Antagonis reseptor leukotriene, zafirlukast, dan montelukast, menggambarkan keadaan
tersebut penelitian - penelitian klinis membuktikan bahwa obat-obat tersebut dapat
meningkatkan pengendalian asma, tetapi tidak satupun dapat menyembuhkan atau efektif terhadap semua pasien. Hipotesis penelitian tersebut-spasme bronkus pada asma terjadi sebagai hasil dari kombinasi rilis mediator-mediator dan peningkatan respons terhadap efeknya-menimbulkan dugaan bahwa asma dapat diobati secara efektif dengan menggunakan obat-obat yang bekerja dengan mekanisme yang berbeda. Spasme bronkus pada asma kemungkinan dapat dicegah, misalnya dengan menggunakan obat-obat yang dapat mengurangi jumlah IgE yang terikat pada sel-sel mast antibody anti-IgE!, dengan mencegah degranulasi sel-sel mast cromolys atau nedocromil, simpatomimetika, penyakat kanal kalsiun "#a!$, dengan menyakat efek produk- produk yang dirilis histamin dan antagonis reseptor leukotrine!, menghambat efek acetylcholine yang dirilis dari saraf-saraf motor %agal antagonis muskarinik!, atau secara langsung dengan merelaksasi otot polos jalan napas obat-obat simpatomimetik, theophylline! &at'ung, ())*!. Apapun mekanisme yang bertanggung jawab terhadap terjadinya hiperakti%itas bronchial, bronkhokonstriksi di duga bukan hanya merupakan efek langsung dari mediator yang dirilis tetapi juga dari pengaktifan jalur saraf atau hormone. +eningkatan reakti%itas yang dikaitkan dengan alergen inhalasi dengan respon asma tahap akhir yang bertahan lama dan juga karena dapat dicegah dengan kortikosteroid per inhalasi yang diberikan segera sebelum berhadapan dengan antigen, menimbulkan dugaan bahwa terjadi respons tersebut disebabkan oleh inflamasi jalan nafas &at'ung, ())*!. ,ukti atas pentingnya jalur saraf berasal dari penelitian pada hewan uji coba. Spasme bronkus pada anjing dalam pemberian histamin dapat sangat dikurangi dengan pemberian pra pengobatan anestesi lokal per inhalasi, dengan pemotongan saraf %agus dan dengan pra pengobatan antropine yaitu suatu antagonis kompetitif acetylcholine. +enelitian pada pasien asma, bagaimanapun juga, membuktikan bahwa pemberian atropine hanya menyebabkan penurunan-bukan menghilangkan-respon spasme bronkus terhadap antigen dan terhadap rangsangan nonantigenik seperti olahraga atau menghirup udara dingin, sulfur dio-ide, atau air suling. Sementara itu, diduga bahwa akti%itas di dalam jalur saraf lain misalnya system nonadrenergik, system nonkolinergek! mempunyai peran pada respon bronkomotor terhadap stimulus yang nonspesifik misalnya nonantigenik!, hambatan yang dapat terjadi dengan pemberian cromolyn, obat yang menghambat degranulasi sel-sel mast, menimbulkan dugaan bahwa baik stimulus antigenik dan nonantigenik menyebabkan rilis berbagai mediator dari sel-sel mast yang dapat menstimulasi kontraksi otot polos dengan mekanisme langsung atau tak langsung. Secara teoritis bronkospasme dapat dihilangkan dengan cara. *! stimulasi saraf simpatis yang ke paru-paru, obatnya dinamakan simpatomimetika/ (! memblok kerja parasimpatis yang ke paru, obatnya dinamakan parasimpatolitik atau antikolinergik/ 0! memblok kerja histamin pada otot polos bronkus. ,lokade kerja histamin pada otot polos bronkus dapat diperlihatkan pada binatang percobaan yang sebelumnya diberi adrenalin, kemudian di inhalasi dengan histamin, maka binatang tidak mengalami bronkokonstriksi. Sedangkan pada binatang yang tidak diberi adrenalin sebelumnya akan mati bila diinhalasi dengan histamin. ,anyak obat yang dapat mempengaruhi otot polos bronkus, ada yang menyebabkan konstriksi dan ada yang menyebabkan dilatasi 1unaf, *223!.