You are on page 1of 8

SUNGAI BRANTAS

MALANG-- Gemericik air yang keluar dari mata air Arboretum Sumber Brantas nampak bening mengalir.
Mata air Sumber Brantas ini adalah daerah hulu sungai Brantas, terletak di lereng Gunung Arjuna Desa
Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu Jawa Timur.Bagi masyarakat Jawa Timur, Sungai
Brantas adalah segalanya. Aliran sungai ini dimanfaatkan untuk kebutuhan irigasi, bahan baku air minum
sampai pembangkit listrik Jawa Bali. Sayang, dari tahun ke tahun kualitas air Sungai Brantas terus
menurun, akibat pencemaran dari limbah industri dan domestik.Belum lagi ancaman musim kemarau
yang mengeringkan aliran sungai.

Debit air sumber Brantas, kata Direktur Teknik Perum Jasa Tirta I, Harianto, terus menyusut.
Menyusutnya debit sumber Brantas dipengaruhi kondisi daerah tangkapan di sekitarnya. Ratusan hektar
hutan rusak, berubah menjadi lahan pertanian.Akibatnya simpanan air di bawah tanah menurun.
Merosotnya debit Sumber Brantas mengakibatkan aliran air Sungai Brantas turut berkurang. Memasuki
musim kemarau, persediaan air di Waduk Sutami Karangkates menipis. Ini ikut mengancam produksi
listrik untuk Pembangkit Jawa Bali. "Tahun 1982 debit sumber Brantas mencapai 12 liter per detik. Tapi
kini, tinggal 1 hingga 2 liter per detik," jelasnya.
Pada musim kemarau lalu, waduk Sutami kritis tingkat elevasi tinggal enam meter dari batas
aman untuk membangkitkan listrik Jawa dan Bali. Untuk itu, menambah persediaan air di waduk Sutami
tidak hanya mengandalkan aliran dari anak sungai Brantas. Perum Jasa Tirta I melakukan rekayasa cuaca
dengan membuat hujan buatan. Proses hujan buatan yang dikerjakan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) menghabiskan dana sebesar Rp 2 miliar. "Sekitar 30 tahun waduk sutami beroperasi,
produksi listrik tidak banyak berkurang.Total listrik 1 miliar per tahun masih tetap tidak berubah.Kecuali
tahun 1997, produksi listrik hanya sekitar 50 persen," urainya.
Sungai Brantas punya arti sangat besar bagi masyarakat Jawa Timur.Sungai ini pun unik, karena
melintas di 12 daerah Jawa Timur sebelum berakhir di Laut Jawa.Jutaan jiwa masyarakat bergantung
pada aliran sungaisepanjang 320 kilometer ini.Dewan Daerah Walhi Jawa Timur Purnawan Dwikora
mengatakan, potensi Sungai Brantas harus dijaga."Sekitar 14 juta masyarakat Jawa Timur bergantung
pada aliran Sungai Brantas," terangnya.

Keberadaan Sungai Brantas semakin terancam dari hari ke hari. Salah satu penandanya adalah
debit air yang terus berkurang. Kalau tak segera diatasi, Jawa Timur bisa menghadapi krisis air bersih.
Ancaman lain yang menimpa Sungai Brantas adalah pencemaran, sumbernya dari limbah domestik
masyarakat dan industri. Sungai dianggap sama dengan tempat sampah. Masyarakat yang
membutuhkan Sungai Brantas, masyarakat juga yang mencemari sungai itu.


Warga yang bermukim di pinggiran sungai Brantas memperlakukannya seperti toilet atau tempat
sampah terpanjang.Mereka membuang sampah, air limbah diterjen dan tinja langsung ke sungai.Kepala
Bagian Penelitian dan Pengelolaan Data Laboratorium Perum Jasa Tirta Vonny Setiyawati mengatakan
limbah di aliran sungai Brantas terbesar berasal dari limbah domestik rumah tangga."Menurut
penelitian yang dilakukan oleh vinie and partner pada tahun 1997, 60 persen limbah itu justru berasal
dari libah domestik," jelasnya.
Namun, Purnawan menganggap penilaian Jasa Tirta itu keliru, sebab yang berpotensi besar
menyumbang limbah berbahaya justru Industri.Sebab, industri juga mengeluarkan limbah beracun dan
berbahaya."Seringkali limbah domestik yang di kedepankan sebagai menyumbang limbah.Hal ini seolah
ingin menutupi penyebab utama yang paling potensial dan paling parah yaitu limbah industri," tegasnya.
Sanksi pidana bagi pelaku pencemaran ternyata tidak membikin jera, tahun 2001 Pengadilan
Negeri Kepanjen memvonis Tommy Peter pemilik industri pegolahan tepung tapioka dengan dua tahun
penjara.Karena, dia membuang limbah tanpa diolah ke Sungai Brantas. Pantuan Jasa Tirta pada
November 2006 lalu menunjukkan bila 70 persen perusahaan membuang limbah dengan baku mutu
jauh di atas ketentuan. Perusahaan-perusahaantersebut diantaranya perusahaan penyamakan kulit,
rokok, tapioka, kertas dan peternakan babi.Guna menjaga kualitas dan kuantitas air di sungai Brantas
Purnawan meminta para pihak seperti pemerintah, pengusaha dan masyarakat untuk menjagasecara
bersama-sama. Dari sisi pemerintah, harus mengupayakan terjaganya keberlanjutan sumber air baik air
permukaan dan air sungai.PDAM misalnya diwajibkan untuk meyisihkan 60 persen keuntungan untuk
upaya koservasi.Bagi perusahaan yang mencemarai harus mencantumkan biaya pengolahan limbah ke
dalam biaya produksi."Salama ini Wahli temui indikasi jarang sekali perusahaan memasukkan upaya
pengolaan limbah dalam biaya produksi," tukasnya. EKO WIDIANTO
Diposkan 20th May 2011 oleh eko widianto

20 Tahun lagi krisis air di Malang Raya memuncak
2 September 2008

Arief Lukman Hakim, ahli kehutanan dari Enviromental Service Program (ESP) Jawa Timur,
mengatakan selain krisis air, ancaman lain adalah bencana tanah longsor dan banjir.
"Dari foto satelit yang dirilis 2006, zona tiga yang berada di kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura)
Raden Soeryo Kec.Bumiaji Kota Batu juga banyak yang gundul.Kondisi ini mengancam kelangsungan
sumber mata air dibawahnya terutama Sumber Binangun di Kec.Bumiaji Kota Batu dan Sumberawan di
Kec. Singosari Kab. Malang," kata Arief, akhir pekan lalu. Dia mengutarakan hal itu di selasela kunjungan
ESP Jatim, PDAM Kota Malang, PDAM Kab. Malang, Perhutani Malang, dan Balai Besar Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru (BBTN BTS) ke Sumber Binangun dan Sumberawan.
Hutan gundul, lanjut dia, merusak daerah penangkapan air di zona perlindungan mata
air.Menurut dia, jika kondisi ini dibiarkan, tidak menutup kemungkinan pemda se-Malang Raya akan
mengalami krisis air dalam kurun waktu 20 tahun mendatang."Selain itu, kerusakan ini juga
akanberpengaruh besar terhadap kehidupan sepertiga jumlah total penduduk di Jatim, mengingat
banyak sumber air di Kota Batu dan Kab. Malang yang mengalir ke Sungai Brantas, tumpuan hidup
mayoritas warga Jatim." Data dari Kantor Dinas Sumber Daya Alam dan Energi (SDAE) Kota Batu
mencatat lebih dari 11 sumber air dalam keadaan mati, sementara 46 sumber mata air dari 111 titik
sumber air yang ada di Kota Batu, debitnya menyusut pada musim kemarau ini.
Perlindungan pengguna
Demikian pula, di wilayah Kab.Malang, dari 640 sumber air yang ada, sepertiganya mengalami
penurunan debit dari 10 liter menjadi 5 liter, bahkan 3 liter per detik."Untuk mengatasi masalah ini,
pemda di Malang Raya harus segera membuat aturan pengelolaan sumber air yang lebih baik,
khususnya perlindungan bagi para penggunanya.Selama ini aturan yang ada hanya penarikan retribusi
pemakaian air, tanpa disertai kewajiban bagi PDAM untuk melakukan perlindungan terhadap sumber
air," tambahnya.Kepala Unit (Kanit) Produksi PDAM Kota Malang, M. Sahran, mengatakan untuk
menjaga kelestarian di sekitar sumber air Binangun, PDAM Kota Malang telah membebaskan 9,3 hektare
lahan.

Langkah lainnya adalah dengan melakukan penghijauan di daerah tangkapan air, dan menanam
sedikitnya 500 pohon setiap tahun."Sejauh ini debit air di sumber Binangun dari tahun ke tahun tidak
mengalami penurunan debit, yakni 250 liter per detik," jelasnya. (k25) (surabaya@bisnis.co.id)

BISNIS INDONESIA

Source :Bisnis Indonesia


MENJAGA BRANTAS, MEMPERTAHANKAN KEHIDUPAN
April 13, 2013 11:49 am | Leave a Comment | admin
Catatan Hari Pertama Susur Brantas I

sahabatsungai.or.id Sahabat Sungai Indonesia mengawali perjalanan susur Brantas 1 di daerah Bunul,
Malang pada sabtu(13/4) pagi. Tujuh personel yang menjadi bagian dari tim air melakukan penyusuran
sungai, sementara empat personel yang tergabung dalam tim darat melakukan pengamatan pada lokasi-
lokasi hulu sungai Brantas. Pemilihan lokasi kecamatan Bunul sebagai lokasi awal karena tempat ini
menjadi pertemuan aliran dari hulu timur dan sebagian hulu barat, yang kemudian bertemu lagi dengan
sungai yang berhulu di Sumber Brantas.
Brantas, sungai dengan panjang aliran 320 Km (melintasi Kota Batu, Kota Malang, Kabupaten Malang,
Kabupaten Blitar, Kabupaten Tulung Agung, Kabupaten Kediri, Kabupaten Jombang, Kabupaten
Mojokerto, Kota Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo dan kemudian lurus ke Laut Jawa (Selat Madura).
Menghidupi lebih dari 14 juta jiwa penduduk Jawa Timur, yang digunakan untuk keperluan domestik,
irigasi, industri, rekreasi, pembangkit tenaga listrik, dan perikanan.
Anton Novenanto, sosiolog Universitas Brawijaya yang ikut bergabung bersama tim darat
mengungkapkan bahwa peranan manusia bisa memberi perbedaan pada kawasan sungai. Kita
harusnya tidak hanya melihat bagaimana sungai mempengaruhi perkembangan peradaban manusia,
namun juga bagaimana politik manusia mempengaruhi kondisi sungai, ungkapnya. Kemauan
masyarakat untuk memperhatikan sungai pada akhirnya juga akan menyelamatkan kehidupan bersama.
Merujuk pada data Badan Lingkungan Hidup dan penelitian Wahana Lingkungan Hidup,
Konfigurasi titikmata air dan kebutuhan mata air di Malang Raya menunjukkan kecenderungan kritis.
Kabupaten Malang misalnya, memiliki 873 sumber air dengan debit airnya bervariatif antara 1 liter
perdetik 4 ribu liter perdetik. Tahun 2008 tercatat sepertiga dari sumber air yang ada mengalami
penurunan debit air.Sumber air di Batu dari 111 titik yang tersebar di Kecamatan Bumiaji sumber air
yang ada 57 titik saat ini tinggal 28 titik. Sedangkan di Kecamatan Batu dari 32 sumber air tinggal 15 titik.
Sementara itu sumber air di Kecamatan Junrejo dari 22 titik tinggal 15 titikDi Kota Malang sumber air
PDAM Malang berasal dari 7 sumber air : Wendit, Karangan, Binangun, Banyuning, Supit Urang, Dieng,
dan Candi Badut. Jumlah pelanggan yang dilayani sampai saat ini sebanyak 98 ribu pelanggan
Sepanjang aliran Kalisari-Bango-Amprong-Brantas yang mengalir di tengah Kota Malang
teridentifikasi adanya 107 mata air pada sisi kiri (Timur) dan kanan (Barat) Sungai, di mana banyaknya
mata air di dominasi pada bantaran sebelah kiri (Timur) Sungai. (Kualitas air pada mata air tersebut
masuk dalam golongan B, yakni air dapat diminum dengan perlakuan.
Karakeristik pencemaran yang ada adalah menjelang masuk aliran Kali Amprong di bawah
Jembatan Muharto hingga masuk aliran Kali Brantas di Tempuran Mergosono hampir 98% limbah
didominasi oleh limbah domestik, yakni limbah yang berasal dari hunian rumah tangga maupun indsutri-
industri rumahan semacam usaha pemotongan ayam. Sementara itu selepas aliran Kali Brantas di
tempuran ke arah selatan, ditemui adanya limbah industri (2%) diantaranya adalah pencemaran industri
pabrik kulit Cipto Mulyo, limbah industri Rumah Potong Hewan, limbah penggergajian kayu, limbah
penggilingan padi (sekam), limbah ampas tahu, maupun limbah dari lairan buangan rumah sakit.
Tim menemukan beberapa titik gundukan sampah di sepanjang etape pertama. Ada juga
bangunan-bangunan yang berbatas langsung dengan sungai, ujar Nanang, salah satu anggota tim air.
Sementara itu di wilayah hulu tim mendapatkan catatan bagaimana komunitas di Bulukerto
mempertahankan sumber mata air dari desakan industri pariwisata. Sesuai Perda seharusnya diwilayah
tersebut tidak boleh dibangun hotel, karena tempat itu masih termasuk dalam kawasan lindung
setempat, terang Abdul Rokhman, bagian hukum Walhi Jatim yang turut mendampingi masyarakat.
Lebih lanjut ia menerangkan bahwa sumber mata air Gemulo merupakan salah satu sumber mata air
tersisa yang masih bisa dimanfaatkan langsung oleh masyarakat Batu.

Temuan SSI di bagian hulu ini setidaknya perlu ditindaklanjuti dengan penggalian informasi lebih
mendalam terkait perubahan yang terjadi dan juga bagaimana memberikan dukungan kepada
komunitas yang memepertahankan kawasannya dari kerusakan.

(c) Sahabat Sungai Indonesia

Posted in: Sahabat Sungai Indonesia


Akibat Sedimentasi, Debit Air Brantas Kritis
29 JULI 2009 NO COMMENT


Penanganan sumber air dan aliran Brantas di Kota Batu segera dilakukan secara terpadu antara
Pemkot Batu, Pemprov Jatim dan masyarakat. Tujuannya untuk mengatasi sedimentasi sungai dan krisis
sumber air.Penanganan terpadu sumber air Brantas ini pun sudah dibicarakan antara Pemprov Jatim
dan Pemkot Batu. Pembahasannya dipimpin Wali Kota Batu Eddy Rumpoko.Salah satu fokus
pembicaraan yakni tentang lingkungan hidup dalam hal ini Sungai Brantas. Karena Batu adalah hulu
Brantas yang mengaliri 14 daerah di Jawa Timur, kata Kabag Humas dan Protokoler Pemkot Batu,
Eko Suhartono.
Berdasarkan data Malang Post, 57 dari 111 sumber air di Batu mulai kritis. Ini menyusul penurunan debit
air secara drastis. Dari 57 sumber air yang kritis itu, 30 persennya terdapat di Bumiaji.Kondisi sumber air
yang kian memprihatinkan terdapat di tiga kawasan.Yakni , sumber air di Gemulo, Binangun dan
Banyuning. Di tiga sumber air itu, debit airnya mulai mengalami penurunan dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir.Di sumber air Binangun yang digunakan PDAM Kota Malang, misalnya, saat ini debit airnya 230
liter per detik, padahal sebelumnya 250 liter per detik. Atau mulai terdapat penurunan debit sekitar 20
liter per detik.
Lebih lanjut, Eko mengatakan, salah satu bentuk penanganan sumber air yakni melakukan penghijauan
secara rutin.Selain itu partisipasi masyarakat menjaga kebersihan sungai terus ditingkatkan.
(van/nug/malangpost)

Keywords: air, Brantas, konservasi, lingkungan, sungai


Menyelamatkan Kali Brantas
Oleh Prigi Arisandi
Sebagian besar wilayah Jawa Timur selama ini menggantungkan hidupnya pada daerah aliran
Sungai Brantas.Perkembangan peradaban Jatim dimulai dari sumber-sumber air atau
DAS.Perkembangan kerajaan bergantung pada DAS Brantas yang dimulai dari Kadiri di Kediri; Singosari
di lereng Gunung Arjuno, Malang; dan Majapahit di kaki Gunung Kelud serta Welirang. Sungai dan
sumber mata air diperlakukan sebagai tempat suci, ditandai adanya bangunan tetenger berupa candi,
stupa, atau petirtaan.
Namun, peradaban telah berubah.Banyak sekali perilaku destruktif yang berbanding terbalik
dengan perilaku masyarakat pada zaman kejayaan kerajaan sebelum abad ke-19.Masyarakat "modern"
kini menganggap sumber daya air menjadi komoditas/barang ekonomi yang harus dieksploitasi.Maka,
tidak jarang kita melihat pelanggaran aturan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) yang menyebabkan
rusaknya kawasan konservasi di daerah hulu.
Pemerintah, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2008 tentang pengelolaan
sumber daya air, menetapkan Kali Brantas menjadi sungai strategis nasional sejak tahun 2006. Hal ini
merujuk pada besarnya kontribusi DAS Brantas pada stok pangan nasional, yang mencapai 9 juta ton
beras per tahun atau hampir 18 persen stok pangan nasional.
Sungai Brantas mempunyai panjang 320 kilometer (km) dan memiliki DAS seluas 12.000 km
persegi, yang mencakup lebih kurang 25 persen luas Provinsi Jatim. Jumlah penduduk di DAS Brantas
saat ini diperkirakan lebih dari 15,5 juta orang (angka tahun 2003) atau 43 persen jumlah penduduk
Jatim. Kepadatan rata-rata di DAS Brantas adalah 1.290 jiwa per km2, yang lebih kurang 1,2 kali
dibandingkan dengan rata-rata Provinsi Jatim.
Namun sayang, sampai saat ini banyak kewenangan belum dijalankan pemerintah pusat
maupun daerah dalam mengelola Sungai Brantas.Ini menimbulkan kerusakan DAS Brantas. Dari hulu,
indikasi kerusakan dapat dilihat dengan semakin menyusutnya jumlah mata air di daerah- daerah hulu
kawasan di lima gunung yang menjadi sumber Sungai Brantas, yaitu Gunung Arjuno, Welirang, Kelud,
Kawi, dan Wilis.
Sumber mata air di Kota Batu telah mengering. Sebanyak 11 mata air mengering, sedangkan 46
mata air mengalami penurunan debit dari 10 meter kubik (m3) per detik menjadi kurang dari 5 m3 per
detik. Matinya mata air diakibatkan berkurangnya kawasan resapan air karena alih fungsi hutan lindung
menjadi lahan produksi (pertanian tanaman semusim) sejak akhir tahun 1990-an. Jumlah mata air di
Batu mencapai 170 buah pada tahun 2007, menurun menjadi 111 mata air pada 2008, dan tinggal 46
mata air pada tahun 2009.
Sebanyak 16 kota/kabupaten selama ini memanfaatkan air Sungai Brantas sebagai bahan baku
air minum sebanyak 14,4 m3 per detik pada tahun 2005 dan akan meningkat menjadi 24,1 m3 per detik
pada tahun 2020. Apabila tidak ada perbaikan pengelolaan Sungai Brantas, pada tahun 2020 Jatim akan
mengalami defisit air karena suplai Sungai Brantas yang mencapai 39,62 m3 per detik tidak akan bisa
memenuhi kebutuhan air pada tahun 2020 yang mencapai 43,12 m3 per detik (sumber: Perum Jasa Tirta
1 Malang).
Di kawasan Brantas tengah, kerusakan bangunan air seperti jembatan, tanggul banjir, dan
saluran irigasi menelan biaya miliaran rupiah akibat aktivitas penambangan pasir menggunakan ponton.
Di kawasan hilir, Sungai Brantas digerojok 330 ton limbah cair per hari, yang 63 persen berasal dari
limbah domestik dan 37 persen dari limbah industri. Padahal, sebanyak 16 kota/kabupaten di wilayah
DAS Brantas setiap hari memanfaatkan 20 m3 per detik air Sungai Brantas untuk bahan baku PDAM.
Sebelum manfaat Kali Brantas hilang, dibutuhkan upaya bijaksana pemerintah, baik pemerintah
pusat maupun Pemerintah Provinsi Jatim dan pemerintah kabupaten/kota dalam mengorganisasi
pengelolaan DAS Brantas.Dibutuhkan banyak kerja keras untuk menjauhkan masyarakat Jatim dari krisis
lingkungan hidup di DAS Brantas.Segera dibuat sistem tanggap darurat pencemaran sungai karena
selama ini pencemaran yang tinggi dan bersifat menahun tidak pernah ditangani serius.Maka, setiap
tahun selalu terulang peristiwa seperti ikan mati massal di Bendungan Sutami, Malang; Kali Porong,
Sidoarjo; dan Kali Surabaya. Pemerintah juga harus menyediakan sarana sanitasi komunal bagi
masyarakat yang tinggal di kawasan DAS sebagaimana amanat PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran.
Penyediaan sarana sanitasi ini penting karena 63 persen sumber pencemaran air di Kali Brantas
adalah limbah domestik yang umumnya berasal dari rumah tangga. Kawasan lindung di daerah hulu
diperluas dan tata air dikembalikan dengan merehabilitasi lahan-lahan di kawasan hulu. Upaya
rehabilitasi wajib melibatkan masyarakat daerah hilir yang paling sering memanfaatkan air Sungai
Brantas. Banyak sekali kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan-perusahaan besar dengan menanam
pohon di kawasan perkotaan. Pemerintah juga harus memberikan insentif pada industri yang
menerapkan produksi bersih dan teknologi ramah bagi air Sungai Brantas.
Prigi Arisandi Tim Kajian Pengelolaan Brantas Dewan Lingkungan Hidup Jawa Timur








Hulu Sungai Brantas Krisis
Posted on May 22, 2013 by semestahijau
Konversi lahan hutan menjadi pertanian sayur menjadi penyebab degradasi lingkungan di kawasan hulu
Sungai Brantas Konversi lahan hutan menjadi pertanian sayur menjadi penyebab degradasi lingkungan di
kawasan hulu Sungai Brantas
MALANG, KOMPAS Masa depan Daerah Aliran Sungai Brantas terus dicemaskan dengan
munculnya gejala krisis air di hulu Sungai Brantas di kawasan arboretum dan daerah penyangganya di
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur. Sebanyak 111 sumber air di wilayah ini yang merupakan
pemasok air hulu Brantas, berdasarkan hasil survei 2006, kini hanya tersisa 54.Itu pun dalam kondisi
memprihatinkan, bahkan pada saat musim hujan sekarang.
Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Batu, yang pernah menerima Danamon Award
sebagai penyelamat lingkungan 2012, Bambang Parianom di Batu, Jumat (22/3), menjelaskan, kawasan
arboretum yang selama ini dipahami sebagai area yang mengamankan pasokan sumber air Brantas tidak
dapat lagi diandalkan. Debit sumber air mengecil dan diyakini tidak lagi memiliki debit seperti
perhitungan tahun 2006 sebesar 6,9 liter per detik.Kerusakan lingkungan di wilayah hulu akibat tekanan
deforestasi kawasan hutan di Kecamatan Bumiaji terus berkembang.Tanaman sayur-sayuran bahkan kini
ditanam di tepi sungai hulu Brantas.
Padahal ini seharusnya hutan.Sampai tahun 2005 hutan wilayah ini wewenang Perhutani.Namun, entah
bagaimana Perhutani mengizinkan pembukaan hutan untuk lahan tanaman komersial hortikultura
sehingga terjadi penurunan debit.Kawasan yang seharusnya menjadi hutan Kota Batu mencapai 11.227
hektar, tetapi terus berkurang, kata Bambang.
Rombongan buruh tani beranjak pulang dari lahan tempat bekerja di Desa Sumber Brantas,
Bumiaji, Batu.Rombongan buruh tani beranjak pulang dari lahan tempat bekerja di Desa Sumber
Brantas, Bumiaji, BatuHari Kamis, Bambang yang memimpin LSM Pusaka dalam proyek penyelamatan
Sungai Brantas melakukan aksi konservasi bekerja sama Dompet Dhuafa. Mereka menanam 7.500
pohon jambu merah, kopi, kesemek, dan beberapa jenis pohon kayu.
Alat penjernih air
Memperingati Hari Air Sedunia, sejumlah organisasi yang peduli ketersediaan air bersih di
Kabupaten Bandung memasang satu unit alat penjernih air di Kampung Ciwalengke, Kecamatan
Majalaya, Kabupaten Bandung.Alat tersebut diharapkan menjadi solusi awal bagi ribuan warga yang
selama ini terpaksa menggunakan air dari sungai karena tidak ada sumber air bersih.Organisasi yang
terlibat di antaranya Koordinator Komunitas Peduli Cikapundung, Komunitas Elemen Lingkungan (Eling),
dan Greenpeace. (ODY/ADH)
Sumber: Kompas.com

You might also like