You are on page 1of 19

1 | P a g e

PAPER
Disampaikan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Sistem
Neurobehaviour 2
Dosen Pengampu : Ns. Tutur Kardiatun, M. Kep



Di susun oleh :

ANGGA HERLANGGA (SR122060671)
ARDIANTI (SR122060672)


Kelas : 3A

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER SEMESTER V
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2014
2 | P a g e

Asuhan Keperawatan Halusinasi
A. Definisi
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca
indera seseorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya mungkin
organik, fungsional, psikotik ataupun histerik. (Maramis,2000)
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang
nyata, artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/rangsang
dari luar. Halusinasi merupakan distorsi persepsi yang muncul dari berbagai indera.
(Stuart & Laraia, 2005)
Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang dimana tidak
terdapat stimulus. (varcarolis, 2006)
Jadi menurut penulis Halusinasi adalah persepsi klien yang salah terhadap
lingkungan tanpa stimulus yang nyata, yang memberi persepsi atau pendapat yang
salah tentang sesuatu tanpa ada objek/rangsangan.

B. Rentang respon halusinasi ( berdasarkan Stuart dan Laria, 1998).

Respon Adaptif Respon Maladaftif

Pikiran logis - Pikiran kadang menyimpang - Gangguan proses
Persepsi akurat -Ilusi piker/delusi/waham
Emosi konsisten -Reaksi emosional - ketidakmampuan untuk
dengan pengalaman berlebihan/kurang mengalami emosi
Perilaku sesuai -Perilaku ganjil -Ketidakteraturan
Hubungan sosial -Menarik diri -Isolasi sosial
harmonis -Halusinasi


C. Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi
1. Tahap I (Sleep Disorder)
Fase awal individu sebelum muncul halusinasi.
3 | P a g e

Karakteristiknya :
Individu merasa banyak masalah, ingin menggindar dari orang lingkungan, takut
diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah.

Masalah makin terasa sulit, karena berbagai stressor terakumulai (misal : putus cinta,
dikhianati kekasih, di PHK, bercerai, masalah dikampus dan lain-lain)
Masalah semakin terasa menekan, support sistem kurang dan persepsi terhadap
masalah sangat buruk.

Sulit tidur terus menerus sehingga terbiasa menghayal.

Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai upaya pemecahan masalah.

2. Tahap II (Comforting Moderate Level of Anxiety)
Halusinasi bersifat menyenangkan dan secara umum individu terima
sebagai sesuatu yang alami.
Karakteristiknya :
Individu mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, perasaan berdosa dan ketakutan.

Individu mencoba untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan dan pada
penenangan pikiran untuk mengurangi kecemasan tersebut. Individu beranggapan
bahwa pengalaman pikiran dan seensori yang dialaminya dapat dikontrol atau
dikendalikan jika kecemasan lainnya bisa diatasi.
(dalam tahap ini ada kecenderungan individu merasa nyaman dengan halusinasinya
dan halusinasi bisa bersifat sementara).

Perilaku yang muncul adalah menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara, gerakan mata cepat, respon verbal
lamban, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.

3. Tahap III (Condemning Severe Level of Anxiety)
Halusinasi bersifat menyalahkan, sering mendatangi individu, dan secara
umum halusinasi menjijikkan.
4 | P a g e

Karakteristiknya :
Pengalaman sensori individu menjadi sering datang dan mengalami bias.

Pengalaman sensori mulai bersifat menjijikkan dan menakutkan, mulai merasa
kehilangan kendali dan merasa tidak mampu lagi mengontrolnya.

Mulai berusaha untuk menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang sumber
yang dipersepsikan individu.

Individu mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya tersebut dan
menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama.

Perilaku yang muncul adalah terjadi peningkattan sistem syaraf otonom yang
menunjukkan ansietas atau kecemasan, seperti : pernafasan meningkat, tekanan
darah dan denyut nadi meningkat, konsentrasi menurun, dipenuhi dengan
pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan
antara halusinasi dan realita.

4. Tahap IV (Controling Severe Level of Anxiety)
Halusinasi bersifat mengendalikan, fungsi sensori menjadi tidak relevan
dengan kenyataan dan pengalaman sensori tersebut menjadi penguasa.
Karakteristiknya :
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol individu.

Klien mencoba melawan suara-suara atau sensory abnormal yang datang.

Klien menjadi tidak berdaya dan menyerah untuk melawan halusinasi, sehingga
membiarkan halusinasi menguasai dirinya.

Individu mungkin akan mengalami kesepian jika pengalaman sensori atau
halusinasinya tersebut berakhir (dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik).

Perilaku yang muncul : cenderung mengikuti petunjuk sesuai isi halusinasi,
kesulitan berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa
5 | P a g e

detik/menit, gejala fisik dari kecemasan berat seperti : berkeringat, tremor,
ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.

5. Tahap V (Concuering Panic Level of Anxiety)
Halusinasi bersifat menaklukkan, halusinasi menjadi lebih rumit dan klien
mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.
Karakteristiknya :
Pengalaman sensorinya menjadi terganggu

Halusinasi berubah mengancam, memerintah, memarahi, dan menakutkan apabila
tidak mengikuti perintahnya, sehingga klien mulai terasa terancam.

Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri, klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain dan menjadi menarik diri.

Klien berada dalam dunia menakutkan dalam waktu yang singkat atau bisa juga
beberapa jam atau beberapa hari atau selamanya/kronis (terjadi gangguan psikotik
berat).

Perilaku yang muncul adalah perilaku menyerang, risiko bunuh diri atau
membunuh, kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi (amuk, agitasi,
menarik diri), tidak mampu berespons terhadap petunjuk yang komplek dan lebih
dari satu orang.

D. Jenis Jenis Halusinasi
1. Halusinasi pendengaran (auditory)
Mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan,
mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal
yang berbahaya). Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada
sumber suara, bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup
telinga, mulut komat-kamit, dan ada gerakan tangan.
2. Halusinasi penglihatan (visual)
Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, orang
atau panorama yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkan atau
6 | P a g e

menakutkan. Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu,
menunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada objek yang dilihat.
3. Halusinasi penciuman (olfactory)
Tercium bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan, seperti bau darah,
urine atau feses atau bau harum seperti parfum. Perilaku yang muncul adalah
ekspresi wajah seperti mencium dengan gerakan cuping hidung, mengarahkan
hidung pada tempat tertentu, menutup hidung.
4. Halusinasi Pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan, seperti
rasa darah, urine atau feses. Perilaku yang muncul adalah seperti mengecap,
mulut seperti gerakan mengunyah sesuatu sering meludah, muntah.
5. Halusinasi Perabaan (taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat,
seperti merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang. Merasakan
ada yang menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil dan makhluk
halus. Perilaku yang muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk atau meraba-
raba permukaan kulit, terlihat menggerak-gerakkan badan seperti merasakan
sesuatu rabaan.
6. Halusinasi Sinestetik
Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena atau
arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine, perasaan tubuhnya melayang
diatas permukaan bumi. Perilaku yang muncul adalah klien terlihat menatap
tubuhnya sendiri dan terlihat seperti merasakan sesuatu yang aneh tentang
tubuhnya.

E. Etiologi
Menurut Rawlins dan Heacokck (dalam Yosep,2010), penyebab halusinasi
dapat dilihat dari 5 dimensi sebagai berikut :
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.


7 | P a g e

2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menentang perintah tersebut, sehingga klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego
sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal
yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal comforting, klien
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang
tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol
oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman,
dirinya atau orang lain individu cenderung untuk nitu. Oleh karena itu, aspek
penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien selalu berinteraksi
dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5) Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara
spiritual untuk menyucikan diri. Irama sirkadian nya terganggu karena sering
tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan
tidak jelas tujuan hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi lemah dalam
upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang yang
menyebabkan takdirnya memburuk.


8 | P a g e

F. Tanda dan Gejala
Menurut tahap-tahap halusinasi karakteristik dan perilaku yang di tampilkan
oleh klien yang mengalami halusinasi sebagai berikut :
1. Halusinasi Penglihatan
a) Melirikkan mata kekiri dan kekanan seperti mencari siapa atau apa yang
sedang dibicarakan.
b) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak
berbicara atau pada benda seperti mebel.
c) Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak
tampak.
d) Menggerak-gerakkan mulut seperti sedang berbicara atau sedang
menjawab suara.
2. Halusinasi Pendengaran
a) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakuti oleh orang lain, benda
mati atau stimulus yang tidak tampak.
b) Tiba-tiba berlari keruangan lain.
3. Halusinasi Penciuman
a) Hidung yang dikerutkan seperti, mencium bau yang tidak enak.
b) Mencium bau tubuh.
c) Mencium bau udara ketika sedang berjalan kearah orang lain.
d) Merspon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api dan darah.
e) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang
memadamkan api.
4. Halusinasi Pengecapan
a) Meludahkan makanan atau minuman.
b) Menolak untuk makan, minum atau minum obat.
c) Tiba-tiba meninggalkan meja makan.





9 | P a g e

G. Pohon Masalah
Risiko Perilaku Kekerasan



Penurunan Motivasi

Isolasi Sosial Penurunan Motivasi

Harga Diri Rendah

Ketidakberdayaan

Koping Individu Tidak Efektif

H. PENGKAJIAN
a. Faktor predisposisi
1. Faktor biologis
Terdapat lesi pada area frontal, temporal dan limbik.
2. Faktor perkembangan
Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan individu
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan
lebih rentan terhadap stress adalah merupakan salah satu tugas perkembangan
yang terganggu.
3. Faktor sosiokultural
Individu yang merasa tidak terima lingkungannya akan merasa di
singkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
4. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stres yang berlebihan dialami individu maka di dalam tubuh akan dihasilkan
Gangguan persepsi sensori
halusinasi
pendengan/penglihatan/p
enciuman/perabaan/peng
ecapan
10 | P a g e

suatu zat yang dapat bersufat halusnogenik neurokimia seperti Buffofenon
dan Dimetytransferase (DMP)
5. Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Selain itu ibu yang pencemas,
overprotektif, dingin, tidak sensitif, pola asuh tidak adekuat, konflik
perkawinan, koping tidak adekuat juga berpengaruh pada ketidak mampuan
individu dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya.
6. Faktor genetik
Penelitian menunjukkan bahwa anak yang di asuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung akan mengalami skizofrenia juga.
b. Faktor predisposisi
1. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respons neurobiologik
yang maladaptip termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses informasi dan adanya abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk alam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi rangsangan.
2. Pemicu gejala
Pemicu atau stimulus yang sering menimbulkan episode baru suatu
penyakit yang biasanya terdapat pada respons neurobiologis yang
maladaptif berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku
individu.
a. Kesehatan, seperti gizi buruk, kurang tidur, keletihan, infeksi, obat
sistem syaraf pusat, gangguan proses informasi, kurang olah raga, alam
perasaan abnormal dan cemas.
b. Lingkungan, seperti lingkungan penuh kritik, gangguan dalam
hubungan interpersonal, masalah perumahan, stress, kemiskinan,
tekanan terhadap penampilan, perubahan dalam kehidupan dan pola
aktivitas sehari-hari, kesepian (kurang dukungan) dan tekanan
pekerjaan.
c. Perilaku, seperti konsep diri rendah, keputusan, kehilangan motivasi,
tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual, bertindak berbeda dengan
orang lain, kurang keterampilan sosial, perilaku agresif dan amuk.
11 | P a g e


I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran; penglihatan; penciuman;
perabaan; pengecapan.
b. Isolasi Sosial
c. Harga Diri Rendah
d. Ketidakberdayaan
e. Koping Individu Tidak Efektif
f. Defisit Perawatan Diri

J. INTERVENSI
a. Tujuan Umum (TUM):
Klien dapat mengontrol halusinasinya
b. Tujuan Khusus (TUK):
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria hasil:
Klien dapat menunjukkan ekspresi wajah bersahabat
Menunjukkan rasa sayang
Ada kontak mata
Mau berjabat tangan
Mau menjawab salam
Mau menyebut nama
Mau berdampingan dengan perawat
Mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Tindakan keperawatan:
Bina hubungan saling percaya dengan prinsip teraupetik
Sapa klien dengan ramah
Tanyakan nama lengkap klien, dan nama panggilan yang disukai
Jelaskan tujuan pertemuan
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
Beri perhatian pada klien dan penuhi kebutuhan klien

12 | P a g e

2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Kriteria Hasil:
Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya halusinasi
Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya
Tindakan Keperawatan:
Kaji pengetahuan klien tentang perilaku isolasi sosial dan tanda-
tandanya
Adakan kontak singkat dan sering secara bertahap
Observasi perilaku verbal dan nonverbal yang berhubungan dengan
halusinasinya
Terima halusinasinya sebagai hal nyata bagi klien dan tidak nyata bagi
perawat.
Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi
halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasi.
Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasinya
muncul
Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi halusinasi
Berikan reinforcement positif atau pujian terhadap kemampuan klien
dalam mengungkapkan perasaannya

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Kriteria Hasil:
Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya
Klien dapat menyebutkan cara baru untuk mengontrol halusinasinya
Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasinya
Klien dapat memilih cara mengendalikan halusinasinya
Tindakan Keperawatan:
Identifikasi bersama klien tindakan yang bisa dilakukan jika
halusinasinya muncul
Beri pujian yang penguatan terhadap tindakan yang positif
13 | P a g e

Bersama klien merencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya
halusinasi
Diskusikan cara mencegah timbulnya halusinasi dan mengontrol
halusinasi
Dorong klien untuk memilih cara yang digunakan dalam menghadapi
halusinasi
Beri pujian dan penguatan terhadap pilihan yang benar
Diskusikan bersama klien hasil upaya yang telah dilakukan.

4. Klien mendapat dukungan keluarga atau memanfaatkan sistem pendukung
untuk mengendalikan halusinasinya
Kriteria Hasil:
Keluarga saling percaya dengan perawat
Keluarga dapat menjelaskan perasaannya.
Keluarga dapat menjelakan cara merawat klien halusinasi
Keluarga dapat mendemonstrasikan cara perawatan klien halusinasi
dirumah
Keluarga dapat berpartisipasi dalam perawatan klien halusinasi.
Tindakan keperawatan:
Bina hubungan saling percaya dengan keluarga (ucapkan salam,
perkenalkan diri, sampaikan tujuan, buat kontrak dan eksplorasi
perasaan).
Diskusikan dengan anggota keluarga tentang:
o Perilaku halusinasi
o Akibat yang akan terjadi jika perilaku halusinasi tidak ditanggapi
o Cara keluarga menghadapi klien halusinasi
o Cara keluarga merawat klien halusinasi
o Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien
untuk mengontrol halusinasinya.
Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu minggu sekali
14 | P a g e

Berikan reinforcement positif atau pujian atas hal-hal yang telah dicapai
keluarga

5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
Kriteria hasil:
Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat
Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar
Klien mendapat informasi tentang efek samping obat dan akibat berhenti
minum obat
Klien dapat menyebutkan prinsip lima benar penggunaan obat

Tindakan Keperawatan:
Diskusikan dengan klien tentang dosis, frekuensi serta manfaat minum
obat
Anjurkan klien klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
obat
Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip lima benar
Berikan reinforcement positif atau pujian

K. IMPLEMENTASI
1) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat.
Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan saling
percaya adalah:
a. Mengucapkan salam teraupetik setiap kali berinteraksi dengan klien
b. Berjabat tangan
c. Berkenalan dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang
disukai, tanyakan nama dan nama panggilan klien
15 | P a g e

d. Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini
e. Membuat kontrak apa yang akan dilakukan bersaa klien, berapa lama akan
dikerjakan dan tempatnya dimana
f. Menjelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi
g. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien
h. Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.
Dalam membina hubungan saling percaya, perawat harus konsisten
bersikap teraupetik kepada pasien. Selalu penuhi janji adalah salah satu upaya
yang bisa dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan hasil. Bila
pasien sudah percaya dengan perawat, maka asuhan keperawatan akan mudah
dilaksanakan.
2) Melatih pasien mengontrol halusinasi
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi, perawat
dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan
halusinasi. Keempat cara tersebut, meliputi sebagai berikut:
a. Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk
mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
memperdulikan halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan
mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusina yang muncul.
Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak
akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi:
Menjelaskan cara menghardik halusinasi;
Memperagakan cara menghardik;
Meminta pasien memperagakan ulang;
Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien.
b. Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain, maka
16 | P a g e

terjadi distraksi; focus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Oleh karena itu, salah
satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-
cakap dengan orang lain.
c. Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara
terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang
sering kali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami
halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara
beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari
dalam seminggu.
Tahapan intervensinya adalah:
1) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasinya;
2) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien;
3) Melatih pasien melakukan aktivitas;
4) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah
dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun sampai tidur
malam, 7 hari dalam seminggu;
5) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan;
6) Memberikan penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
d. Menggunakan obat secara teratur
Agar mampu mengontrol halusinasinya, pasien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan
jiwa yang dirawat di rumah sering kali mengalami putus obat sehingga
akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi, maka
untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Oleh karena itu,
pasien perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:
1) Jelaskan guna obat;
2) Jelaskan akibat bila putus obat;
3) Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat;
17 | P a g e

4) Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat,
benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis).

Untuk memudahkan pelaksanaan tindakan keperawatan, maka perawat perlu
membuat strategi pelaksanaan tindakan untuk klien dan keluarganya seperti berikut
(strategi pelaksanaan tindakan dengan menggunakan komunikasi teraupetik lihat di
lampiran):
a. Tindakan Keperawatan pada Klien
1) SP 1
a) Mengidentifikasi jenis halusinasi klien
b) Mengidentifikasi isi halusinasi klien
c) Mengidentifikasi waktu halusinasi klien
d) Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien
e) Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi klien
f) Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi
g) Mengajarkan klien menghardik halusinasi
h) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
2) SP II
a) Mengevaluasi jadwa kegiatan harian klien
b) Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakan-cakap
dengan orang lain
c) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
3) SP III
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b) Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan
(kegiatan yang biasa dilakukan klien)
c) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
4) SP IV
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b) Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara
teratur
c) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
b. Tindakan Keperawatan pada Keluarga
1) SP I
18 | P a g e

a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, jenis halusinasi serta proses
terjadinya Halusinasi
c) Menjelaskan cara merawat klien dengan Halusinasi.
2) SP II
a) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan Halusinasi
b) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien
Halusinasi
3) SP III
a) Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum
obat (discharge planning)
b) Menjelaskan follow up klien setelah pulang

L. EVALUASI
Evaluasi dilakukan dengan berfokus pada perubahan perilaku klien setelah
diberikan tindakan keperawatan. Keluarga juga perlu dievaluasi karena merupakan
system pendukung yang penting.
a. Apakah klien dapat mengenal halusinasinya, yaitu isi halusinasi, situasi, waktu
dan frekuensi munculnya halusinasi.
b. Apakah klien dapat mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul.
c. Apakah klien dapat mengontrol halusinasinya dengan menggunakan empat cara
baru, yaitu menghardik, menemui orang lain dan bercakap-cakap, melaksanakan
aktifitas yang terjadwal dan patuh minum obat.
d. Apakah klien dapat mengungkapkan perasaanya mempraktikkan empat cara
mengontrol halusinasinya.
e. Apakah klien dapat memberdayakan system pendukungnya atau keluarganya
untuk mengontrol halusinasinya.
f. Apakah klien dapat mematuhi minum obat.






19 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Tutu April. 2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta: Salemba Medika.

Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Halusinasi. Jakarta: CV. Trans Info
Media.

You might also like