Pengecekkan Anti HBs adalah untuk mengetahui adanya antibodi/zat
kekebalan terhadap virus Hepatitis B. Pada penderita Hepatitis B, anti HBs positif merupakan tanda kesembuhan. Pada pasien yang belum / sudah mendapatkan vaksinasi Hepatitis B, jika anti HBs positif berarti pasien sudah mempunyai kekebalan terhadap infeksi virus Hepatitis B. Disarankan untuk rutin memeriksakan kadar anti HBs, jika kadar Anti HBs menurun, perlu diberikan vaksinasi ulang. Jika HBsAg dan Anti HBs negatif, pasien belum pernah terinfeksi dan belum mempunyai kekebalan terhadap infeksi Hepatitis B, disarankan untuk vaksinasi.
Imunisasi Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B (hepB) harus segera diberikan setelah lahir, mengingat vaksinasi hepB merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya (Ranuh, 2008).
Fungsi imunisasi Hepatitis B
Imunisasi Hepatitis B ditujukan untuk memberi tubuh kekebalan terhadap penyakit Hepatitis B (Proverawati, 2010).
Kandungan vaksin Hepatitis B
Kandungan vaksin ini adalah HBsAg dalam bentuk cair (Proverawati, 2010).
Cara pemberian imunisasi Hepatitis B
Imunisasi Hepatitis ini diberikan melalui injeksi intramuskular dalam. Dosis pertama (HB-0) diberikan segera setelah bayi lahir atau kurang dari 7 hari setelah kelahiran. Vaksin ini menggunakan PID ( Prefilled Injection Device ), merupakan jenis alat suntik yang hanya bisa digunakan sekali pakai dan telah berisi vaksin dosis tunggal dari pabrik. Vaksin ini diberikan dengan dosis 0,5 ml. Vaksin tidak hanya diberikan pada bayi. Vaksin juga diberikan pada anak usia 12 tahun yang di masa kecilnya belum diberi vaksin Hepatitis B. Selain itu orang-orang yang berada dalam rentan risiko Hepatitis B sebaiknya juga diberi vaksin ini(Proverawati, 2010).
Efek Samping pemberian imunisasi Hepatitis B
Efek samping yang terjadi umumnya berupa reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari (Proverawati, 2010). Kadang-kadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari (Ranuh, 2008).
Kontraindikasi imunisasi Hepatitis B
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang (Proverawati, 2010). Kehamilan dan laktasi bukan indikasi kontra imunisasi VHB (Ranuh, 2008).
Jadwal imunisasi Hepatitis B
1) Imunisasi hepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir, mengingat paling tidak 3,9% ibu hamil mengidap Hepatitis B aktif dengan risiko penularan kepada bayinya sebesar 45%. 2) Imunisasi hepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi hepB-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal, interval imunisasi hepB-2 dengan hepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan. 3) Jadwal dan dosis hepB-1 saat bayi lahir, dibuat berdasarkan status HBsAg ibu saat melahirkan yaitu ibu dengan status HBsAg yang tidak diketahui, ibu HBsAg positif atau ibu HBsAg negatif (Ranuh, 2008).
Hepatitis B saat bayi lahir, tergantung status HBsAg ibu
1) Bayi lahir dari ibu dengan status HBsAg yang tidak diketahui hepB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan dilanjutkan pada umur 1 bulan dan 3-6 bulan. Apabila semula status HBsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HBsAg positif maka ditambahkan Hepatitis B Imunoglobulin (HBIg) 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari. 2) Bayi lahir dari ibu dengan status HBsAg positif diberikan vaksin hepB-1 dan HBIg 0,5 ml secara bersamaan dalam waktu 12 jam setelah lahir (Ranuh, 2008).
Ulangan imunisasi Hepatitis B
Imunisasi ulang (booster) pada usia 5 tahun belum diperlukan. Idealnya pada usia 5 tahun dilakukan pemeriksaan kadar anti HBs. Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi Hepatitis B dengan jadwal 3 kali pemberian. Ulangan imunisasi Hepatitis B (hepB-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun, apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti HBs 10 ug/ml) (Ranuh, 2008).
Imunisai pasif
Hepatitis B Immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat segera memberikan proteksi meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan). HBIg hanya diberikan pada kondisi pasca paparan (needle stick injury, kontak seksual, bayi dan ibu VHB, terciprat darah ke mukosa atau ke mata). Sebaiknya HBIg diberikan bersamaan vaksin VHB sehingga proteksinya berlangsung lama.
Imunisasi aktif
Vaksin VHB yang tersedia adalah vaksin rekombinan pemberian ketiga seri vaksin dan dengan dosis yang sesuai rekomendasinya, akan menyebabkan terbentuknya respons protektif (anti HBs 10 mlU/ml) pada > 90% dewasa, bayi, anak dan remaja. Vaksin diberikan secara intramuscular dalam. Pada neonatus dan bayi diberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa diberikan di regio deltoid (Ranuh, 2008).
Efektivitas, lama proteksi
Efektivitas vaksin dalam mencegah infeksi VHB adalah 90-95%. Memori sistem imun menetap minimal sampai 12 tahun pasca imunisasi sehingga pada anak normal, tidak dianjurkan untuk imunisasi booster. Pada pasien hemodialisis, proteksi vaksin tidak sebaik individu normal dan mungkin hanya berlangsung selama titer anti HBs 10 mlU/ml. Pada kelompok ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan anti HBs setiap tahun dan booster diberikan bila anti HBs turun menjadi, 10 mlU/ml (Ranuh, 2008).
Non Responder
Mereka yang tidak memberikan respons terhadap imunisasi primer, diberikan vaksinasi tambahan (kecuali bila HBsAg positif). Tambahan satu kali vaksinasi menyebabkan 15%-25% non responder memberikan respons antibodi yang adekuat. Bila vaksinasi diulang 3 kali, sampai dengan 40% dapat membentuk antibodi yang adekuat. Bila sesudah 3 kali vaksinasi tambahan tidak terjadi serokonversi, tidak perlu tambahan imunisasi lagi (Ranuh, 2008).
Uji Serologis
Pada bayi-anak, pemeriksaan anti-HBs pra dan pasca imunisasi tidak dianjurkan. Uji serologis pra imunisasi hanya dilakukan pada yang akan memperoleh profilaksis pasca paparan dan individu berisiko tinggi tertular infeksi HBV. Uji serologis pasca imunisasi perlu dilakukan pada bayi dan ibu pengidap VHB, individu yang memperoleh profilaksis pasca paparan dan pasien imunokompromis. Uji serologis pasca imunisasi ini dilakukan 1 bulan sesudah imunisasi ke-3 (Ranuh, 2008). Kadar Kolesterol Total
Kolesterol adalah senyawa kimia yang secara alami diproduksi oleh tubuh dan secara struktural kombinasi lipid (lemak) dan steroid. Kolesterol adalah sebuah blok bangunan untuk membran sel dan hormon seperti estrogen dan testosteron. Kolesterol merupakan prekursor utama biosintesis hormon-hormon steroid, misalnya androgen dan glukortinoid, yang berperan dalam pembentukan membrane sel-sel eukariotik. Kolesterol adalah biomolekul sejenis lipid yang mempunyai rangkaian empat struktur siklik lima atau enam karbon. Kolesterol dapat ditemukan dalam membran sel dan disirkulasikan dalam plasma darah.
Gambar 1 : Struktur Kolesterol
Kolesterol memiliki kelarutan yang rendah dalam air karena adanya perbedaan dan tidak larut dalam darah sehingga kolesterol diangkut dalam darah dengan bentuk partikel seperti bola dan dibawa oleh protein yang disebut lipoprotein. Lapisan luar lipoprotein terbentuk dari kolesterol ampifilik dan molekul fosfolipid, dipenuhi dengan protein, yang mengelilingi inti hidrofobik trigliserida dan kolesterol ester. Terdapat lima jenis protein, yaitu kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), intermediet density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Kilomikron dan VLDL lebih banyak mengandung porsi trigliserida, sedangkan LDL dan HDL lebih banyak mengandung porsi kolesterol.
Kolesterol berfungsi membentuk dinding sel (membran sel) dalam tubuh. Selain itu ia juga berperan penting dalam produksi hormon seks, vitamin D, serta untuk fungsi otak dan saraf. Manusia rata-rata membutuhkan 1.100 miligram kolesterol per hari untuk memelihara dinding sel dan fungsi fisiologis lain. Kolesterol yang terdapat dalam tubuh manusia berasal dari dua sumber utama yaitu dari makanan yang dikonsumsi dan dari pembentukan oleh hati. Kolesterol yang berasal dari makanan terutama terdapat pada daging, unggas, ikan, dan produk olahan susu. Jeroan daging seperti hati sangat tinggi kandungan kolesterolnya, sedangkan makanan yang berasal dari tumbuhan justru tidak mengandung kolesterol sama sekali (Akang, 2009).
Sedikitnya lebih dari separuh jumlah kolesterol dalam tubuh berasal dari sintesis (sekitar 700 mg/hari), dan sisanya berasal dari makanan sehari-hari. Pada manusia, hati menghasilkan kurang lebih 10% dari total sintesis, sementara usus sekitar 10% lainnya. Pada hakekatnya semua jaringan yang mengandung sel-sel berinti mampu mensintesis kolesterol. Fraksi mikrosomal (reticulum endoplasma) dan sitosol sel terutama bertanggung jawab atas sintesis kolesterol. Biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi 5 tahap yaitu :
(1) Mevalonat yang merupakan senyawa enam karbon disintesis dari asetil KoA, (2) Unit isoprenoid dibentuk dari mevalonat dengan menghilangkan CO 2 , (3) Enam unit isoprenoid mengadakan kondensasi untuk membentuk intermediet, skualen, (4) Skualen mengalami siklisasi untuk menghasilkan senyawa steroid induk, yaitu lanosterol, (5) Kolesterol dibentuk dari lanosterol setelah melewati beberapa tahap lebih lanjut, termasuk menghilangnya tiga gugus metil (Murai, dkk, 2003)
Penentuan kolesterol secara akurat menjadi penting karena berhubungan erat dengan terjadinya penyakit jantung koroner. Dari data didapatkan hasil bahwa sampel tersebut mengandung 317 mg/dl. Kadar tersebut tinggi. Rentangan kadar kolesterol total dalam darah manusia ditampilkan pada tabel dibawah ini:
Jika kadar kolesterol seseorang melebihi batas normal, maka hal tersebut menandakan adanya satu atau beberapa penyakit hypercholesterolemia seperti hiper lipoproteinaemas tipe I-V, sindrom neprotik, miksodema, dan diabetes mellitus. Sedangkan jika kadar kolesterol seseorang kurang dari batas normal, maka hal tersebut menandakan adanya satu atau beberapa penyakit hypocholesterolemia seperti hyperthyroidism (aktivitas kelenjar tiroid yang berlebih) dan abetalipoprotenemia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar kolesterol darah meliputi diet, berat badan, olahraga, usia dan jenis kelamin, diabetes, keturunan, dan penyebab lainnya seperti obat dan kondisi medis. Individu lebih dari 20 tahun harus mendapatkan tingkat kolesterol mereka diukur setidaknya sekali setiap lima tahun. Praktisi kesehatan merekomendasikan kadar kolesterol seseorang tetap di bawah 200. Obat-obatan yang tersedia untuk mengobati kolesterol tinggi termasuk statin, niasin, resin asam empedu, dan turunan asam fibric. Obat untuk menurunkan kadar kolesterol darah yang paling efektif bila dikombinasikan dengan diet rendah kolesterol.
Salah satu penyebab utama kadar kolesterol dalam darah menjadi terlalu tinggi adalah terlalu banyak makan makanan yang mengandung : Kadar (mg/100 ml) Kurang dari 200 Normal Antara 200-239 Batas normal-tinggi Lebih dari 240 Tinggi
Lemak jenuh, yang kebanyakan ditemukan dalam produk hewani. Kolesterol, yang hanya ditemukan dalam produk hewani.
Beberapa faktor lain juga mempengaruhi kadar kolesterol darah, antara lain : Keturunan. Kolesterol tinggi seringkali menurun di dalam keluarga. Meskipun penyebab genetik tertentu telah diidentifikasi hanya pada sebagian kecil kasus, namun genetik tetap memiliki peran dalam mempengaruhi kadar kolesterol darah. Berat Badan. Kelebihan berat badan cenderung meningkatkan kadar kolesterol darah. Jadi menurunkan berat badan dapat membantu menurunkan kadar kolesterol darah. Olahraga. Aktivitas fisik yang teratur tidak hanya dapat menurunkan kolesterol LDL, tetapi juga dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL. Usia dan jenis kelamin. Sebelum menopause, wanita cenderung memiliki kadar kolesterol total yang lebih rendah dibandingkan pria pada usia yang sama. Kadar kolesterol pada wanita dan pria, secara alami meningkat seiring bertambahnya usia. Menopause sering dikaitkan dengan peningkatan kolesterol LDL pada wanita. Stres. Penelitian memang belum menunjukkan bahwa stres memiliki keterkaitan langsung dengan kadar kolesterol. Tetapi para ahli mengatakan bahwa karena orang kadang-kadang makan makanan berlemak untuk menghibur diri ketika mereka sedang stres, maka hal ini dapat menyebabkan kolesterol darah tinggi.
Kabar baiknya adalah banyak faktor risiko tersebut dapat dikendalikan dengan perubahan gaya hidup, misalnya : diet, menurunkan berat badan, atau program olahraga, atau berhenti merokok. Obat-obatan mungkin juga diperlukan bagi beberapa orang. Bahkan, kadang-kadang satu perubahan gaya hidup dapat membantu mengendalikan beberapa faktor risiko. Sebagai contoh, menurunkan berat badan dapat menurunkan kadar kolesterol darah, membantu mengendalikan diabetes, dan menurunkan tekanan darah tinggi.
Tetapi ada faktor-faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan, antara lain: Usia. Usia 45 tahun atau lebih untuk pria dan 55 tahun atau lebih untuk wanita. Riwayat keluarga mengenai penyakit jantung dini. Misalnya, ayah atau saudara yang terkena penyakit jantung sebelum usia 55 tahun, ibu atau saudara perempuan yang terkena penyakit jantung sebelum usia 65 tahun