You are on page 1of 21

1

Deep Vein Thrombosis


Krissi Stiffensa Saparang
102010125
A1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
email : Leaveurmailhere@gmail.com
_________________________________________________________________
Pendahuluan
Trombosis adalah terbentuknya masa dari unsur darah didalam pembuluh
darah vena atau arteri pada makluk hidup. Trombosis merupakan istilah
yang umum dipakai untuk sumbatan pembuluh darah, baik arteri maupun
vena. Trombosis hemostatis yang bersifat self-limited dan terlokalisir untuk
mencegah hilangnya darah yang berlebihan merupakan respon normal tubuh
terhadap trauma akut vaskuler, sedangkan trombosis patologis seperti
trombosis vena dalam (TVD), emboli paru, trombosis arteri koroner yang
menimbulkan infark miokard, dan oklusi trombotik pada serebro vaskular
merupakan respon tubuh yang tidak diharapkan terhadap gangguan akut dan
kronik pada pembuluh darah dan darah. Ahli bedah vaskular berperan untuk
mengeluarkan trombus yang sudah terbentuk yaitu dengan melakukan
trombektomi.
Konsep trombosis pertama kali diperkenalkan oleh Virchow pada
tahun 1856 dengan diajukamya uraian patofisiologi yang terkenal sebagai
Triad of Virchow, yaitu terdiri dari abnormalitas dinding pembuluh darah,
perubahan komposisi darah, dan gangguan aliran darah. Ketiganya merupakan
faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam patofisiologi trombosis.
Dikenal dua macam trombosis, yaitu trombosis arteri dan trombosis vena
Etiologi trombosis adalah kompleks dan bersifat multifaktorial. Meskipun
ada perbedaan antara trombosis vena dan trombosis arteri, pada beberapa
hal terdapat keadaan yang saling tumpang tindih. Trombosis dapat
mengakibatkan efek lokal dan efek jauh. Efek lokal tergantung dari lokasi dan
derajat sumbatan yang terjadi pada pembuluh darah, sedangkan efek jauh berupa
gejal-gejala akibat fenomena tromboemboli. Trombosis pada vena besar akan
2

memberikan gejala edema pada ekstremitas yang bersangkutan. Terlepasnya
trombus akan menjadi emboli dan mengakibatkan obstruksi dalam sistem arteri,
seperti yang terjadi pada emboli paru, otak dan lain-lain.

ANAMNESA
1) Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status, suku bangsa,
alamat, no register dan tanggal masuk.
2) Keluhan utama
Rasa nyeri (dapat timbul saat istirahat atau sedang beraktifitas),
pembengkakan tungkai, kemerahan pada tempat yang terkena dan timbulnya
luka/sores pada kaki.
3) Riwayat penyakit sekarang
o Sejak kapan klien mengalami keluhan?
o Apa yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan tersebut?
4) Riwayat penyakit dahulu
o Apakah klien sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama?
o Apakah sembuh?
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita pemyakit yang sama dengan klien?
6) Pengkajian fisik
Terbentuknya sumbatan aliran darah vena karena trombosis (bekuan darah) di
dalam pembuluh darah vena terutama pada vena tungkai bawah yang ditandai
dengan tungkai yang membengkak dan nyeri.

A. PENGERTIAN PENYAKIT DEEP VEIN THROMBOSIS

Arteri-arteri mempunyai otot-otot yang tipis didalam dinding-dinding
mereka supaya mampu untuk menahan tekanan darah yang dipompa jantung
keseluruh tubuh. Vena-vena tidak mempunyai lapisan otot yang signifikan, dan
disana tidak ada darah yang dipompa balik ke jantung kecuali fisiologi. Darah
kembali ke jantung karena otot-otot tubuh yang besar menekan/memeras vena-
3

vena ketika mereka berkontraksi dalam aktivitas normal dari gerakan tubuh.
Aktivitas-aktivitas normal dari gerakan tubuh mengembalikan darah ke jantung.
Ada dua tipe dari vena-vena di kaki, vena-vena superficial (dekat
permukaan) dan vena-vena deep (yang dalam). Vena-vena superficial terletak
tepat dibawah kulit dan dapat terlihat dengan mudah pada permukaan. Vena-vena
deep, seperti yang disiratkan namanya, berlokasi dalam didalam otot-otot dari
kaki. Darah mengalir dari vena-vena superficial kedalam sistim vena dalam
melalui vena-vena perforator yang kecil. Vena-vena superficial dan perforator
mempunyai klep-klep (katup-katup) satu arah didalam mereka yang mengizinkan
darah mengalir hanya dari arah jantung ketika vena-vena ditekan.
Bekuan darah (thrombus) dalam sistim vena dalam dari kaki adalah
sebenarnya tidak berbahaya. Situasi menjadi mengancam nyawa ketika sepotong
dari bekuan darah terlepas (embolus, pleural=emboli), berjalan ke arah muara
melalui jantung kedalam sistim peredaran paru, dan menyangkut dalam paru.
Diagnosis dan perawatan dari deep venous thrombosis (DVT) dimaksudkan untuk
mencegah pulmonary embolism.


4

Bekuan-bekuan dalam vena-vena superficial tidak memaparkan bahaya
yang menyebabkan pulmonary emboli karena klep-klep vena perforator bekerja
sebagai saringan untuk mencegah bekuan-bekuan memasuki sistim vena dalam.
Mereka biasanya tidak berisiko menyebabkan pulmonary embolism.

B. PENYEBAB ATAU FAKTOR RESIKO PENYAKIT DEEP VEIN
THROMBOSIS

Darah dimaksudkan untuk mengalir; jika ia menjadi mandek ada potensi
untuknya untuk membeku/menggumpal. Darah dalam vena-vena secara terus
menerus membentuk bekuan-bekuan yang mikroskopik yang secara rutin
diuraikan oleh tubuh.



Jika keseimbangan dari pembentukan bekuan dan pemecahan dirubah,
pembekuan/penggumpalan yang signifikan dapat terjadi. Thrombus dapat
terbentuk jika satu, atau kombinasi dari situasi-situasi berikut hadir:
1. Imobilitas (Keadaan Tak Bergerak)
5

Perjalanan dan duduk yang berkepanjangan, seperti penerbangan-
penerbangan pesawat yang panjang ("economy class syndrome"),
mobil, atau perjalanan kereta api
Opname rumah sakit
Operasi
Trauma pada kaki bagian bawah dengan atau tanpa operasi atau gips
Kehamilan, termasuk 6-8 minggu setelah partum
Kegemukan
2. Hypercoagulability (Pembekuan darah lebih cepat daripada biasanya)
Obat-obat (contohnya, pil-pil pengontrol kelahiran, estrogen)
Merokok
Kecenderungan genetik
Polycythemia (jumlah yang meningkat dari sel-sel darah merah)
Kanker
3. Trauma pada vena
Patah tulang kaki
Kaki yang memar
Komplikasi dari prosedur yang invasif dari vena

C. TANDA DAN GEJALA PENYAKIT DEEP VEIN THROMBOSIS

Sekitar 50% penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali. Jika
trombosis menyebabkan peradangan hebat dan penyumbatan aliran darah, otot
betis akan membengkak dan bisa timbul rasa nyeri, nyeri tumpul jika disentuh dan
teraba hangat. Pergelangan kaki, kaki atau paha juga bisa membengkak,
tergantung kepada vena mana yang terkena.
Beberapa trombus mengalami penyembuhan dan berubah menjadi jaringan
parut, yang bisa merusak katup dalam vena. Sebagai akibatnya terjadi
pengumpulan cairan (edema) yang menyebabkan pembengkakan pada
pergelangan kaki. Jika penyumbatannya tinggi, edema bisa menjalar ke tungkai
dan bahkan sampai ke paha. Pagi sampai sore hari edema akan memburuk karena
efek dari gaya gravitasi ketika duduk atau berdiri. Sepanjang malam edema akan
6

menghilang karena jika kaki berada dalam posisi mendatar, maka pengosongan
vena akan berlangsung dengan baik.
Gejala lanjut dari trombosis adalah pewarnaan coklat pada kulit, biasanya
diatas pergelangan kaki. Hal ini disebabkan oleh keluarnya sel darah merah dari
vena yang teregang ke dalam kulit. Kulit yang berubah warnanya ini sangat peka,
cedera ringanpun (misalnya garukan atau benturan), bisa merobek kulit dan
menyebabkan timbulnya luka terbuka (ulkus, borok).
Trombosis vena dalam merupakan keadaan darurat yang harus secepat
mungkin didiagnosis dan diobati, karena sering menyebabkan terlepasnya
trombus ke paru dan jantung. Tanda dan gejala klinis yang sering ditemukan
berupa :
- Pembengkakan disertai rasa nyeri pada daerah yang bersangkutan, biasanya pada
ekstremitas bawah. Rasa nyeri ini bertambah bila dipakai berjalan dan tidak
berkurang dengan istirahat.
- Kadang nyeri dapat timbul ketika tungkai dikeataskan atau ditekuk.
- Daerah yang terkena berwarna kemerahan dan nyeri tekan
- Dapat dijumpai demam dan takikardi walaupun tidak selalu

1. Superficial thrombophlebitis
Bekuan-bekuan darah pada sistim vena superficial paling sering terjadi
disebabkan oleh trauma (luka) pada vena yang menyebabkan terbentuknya bekuan
darah kecil. Peradangan dari vena dan kulit sekelilingnya menyebabkan gejala
dari segala tipe peradangan yang lain:
kemerahan,
kehangatan,
kepekaan, dan
pembengkakan.
Sering vena yang terpengaruh dapat dirasakan sebagai tali menebal yang
kokoh. Mungkin ada peradangan yang menyertai sepanjang bagian dari vena.
Meskipun ada peradangan, tidak ada infeksi.
Varicosities dapat memberi kecenderungan pada superficial
thrombophlebitis. Ketika klep-klep dari vena-vena yang lebih besar pada sistim
7

superficial gagal (vena-vena saphenous yang lebih besar dan lebih berkurang),
darah dapat mengalir balik dan menyebabkan vena-vena untuk membengkak dan
menjadi menyimpang atau berliku-liku. Klep-klep gagal ketika vena-vena
kehilangan kelenturan dan peregangannya. Ini dapat disebabkan oleh umur,
berdiri yang berkepanjangan, kegemukan, kehamilan, dan faktor-faktor genetik.
2. Peripheral Arterial Occlusive Disease
Penyakit arteri perifer atau yang disebut Peripheral Arterial Disease (PAD)
ini menyebabkan kesakitan yang akut maupun kronik, dapat menyebabkan
amputasi anggota tubuh dan meningkatkan risiko kematian. Penyakit arteri perifer
meliputi semua sindrom penyakit pada arteri-arteri selain koroner, yang
disebabkan kelainan struktural maupun fungsi pada arteri yang memperdarahi
otak, organ-organ dalam (viseral) maupun pada batang tubuh. Dalam konteks
definisi, selain PAD, selama ini banyak digunakan istilah Peripheral Artery
Occlussive Disease (PAOD) dan Peripheral Vascular Disease(PVD).
PAD lebih mencakup berbagai kelainan yang ditandai dengan adanya
stenosis atau oklusi yang progresif atau dilatasi aneurisma dari aorta dan cabang-
cabang non-koroner, termasuk karotis,ekstremitas atas, viseral dan ekstremitas
bawah.
Penyakit arteri mencakup kelainan baik yang menyebabkan obstruksi menetap
atau reaktivitas pembuluh darah yang abnormal. Obstruksi ini
menurunkan penghantaran darah dan dapat menyebabkan iskemia. Sementara itu,
penyakit vena meliputi inkompetensi vena katup, hipertensi vena, trombosis vena
dalam, emboli paru, sindroma posttrombotik dan varicose veins, sedangkan
kelainan limfe misalkan limfedema. PVD mencakup kelainan dari ketiga
pembuluh ini.
Penyebab PAD yang paling utama adalah aterosklerosis, proses lainnya
adalah aneurisma atau tromboemboli, sehingga konsekuensi klinisnya pun
berhubungan dengan faktor risiko yang ada (merokok, diabetes, hipertensi,
hiperlipidemia, riwayat keluarga dan keadaan postmenopause). PAD dapat juga
disebabkan kelainan degeneratif yang menyebabkan hilangnya integritas
struktural dan selanjutnya terjadi dilatasi dari dinding arteri.
8

Konsep patofisiologi dari PAD adalah adanya keseimbangan antara
ketersediaan nutrien disirkulasi ke otot skelet dan oksigen, dengan kebutuhan
nutrisi. Terdapat beberapa patofisiologi yang berperan terhadap terjadinya PAD
ini, tetapi secara umum proses aterosklerosis masih menjadi penyebab yang paling
sering. Apabila disebabkan oleh proses aterosklerosis, maka akan terjadi pula
kejadian yang sama di jantung dan otak sehingga ada peningkatan risiko untuk
terkena kejadian serebrovaskular, infark miokard dan kematian.
Klaudikasio didefinisikan sebagai kelemahan, ketidaknyamanan atau nyeri
yang terjadi pada sekumpulan otot tungkai yang spesifik saat iskemi yang dipicu
oleh aktivitas. Dalam keadaan olahraga, akan terjadi peningkatan kebutuhan otot
lokal untuk mendukung metabolik, sehingga pada individu dengan PAD di
ekstremitas bawah, kebutuhan ini tidak akan tercapai sehingga akan timbul
keluhan kelelahan otot dan nyeri.
Pasien dengan iskemi tungkai kritis biasanya memiliki lesi oklusi multipel
yang sering mengenai arteri tungkai proksimal dan di distal, sehingga walaupun
dalam keadaan istirahat, ketersediaan darah akan berkurang dan tidak bisa
memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh.
Pasien dengan iskemi tungkai yang berat mengalami penurunan jumlah
kapiler kulit yang terperfusi. Penyebab potensial lain penurunan perfusi ini adalah
penurunan deformabilitas sel darah merah, meningkatnya adhesivitas lekosit,
agregasi platelet,fibrinogen, trombosis mikrovaskular, vasokonstriktif eksesif dan
edema interstisial. Iskemia tungkai kritis dapat menyebabkan nyeri saat istirahat,
ulserasi dan gangren.
Tidak seperti individu dengan klaudikasio, pasien dengan iskemi tungkai
kritis ini sudah mempunyai aliran yang inadekuat saat istirahat, untuk menjaga
viabilitas di jaringan distal. Iskemi tungkai kritis ini biasanya disebabkan penyakit
aterosklerotik obstruktif, akan tetapi dapat disebabkan pula oleh penyakit
ateroemboli atau tromboemboli, vaskulitis, trombosis in situ terkait status
hiperkoagubilitas, tromboangitis obliterans, penyakit kista adventisia, perangkap
poplitea atau trauma.
9

Diagnosis
Faktor risiko atherosklerosis lainnya (merokok, dislipidemia,
hipertensi,hiperhomosisteinemia )
Diabetes melitus
Keluhan di kaki saat beraktivitas (curiga kearah klaudikasio) atau nyeri
iskemi saat istirahat
Nadi ekstremitas bawah yang abnormal
Metode diagnostik
Ankle-toe brachial indices (index)
Pengukuran tekanan segmental
Perekaman volume nadi
Duplex ultrasound imaging
Doppler waveform analysis
Testolahraga ( exercise test ).
MRA (Magnetic Resonance Angiography )
CTA(Computed Tomography Angiography)
Pengobatan
Modifikasi faktor risiko
Exercise rehabilitation
Farmakoterapi
Percutaneus Transluminal Angioplasty and Stents
Peripheral Arterial Surgery
Faktor risiko
10

Berhenti Merokok
Terapi Diabetes
Kontrol Tekanan darah
Exercise rehabilitation
Satu sesi berlangsung dalam durasi 30 menit, 3 kali seminggu selama 6
bulan dan berjalan sebagai modus olahraga. Keuntungan ini pada pasien
PAD sebagai akibat perubahan dari fungsi ototskelet, seperti peningkatan
aktivitas enzim mitokondria, rate produksi ATP, dan produksi laktat. Pada
pasien PAD, perbaikan peformans berkaitan dengan penurunan
konsentrasi asil-karnitin rantai pendek di otot skelet dan plasma, yang
mengindikasikan perbaikan metabolisme oksidatif dan peningkatan
konsumsi oksigen puncak
Olahraga juga meningkatkan performa biomekanik, memungkinkan
pasien untuk berjalan lebih efeisien dengan pengeluaran energi yang lebih
rendah.
Farmakoterapi
Kelas I : Cilostazol, 2x100 mg per hari, diindikasikan sebagai terapi yang
efektif untuk meningkatkan gejala dan meningkatkan jarak tempuh
berjalan pada pasien dengan PAD ekstremitas bawah dan klaudikasio
intermiten (dalam keadaan absennya gagal jantung).
Kelas II : Pentoxyfilline (3x400 mg) dapat dipertimbangkan sebagai
alternatif kedua setelah Cilostazoluntuk meningkatkan jarak tempuh
berjalan pada pasien dengan klaudikasio intermiten.
Kelas III : Vasodilator oral (prostaglandin) seperti Beraprost dan Iloprost
adalah medikasi yang tidak efektif untuk meningkatkan jarak tempuh
berjalan pada pasien dengan klaudikasio intermitten. Vitamin E tidak
direkomendasikan sebagai terapi pada pasien klaudikasio intermitten. Zat
11

kelasi (asam etilendiamintetraasetat) tidak diindikasikan untuk penanganan
klaudikasio intermiten dan dapat memberikan efek berbahaya.
Klaudikasio intermiten terjadi ketika kebutuhan oksigen dari otot skelet ini pada
saat aktivitas melebihi ketersediaan oksigen dalam darah yang menyebabkan
teraktivasinya reseptor sensoris lokal oleh akumulasi dari laktat atau metabolit
lainnya.
Percutaneus Transluminal Angioplasty and Stents
Intervensi dengan kateter perifer diindikasikan untuk pasien klaudikasio yang
masih simptomatik walau dengan exercise rehabilization atau dengan
farmakoterapi. Intervensi endovaskular ini juga diindikasikan untuk pasien
dengan iskemi tungkai kritis yang secara anatomi memungkinkan
Peripheral Arterial Surgery
Revaskularisasi secara bedah diindikasikan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien dengan klaudikasio yang mengganggu walau dengan terapi medikal yang
maksimal dan untuk menghilangkan nyeri saat istirahat dan menjaga viabilitas
tungkai pada pasien dengan iskemi
3. Deep Venous Thrombosis
Gejala-gejala dari deep vein thrombosis berhubungan dengan rintangan
dari darah yang kembali ke jantung dan menyebabkan aliran balik pada kaki.
Secara klasik, gejala-gejala termasuk:
nyeri,
bengkak,
kehangatan, dan
kemerahan.
Tidak semua dari gejala-gejala ini harus terjadi; satu, seluruh, atau tidak
ada mungkin hadir dengan deep vein thrombosis. Gejala-gejala mungkin meniru
infeksi atau cellulitis dari kaki.
Menurut sejarah, dokter-dokter akan mencoba menimbulkan sepasang
penemuan-penemuan klinik untuk membuat diagnosis. Dorsiflexion dari kaki
12

(menarik jari-jari kaki menuju ke hidung, atau Homans' sign) dan Pratt's sign
(memencet betis untuk menghasilkan nyeri), telah ditemukan tidak efektif dalam
membuat diagnosis.
D. PATOFISIOLOGI PENYAKIT DEEP VEIN THROMBOSIS

Trombosis vena terjadi akibat aliran darah menjadi lambat atau terjadinya
statis aliran darah, sedangkan kelainan endotel pembuluh darah jarang merupakan
faktor penyebab. Trombus vena sebagian besar terdiri dari fibrin dan eritrosit dan
hanya mengandung sedikit masa trombosit. Pada umumnya menyerupai reaksi
bekuan darah dalam tabung.
Faktor-faktor penyebab pada trombosis vena dikenal dengan virchow triad
(tigaserangkai Virchow) yaitu :
1. Perubahan dinding pembuluh darah
Pembuluh darah yang dilapisi oleh semacam lapisan khusus dari sel yang disebut
sel endotel. Ini adalah semacam sel yang memiliki sifat khusus, mencegah
pembekuan darah normal di atasnya. Apapun yang merusak sel endotel, dapat
menyebabkan darah menggumpal pada lapisan pembuluh darah di bawah sel
endotel. Dinding pembuluh juga dapat berubah dengan memiliki bekas luka di
atasnya seperti memiliki bekas trombosis vena sebelumnya - atau tonjolan dan
narrowings dari dinding pembuluh darah seperti pada varises.
2. Perubahan aliran darah
Manusia, seperti semua binatang, benar-benar melakukan pergerakan yang cukup
aktif. Sayangnya dengan kehidupan modern, ada banyak contoh di mana mereka
melakukan pergerakan yang kurang aktif dari yang mereka harus lakukan.
Ini mungkin merupakan alasan mengapa seseorang tidak dapat menghindarinya,
seperti sakit atau patah kaki, cara hidup seseorang seperti duduk untuk waktu
yang lama di depan komputer atau televisi, perjalanan di mobil, pelatihan atau
pesawat. Dengan mengurangi aktivitas kaki, pompa infus dan otot sehingga aliran
darah menjadi sangat lamban dalam vena dalam. Penyebab lain perubahan dalam
aliran darah adalah bila terjadi perubahan diameter atau panjang pembuluh darah -
seperti yang ditemukan pada varises. Darah mengalir lancar pada pembuluh darah
yang lurus dan sempit, varises dengan tonjolan narrowings dapat mengakibatkan
13

terjadinya perubahan pada aliran darah dan dapat memungkinkan terjadinya
pembekuan darah.
3. Perubahan komposisi darah
Penyebab paling umum perubahan komposisi darah adalah dehidrasi. Hal
ini sering terjadi karena orang meminum alkohol atau meminuman minuman
dengan kandungan kafein di dalamnya seperti teh, kopi atau minuman ringan.
Sayangnya alkohol dan kafein bertindak sebagai diuretik, yang berarti bahwa
meskipun fluida sedang diambil dalam, lebih banyak dikeluarkan dalam bentuk
urin. Oleh karena itu darah menjadi lebih terkonsentrasi dan lebih mungkin untuk
membeku.
Wanita yang menggunakan kontrasepsi estrogen baik dalam bentuk pil
kontrasepsi oral atau sebagai HRT, juga mengubah komposisi darah dengan cara
yang membuat trombosis lebih mungkin terjadi. Orang dengan lemak darah tinggi
(hyperlipidaemia) juga lebih mungkin untuk mendapatkan bekuan karena
komposisi darah yang abnormal.
Stasis vena dapat terjadi sebagai akibat dari apa pun yang memperlambat
atau menghambat aliran darah vena. Hal ini menyebabkan peningkatan viskositas
dan pembentukan microthrombi, yang tidak hanyut oleh pergerakan fluida,
sedangkan thrombus yang terbentuk kemudian dapat tumbuh dan merambat.
Endotel (intimal) kerusakan di pembuluh darah mungkin intrinsik atau sekunder
terhadap trauma eksternal. Mungkin akibat dari cedera atau dilakukannya
pembedahan. Hiperkoagulasi dapat terjadi karena ketidakseimbangan biokimia
antara faktor yang beredar. Hal ini mungkin akibat dari peningkatan sirkulasi
aktivasi faktor jaringan, dikombinasikan dengan penurunan sirkulasi plasma
antithrombin dan fibrinolysins.
Seiring waktu, perbaikan telah dibuat dalam deskripsi faktor-faktor dan
kepentingan relatif mereka terhadap perkembangan trombosis vena. Asal
trombosis vena sering multifaktorial, dengan komponen dari Virchow triad
pentingnya asumsi variabel pada individual pasien, namun hasil akhirnya adalah
interaksi awal trombus dengan endotelium. Interaksi ini merangsang produksi
sitokin lokal dan memfasilitasi adhesi leukosit ke endotel, baik yang
mempromosikan trombosis vena. Tergantung pada keseimbangan yang relatif
14

antara koagulasi dan trombolisis yang diaktifkan, sehingga propagasi trombus
terjadi.
Penurunan kontraktilitas dinding pembuluh darah dan disfungsi katup vena
memberikan kontribusi pada pengembangan insufisiensi vena kronis. Kenaikan
tekanan vena menyebabkan berbagai gejala klinis seperti varises, edema tungkai
bawah, dan ulserasi vena.
Pasien dengan faktor risiko tinggi untuk menderita trombosis vena dalam
yaitu apabila :
- Riwayat trombosis, stroke
- Paska tindakan bedah terutama bedah ortopedi
- Imobilisasi lama terutama paska trauma/ penyakit berat
- Luka bakar
- Gagal jantung akut atau kronik
- Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan hematologi
- Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang disertai syok.
- Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon esterogen
- Kelainan darah bawaan atau didapat yang menjadi predisposisi untuk terjadinya
trombosis.
Keadaan ini dapat menyerang semua usia, tersering setelah usia 60 tahun,
dan tidak terdapat perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.



E. PENATALAKSANAAN PENYAKIT DEEP VEIN THROMBOSIS

1. Terapi Nonfarmakologi
Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena untuk melancarkan
aliran darah vena (elevasi)
Kompresi : pemberian tekanan dari luar, seperti penggunaan stocking
Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskular
15

Latihan lingkup gerak sendi (range of motion) seperti gerakan fleksi-
ekstensi, menggengam, dan lain-lain. Tindakan ini akan
meningkatkan aliran darah di vena-vena yang masih terbuka (patent)
Pemakaian kaus kaki elastis (elastic stocking), alat ini dapat
meningkatkan aliran darah vena.



2. Terapi Farmakologi
Pada thrombosis vena superficial hanya diperlukan istirahat, peninggian
letak tungkai dan pemanasan local. Pengobatan yang lebih serius ditujukan pada
thrombosis venadalam. Pada thrombosis vena dalam diperlukan terapi dengan
antikoagulan sistemik seperti heparin dan warfarin.
a) Terapi heparin
Terapi heparin harus diberikan dengan loading dose dati 10.000 unit
diikuti dengan infuse continuous yang awalnya berkecepatan 1.000 unit/jam.
Dosis ini harus dapat mempertahankan Partial Thromboplastin Time (PTT) antara
1,5 dan 2 kontrol waktu. Manfaat setelah pemberian heparin ini adalah menjaga
tingkat kesamaan dari antikoagulan dan memperkecil manisfestasi perdarahan.
Pada pasien yang tidak dapat menerima terapi warfarin, heparin dapat diberikan
16

10.000 unit subkutan selam >12 jam untuk mempertahankan PTT 1,5 kontrol
waktu, 6 jam setelah pemberian heparin.
Heparin dapat membatasi pembentukan bekuan darah dan meningkatkan
proses fibrinolisis. Heparin lebih unggul dibandingkan dengan antikoagulan oral
tunggal sebagai terapi awal untuk DVT, karena antikoagulan oral dapat
meningkatkan risiko tromboemboli disebabkan inaktivasi protein C dan protein S
sebelum menghambat faktor pembekuan eksternal. Sasaran yang harus dicapai
adalah activated PTT 1,5 sampai 2,5 kali lipat untuk mengurangi risiko rekurensi
DVT, biasanya dapat dicapai dengan dosis heparin 30.000 U/hari atau >1250
U/jam. Metode yang sering dipakai adalah bolus intravena inisial diikuti dengan
infus heparin kontinu. Selain itu metode pemberian subkutan dua kali sehari juga
efektif. Pada tahun 1991 Cruikshank dkk mempublikasikan normogram standar
untuk dosis heparin. Menurut protokol ini, pasien diberikan bolus inisial 5000 U
UFH diikuti dengan 1280 U/jam UFH. Dosis heparin dititrasi menurut nilai aPTT
selanjutnya. Pada penelitian Cruikshank tersebut nilai aPTT sasaran tercapai
dalam 24 sampai 48 jam. Untuk sebagian besar pasien dengan DVT, heparin harus
diberikan 5 hari dan tidak dihentikan sampai INR (internationalized normalized
ratio) pada kisaran terapeutik 2 hari. Low molecular weight heparin (LMWH)
juga efektif terhadap DVT, bila dibandingkan dengan UFH, maka LMWH lebih
mempunyai keuntungan yaitu pemberian subkutan satu atau dua kali sehari
dengan dosis yang sama dan tidak memerlukan pemantauan laboratorium.
Keuntungan yang lain yaitu kemungkinan risiko perdarahan yang lebih sedikit dan
dapat diberikan dengan sistem rawat jalan di rumah tanpa memerlukan pemberian
intravena kontinu.
Komplikasi termasuk perdarahan, osteopenia, reaksi hipersensitivitas,
trombositopenia, dan thrombosis. Reaksi heparin dinetralisir/dihambat oleh
pembeerian protamin sulfat IV; 1 mg protamin sulfat akan menetralisir sekitar 100
unit heparin.
b) Terapi warfarin
Warfarin adalah antikoagulan oral yang paling sering digunakan untuk
tatalaksana jangka panjang DVT. Warfarin adalah antagonis vitamin K yang
menghambat produksi faktor II, VII, IX dan X, protein C dan protein S. Efek
17

warfarin dimonitor dengan pemeriksaan protrombin time (PT) dan diekspresikan
sebagai internationalized normalized ratio (INR). Terapi warfarin harus dimulai
segera setelah PTT berada pada level terapeutik, baiknya dalam 24 jam setelah
inisiasi terapi heparin. Sasaran INR yang ingin dicapai adalah 2.0 sampai 3.0.
Dosis inisial warfarin adalah 5 mg dan biasanya mencapai INR sasaran pada hari
ke-4 terapi. Dosis warfarin selanjutnya harus diindividualisasi menurut nilai INR.
Warfarin diberikan pada dosis 10 mg/hari sampai waktu protrombin
memanhang. Kemudian dosis dapat diturunkan menjadi 5 mg/hari diberikan untuk
memperhatikan waktu protrombin pada 1,2-1,5 kontrol waktu untuk trombrosis
vena. Warfarin biasanya dilanjutkan penggunaanya selama 3 bulan, namun
sebaliknya pada kasus yang tanpa komplikasi.
Monitoring farmakologi obat sangat diperlukan pada pasien yang memakai
warfarin, karena banyak obat-obat lain yang dapat mempengaruhinefek warfarin,
baik yang menghambat maupun yang memperkuat seperti antibiotic, barbiturate,
salisilat, rifampisin, kontrasepsi oral dll.
Komplikasi berupa perdarahan harus diterapi dengan mengganti factor
antikoagulan dengan fresh frozen plasma. Apabila antikoagulan masih harus
digunakan setelah episode perdarahan berhenti, maka vitamin Ktidak boleh
diberikan karena dapat membuat pasien refrakter terhadap warfarin dalam waktu
yang lama.
c) Trombolisis
Pengobatan dengan trombolisis, contohnya streptokinase, urokinase
recombinant tissue activator (tPA) dapat dipertimbangkan pada pasien bila
disertai emboli paru masif dan syok. Obat fibrinolisis mengurangi besarnya darah
beku pada DVT kaki yang diperlihatkan dengan angiografi, yaitu 30-40%
terjadilisis komplet dan 30% terjadi lisis parsial. Obat trombolisis diberikan
langsung melalui kateter pada pasien dengan trombolisis iliofemoral masif.
Beberapa penelitian melaporkan pada pasien yang mendapatkan obat trombolisis,
angka kejadian sindrom pascatrombosis berkurang. Akan tetapi, saat ini
pemberian obat trombolisis vena hanya dianjurkan pada trombolisis vena
iliofemoral.
d) Antiagregasi trombosit
18

Umumnya tidak diberikan pada DVT, kecuali ada indikasi. Seperti
sindrom antifosfolipid (APS) dan sticky platelet syndrome. Aspirin dapat
diberikan dengan dosis bervariasi mulai dari 80-320 mg.
e) Trombektomi vena
Trombektomi vena yang mengalami trombosis memberikan hasil yang
baik bila dapat dilakukan segera sebelum lewat tiga hari dengan tujuan pertama
untuk mengurangi gejala pascaflebitis, mempertahankan fungsi katup dan dengan
demikian mencegah terjadinya komplikasi seperti ulkus stasis padatungkai bawah
dan untuk mencegah emboli paru.
Kadang trombektomi masih memberikan hasil yang baik,walaupun
dilakukan setelah lewat 5 hari bahkan sampai 4 minggu apalagi bila trombosis
yang terjadi segmental. Bila terjadi stenosis pada salah satu segmen vena
dipertimbangkan untuk diatasi dengan balon dan bidai. Kontraindikasi
trombektomi adalah pada pasien dengan tumor yang inoperable atau bila
pemberian antikoagulan tidak dianjurkan.
Indikasi yang tepat untuk melakukan trombektomi pada thrombosis vena
adalah pada kasus phlegmasia cerulea dolens yaitu suatu kombinasi trombosis
vena dalam dengan iskemi yang sangat nyeri, hilangnya pulsasi distal dan
ekimosis. Trombektomi (dengan membuat fistula arteri-vena sementara)
merupakan pilihan baik pula pada pasien dengan thrombosis vena ileofemoral
kurang dari satu minggu. Tindakan ini bertujuan mencegah meluasnya trombosis
serta terjadinya emboli dan rusaknya katup vena.
Kontraindikasi relative adalah perdarahan susunan saraf pusat, metastasis
tumor, pada pembedahan, hipertensi berat, perkarditis atau endokarditis dan
perdarahan aktif atau kecenderungan untuk mengalami perdarahan.
Kontraindikasi relative pada penggunaan antikoagulan jangka panjang adalah
alkoholisme dan kehamilan trimester pertama karena warfarin bersifat teratogenik.





19

KESIMPULAN

1. Trombosis vena dalam adalah pembekuan darah di dalam pembuluh darah
vena terutama pada tungkai bawah.
2. Penyebab dari deep vein thrombosis adalah :
Imobilitas (Keadaan Tak Bergerak)
Hypercoagulability (Pembekuan darah lebih cepat daripada biasanya)
Trauma pada vena
3. Tanda dan gejala klinis yang sering ditemukan berupa :
Pembengkakan disertai rasa nyeri pada daerah yang bersangkutan,
biasanya pada ekstremitas bawah. Rasa nyeri ini bertambah bila dipakai
berjalan dan tidak berkurang dengan istirahat.
Kadang nyeri dapat timbul ketika tungkai dikeataskan atau ditekuk.
Daerah yang terkena berwarna kemerahan dan nyeri tekan
Dapat dijumpai demam dan takikardi walaupun tidak selalu
4. Faktor-faktor penyebab pada trombosis vena dikenal dengan virchow triad
(tigaserangkai Virchow) yaitu perubahan dinding pembuluh darah, perubahan
aliran darah dan perubahan komposisi darah
5. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan terbagi dua, yaitu penatalaksanaan
secara nonfarmakologi maupun penatalaksanaan secara farmakologi
(misalnya pemberian heparin dan weafrin).











20





DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. 2001.
Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
2. Katzung BG. 1994. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC
3. T. Heather Herdman. 2009. NANDA International NURSING DIAGNOSES
: Definitions & Classification 2009-2011. Wiley-Blackwell.
4. Sue Moorhead, Marion Johnson, Maridean L. Mass, Elizabeth Swanson.
2008. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition. BOOK AID
International.
5. Gloria M. Bulechek, Howard K. Butcher, Joanne McCloskey Dochterman.
2004. Nursing Interventions Classification (NIC), Fifth Edition. Elsevier.
6. Dahlan M. Trombosis Arterial Tungkai Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI;2007.
7. Tambunan KL. Trombosis : Masalah di Indonesia Masa Kini dan Masa
Datang. Jakarta : Yoga Buana;2009.
8. Supandiman I. Trombosis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI;2001.
9. Rani AA, Soegondo, Nazir AU et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2006.
10. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R et al. Trombosis Vena. Dalam :
Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2001.




21

You might also like