangat ini dapat
digunakan untuk menurunkan suhu
tubuh pada anak dengan demam. Penelitan
lain juga menunjukan bahwa kompres air
hangat efektif dalam menurunkan suhu
tubuh pada anak karena infeksi.
9
Dimana
pada penelitian peneliti diagnosa medis
paling banyak dijumpai anak demam
karena infeksi. Dimana intervensi kom-
pres air hangat ini juga dilakukan pada
anak dengan infeksi yaitu DCA (Diare Cair
Akut) sebanyak 34 (56,7%), menunjukan
terjadinya penurunan suhu tubuh karena
intervensi yaitu kompres air hangat, yang
perlu diperhatikan dalam intervensi
kompres air hangat, pada saat dilakukan
intervensi harus selalu memperhatikan
kondisi anak supaya dapat mencegah
terjadinya hipotermi pada anak saat
dilakukan kompres air hangat.
Dari penelitian yang melakukan
intervensi dengan 4 cara berbeda
(kompres hangat, alcohol 20%, alcohol
40%, kompres air es) untuk menurunkan
suhu tubuh. Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa kompres air hangat
lebih cepat menurunkan suhu tubuh
dibandingkan dengan 3 metode
penurunan panas yang lain (10 menit).
10
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Nurwahyuni (2010),
menyatakan bahwa kompres air hangat
pada daerah axial menurunkan suhu
tubuh dengan rata-rata 0,0933 (+ 0,036,
p value=0,000) sedangkan suhu tubuh
klien yang di kompres didaerah dahi
mengalami rata-rata penurunan sebesar
0,0378 (+ 0,011, p value=0,000).
11
Kompres air hangat mempengaruhi
suhu tubuh dengan cara memperlebar
pembuluh darah (vasodilatasi), member
tambahan nutrisi dan oksigen untuk sel
dan membuang sampah-sampah tubuh,
meningkatkan suplai darah ke area-area
tubuh, mempercepat penyembuhan dan
dapat menyejukkan.
12
Selain itu, pem-
berian kompres hangat akan memberikan
sinyal ke hipotalamus melalui sumsum
tulang belakang.
13
Ketika reseptor yang
peka terhadap panas di hipotalamus
dirangsang, system efektor mengeluar-
kan sinyal yang memulai berkeringat dan
vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran
pembuluh darah diatur oleh pusat
vasomotor pada medulla oblongata pada
tangkai otak, di bawah pengaruh
hipotalamik bagian anterior sehingga
terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi
ini menyebabkan pembuangan atau
kehilangan energy atau panas melalui
kulit meningkat (berkeringat), diharapkan
akan terjadi penurunan suhu tubuh
sehingga mencapai keadaan normal
kembali.
Menurut ikatan dokter anak Indonesia,
tubuh dapat melepaskan panas melalui
empat cara yaitu radiasi, konveksi atau
konduksi. Secara umum, enam puluh
persen panas dilepas secara radiasi, yaitu
transfer dari permukaan kulit melalui
permukaan luar dengan gelombang
electromagnet. Seper emat bagian lainnya
dilepas melalui penguapan dari kulit dan
paru, dalam bentuk air yang diubah dari
bentuk cair menjadi gas, 243 kj (58kkal)
di lepaskan untuk setiap 100 mL air.
Konveksi adalah pemindahan panas
melalui penggerakan udara atau cairan
yang menyelimuti permukaan kulit,
sedangkan konduksi adalah pemindahan
panas antara dua objek secara langsung
pada suhu berbeda. Pada kompres air
hangat ini merupakan pelepasan panas
melalui penguapan dari kulit.
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 43
Susunan saraf pusat sebagai pengatur
suhu tubuh yaitu dari daerah spesifik IL-
1 preoptik dan hipotalamus anterior,
yang mengandung sekelompok saraf
termosentif yang berlokasi di dinding
rostral ventrikel III, disebut juga sebagai
korpus kalosum lamina terminalis (OVTL)
yaitu batas antara sirkulasi dan otak. Saraf
termosensitif ini terpengaruhi oleh
daerah yang dialiri darah dan masukan
dari reseptor kulit dan otot. Saraf
sensitive terhadap hangat terpengaruhi
dan meningkat dengan penghangatan
atau penurunan dingin, sedang saraf
sensitive terhadap dingin meningkat
dengan pendinginan atau penurunan
dengan penghangatan.
Hasil akhir mekanisme kompleks ini
adalah peningkatan thermostatic set
point yang akan member isyarat serabut
saraf eferen, terutama serabut simpatis
untuk memulai menahan panas
(vasokontri ksi) dan produksi panas
(menggigil). Peningkatan set point
kembali normal apabila terjadi penu-
runan konsentrasi IL-1 atau pemberian
intervensi seperti kompres air hangat,
dimana kompres air hangat ini meng-
gunakan air hangat-hangat kuku yaitu
dengan cara mengompres seluruh bagian
tubuh anak. Prostaglandin E2 diketahui
mempengaruhi secara negative feed back
dalam pelepasan IL-1, sehingga meng-
akhiri mekanisme yang awalnya di-
induksi demam. Vasopresin (AVP)
bereaksi dalam susunan sarafpusat untuk
mengurangi pyrogen induced fevers.
Kembalinya suhu menjadi normal diawali
oleh vasodilatasi dan berkeringat melalui
peningkatan aliran darah kulit yang
dikendalikan serabut simpatis.
14
b. Efektifitas Kompres Plester
Penatalaksanaan demam menggunakan
kompres plester yaitu dengan cara me-
nempelkan plester dibagian tubuh ter-
tentu, seperti dahi, ketiak dan lipatan
paha. Hal ini dikarenakan pada daerah
tersebut merupakan daerah yang mem-
punyai pembuluh-pembuluh darah besar.
Kompres plester membantu pembuluh
darah tepi di kulit melebar hingga pori-
pori jadi terbuka yang selanjutnya me-
mudahkan pengeluaran panas dari dalam
tubuh, sehingga tubuh dapat mengalami
penurunan suhu tubuh.
15
Plester kompres siap pakai yang banyak
terdapat di apotek. Plester kompres ini
dibuat dari bahan hydrogel on
polyacrylate-basis dengan kandungan
paraben dan mentol yang diformulasikan
sehingga mampu mempercepat proses
pemindahan panas dari tubuh ke plester
kompres. Paraben adalah serbuk kristal
putih, yang mudah larut dalam methanol,
ethanol dan sulit larut dalam air yang
mempunyai sifat antibakteri.
Kompres plester merupakan kompres
yang sederhana menunjukkan bahwa
adanya penurunan suhu pada anak
dengan demam. Dapat dilihat pada tabel
4.2 dengan rata-rata penurunan 0,17
0
C
(p value 0,35).
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui
bahwa rata-rata suhu sebelum dilakukan
kompres plester adalah 38,14
0
C, sedang-
kan rata-rata suhu tubuh sesudah
dilakukan kompres plester adalah
38,01
0
C. Setelah dilakukan kompres rata-
rata selisih suhu yang turun adalah 0,13
0
C.
Hal ini menunjukan bahwa kompres
plester ini dapat digunakan untuk
menurunkan suhu tubuh pada anak
dengan demam.
c. Efektivitas Kompres Air Hangat dan
Kompres Plester
Pada perhitungan hasil menunjukan
bahwa 74,6 % lebih efektif kompres air
hangat. Dapat juga dilihat pada histogram
3.4 yang menunjukan bahwa penurunan
kompres air hangat sebesar 0,71
0
C dan
kompres plester 0,13
0
C. Menurut peneliti
44 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
hal tersebut dikarenakan kompres air
hangat mempunyai fungsi untuk mem-
perlebar pembuluh darah (vasodilatasi),
member tambahan nutrisi dan oksigen
untuk sel, membantu meningkatkan
suplai darah ke area-area tubuh, sehing-
ga dapat menurunkan suhu tubuh. Salah
satu hasil penelitian menyebutkan
bahwa, efek teknik pemberian kompres
air hangat pada daearh dahi terhadap
penurunan suhu tubuh.
11a
Peneliti me-
nyimpulkan bahwa terdapat perbedaan
hasil penurunan berdasarkan cara dan
letak pengkompresan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Kompres air hangat efektif untuk
menurunkan suhu tubuh pada anak dengan
demam, dengan penurunan suhu tubuh
sebesar 0.71C (p<0,0001)
2. Kompres plester efektif untuk menurunkan
suhu tubuh pada pasien anak dengan
demam, dengan penurunan suhu tubuh
sebesar 0.13 C (p<0.0001).
3. Kompres air hangat lebih efektif 74,6%
untuk menurunkan suhu tubuh pada pasien
anak dengan demam dari pada kompres
plester.
SARAN
Selanjutnya, dengan mengacu pada hasil
penelitian ini ada beberapa hal yang perlu
disarankan antara lain:
1. Bagi Rumah Sakit
Seharusnya terdapat SOP kompres air
hangat untuk anak demam, sebelum di-
berikan antipiretik
2. Bagi Petugas Kesehatan
Mengajarkan keluarga dan menerapkan
kompres air hangat pada anak dengan
demam (>37.6 C)
3. Bagi Masyarakat
a. Diharapkan masyarakat mempunyai ther-
mometer untuk mengukur suhu badan
anak, apabila anak demam dapat mela-
kukan kompres air hangat
b. Menerapkan kompres air hangat pada
anak yang demam sebelum diberikan
pengobatan lebih lanjut
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Penelitian ini hanya meneliti efektifitas
penurunan suhu tubuh menggunakan
kompres air hangat dan kompres plester
pada anak dengan demam di ruang
kanthil RSUD Banyumas, penelitian
selanjutnya dapat dilakukan dengan
meneliti efektifitas kompres teknik yang
berbeda
b. Dapat dilakukan penelitian kompres air
hangat dengan interval waktu yang
terpantau
c. Untuk penelitian lebih lanjut, diharapkan
untuk menyamakan diagnosa medis agar
hasil penelitian lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
1. BAPENAS (2004) Program nasional bagi anak
Indonesia. Diakses pada tanggal 4
April 2011 www.bapenas.go.id/
node/64/101/program-nasional-
bagi-anak-Indonesia-pnbai-2015/,
2. Widjaja, M.C (2001), Mencegah dan
Mengatasi Demam Pada Balita,
Jakarta: Kawan Pustaka
3. Avner, J.R. (2009). Acute fever. Pediatric in
Review, 30(1), 5-13.
4. Setiawati, T. (2009). Pengaruh tepid sponge
terhadap penurunan suhu tubuh
dan kenyamanan pada anak usia
pra sekolah dan sekolah yang
mengalami demam di ruang
perawatan anak rumah sakit
Muhammadiyah Bandung (Tesis).
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 45
Diakses pada tanggal 5 Maret 2011
dari http://www.digilib.ui.ac.id/
libri2/detail.jsp?id=125439
5. Tamsuri, A. (2007). Tanda-Tanda Vital Suhu
Tubuh. Jakarta. EGC.
6. Partikya. A.W. (2007). Dasar-Dasar
Metodologi Penelitian Kedokteran
dan Kesehatan. Jakarta. Raja
Grafindo Persada.
7. Arifianto. (2007). Demam dan
penanggulannya. Diakses pada
tanggal 12 Maret 2011 dari http://
jenglot234.multiply.com/journal/
item/7
8. Munasir Z. (2006) Bayi Sakit Tak Selalu Disertai
Dema. Diakses pada 25 April 2011.
h t t p : / / a r t i k e l s e p u t a r
bayi.blogspot.com/2006/07/bayi-
s a k i t - t a k - s e l a l u - d i s e r t a i -
demam.html
9. Suprapti. (2008). Perbedaan pengaruh
kompres hangat dengan kompres
dingin terhadap penurunan suhu
tubuh pada pasien anak karena
infeksi di BP RSUD Djojonegoro
Temanggung (Skripsi). Diakses pada
tanggal 16 Maret 2011 dari http://
d i g i l i b . u n i m u s . a c . i d /
gdl.php?mod=browes&op=read&id=
j t p t u n i mu s - g d l - s 1 - 2 0 0 8 -
s u p r a p t i g 2 -
422&PHPSESSID=1e67af6fa4bdd
962b254ed311c991538
10. Chung, K.S., Kang, K.S., Hwang, A.R. (1989).
Cold application using a sponge
bath in healthy adults. Taehan
Kanho. The Korean Nurse 1989 Aug
31; Vol 28 (3), pp.68-82. DOI:
20101124
11. Nurwahyuni, Ika. (2010). Perbedaan efek
teknik pemberian kompres pada
daerah axilla dan dahi terhadap
penurunan suhu tubuh pada klien
demam di ruang rawat inap RSUP
dr Wahidin Sudirohusodo Makasar
(Skripsi). Diakses pada tanggal 18
Februari 2011 dari http://
myzonaskri psi . . com/2011/01/
p e r b e d a a n - e f e k - t e k n i k -
pemberian kompres.html
12. Hegner, B.R (2003), Asisten Keperawatan
Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, Edisi 6, Jakarta,EGC
13. Nursanti (2009) Kompres Hangat, http://
healthycenter.co.cc. Diakses 23
April 2011
14. Soedarmo, et. All. (2008). Infeksi dan
pediatrik tropis.Jakarta : Ilmu
Kesehatan Anak FKUI
15. Hilmansyah, H. (2011). 8 pertanyaan seputar
demam. Diakses pada tanggal 86
Agustus 2011 dari http://
pranaindonesia.wordpress.com/
arti kel /8-pertanyaan-seputar-
demam/
46
ABSTRACT
This study aimed to determine (1)Learning implementation of laboratory practical at D III
Prodi Akes Karya Husada Yogyakarta,wich is looked into from (1) Learning Plan of laboratory
practical at obstetric postpartum care (a) The process of learning laboratory practical at
obstetric postpartum care (b) Strategy and method of learning (c)Distribution of schedule (d)
Equipment of practical (e) Assesment system (2) Student learning achievement in laboratory
practical at obstetric postpartum care (3) Obstacle factor to optimalize laboratory practical
and the problem solving.
This research uses descriptive qualitative approach by exploring appropriate facts with focus
to the research as much as possible.Technical data collecting by interview,observation and
documentation involving program managers,conselour educational ang the second genera-
tion of Midwifery D III prodi of Akes Karya Husada Yogyakarta.Technical data analyze using
constan compare method.Validity of data obtained by extention time of research,persistence
observations,continous engagement,triangulation and a review of key informants.The trian-
gulation using data triangulation,method and period.
The research several things founded that: Learning implementation of laboratory practical at
obstetric postpartum care at D III Prodi Akes Karya Husada Yogyakarta conducted several
steps : (a) Structuring syllabus and learning of laboratory practical (b) Stucturing schedule
based on syllabus (c) Strategy and method using laboratory together with lecture team (d)
Evaluation of study implemented in the form of respone and the psikomotor assessment using
checklist.
The conclution is ; Student learning achievement based on recapitulation of laboratory prac-
tical score in the treeth semester.Score C in some student reflected the quality of student is
low,and has not reached mastery learning level and try until score B.
Keywords : Learning,Laboratory Practical at obstetric postpartum care
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
PRAKTIK LABORATORIUM ASUHAN KEBIDANAN NIFAS
PADA PRODI DIII KEBIDANAN AKES KARYA HUSADA
YOGYAKARTA TAHUN 2011
Sulistyaningsih Prabawati*
* Dosen Kebidanan AKES Karya Husada Yogyakarta
PENDAHULUAN
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2003 tentang sistem pendi-
dikan nasional disebutkan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memi-
liki kekuatan spiritual keagamaan, pengen-
dalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 47
Untuk pelaksanaan pendidikan tersebut
dibutuhkan kurikulum yang dapat memberikan
arah bagi santunan pendidikan tertentu.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelanggaraan. Kegiatan pem-
belajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu:(SISDIKNAS, 2003).
Pendidikan Diploma III Kebidanan dalam
menyelenggarakan Pendidikan berpedoman
pada kurikulum nasional tahun 2002, yang
berorientasi pada perkembangan ilmu penge-
tahuan dan teknologi serta perkembangan
profesi dan penyusunannya mengacu pada
kompetensi inti. Bidan Indonesia. Kompetensi
inti bidan Indonesia tersebut terbagi menjadi 5
kelompok kompetensi yang disesuaikan dengan
kelompok mata kuliah yang diatur dalam Surat
Keputusan Mendiknas 232 / U / 2002.
Adapun kelima kelompok kompetensi
tersebut antara lain :
1. Mengembangkan diri sebagai bidan profes-
sional yang berkepribadian Indonesia
2. Menerapkan konsep dan prinsip serta
keilmuan dan ketrampilan yang mendasari
profesionalisme bidan dalam memberikan
asuhan dan pelayanan kebidanan.
3. Melaksanakan asuhan kebidanan secara
professional kepada wanita dalam siklus
kehidupannya (remaja, pra perkawinan, ibu
hamil, ibu bersalin, nifas, klimakterium,
menopause dan masa antara, asuhan
neonatus, bayi dan anak balita) di semua
tatanan pelayanan kesehatan di institusi
dan komunitas.
4. Mengembangkan sikap professional dalam
praktek kebidanan komunikasi interper-
sonal dan konseling serta menjalin kerja-
sama dalam tim kesehatan.
5. Memberikan pelayanan kebidanan dengan
mempertimbangkan kultur dan budaya
setempat, dengan melakukan upaya pro-
mosi dan prevensi kesehatan reproduksi
melalui pendidikan kesehatan, pember-
dayaan wanita, keluarga serta masyarakat
dengan tidak mengabaikan aspek kuratif
dan rehabilitative.
Berdasarkan kompetensi tersebut maka di
harapkan lulusan Pendidikan Diploma Ke-
bidanan mengetahui ilmu pengetahuan ,
tekhnologi, ketrampilan dan sikap serta peri-
laku sebagai bidang professional.
Program Studi Kebidanan Karya Husada
menyelenggarakan pendidikan Diploma III
Kebidanan yang berdasarkan pada aturan
sistem Pendididkan Nasional dan Kurikulum
Nasional Pendidikan Diploma III Kebidanan.
Perkuliahan dilakukan secara teori maupun
praktek, baik praktek di laboratorium maupun
praktek lapangan. Praktek laboratorium adalah
strategi pembelajaran atau bentuk pem-
belajaran yang di gunakan untuk membela-
jarkan secara bersama-sama kemampuan
psikomatrik (ketrampilan), knowledge (penge-
tahuan, dan afektif (sikap) yang menggunakan
sarana laboratorium.
Untuk pelaksanaan pembelajaran praktek
laboratorium kebidanan ini selain dosen,
membutuhkan keterlibatan petugas laborat dan
pengelola Prodi Kebidanan Karya Husada
seperti yang di atur dalam kurikulum nasional
pendidikan Diploma III kebidanan dinyatakan
bahwa 1 SKS (Satuan Kredit Semester) praktek
setara dengan 2 kali 60 menit atau 120 jam per
minggu. Salah satu tujuan praktek laboratorium
adalah memberikan kesempatan bagi maha-
siswa untuk menerapkan dan mengintegrasi-
kan pengetahuan dan ketrampilan yang telah
dipunyai sebelumnya secara nyata dalam
praktek. Mata kuliah yang membuthkan praktek
laboratorium Prodi Kebidanan Karya Husada
sebagai berikut :
48 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
Tabel 1.1. Mata Kuliah yang dilakukan
Praktek Laboratorium di
Laboratorium Karya Husada
Sumber : Kurikulum Nasional Pendidikan Di-
ploma Kebidanan Tahun 2002.
Untuk dapat menghasilkan tenaga bidan
yang mempunyai kompetensi sesuai dengan
yang di harapkan tersebut maka sangatlah
dibutuhkan pengelolaan pendidikan yang
berkualitas. Kualitas suatu produk baik barang
maupun jasa, dapat meningkatkan kepuasan
para pelangganya. Yang dimaksud dengan
kepuasan adalah istilah evaluative yang meng-
gambarkan suka dan tidak suka. Sedang yang
dimaksud dengan kepuasan pelanggan adalah
perasaan senang atau kecewa seseorang yang
berasal dari perbandingan antara kesannya
terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk
dengan harapan-harapannya.
Pengukuran tingkat kepuasan sangat erat
kaitannya dengan kualitas jasa yang diberikan
kepada pelanggannya (mahasiswa). Terdapat
lima faktor dominan atau penentu mutu layanan
jasa, yang pada akhirnya menjadi penentu
tingkat kepuasan, termasuk di dalamnya adalah
kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran
laboratorium kebidanan. Kelima faktor tersebut
adalah :
1. Kehandalan (Reliability)
2. Daya tanggap (Responsiveness)
3. Kepastian (Assurance)
4. Empati (Emphaty)
5. Berwujud (Tangibel)
Seperti yang disampaikan oleh pengelola
Prodi Kebidanan Karya Husada bahwa Prodi
Kebidanan Karya Husada harus meningkatkan
mutu atau kualitas dalam layanan pendidikan
karena tingginya persaingan dalam mem-
peroleh calon mahasiswa, termasuk didalam-
nya adalah peningkatan kualitas pembelajaran
di laboratorium kebidanan untuk dapat meng-
hasilkan lulusan yang mempunyai kompetensi
sesuai dengan kurikulum. Kompetensi maha-
siswa dapat dicapai melalui praktek dilabo-
ratorium maupun di lahan praktek (praktek
lapangan).
Mahasiswa yang mempunyai kompetensi
sesuai dengan kurikulum akan dapat mem-
berikan pelayanan kepada masyarakat secara
baik pada waktu praktek di lapangan. Apabila
pelayanan yang diberikan (sesuai dengan
kompetensi yang harus dimiliki) maka akan
dapat membantu pemerintah dalam rangka
menurunkan angka kematian ibu maupun
angka kematian bayi. Apabila tidak dapat
mempertahan bahkan meningkatkan kualitas
maka akan tersaingi oleh Akademi Kebidanan
Swasta yang sudah sangat banyak berdiri di
lingkungan propinsi DIY.
Dalam rangka peningkatan kualitas tersebut
di Prodi Kebidanan Karya Husada terutama yang
berkaitan dengan pembelajaran laboratorium,
pihak Prodi Kebidanan Karya Husada telah
melakukan upaya-upaya antara lain :
1. Meningkatkan anggaran pembelian pera-
latan yang bersumber dana dari mahasiswa.
2. Menyediakan checklist untuk prosedur-
prosedur yang dibutuhkan dalam pem-
belajaran laboratorium.
3. Menambah dosen dengan latar belakang
bidan untuk mengampu mata kuliah yang
berhubungan langsung dengan kompe-
tensi-kompetesi yang haruis dikuasai oleh
mahasiswa bidan.
4. Dibentuk koordinator laboratorium untuk
lebih memantau keberadaan laboratorium
kebidanan termasuk tenaga pelaksanaan
harian dan peralatan yang dubutuhkan
untuk pembelajaran laboratorium ke-
bidanan yang ada.
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 49
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
dilakukan terhadap 40 mahasiswa semester V
pada bulan Agustus 2010 dapat diketahui bahwa
mahasiswa merasakan ruangan yang kurang
mencukupi untuk praktikum, alat-alat prak-
tikum yang masih cukup terbatas dan jadwal
praktek laboratorium yang kadang kala ber-
samaan antara mata kuliah satu kelas harus
melaksanakan praktek di ruang kelas.
Keluhan-keluhan dari mahasiswa antara lain:
1. Semua mahasiswa (100%) menyatakan
bahwa jumlah phantom masih kurang.
2. Sebanyak 40 (100%) mahasiswa menya-
takan bahwa mereka tidak diperkenankan
untuk meminjam peralatan untuk belajar
di kost atau di rumah.
3. Sebanyak 24 mahasiswa (60%) menyatakan
bahwa ruang laboratorium yang kurang
luas.
Harapan mahasiswa dapat melakukan prak-
tek laboratorium sesuai dengan teori yang
telah di dapat, tetapi kondisi alat yang rusak
sehingga terjadi hambatan untuk tercapainya
tujuan pembelajaran yang baik.
Keadaan ini dapat menimbulakan ketidak-
puasan mahasiswa selama proses belajar
mengajar. Selain keluhan-keluhan diatas,
selama ini di Prodi Kebidanan Karya Husada
belum pernah melakukan evaluasi kepuasan
mahasiswa dalam pembelajaran praktek
laboratorium kebidanan dalam peningkatan
pelayanan pendidikan untuk merebut pangsa
pasar calon mahasiswa di masa yang akan
datang.
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Rancangan penelitian ini adalah : deskriptif
kualitatif dengan menggunakan observasi
partisipasif yaitu peneliti terlibat dengan
kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati
atau yang digunakan sebagai sumber data
penelitian (Sugiono, 2010).
SUMBER DATA
1. Wawancara Mendalam
Maksud mengadakan wawancara seperti
ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985 :
266), antara lain mengkonstruksikan menge-
nai orang, kejadian, organisasi, perasaan,
motivasi, mem-proyeksikan kebulatan
kebulatan sebagai yang diharapkan untuk
dialami pada masa dating mengubah dan
memperluas konstruksi yang dikembangkan
oleh peneliti. Di dalam melakukan wawan-
cara ada tahapan tahapan yang biasa dipakai
yaitu :
a. Menentukan siapa yang akan diwawan-
carai
b. Persiapan wawancara
c. Suasana supaya kondusif dan produktif
d. Penghentian wawancara dan mendapat-
kan simpulan.
2. Observasi
Dal am penel i ti an i ni menggunakan
observasi berperan serta, yaitu dengan cara
mendatangi peristiwa,kedatangan peneliti
dilokasi sudah menunjukkan peran yang
pasif, sebab kehadirannya diketahui oleh
yang diamati dan akan membawa pengaruh
bagi yang diamati. Observasi yang akan
dilakukan menggunakan pedoman pada kisi
kisi observasi.
3. Dokumen dan Arsip
Dokumen dan arsip memiliki peranan
yang penting dalam penelitian kualitatif.
Teknik pengumpulan data yang berupa
dokumen dan arsip dilakukan dengan me-
lakukan pencatatan dari isi yang tersurat
dalam dokumen dan arsip sampai ke makna-
nya.dokumen yang diperlukan seperti
panduan belajar laboratorium,presensi
mahasiswa, jadwal praktik, RPP.
50 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
Uji Kepercayaan Data
1. Uji Kredibilitas Data: Perpanjangan
pengamatan saat praktik laboratorium
Asuhan Kebidanan Nifas k dikusi dengan
teman sejawat, analisa kasus yang
didapat dari wawancara.
2. Uji Transferability: Menerapkan hasil
penelitian yang diperoleh dari
wawancara dan sumber data arsip,
dokumen memberikan uraian yang rinci,
jelas, sistematis dan dapat dipercaya.
3. Uji Konfirmability: Menguji hasil
penelitian.
4. Uji Triangulasi :Teknik pengumpulan data
yang bersifat menggabungkan dari data
wawancara dengan arsip, dokumen yang
sudah ada.
Cara Analisis Data
Data yang dikumpulkan, diperoleh dari
hasil wawancara mendalam dari mahasiswa
yang berprestasi dan dilaksanakan sendiri
oleh penulis. Analisa data pada akhir pene-
litian adalah analisa kualitatif. Pengolahan
data dilakukan dengan cara mentabulasikan
jawaban responden, kemudian dianalisa
dengan menggunakan analisa persentase.
Pada penelitian ini tidak dilakukan uji
statistik. Analisa ini dimaksudkan untuk
mengetahui pendapat dari responden,
selanjutnya diajukan usulan/rekomendasi
perbaikan guna tujuan dari penelitian
tercapai.
Teknik analisa yang digunakan adalah
Metoda perbandingan tetap (constant
comparative method) Moleong, 2010. Di-
katakan metode perbandingan tetap karena
dalam analisis data secara tetap memban-
dingkan satu datum dengan datum yang lain
dan kemudian secara tetap membandingkan
satu kategori ke kategori lain.
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
Gambar 1.kerangka konsep penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pelaksanaan Pembelajaran Praktik
Laboratorium Asuhan Kebidanan
Nifas pada Prodi D III Kebidanan
Berdasarkan data temuan peneliti yang
membahas tentang penyusunan silabi
ditemukan bahwa pelaksanaan pembela-
jaran Prodi D III Kebidanan masih mengacu
pada kurikulum DepKes tahun 2002, begitu
juga dengan pembuatan silabi. Silabi di-
susun berdasarkan draft yang sudah ada
dalam GBPP, sehingga Prodi belum me-
nyusun secara mandiri. Kegiatan yang
dilakukan selama ini hanya peninjauan isi
atau substansi silabi setiap mata ajar, karena
selama ini belum pernah duduk bersama
dengan stakeholders.
Menurut Nurssalam 2009, pembelajaran
praktik merupakan hal yang sangat penting
dari pendidikan perawat atau bidan. Peren-
canaan berfungsi untuk memberikan pan-
duan bagi pem-bimbing dan mahasiswa.
Dalam suatu perencanaan pembelajaran
konvensional,peranan strategi instruksional
sangat besar yaitu sebagai pegangan pengajar.
Namun dalam praktiknya para pengajar
jarang membuat strategi instruksional.
Sebagian dari praktisi menggunakan Garis
Besar Program Pengajaran dan Satuan Acara
Perkuliahan. GBPP memberikan petunjuk
secara keseluruhan mengenai tujuan dan
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 51
ruang lingkup materi yang harus diajarkan.
Sedangkan SAP memberikan petunjuk
secara rinci pertemuan demi pertemuan,
tujuan ruang lingkup materi, kegiatan belajar
mengajar, evaluasi yang digunakan.
Hal seperti ini menurut Nurssalam ter-
jadi pula di Prodi D III Kebidanan Akes Karya
Husada Yogyakarta, Prodi masih meng-
gunakan sistem pembelajaran yang bersifat
konvensional. Kurikulum yang digunakan
masih kurikulum DepKes Tahun 2002 begitu
pula dengan GBPP dan silabi yang masih
mengacu yang disusun DepKes.
Penyusunan kurikulum dan silabi selama
ini hanya bersifat meninjau ulang isi, yang
artinya hanya menelaah bagian mana yang
materinya masih tumpang tindih. Sampai
saat ini Prodi juga belum mengggunakan
KBK, hal ini karena masih banyak kendala
seperti tenaga dosen belum memahami
secara menyeluruh tentang KBK.
Menurut Majid isi silabus adalah hubungan
kurikulum dengan pengajaran,sehingga
dalam silabus setidaknya ada tujuan mata
pelajaran,sasaran sasaran mata pelajaran,
ketrampilan yang diperlukan agar dapat
menguasai mata pelajaran,berbagai teknik
evaluasi yang digunakan.Dalam Mata kuliah
Askeb Nifas ini dalam silabus juga sudah
dijelaskan tentang deskripsi mata kuliah
yaitu memberikan kemampuan untuk me-
laksanakan Asuhan Kebidanan pada ibu nifas
dengan pendekatan manajemen kebidanan
didasari konsep,si kap dan ketrampilan
dengan pokok bahasan: konsep dasar masa
nifas,proses adaptasi,kebutuhan dasar masa
nifas,deteksi dini komplikasi masa nifas dan
pendokumentasiannya.Adapun Tujuan
pembelajaram ini adalah menjelaskan
konsep dasar masa nifas.menjelaskan proses
fisiologis,mengidentifikasi kebutuhan dasar
masa nifas dan menjelaskan cara deteksi dini
dan penanganannya.Kemudian dalam proses
pembelajaran juga ada metode teori yang
dilaksanakan dikelas dengan menggunakan
metode ceramah,diskusi,seminar dan penu-
gasan.Untuk Praktik dilaksanakan dikelas
dan laboratorium
2. Pelaksanaan Pembelajaran Praktik
Asuhan Kebidanan Nifas
a. Metode Pembelajaran Laboratorium
Berdasarkan hasil wawancara dengan
penanggungjawab mata kuliah Askeb Nifas,
didapatkan hasil bahwa praktik yang di-
laksanakan di laboratorium ini dengan
mengambil tatap muka praktika. Kemudian
membagi jumlah mahasiswa dengan kelom-
pok kelompok kecil berjumlah 5 mahasiswa.
Sebagai dosen memfasilitasi mahasiswa
dengan mendemonstrasikan ketrampilan
sesuai dengan checklist. Sebagaimana
dipaparkan oleh Hamalik 2008 yang mene-
rangkan bahwa dalam proses pengajaran,
unsur proses belajar memegang peranan
yang vital, dan ditegaskan bahwa mengajar
adalah proses membimbing kegiatan belajar
yang akan bermakna apabila terjadi kegiatan
belajar murid. Belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui penga-
laman (learning is defined as modi-fication
or strengthening of behaviour through
experiencing).
Belajar merupakan satu proses, suatu
kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi
lebih luas dari itu, yakni mengalami hasil
belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan
melainkan pengubahan kelakuan.
Metode pembelajaran laboratorium
bersama sangat menunjang pemahaman
mahasiswa sehingga mereka bisa merubah
tentang pengertian suatu teori dengan
mengaplikasikan-nya pada suatu kegiatan
perubahan perilaku.
Dalam tahap praktik dosen membimbing
mahasiswa berdasar kompetensi yang
sudah ada dalam cheklist, apabila ada
tindakan yang belum benar pada saat
responsi dosen akan memberikan masukan
52 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
pada mahasiswa supaya kegiatan saat di
lahan praktik nanti jadi benar.
Slameto (2003), bahwa belajar adalah
proses dan penyempurnaan potensio po-
tensio atau kemampuan. Dalam praktik ini
juga dilaksanakan penyempurnaan dari
tindakan yang dilakukan mahasiswa dengan
penilaian dengan menggunakan cheklist,
dan akan ada penyempurnaan dari latihan
dengan mengulang aktivitas sehingga
memperoleh sesuatu yang baru dahulu
belum ada, sekarang diperoleh, yang semula
belum diketahui sekarang diketahui, yang
dahulu belum dimengerti sekarang di-
mengerti.
Melihat dari hasil wawancara diatas
metode laboratorium bersama yang di-
adakan Akes Karya Husada merupakan
strategi pembelajaran praktikum atau ben-
tuk pembelajaran yang diguna-kan untuk
membelajarkan secara bersama sama ke-
mampuan psikomotorik (ketrampi lan),
pengertian (pengetahuan), dan afektif
(sikap) dengan menggunakan fasilitas
laboratorium. Mahasiswa dapat berlatih
secara trial and error, dapat meng-pulang
kegiatan, kadamg melakukan kekeliruan
sampai betul betul terampil.
Komentar atau feedback dapat diberikan
secara langsung pada waktu praktikum,
sehingga lebih berkesan pada mahasiswa.
Kemudian praktikum yang dilakukan di Akes
Karya Husada ini telah dilakukan sejak
semester I, dimulai dengan pengalaman
teoritis dan dilanjutkan dengan latihan yang
mendekati nyata sehingga akhirnya dengan
situasi yang paling nyata yaitu praktik dilahan.
b. Pengaturan Jadwal Laboratorium
Berdasarkan data temuan penelitian
diatas pembuatan jadwal praktikum dengan
meninjau silabi dari mata kuliah Askeb Nifas
untuk mengetahui atau mengidentifikasi
jenis tindakan yang akan di praktikumkan.
Kemudian ditentukan team dosen setelah
diadakan rapat bersama.
Zainudin (2001)mengatakan bahwa,
dengan adanya pengaturan jadwal ini di-
harapkan mahasiswa dapat melakukan
latihan kapan saja,sesuai serta terpadu
dengan tahap belajar mereka.Teori yang
sudah mereka dapat akan dipraktikkan oleh
mahasiswa sesuai dengan pembagian
jadwal laboratorium.
Menurut Nurssalam salah satu langkah
dalam menyusun instruksional adalah
mengembangkan strategi instruksional yang
ada didalamnya empat komponen yaitu :
urutan kegiatan metode, media dan waktu
pelaksanaan.
c. Sarana Prasarana
Berdasarkan hasil wawancara diatas pada
persiapan pembelajaran masing masing
penanggungjawab mata kuliah mengiden-
tifikasi peralatan yang dibutuhkan sesuai
dengan silabi. Menurut Zainudin pem-
belajaran laboratorium merupakan bentuk
pembelajaran yang digunakan untuk mem-
belajarkan secara bersama sama kemam-
puan pengertian, sikap dan psikomotor.
Dalam pelaksanaanya membutuhkan
sarana prasarana yang digunakan demi
kelancaran pembelajaran laboratorium
tersebut, kemudian beberapa alat peraga
atau alat yang dibutuhkan sesuai dengan
jenis ketrampilan. Pembelajaran praktik
laboratorium ini semua alat alat yang
digunakan sudah ditata dalam tiap tiap
ruangan sesuai jenis tindakannya demi
kelancaran kegiatan. Alat bantu adalah alat
alat yang digunakan oleh pendidik dalam
menyampaikan bahan pengajaran.
Edgar Dale membagi alat peraga tersebut
menjadi 11 macam dan masing masing
mempunyai intensitas yang berbeda beda
antara lain : kata kata, rekaman/radio, film,
televisi, pameran, fieldtrip, demonstrasi,
sandiwara, benda tiruan dan benda asli.
Untuk menunjang praktikum ini dosen
biasanya menggunakan simulasi untuk
mewujudkan perilaku tertentu dengan
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 53
tujuan tertentu dalam situasi buatan. Jadi
ruang dikondisikan seperti suasana di lahan
praktik secara nyata. Penggunaan Phantom
phantom diharapkan juga mampu mem-
berikan mahasiswa pengalaman tentang
tindakan tindakan secara nyata, memper-
lakukan seperti manusia.
d. Evaluasi Pembelajaran Laboratorium
Berdasarkan data dari temuan penelitian
di dapatkan bahwa eval uasi terhadap
mahasiswa diambil dari nilai teori yang juga
dikorelasikan dengan nilai praktik laboratorium.
Pada penilaian praktik aspek yang dinilai
meliputi skills, sikap dan penguasaan materi
untuk menilai indikator kegiatan yang
dilakukan di laboratorium berdasarkan
kompetensi yang sudah ada dalam mentuk
checklist.
Menurut Nurssalam 2004, menjelaskan
bahwa evaluasi praktik pada dasarnya
adalah kegiatan evaluasi pendidikan yang
dilakukan pada saat praktik laboratorium.
Evaluasi hasil pendidikan adalah proses
sistematis untuk mencapai tingkat pen-
capaian tujuan pendidikan yang terdiri dari
tindakan mengukur dan menilai. Mengukur
adalah kegiatan mengamati penampilan
peserta didik berdasarkan indikator yang
telah ditetapkan dan menggunakan alat dan
metode pengukuran tertentu. Menilai
adalah membandingkan hasil pengukuran
penampilan peserta didik dengan kriteria
keberhasilan yang ditetapkan.
Sofyan (2004)menjelaskan bahwa,aspek
yang dinilai dalam pem-belajaran pada
pendidikan kebidanan adalah mencakup
aspek pengetahuan,keterampilan dan sikap,
sedangkan macam penilaian terdiri dari (1)
penilaian kognitif (pengetahuan), penilaian
pengetahuan dilaksanakan melalaui : (a)
penilaian tiap pokok bahasan (tes pokok
bahasan) dilaksanakan tiap selesai pokok
bahasan, (b) penilaian seluruh materi (tes
komprehensif) dilaksanakan setelah seluruh
materi selesai dibahas: (2) Penilaian kete-
rampilan, dilaksanakan saat peserta didik
melaksanakan sustu keterampilan tertentu
(3) Penilaian sikap atau penilaian kegiatan
sehari hari (4) Keberhasilan belajar, keber-
hasilan peserta didik ditentukan dari hasil
tes : kompre-hensif (pengetahuan), kete-
rampilan, sikap. Hasil penelitian tentang
evaluai pembelajaran praktik laboratorium
yang dilakukan oleh Prodi adalah mahasiswa
merasa senang dengan metode labora-
torium bersama.
Dalam penerapannya juga sudah di-
sesuaikan dengan silabi pada mata kuliah
Asuhan Kebidanan Nifas, keberadaan dosen
sebagai fasilitator mampu menambah kete-
rampilan mahasiswa sesuai dengan kompe-
tensi yang ada pada cheklist.
3. Hasil Belajar yang Dicapai dalam
Pembelajaran Asuhan Kebidanan Nifas
Berdasarkan data yang didapatkan pada
temuan penelitian bahwa mahasiswa mem-
peroleh nilai yang bagus. Karena batas lulus
dalam penilaian praktik laboratorium ini
adalah B.
Menurut Suciati 2001 seperti yang dikutip
Nurssalam, beberapa unsur yang mem-
pengaruhi motivasi belajar adalah (1) Cita
cita dan aspirasi (2) Kemampuan peserta
didik (3) Kondisi Peserta didik (4) Kondisi
lingkungan belajar (5) Unsur dinamis dalam
pembelajaran dimana peserta didik mem-
punyai perasaan, perhatian, ingatan, kemauan,
dan pengalaman hidup yang mempengaruhi
minat dan motivasi baik secara langsung
maupun tidak langsung (6) Upaya pengajar
dalam membelajarkan peserta didik.
Dengan uraian diatas jelas bahwa peran
pengajar dalam meningkatkan prestasi
mahasiswa bisa juga dilakukan dengan
memantau tindakan yang dilakukan
mahasiswa saat praktik laboratorium, pihak
Prodi juga sudah memodifikasi dengan
pembelajaran laboratorium bersama.
Mahasiswa juga akan belajar dengan baik
54 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
karena ada stimulus sangat sangat besar
pengaruhnya dalam memotivasi belajar.
Kemempuan merancang bahan ajar dan
perilaku merupakan bagian dari upaya
pembelajaran.
4. Kendala dan Cara Mengatasi dalam
Pembelajaran Praktik Laboratorium
Asuhan Kebidanan Nifas
Berdasarkan data yang ditemukan dalam
penelitian bahwa kendala dalam pelak-
sanaan pembelajaran praktik laboratorium
adalah dosen pembimbing yang sudah
dibuatkan jadwal terkadang ada tugas luar
seperti pelatihan pelatihan. Disatu sisi
seorang dosen juga harus mengembangkan
kompetensinya walaupun terkadang jad-
walnya berbenturan dengan pembelajaran
praktik laboratorium.
Untuk mengantisipasi hal tersebut biasa-
nya ada team dosen yang menggantikan
sehingga tidak menghambat rotasi dalam
kegiatan laboratorium bersama.
Nurssalam dalam bukunya memaparkan
belajar praktik mempunyai keunggulan,
tantangan dan masalah. Peserta didik
termotifasi oleh kesesuaian kompetensi
yang dilakukan melalui partisipasi aktif,
pembelajaran klinik, sedangkan pemikiran,
tindakan dan sikap profesional diperankan
oleh pembimbing. Berbagai prinsip me-
ngajar yang baik dapat diintegrasikan
kedalam pengajaran. Salah satu hal yang
penting yang diperlukan adalah peren-
canaan, yang berfungsi untuk memberikan
panduan bagi dosen dan mahasiswa.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Penyusunan Perencanaan Pembelajaran
Praktik Laboratorium Askeb Nifas
Penyusunan Silabi Pembelajaran
praktik laboratorium masih mengacu
pada GBPP (Garis Besar Program Penga-
jaran) yang disusun oleh Depkes
berdasarkan Kurikulum Depkes Tahun
2002.
2. Pelaksanaan Pembelajaran Praktik
laboratorium
a. Metode yang digunakan adalah
dengan mengambil tatap muka prak-
tik, kemudian diidentifikasi dengan
tindakan yang ada pada silabi mata
kuliah Askeb Nifas.
b. Pengaturan jadwal laboratorium yang
sudah disesuaikan dengan jumlah
tindakan, jumlah kelompok maha-
siswa dan kesesuaian dengan team
dosen.
c. Sarana prasarana
Pada awal pembelajaran penanggung-
jawab mata kuliah meng-identifikasi
kebutuhan alat sesuai dengan tin-
dakan yang ada pada silabi.
d. Evaluasi pembelajaran dengan me-
nilai tindakan mahasiswa yang diamati
oleh dosen menggunakan cheklist.
3. Hasil belajar yang dicapai dalam pem-
belajaran praktik laboratorium Askeb
Nifas mahasiswa mendapat nilai A dan
B, karena batas nilai lulus untuk praktik
laboratorium adalah B.sehingga untuk
nilai C diadakan tindakan ulang sampai
nilai mencapai B.
4. Kendala dan cara mengatasi yaitu
a. Dengan adanya jadwal praktik ter-
kadang dosen pengampu berben-
turan jadwal dengan kegiatan lain
sehingga harus digantikan team dosen
lain supaya proses tetap berjalan.
b. Pembagian waktu yang tidak sesuai
dengan jenis tindakan
c. Pendidikan Kepala UPT bukan dari
Kebidanan, melainkan dari Keperawatan
sehingga persiapan ruangan ada
kendala.
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 55
d. Sulitnya koordinasi dengan Kepala
UPT karena beliau tidak berkantor di
laboratorium,tetapi di ruang dosen
Keperawatan karena Kepala UPT juga
sebagai dosen Keperawatan.
e. Kurangnya jumlah staf laboratorium,
hanya ada satu dari
D III Kebidanan,karena staf keperawatan
sedang tugas belajar.
SARAN
1. Perlunya diperhatikan mengenai penyu-
sunan silabi supaya bisa duduk bersama
dengan stakeholder.
2. Peninjauan kembali kurikulum yang ada
dengan perkembangan saat ini tentang
kompetensi praktik yang semakin ber-
kembang.
3. Peninjauan kebutuhan alat alat sehingga
mencapai ratio alat 1:8 ,dan peninjauan
terhadap latar belakang Pendidikan Kepala
UPT Laboratorium dan jumlah staf
laboratorium.
KEPUSTAKAAN
Agni, AN., Waskito F., Suryadi E., Hadiyanto T.,
Budoharjo S., Kanapsiah M, Skills
Lab, bagian Pendidikan
Kedokteran UGM, Yogyakarta,
2000.
Akes Karya Husada, 2009. Buku panduan
Akademik Prodi Kebidanan Akes
karya Husada 2009 Yogyakarta.
Depkes RI, 2000, Kurikulum Nasional
Pendidikan Diploma III Kebidanan,
Jakarta.
Ga r d e , Av a n t , h t t p : / / n i f a s . i n a . o r g /
modules.php?name=AvantGo &
file=print & sid=3216
Neae http://nheeacute.blogspot.com
Nurssalam, 2005 Praktik
Laboratorium,Jakarta,Salemba
Notoatmoj Sukidjo, 2002 Metodologi
P e n e l i t i a n
Kualitatif,Jakarta,Rhineka Cipta
Patillima Hmid,2005 Metodologi Penelitian
Kualitatif,Bandung,Alphabeta
Hamalik Oemar. 2003. Proses Belajar Mengajar.
Jakarta : Bumi Aksara.
Saputra,rio http://jevuska.com/topic/articel/
nifas
Sugiyono,2005.Memahami Penelitian
Kualitatif,Bandung,Alphabeta
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R & D.
Slameto, 1995, Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya, Rineka Cipta,
Jakarta.
Syah, M. 2003, Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Sistem
Pendidikan Nasional, Citra Umbara,
Bandung.
Usmara, A., 2003, Strategi Baru Manajemen
Pemasaran, Penerbit Amara Books,
Yogyakarta.
Wiyono, D., 1999, Manajemen Pelayanan
Kesehatan, Teori, Strategi, dan
Aplikasi, Airlangga University
Press, Surabaya.
Zainuddin, M., 2001, Praktikum, Buku 1.13,
Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Depdiknas.
56
PENGARUH PIJAT REFLEKSI TERHADAP TINGKAT
NYERI PADA CHEPALGIA DI JARI - JARI ALTERNATIVE
MASSAGE SAGAN YOGYAKARTA
Adriana Arida Jata
*
, Istichomah
**
ABSTRACT
Chepalgia is the feeling of pain, including discomfort that strikes the skull (head) starting from
the forehead towards the top of the back of the head and facial area. Clients who experience
pain are less able to participate in daily activities and severe pain that can seriously hamper a
persons lifestyle. It is also important for nurses to understand the meaning of pain in a holistic
manner on each individual so as to develop pain management strategies in addition to provid-
ing analgesic that is non-pharmacological therapies. One of the relaxation techniques to
reduce pain and prevent increasing headache (Chepalgia) is a massage therapy techniques
(massage) reflection which is a form of treatment that involves touch on the area where the
area of the feet and hands, which correspond to areas of the body stimulated.
Purpose: determine the effect of reflexology on pain levels in Chepalgia. This research is a
type of research experiments with the Pre one group pretest posttest design with a sample
size of 37 people where everything is done reflexology treatment and outcome of the data
was processed by using the Wilcoxon Sign Test formula
The results of the study: showed no significant effect of reflexology on pain intensity in a
statistically Chepalgia any decrease in NRS pain level from the beginning to the end of the
NRS. Based on the Wilcoxon test results obtained by calculating the Z value of -4789 (the
absolute sign), is greater when compared with the Z table (1.96) (0000 Sig. p <0.05).
Conclusion: there is the effect of reflexology on the level of pain in the fingers Finger Chepalgia
Massage Alternative Sagan Yogyakarta.
Key words: Chepalgia, reflexology
PENDAHULUAN
Rasa sakit merupakan keluhan yang sering
didapatkan dalam klinik, persepsi tiap orang
akan berbeda beda karena keluhan ini berasal
dari perasaan subyektif seseorang dan sulit
dilakukan pengukurannya (sudoyo dkk, 2006).
Chepalgia (Nyeri kepala) adalah perasaan sakit
atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang
menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai
dari kening kearah atas dari belakang kepala
dan daerah wajah (www.menantisyahid.
blogspot.com). Data yang di peroleh dari RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta prevalensi di tahun 2001
pasien dengan keluhan nyeri kepala selama
kurun waktu 17 bulan di jumpai jumlah pasien
berkisar 95% pada wanita dan 90% pada pria
perbandingannya 5:4. Dan dari sebagian 45%
pasien tidak memeriksakan keluhanya ke
* Prodi S1 Keperawatan Stikes Surya Global Yogyakarta
** Ka. Prodi S-1 Keperawatan Stikes Yogyakarta
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 57
dokter, 34% mencari dan mengusahakan peng-
obatan sendiri. Nyeri kepala merupakan salah
satu keluhan utama dari banyak penduduk.
Setiap tahun lebih dari 42 juta orang menderita
nyeri kepala, dan berjuta-juta di antaranya
menderita nyeri yang begitu hebat sehingga
tidak dapat bekerja. Dari jumlah itu, hanya
sekitar 10% yang disebabkan oleh penyakit
organis yang serius (www.portalkalbe.com).
Frekuensi terjadinya nyeri kepala bervariasi
baik pada individu yang berbeda maupun pada
orang yang sama. Serangannya mungkin terjadi
sekali atau dua kali dalam sebulan dan pada
beberapa orang lain terjadi sekali atau dua kali
dalam seminggu. Nyeri kepala biasanya reda
dalam 24 jam, meskipun juga bisa terjadi selama
1 sampai 3 hari. Seringkali butuh waktu sekitar
satu hari untuk kembali normal, karena rasa
letih tetap ada meskipun nyeri kepala telah
hilang. Rasa nyeri biasanya terasa di dahi atau
pelipis, tapi bisa juga berawal pada bagian
belakang leher, seringkali mulai pada pagi hari
sehingga penderita bangun dengan rasa sakit
tersebut ( Wilkinson & MacGregor, 2002).
Rasa nyeri merupakan mekanisme pelindung
dan gejala yang paling sering membawa seorang
pasien ke dokter atau rumah sakit untuk
mencari bantuan perawatan kesehatan ( Nancy
Roper, 2002). Nyeri, sakit, dolor (latin), pain
(inggris) adalah kata kata yang berarti negatif
menimbulkan perasaan dan reaksi yang kurang
menyenangkan (Widjanarko 1982). Klien yang
mengalami nyeri kurang mampu berpartisipasi
dalam aktivitas sehari hari dan nyeri yang berat
secara serius dapat menghambat gaya hidup
seseorang. Apabila tidak segera diatasi maka
nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan
dan imobilisasi pada individu sehingga kondisi
ini merusak kemampuan individu untuk melak-
sanakan aktivitas perawatan diri. Penting juga
bagi perawat memahami makna nyeri secara
holistik pada setiap individu sehingga dapat
mengembangkan strategi penatalaksanaan
nyeri selain pemberian analgetik yaitu terapi
non farmakologis ( Potter & Perry, 2005).
Manajemen nyeri merupakan salah satu
cara yang digunakan dibidang kesehatan untuk
mengatasi nyeri yang diderita oleh klien.
Pemberian analgesik biasanya digunakan untuk
mengurangi nyeri begitu juga dengan teknik
relaksasi yang merupakan suatu tindakan
perawat dalam mengatasi nyeri . Penelitian
yang menunjukkan bahwa 60% sampai 70%
klien dengan nyeri kepala yang disertai kete-
gangan dapat dikurangi nyeri kepala dengan
teknik relaksasi (Carney, 1983).
Teknik relaksasi merupakan alternatif non
obat obatan dalam strategi penanggulangan
nyeri, disamping metode TENS (Trancutaneus
Electrial Nerve Stimulation) bio feedback pla-
cebo dan distraksi (Bobak, 2004). Adapun
macam teknik relaksasi adalah massage, teknik
relaksasi progresif, guide imagery, dan teknik
nafas dalam ( Block dan Matassari, 2003). Salah
satu teknik relaksasi untuk menurunkan nyeri
dan mencegah meningkatkan nyeri kepala
(Chepalgia) adalah dengan teknik terapi pijat
(massage) refleksi yang akan dibahas dalam
penelitian ini.
Pijat refleksi adalah suatu bentuk peng-
obatan yang melibatkan sentuhan pada area
area kaki dan tangan, dimana area tubuh yang
berkorespondensi akan terstimulasi. Area area
refleksi ini yaitu telapak, punggung, dan sisi
kaki, juga pada tangan dan kaki. Memijat area
refleksi ini membantu menyeimbangkan
pikiran dan tubuh, serta mengoreksi bagian
bagian yang salah fungsi (Vijaya, 2000).
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
Pra eksperimen dengan rancangan one group
pretest posttest yang bertujuan untuk meng-
ungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara
melibatkan satu kelompok subyek (Nursalam,
2003) . Peneliti melakukan pretest dan postest
dengan menggunakan nilai NRS (Numerik Rat-
ing Scale) untuk mengetahui tingkat nyeri
kepala (chepalgia) pada sampel yaitu sebelum
dan sesudah pemberian terapi pijat refleksi.
58 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
Gambar rancangan penelitian ini sebagai
berikut :
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian
Keterangan :
01 : Tingkat nyeri sebelum pemberian pijat
refleksi
X : Pemberian terapi pijat refleksi
02 : Tingkat nyeri setelah pemberian pijat
refleksi
POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
1. Populasi
Menurut Saryono, 2003 populasi merupa-
kan keseluruhan sumber data yang diper-
lukan dalam penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua responden yang
ada di tempat terapi Jari-Jari Alternative
Massage yang berjumlah 112 pasien dengan
keluhan chepalgia.
2. Sampel
Sampel adalah bagian populasi yang
diteliti atau sebagian dari jumlah karak-
teristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel
diambil dengan teknik purposive sampling
yaitu memilih sampel diantara populasi
sesuai dengan yang dikehendaki peneliti
berdasarkan tujuan atau masalah dalam
penelitian sehingga jumlah sampel adalah
37 orang.
a. Kriteria inklusi
1) Pasien dengan chepagia selama 3
sampai 6 bulan terakhir
2) Pasien dengan kesadaran komposmentis
3) Pasien dengan usia 17-59 tahun
4) Pasien yang bersedia menjadi responden
b. Kriteria eklusi
1) Pasien yang menjalani terapi lainnya
pada hari yang sama dilakukan tin-
dakan pijat refleksi
2) Pasien dengan gangguan jiwa misal-
nya skizofrenia
3) Pasien yang menjalani terapi analgesik
Lokasi penelitian adalah tempat terapi
pijat refleksi yaitu Jari-Jari Alternatif
Massage Sagan Yogyakarta dan waktu
pelaksanaannya 18 november sampai 18
desember 2009.
Variabel dari penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas : Pijat refleksi
2. Variabel teri kat: Tingkat nyeri pada
chepalgia
3. Variabel pengganggu: Obat obatan.
Pengendalian variabel pengganggu adalah
sebagai berikut :
Obat obatan dikendalikan dengan tidak
mengambil responden yang sedang men-
jalani atau menggunakan terapi analgetik
sebagai sampel dalam penelitian.
1. Pijat refleksi adalah teknik penanganan
nyeri non farmakologis yang mengguna-
kan sentuhan atau pemijatan pada titik
titik refleksi tubuh yang dipercaya dapat
menghubungkan pada organ organ inter-
nal dalam tubuh yang sakit terutama
dapat mengurangi Chepalgia yaitu dengan
cara melakukan pemijatan pada telapak
kaki, posisi pasien berbaring atau duduk
dengan nyaman dan tenang serta di-
berikan sandaran bantal pada pung-
gungnya, pemijatan dilakukan selama 20
sampai 60 menit, Variabel ini merupakan
perlakuan dengan skala data nominal
dengan kategori ya dan tidak.
2. Tingkat nyeri pada Chepalgia adalah
penyakit yang merupakan gejala paling
umum dikeluhkan oleh manusia dan
mempunyai karakteristik, lokasi, fre-
kuensi dan durasi serangan yang berbeda
beda pada individu yang menimbulkan
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 59
perasaan nyeri, berlangsung hingga 3 - 6
bulan terakhir yang diukur dengan meng-
gunakan skala nyeri yaitu Numerik Rat-
ing Scale (NRS). Hasil pengukuran ter-
sebut menggunakan skala ordinal dengan
kategori 0 : tidak ada nyeri, 1-3 : nyeri
ringan, 4-5 : nyeri sedang, 6-8 : nyeri
berat, 10 : nyeri sangat hebat.
Cara pengumpulan data yang digunakan
peneliti adalah dengan cara mengambil data
primer yaitu data diperoleh langsung dari
subyek dengan teknik wawancara meng-
gunakan lembar observasi berisi biodata
serta skala nyeri untuk mengetahui pe-
ngaruh terapi pijat refleksi pada pasien
dengan chepalgia. Adapun cara pengum-
pulan data yang telah dilakukan oleh
peneliti adalah sebagai berikut :
1. Pasien chepalgia yang datang ditempat
terapi Jari-Jari Alternative Massage
Sagan Yogyakarta dilakukan pemilihan
terlebih dahulu yang memenuhi kriteria
inklusi sampai memenuhi jumlah res-
ponden yang telah ditentukan sebanyak
37 orang.
2. Peneliti melakukan skrining terhadap
responden yang dilakukan perlakuan
pijat refleksi dengan cara melakukan
penilaian nyeri dengan Numerik Rating
Scale pada pasien yang masuk kriteria,
kemudian dilakukan penilaian sebelum
dilakukan pijat refleksi setelah perlakuan
dilakukan penilaian kembali terhadap
nyeri yang dirasakan, selanjutnya meng-
hitung selisih nilai awal sebelum di-
lakukan tindakan terhadap nilai nyeri
akhir setelah dilakukan tindakan, begitu
juga seterusnya.
3. Cara meneliti yaitu dengan menilai nyeri
dengan NRS adalah menanyakan lang-
sung kepada responden dan dianjurkan
menunjuk angka antara 0 sampai 10 pada
garis NRS sesuai dengan nyeri yang
dirasakan.
Instrumen yang digunakan dalam pe-
nelitian ini menggunakan Numerik Rating
scale. Dimana klien diminta untuk menilai
angka 0-10. Nol diartikan tidak ada nyeri
sedangkan 10 diartikan rasa nyeri yang
sangat hebat dan tidak tertahankan. Pe-
ngukuran ini lebih mudah dipahami oleh
klien baik diberikan secara lisan maupun
dengan mengisi form kuesioner
(Setiyohadi, 2006).
Cara pengukuran menggunakan Numerik
Rating scale ini pasien diminta untuk menilai
dengan menggunakan skala dengan kriteria
skala 0 : tidak nyeri, skala 1-3 : nyeri ringan,
skala 4-6 : nyeri sedang, 7-9 : skala berat,
skala 10 : nyeri sangat hebat.
Uji validitas dan reabilitas instrumen
pada penelitian ini tidak dilakukan pada
instrumen karena dalam menetunkan skor
nyeri menggunakan Numerik Rating Scale
(NRS) dari Indonesian pain asociety (2002)
selain itu nilai NRS yang didapat dari pasien
menunjukkan titik pada penilaian nyeri
tersebut sehingga akan lebih obyektif.
METODE ANALISIS DATA
Untuk mengetahui perbedaan tingkat nyeri
yang dirasakan oleh klien pre dan pos-test pada
pasien yang telah dilakukan tindakan pijat
refleksi ditulis perbedaan selisih nilai NRSnya.
Hasil dari keduanya kemudian dianalisis
menggunakan uji statistik wilcoxon sign test
teknik ini digunakan untuk sampel yang datanya
berskala ordinal, menurut rumusnya adalah :
Keterangan :
z : nilai standart
T : jumlah jenjang/ranking yang kecil
n : jumlah sampel
60 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
1. Karakteristik Responden
a. Jenis Kelamin
Jenis kelamin responden dapat diketa-
hui sebagai berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik
Responden Berdasarkan Jenis Ke-
lamin Penderita Chepalgia Pasien
Jari-jari Alternative
Sumber : Data primer
Berdasarkan tabel tersebut dapat di-
ketahui bahwa sebagian responden berjenis
kelamin perempuan, yaitu sebanyak 22
orang atau 59,46% dari sejumlah 37 subyek
yang diteliti.
b. Umur
Umur responden dapat diketahui sebagai
berikut :
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik
Responden Berdasarkan Umur
Penderita Chepalgia Pasien Jari-
jari AlternativeMassage Sagan
Tahun 2009
Sumber : Data primer
Berdasarkan tabel 4.2. tersebut dapat
diketahui bahwa sebagian responden ber-
usia 30 hingga 39 tahun, yaitu sebanyak 12
orang atau 32,43% dari sejumlah 37 subyek
yang diteliti.
c. Pendidikan
Pendidikan yang dimaksud adalah jen-
jang pendidikan formal yang ditempuh
responden. Adapun distribusi frekuensi
tingkat pendidikan responden dapat dike-
tahui sebagai berikut :
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik
Responden Berdasarkan Pendi-
dikan Penderita Chepalgia Pasien
Jari-jari Alternative Massage
Sagan Tahun 2009
Sumber : Data primer
Berdasarkan tabel tersebut dapat di-
ketahui bahwa sebagian responden memi-
liki latar belakng pendidikan di tingkat
perguruan tinggi, yaitu sebanyak 20 orang
atau 54,05% dari sejumlah 37 subyek yang
diteliti.
d. Pekerjaan
Adapun jenis pekerjaan yang dimiliki
responden dapat diketahui sebagai berikut:
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik
Responden Berdasarkan Pekerjaan
Penderita Chepalgia Pasien Jari-
jari Alternative Massage Sagan
Tahun 2009
Sumber : Data primer
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui
bahwa sebagian responden memiliki peker-
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 61
jaan sebagai wiraswasta atau karyawan
swasta, yaitu sebanyak 13 orang atau 35,14%
dari sejumlah 37 subyek yang diteliti.
e. Lama Menderita
Lama menderita yang dimaksud adalah
perasaan sakit kepala yang dirasakan res-
ponden sejak untuk pertama kalinya.
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik
Responden Berdasarkan Lama
Menderita Penderita Chepalgia
Pasien Jari-jari Alternative Mas-
sage Sagan Tahun 2009
Sumber : Data primer
Berdasarkan tabel tersebut dapat dike-
tahui bahwa sebagian responden merasakan
sakit kepala sejak 3 hingga 6 bulan yan lalu,
yaitu sebanyak 13 orang atau 35,14% dari
sejumlah 37 subyek yang diteliti.
Data intensitas nyeri diperoleh melalui
dua kali pengukuran, yaitu pada awal pasien
masuk dan setelah melakukan pengobatan
pijat refleksi. Setelah data diperoleh ke-
mudian dilakukan pengkategorian data hasil
penelitian sebagai berikut :
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Nyeri
Sebelum dan Sesudah diberikan
Pijat Refleksi pada Penderita
Chepalgia Pasien Jari-jari Alterna-
tive Massage Sagan Tahun 2009
Sumber : Data primer
Berdasarkan data tersebut dapat di-
ketahui bahwa pada awal pasien masuk,
sebagian besar termasuk dalam nyeri berat,
yaitu sebanyak 23 orang atau 62,2%, se-
dangkan setelah mengikuti pengobatan
pijat refleksi, sebagian besar responden
termasuk dalam kategori nyeri sedang, yaitu
sejumlah 20 orang atau 54,1%.
2. Pengaruh Pijat Refleksi Terhadap
Tingkat Nyeri
Hasil analisis statistik menggunakan
Wilcoxon sign test, dapat diketahui sebagai
berikut :
Tabel 4.7 Hasil Analisis Wilcoxon test
pengaruh Pijat Refleksi terhadap
Penurunan Intensitas Nyeri pada
Penderita Chepalgia Pasien Jari-
jari Alternative Massage Sagan
Tahun 2009
Sumber : Data primer
Berdasarkan hasil tersebut dapat di-
ketahui bahwa nilai Z hitung Wilcoxon test
sebesar -4,789 (dalam tanda mutlak), lebih
besar jika dibandingkan dengan nilai Z tabel
(1,96) pada sinifikansi 5%, atau nilai sig-
nifikansi yang dihasilkan 0.000 kurang dari
0.05 sehingga ada perbedaan secara signi-
fikan intensitas nyeri sebelum diberikan
terapi pijat refleksi dengan intensitas nyeri
sesudah diberikan terapi pijat refleksi. Hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya
perbedaan pre-test dengan post test me-
nunjukkan adanya pengaruh yang signifikan
pemberian pijat refleksi terhadap penu-
runan intensitas nyeri pada chepalgia.
PEMBAHASAN
1. Intensitas Nyeri Kepala Sebelum
Perlakuan Pijat Refleksi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden dapat diketahui
62 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
bahwa pada awal pasien masuk, sebagian
besar termasuk dalam kategori nyeri berat,
yaitu sebanyak 23 orang atau 62, 2%, dan dari
hasil penelitian ditemukan bahwa jumlah
pasien terbanyak terjadi pada pasien dengan
jenis kelamin perempuan yaitu 22 orang
atau 59,46% dibandingkan dengan pasien
laki-laki sebanyak 15 orang atau 40,54% hal
ini relevan dengan Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rohemi Abu
Bakar (2005) di Poliklinik saraf RSUP DR.
Sardjito didapat hasil perbandingan penderita
nyeri kepala pada pria dan wanita adalah
1:1,46 dengan kasus 867 berbanding 1259 hal
ini membuktikan bahwa jumlah pasien
dengan keluhan Chepalgia lebih banyak
terjadi pada wanita dibandingkan pria.
Berdasarkan teori Mc Gregor & M Willkinson
mengatakan bahwa wanita lebih banyak
mengalami nyeri kepala dibandingkan oleh
laki laki salah satunya disebabkan oleh
faktor hormonal, wanita mudah mengalami
nyeri kepala selama masa haid dan juga
merupakan sindrom premenstruasi dan
menopause, pada sebagian wanita mulai
mengalami nyeri kepala pada saat meng-
gunakan pil kontrasepsi.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar pasien berusia 30-39 se-
banyak 12 orang atau 32,43% sesuai dengan
penelitian yang dilakukakan oleh Rohemi
Abu Bakar dimana umur penderita nyeri
kepala kronis terbanyak adalah 15-24 tahun
(32,3%-31,8%) dan nyeri kepala subakut 55-
64 tahun (40,4%) dan usia paling muda
adalah 11 tahun dan paling tua tercatat 85
tahun. Menurut Mc Gregor & Wllkinson M,
nyeri kepala Cluster cendrung terjadi pria
dibandingkan wanita berawal pada usia 30-
an dan berlangsung selama selama 4 sampai
8 minggu dan secara keseluruhan berlang-
sung selama 45 menit dan menurut Riyanto
W nyeri kepala yang biasanya mulai timbul
saat remaja atau dewasa muda biasanya
migren berusia antara 12 tahun jenis ini
umumnya akan berhenti menjelang
menopause, dan nyeri kepala tipe tegang
dapat dimulai setiap saat sedangkan nyeri
kepala yang baru mulai dirasakan pada usia
lanjut harus diselidiki kemungkinan penye-
bab organiknya seperti arteritis temporalis
dan gangguan peredaran otak atau tumor.
Berdasarkan hasil penelitian responden
yang lama menderita chepalgia sebagian
besar adalah selama 3-6 bulan sebanyak 13
orang atau 35,14% . hal ini berkaitan dengan
yang dikemukakan oleh Riyanto W bahwa
pola serangan nyeri kepala merupakan
petunjuk dignosis terutama tipe cluster yang
khas berupa serangan singkat antara 3090
menit, berulang 2-6 kali serangan selama
beberapa hari kemudian dapat remisi
selama beberapa minggu hingga sampai
beberapa tahun. Migren juga dapat bersifat
sporadik, sedangkan nyeri kepala tipe
tegang uumnya bersifat menetap berangsur
angsur memberat dan atau berfluktuasi
selama beberapa hari.
Berkaitan dengan karakteristik res-
ponden, lain stress hal ini berkaitan dengan
aktivitas fisik (pekerja) yang lebih menguras
otak dan fisik karena sebagian besar res-
ponden memiliki pekerjaan sebagai
wiraswasta dari hasil penelitian yaitu
berjumlah 13 orang atau 35,14%, hormon
dalam hal ini berkaitan dengan jenis ke-
lamin tertentu, meskipun sebagian besar
nyeri kepala terjadi pada pria, namun
kebanyakan kasus terjadi pada wanita
karena salah satunya disebabkan oleh faktor
siklus haid selain itu faktor-faktor penyebab
dikendalikan karena tidak dilakukan pe-
nelitian lebih lanjut.
2. Intensitas nyeri kepala sesudah
perlakuan pijat refleksi
Berdasarkan hasil penelitian pasien pada
awal masuk sebelum diberikan perlakuan
pijat refleksi tingkat nyeri sebagian besar
dengan kategori berat sebanyak 3 orang atau
62,2%, dan pada kondisi setelah mengikuti
pengobatan pijat refleksi, sebagian besar
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 63
responden termasuk dalam kategori nyeri
sedang, yaitu sejumlah 20 orang atau 54,1%.
dengan demikian terjadi penurunan ka-
tegori intensitas nyeri kepala dari berat ke
ringan. Dalam hal ini lebih dari satu studi
telah menunjukkan keefektifan terapi pijat
refleksi untuk mengatasi rasa nyeri, terapi
ini mengurangi 36% penggunaan obat
penghilang nyeri kepala. Terapi pijat be-
respon terhadap nyeri kepala sehingga
mengurangi frekuensi nyeri kepala karena
tekanan yang ditimbulkan saat pijat bisa
menggerakkan aliran darah yang tersumbat
sehingga pelepasan ini merangsang ter-
jadinya peningkatan kadar hormon endorfin
yang dapat mengurangi rasa nyeri dan
membuat perasaan tenang dan nyaman.
Hasil penelitan ini sangat relevan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Cristopher
Quinn (2002) penelitian dilakukan pada
penderita nyeri kepala ketegangan kronis
menerima terapi pijat berstruktur yang
diarahkan ke leher dan otot bahu, kemudian
frekuensi, durasi, intensitas nyeri kepala
direkam dan dibandingkan dengan langkah
awal dan didapat hasil pijat secara signifikan
mengurangi frekuensi nyeri kepala dalam
minggu pertama pemijatan yaitu (p = 0,009),
durasi nyeri kepala menurun selama masa
perawatan pijat yaitu (p = 058), dan inten-
sitas nyeri kepala ( p= 19 ), pengujian
menggunakan uji t dan ari hasil uji statistik
p> 0,5 dalam hal ini nyeri kepala dapat
dirasakan atau berat sampai tidak tertahan-
kan oleh pasien dapat mewujudkan gejala
organik atau fungsional, nyeri kepala dapat
psikogenik atau merupakan gejala suatu
penyakit yang serius (Setiyohadi, 2006).
Selain itu migren juga bersifat sporadik
sedangkan nyeri kepala tipe tegang umunya
bersifat menetap, berangsur - angsur mem-
berat atau berfluktuasi selama berhari hari,
hal ini serupa dengan yang dilakukan pe-
neliti bahwa sesuai dengan hasil yang
tercantum diatas pijat refleksi dapat menu-
runkan intensitas nyeri kepala tentunya
dengan pengobatan yang berkala, efek
terapi pijat dalam menurunkan nyeri kepala
memiliki potensi dalam intervensi sebagai
non farmakologi untuk penanganan nyeri
kepala.
Vijaya (2000) mengemukakan bahwa
pijat refleksi merupakan suatu bentuk
pengobatan yang melibatkan sentuhan pada
area kaki dan tangan dimana area tubuh yang
berkorespondensi akan terstimulasi. Area
refleksi ini yaitu telapak tangan dan kaki
sebagai area penyembuhan. Dalam area
refleksi ini, bagian tubuh yang terpengaruh
merupakan bagian yang sakit saat disentuh.
3. Pengaruh Pijat Refleksi Terhadap
Tingkat Nyeri
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
pengaruh yang signifikan pemberian pijat
refleksi terhadap penurunan intensitas nyeri
pada chepalgia. Berdasarkan hasil Wilcoxon
test diperoleh nilai Z hitung sebesar -4,789
(dalam tanda mutlak), lebih besar jika
dibandingkan dengan nilai Z tabel (1,96) (sig.
p 0.000 < 0,05 ).
Hasil penelitian konsisten dengan pe-
nelitian yang dilakukan oleh Adiningsih
Srilestari dimana dalam penelitiannya
dikatakan bahwa pijat refleksi pada area
pankres dapat menurunkan kadar glukosa
dalam arah secara bermakna dan hasilnya
adalah pada kelompok ekperimen setelah
mendapat pijat refleksi sebanyak 5 kali
kadar glukosa darah puasa menurun sebesar
11,7 mg% ( 16, 2 mg% menjadi 104,8 mg%)
sedangkan pada kelompok kontrol mening-
kat 8,6 mg % ( 113, 0 mg% sampai 121,6 mg%)
perbedaan tersebut bermakna (P<0,005).
Pendapat ini sangat relevan dengan yang
dikemukakan Giddest & Grosset (2000)
bahwa manfaat pijat refleksi adalah men-
jadikan otot-totot rileks. Ia mengemukakan
bahwa gerakan menekan dan mengurut
dengan lembut meningkatkan peredaran
darah dan mengakibatkan pembesaran
pembuluh darah. Pijat dapat membantu
64 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
menyeimbangkan sistem pembuluh darah,
meningkatkan kapasitas oksigen 10-15%.
Pijat bisa membantu mengurangi kuatnya
ketegangan pada otot sehingga mendorong
relaksasi dan meredakan rasa sakit, karena
perangsangan terhadap titik refleksi me-
nyebabkan pelepasan endorfin sebab endorfin
merupakan senyawa yang terjadi pada otak
yang mempunyai fungsi meredakan rasa
sakit dan senyawa ini berasal dari zat dalam
kelenjar pituitary yang terlibat dalam kontrl
endokrin.
Meski demikian, penatalaksanaan nyeri
sakit kepala dengan metode non farma-
kologik tidak serta merta menyembuhkan
sakit kepala. Perlu adanya terapi yang
teratur karena pengaruh dari faktor-faktor
yang memicu sakit kepala. Menurut Harsono
(2007) faktor-faktor yang memicu terjadinya
nyeri kepala (Chepalgia) antara lain stress,
cahaya silau, pola istirahat dan makan, obat-
obatan, aktivitas fisik, hormon, cuaca, sinus,
trauma serta kebisingan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pe-
ngaruh pijat refleksi terhadap tingat nyeri pada
chepalgia di Jari-Jari Alternatif Massage Sagan
Yogyakarta, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Tingkat nyeri sebagian besar responden
dan sebelum terapi pijat refleksi termasuk
dalam nyeri berat (62,2%)
2. Tingkat nyeri sebagian besar responden
setelah terapi pijat refleksi termasuk dalam
kategori nyeri sedang (54,1%).
3. Ada pengaruh yang signifikan pemberian
pijat refleksi terhadap penurunan inten-
sitas nyeri pada chepalgia. Hasil Wilcoxon
test diperoleh nilai Z hitung sebesar -4,789
(dalam tanda mutlak), lebih besar jika
dibandingkan dengan nilai Z tabel (1,96)
(sig. p 0.000 < 0,05 ).
Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan
sehubungan dengan hasil penelitian tersebut
antara lain :
1. Bagi Ilmu Keperawatan, hasil penelitian ini
hendaknya dapat di jadikan sebagai masukan
dan pertimbangan dalam penanganan nyeri
pada pasien chepalgia salah satunya dengan
menggunakan penanganan non farma-
kologik.
2. Bagi Terapis, hendaknya hasil penelitian ini
dapat dijadikan sebagai bahan pertim-
bangan untuk meningkatkan keterampilan
memberikan terapi penderita Chepalgia
secara baik dan benar
3. Bagi klinik terapi, hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam memberikan motivasi kepada terapis
sehingga dapat memberikan pelayanan
yang maksimal pada pasien.
4. Bagi peneliti lain yang tertarik dengan
penelitian sejenis, hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai referensi dan bahan studi
tingkat lanjut yang berkaitan dengan pe-
nanganan non farmakologik pada penderita
chepalgia.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S, 2002. Prosedur Penelelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V.
Jakarta: Rineka Cipta.
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8, Jakarta: ECG
Bobak, lowdermik Jensen, 2004. Buku Ajar
Keperawatan Maternitas Ed.4.
Jakarta. ECG
Gaffar, Ia ode Jumadi, 1999. Pengantar
keparawatan Profesional, Jakarta,
ECG
Ganong, William F, 2002. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran ed.20, Jakarta. ECG
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 65
Gillanders, Ann, ed. 2007 Terapi Refleksi
Mandiri, Yogyakarta. Diglosia
Guyton, Arhtur C, 1997. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran ed.9, Jakarta. ECG
Harsono, 2007. Kapita Selekta Neurologi ed.2,
Yogyakarta, Gajah Mada University
Press
http://www.dechacare.com/ html/,Dr. Putu
Kurniyanta, Berbagai Penyebab
Sakit KepaIa 2009/02/07, 22.15,
html.
http://www.Inilah.com.html, Dr. Yuda Turana
Sps, Prosedur Diagnosis Nyeri
Kepala, 2009/04/13, 18.44
h t t p : / / w w w . k a b a r i n e w s . c o m /
ar t i cl e. cf m?ar t i cl eI D=2591,
Muhammad Arrynugrah S.ked,
Refleksi Cara Mudah Dan Murah
Merawat Tubuh, 2009/12/21, 17.45,
html
http://bimaarry.blogspot.com//, Miki Jo, Nyeri
Kepala Tegang, 2009/01/12, 09.18,
html
http://www.resep.web.id/, Suparjo
kesehatan/enam Penyebab
Umum Sakit Kepala 2009/11/
12,13.24,html
Kanissius, 2009. bebas Sakit Kepala, Yogyakarta.
Kanisius.
Mansjoer Arif. Ed, 2000. Kapita Selekta
Kedokteran ed 3, Jakarta. Media
Aesculapius
MacGregor Anne & Marcia Wilkinson, 2002.
Migren Dan Sakit Kepala Lainnya,
Jakarta. Dian Rakyat.
Notoatmodjo. S, 2002. Metodologi Penelitian
Kesehatan ed, revisi, Jakarta.
Rineka Cipta.
Nursalam. 2003 Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian
Keperawatan: Pedoman Skripsi,
Tesis dan Instrumen Penelitian
keperawatan, Jakarta. Salemba
Medika
Potter, Patricia A, 2005. Buku ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses dan
Praktik, Jakarta. ECG.
Price, Sylvia A, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit ed 6.
Jakarta. ECG
Roper, Nancy, 2000. Prinsip Prinsip Keperawatan
ed. 1, Yogyakarta, Yayasan Essentia
Medika
Saryono, 2008. Metodologi Penelitian
Kesehatan, Yogyakarta. Mitra
Cendikia Press
Setiyohadi, Bambang, 2006. Buku Ajar Penyakit
Dalam Ed IV, Jilid II FKUI. Jakarta
Smeltzer Susanna C dan Bare, Brenda G, 2002.
Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Ed 8 Vol.1. Jakarta. Buku
Kedokteran ECG.
Tamsuri, Anas, 2006. Konsep dan
Penetalaksanaan Nyeri . Jakarta.
ECG.
Wong DL, Baker CM, 1988. Pain In Children
Comparation Of Assisment Scale
Oklahoma Nurs, Jakarta. ECG.
66
ABSTRACT
Background: Problems maternal morbidity and mortality in Indonesia is still a big problem.
The direct causes of maternal death is more than 90% are caused by the classic triad of
hemorrhage of 40-60%, 20-30% of pre-eclampsia and infection of 20-30%. Childbirth often
causes injury to the birth canal. Perineal laceration caused by many things, including large
babies and maternal parity. Perineal laceration hazard and can cause complications such as
bleeding and infection. General Hospital, PKUMuhammadiyah Bantul Yogyakarta there are
still cases of perineal laceration caused by birth weight and maternal parity on a normal
partus. The purpose of this study to determine the relationship birth weight and parity of
mothers with normal partus in the perineal tear in RSU PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta
of year 2011.
Methods: This type of observational analytic study was to use cross-sectional design. Study
sample is mothers with normal partus, suffered a torn perineum in RSU PKU Muhammadiyah
Bantul Yogyakarta, which totaled 50 people, using primary and secondary data. Data
analysis using univariate and bivariate.
Research Results: Number of perineal laceration in normal childbirth there are 50 people.
The prevalence of maternal experience on the perineal tear primigravidae 44%. The preva-
lence of materal that has torn perineum with birth weight of 6%. There was a significant
association between maternal parity with perineal tear (p = 0.003). There was no significant
association between birth weight infants with perineal tear (p = 0.544).
Conclusion: No association with birth weight normal partus perineal tear in RSU PKU
Muhammadiyah Bantul Yogyakarta. There is relationship of parity mothers with normal partus
in the perineal tear in RSU PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta of year 2011.
Key words: birth weight, maternal parity, normal partus.
HUBUNGAN BERAT BADAN BAYI LAHIR DAN PARITAS
IBU DENGAN ROBEKAN PERINEUM PADA PERSALINAN
NORMAL DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL
YOGYAKARTA
Wita Rika Dewi
*
, Sri Handayani
**
A. LATAR BELAKANG
Masalah kesakitan dan kematian ibu di In-
donesia masih merupakan masalah besar.
Tingginya angka kematian ibu (AKI) menun-
jukkan kondisi derajat kesehatan masyarakat
yang masih memprihatinkan. Angka kematian
maternal dan neonatal di Indonesia masih
tinggi yaitu 334/100.000 kelahiran hidup dan
21,8/1.000 kelahiran hidup. Angka kematian
maternal di Indonesia 3-6 kali lebih tinggi
dibanding negara ASEAN lainnya dan 50 kali dari
negara maju (Depkes RI, 2001).
* Fakultas Kesehatan Masyarakat UAD Yogyakarta
** Prodi S-1 Keperawatan Stikes Yogyakarta
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 67
Persalinan seringkali menyebabkan per-
lukaan pada jalan lahir. Perlukaan pada jalan
lahir tersebut terjadi pada dasar panggul/
perineum, vulva dan vagina, serviks uteri, uterus
sedangkan robekan pada perineum spontan
disebabkan oleh perineum kaku, kepala janin
terlalu cepat melewati dasar panggul, bayi
besar, lebar perineum, paritas. Berat badan lahir
adalah berat badan bayi yang ditimbang 24 jam
pertama kelahiran. Bayi yang dilahirkan dengan
berat badan lebih meningkatkan resiko ter-
jadinya robekan perineum, hal ini terjadi pula
pada persalinan pertama (Wiknjosastro, 2008).
Robekan perineum dapat terjadi karena
adanya ruptur spontan maupun episiotomi.
Perineum yang dilakukan dengan episiotomi itu
sendiri harus dilakukan atas indikasi antara lain:
bayi besar, perineum kaku, persalinan yang
kelainan letak, persalinan dengan meng-
gunakan alat baik forceps maupun vacum.
Episiotomi apabila tidak dilakukan atas indikasi
dalam keadaan yang tidak perlu dilakukan
dengan indikasi di atas, maka menyebabkan
peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan
pada daerah perineum yang lebih berat. Luka
perineum akan mempunyai dampak tersendiri
bagi ibu yaitu ketidaknyamanan (Wiknjosastro,
2008).
Faktor resiko untuk terjadi robekan pe-
rineum ialah pada nulliparitas, berat janin lebih
dari 3800 gram dan persalinan pervaginam
memakai alat. Resiko dari robekan perineum
dapat dikurangi dengan proteksi perineum yang
adekuat atau sokongan sebelum melahirkan
kepala bayi. Robekan spontan biasa terjadi pada
wanita berparitas primipara dengan penga-
laman kala II yang terlalu cepat sehingga tidak
ada kesempatan untuk distensi dan relaksasi
dasar panggul atau kala II memanjang dengan
edemaperineal (Anonim, 2009).
Robekan perineum dapat menimbulkan
bahaya dan komplikasi antara lain perdarahan
dan infeksi. Perdarahan pada robekan pe-
rineum dapat menjadi hebat khususnya pada
robekan derajat dua dan tiga atau jika robekan
meluas ke samping atau naik ke vulva mengenai
klitoris. Laserasi perineum dapat dengan
mudah terkontaminasi feses karena dekat
dengan anus. Infeksi juga dapat menjadi sebab
luka tidak segera menyatu sehingga timbul
jaringan parut (Utami, 2010).
Pemerintah telah mencanangkan Gerakan
Nasional Kehamilan yang Aman atau Making
Pregnancy Safer (MPS) sebagai strategi pem-
bangunan kesehatan masyarakat menuju
indonesia Sehat 2010, sebagai bagian dari pro-
gram Safe dengan visi Kehamilan dan Per-
salinan di Indonesia Berlangsung Aman, serta
yang Dilahirkan Hidup dan Sehat, dengan
misinya adalah menurunkan angka kesakitan
dan kematian maternal dan neonatal melalui
pemantapan sistem kesehatan (Adisoebrata et
al., 2005).
B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian
observasional analitik dengan rancangan
penelitian cross sectional yaitu penelitian untuk
meneliti hal yang ada tanpa memberikan
perlakuan dan untuk mengetahui hubungan
antar variabel terikat dan variabel bebas yang
diobservasi pada waktu yang sama
(Notoatmodjo, 2005).
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
a. Analisis Univariat
Berdasarkan hasil penelitian ini menun-
jukkan bahwa jumlah responden yang paling
banyak adalah ibu melahirkan bayi dengan
berat badan lahir tidak besar yaitu 47 orang.
Ibu bersalin yang paling banyak adalah ibu
dengan paritas multigravida yaitu 28 orang.
Jumlah kejadian robekan perineum pada
persalinan normal ada 41 orang.
b. Analisis Bivariat
Hasil uji fisher exact test untuk berat
badan dan kejadian robekan perineum
didapatkan nilai p sebesar 0,544. Hal ini
68 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara berat badan bayi lahir
dengan robekan perineum pada ibu bersalin
di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Yogya-
karta tahun 2011.
Hasil uji fisher exact test untuk paritas dan
kejadian robekan perineum didapatkan
nilai p sebesar 0,003. Hal ini dapat disim-
pulkan terdapat hubungan yang bermakna
antara paritas ibu dengan robekan perineum
pada persalinan normal di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul Yogyakarta tahun
2011.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berat Badan Bayi
Lahir Pada Persalinan Normal Di RSU
PKU Muhammadiyah Bantul
Yogyakarta Tahun 2011
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Paritas Ibu Pada
Persalinan Normal Di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul Yogyakarta
Tahun 2011
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kejadian
Robekan Perineum Pada Persalinan
Normal Di RSU PKU Muhammadiyah
Bantul Yogyakarta Tahun 2011
Tabel 4. Hubungan Berat Badan Bayi Lahir
Dengan Robekan Perineum Pada Ibu
Bersalin Di RSU PKU Muhammadiyah
Bantul Yogyakarta tahun 2011
Tabel 5. Hubungan Paritas Ibu Dengan
Robekan Perineum Pada Ibu Bersalin
Di RSU PKU Muhammadiyah Bantul
Yogyakarta tahun 2011
2. Pembahasan
Berat badan bayi lahir dapat mem-
pengaruhi robekan perineum terutama pada
bayi besar. Berat bayi yang normal yaitu
antara 2500-3800 gram juga dapat menye-
babkan terjadinya robekan perineum.
Bayi baru lahir yang terlalu besar atau
lebih dari 3800 gram akan meningkatkan
resiko proses persalinan yaitu kemungkinan
bahu bayi tersangkut, bayi akan lahir dengan
gangguan nafas dan keadaan bayi lahir
dengan trauma leher, bahu dan syarafnya.
Hal ini terjadi karena berat bayi yang besar
sehingga sulit melewati panggul dan me-
nyebabkan terjadinya robekan perineum
pada ibu bersalin normal (Enggar, 2010).
Ibu dengan paritas primigravida akan
beresi ko mengalami robekan perineum
Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu 69
lebih besar dibandingkan dengan paritas
multigravida. Hal ini selain disebabkan oleh
keadaan perineum yang belum pernah
dilalui kepala bayi namun ada hal lain juga
yaitu karena informasi dan pengalaman yang
kurang.
Robekan perineum dapat terjadi karena
adanya ruptur spontan maupun episiotomi.
Perineum yang dilakukan dengan
episiotomi harus atas indikasi bayi besar,
perineum kaku, persalinan yang kelainan
letak, persalinan yang menggunakan alat
(vaccum) (Wiknjosastro, 2008).
Uji statistik fisher exact untuk berat
badan bayi lahir dengan robekan perineum,
didapatkan nilai p sebesar 0,544 karena nilai
p > (0,05) sehingga Ho diterima. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara berat badan bayi lahir dengan ro-
bekan perineum pada persalinan normal di
RSU PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta.
Dilihat dari nilai hitung, juga terdapat
kesamaan dengan nilai uji komputer. Nilai p
hitung lebih dari (0,05) , Ho diterima dan
Ha ditolak sehingga tidak ada hubungan yang
bermakna.
Uji untuk paritas dengan kejadian ro-
bekan perineum, berdasarkan analisis data
dengan menggunakan statistik uji fisher
exact didapatkan p < 0,05 yaitu 0,003.
Ketentuan pengujian jika p hitung lebih
besar dari taraf kesalahan yang ditetapkan,
maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga
dapat disimpulkan terdapat hubungan yang
bermakna antara paritas ibu dengan
robekan erineum pada persalinan normal di
RSU PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta
tahun 2011.
D. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Tidak ada hubungan berat badan bayi lahir
dengan robekan perineum pada persalinan
normal di RSU PKU Muhammadiyah Bantul
Yogyakarta tahun 2011.
b. Ada hubungan paritas ibu dengan robekan
perineum pada persalinan normal di RSU
PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta
tahun 2011
2. Saran
a. Bagi Bidan di RSU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta Hasil penelitian ini diharapkan
dapat sebagai bahan informasi untuk mem-
berikan asuhan persalinan terutama ber-
kaitan dengan robekan perineum sehingga
dapat mengurangi resiko akibat robekan.
b. Bagi FKM UAD
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi sumbangsih dalam bidang pe-
nelitian kesehatan terutama dalam pelak-
sanaan asuhan kebidanan pada proses
persalinan, sehingga dapat diminimalkan
kejadian robekan perineum.
c. Bagi Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
sebagai salah satu gambaran awal bagi
penelitian-penelitian selanjutnya untuk
dapat menambah tentang derajat robekan
perineum..
d. Bagi Masyarakat khususnya ibu hamil di RSU
PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta
Hasil penelitian ini diharapkan agar ibu
hamil mempersiapkan persalinan selan-
jutnya dengan memperhatikan faktor resiko
kejadian robekan perineum sehingga dapat
diantisipasi.
DAFTAR PUSTAKA
Adisoebrata. 2005. Obstetri Patologi. Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD.
Bandung.
Andriana. 2007. Melahirkan Tanpa Rasa Sakit.
Bhuana Ilmu Populer. Jakarta.
Atom. 2010. Gambaran Faktor-Faktor
Penyebab Terjadinya Robekan
Perineum Pada Persalinan Normal.
Kalimantan Tengah.
70 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu
Cuningham, F., Norman, F., Kenneth, J. 2005.
Obstetri William edisi 21. EGC.
Jakarta.
DEPKES RI. 2001. Gadar Obstetri dan Kematian
Maternal di Indonesia. Jakarta.
Depkes RI. 2002. Buku Acuan Asuhan Persalinan
Normal. Depkes RI. Jakarta.
Enggar, Yuwida. 2010. Hubungan antara Berat
Badan bayi Baru Lahir dengan
Kejadian Rupture perineum pada
persalinan normal di RB harapan
Bunda. Surakarta.
Mochtar, R. 2000. Sinopsis Obstetri. EGC. Jakarta.
Moore, Hacker. 2002. Essensial Obstetri dan
Gynekology. Hipokrates. Jakarta.
Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta
Pusat.
Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
Pusat.
Oxorn, Harry. 1996. Ilmu Kebidanan Ptologi dan
Fisiologi Persalinan. Yayasan
Essentia Medica. Indonesia.
Prawirohardjo. 2002. Buku Panduan Kesehatan
Praktis Pelayanan Maternal Neo-
natal. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Pusdiknakes, WHO, JHPIEGO. 2003. Asuhan
Antenatal. Depkes RI. Jakarta.
Rochjiati, P. 2003. Skrining Antenatal pada Ibu
Hamil Pengenalan Faktor Resiko
Deteksi Dini Ibu Hamil Risiko Tinggi.
Airlangga University Press.
Surabaya.
Saifuddin, dkk. 2002. Ilmu Kebidanan. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.
Sekartini, Rini. 2007. Penatalaksanaan Bayi
Baru Lahir dan Pencegahan
Komplikasi. Dikutip dari
www.mediaindonesia.co.id ,
diakses tanggal 10 Februari 2011.
Sugiyono. 2006. Statistik Untuk Penelitian.
Alfabeta. Bandung.
Simkin, 2005. Buku Saku Persalinan. EGC.
Jakarta
Tiran Denise. 2006. Kamus Saku Bidan. EGC.
Jakarta.
Utami. 2010. Rupture Perineum. STIKES
AISYIYAH. Yogyakarta
Waspodo, AR., Danuatmaja. 2001. Asuhan
Persalinan Normal. EGC. Jakarta.
Wiknjosastro. 2006. Ilmu Kebidanan. Yayasan
Bina Pustaka. Jakarta.
Wiknjosastro. 2007. Ilmu Bedah Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
P r a w i r o h a r d j o .
JakartaWiknjosastro. 2008. Ilmu
Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
PETUNJUK PENULISAN
Jurnal kesehatan Samodra Ilmu merupakan salah satu jurnal ilmiah
yang mempunyai tujuan menerbitkan, menyebarluaskan serta
mendiskusikan berbagai tulisan ilmiah guna untuk meningkatkan derajad
kesehatan dari masyarakat. Jurnal ini menerima naskah dari para peneliti
dan kemudian akan dilakukan penyaringan untuk keaslian dan
relevansinya.
1. Tulisan yang dikirim kepada redaksi merupakan tulisan sendiri yang
belum pernah dipublikasikan di tempat lain dalam bentuk cetakan,
maksimal tahunpenelitian3tahunkebelakang.
2. Tulisan diketik dengan memakai komputer dengan menggunakan
perangkat lunak yang umum dipakai (MS Word). Diserahkan dalam
bentukCD(1buah) sertaprint out (rangkap3).
3. Tulisan diketik dengan memakai font Arial 11, spasi 1,5 dengan kertas
quartotidakbolakbalik, maksimal 15halaman
4. Judul tulisan tidak lebih dari 16 kata, judul yang panjang diharapkan
dipecahmenjadi anakjudul
5. Nama penulis tidak disertai dengan gelar, ditulis dibawah judul, diberi
nomor untukpemberiannamasertaalamat kerjayangjelas.
6. Semua tulisan disertai abstrak dalam bahasa inggris. Ditulis dalam
bentuk terstruktur ( serta
/ katakunci)
7. Alur penulisan naskah terdiri dari (Pendahuluan, Bahan dan Cara
Penelitian, Hasil Penelitian dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran,
Ucapanterimakasih, Kepustakaan)
8. Penulisan singkatan tanpa penjelasan hanya untuk unit pengukuran,
selain itu harus meyebutkan kepanjangannya pada saat pertamakali
singkatantersebut dituliskan.
9. Tabel dan ilustrasi harus diberi judul dan keterangan yang cukup,
sehingga tidak tergantung pada teks. Judul tabel diletakkan diatas
tabel, sedangkanjudul gambar diletakkandibawahgambar.
10. Penulisan rujukan berdasarkan sistem nomor ( )
berdasarkanurutantampilandalamnaskah.
Contoh: ....keperawatanmerupakan1
.....Menurut Capernito2
.....(Smeltz, 2009) 3
11. Pernyataan terimakasih diletakkan diatas kepustakaan. Nama-nama
yang diutarakan dalampernyataan harus disertai dengan gelar, jabatan
danalamat kerja.
12. Penulis harus mencantumkan nama, alamat instansi, telepon, HP, serta
e-mail dan dianjurkan untuk mengikuti alur dan ketentuan dari redaksi
Jurnal SamodraIlmu.
Background, Method, Result, Conclution key
word
Vancouver Style
9 772086 221006

You might also like