You are on page 1of 9

Penanganan Emergensi Luka Bakar terkini

Dr.Ulfa Elfiah,M.Kes,SpBP-RE

a.

Definisi Luka Bakar


Suatu trauma panas yang disebabkan oleh air / uap panas, arus listrik, bahan

kimia, radiasi dan petir yang terutama mengenai jaringan permukaan yang
menyebabkan kerusakan atau kehilangan jaringan.
Insiden luka bakar di tiap Negara berbeda-beda seperti di Amerika, berdasarkan
National Burn Repository of the American Burn Association tahun 2010, sekitar lebih
dari148.000 pasien dirawat di 83 fasilitas perawatan khusus untuk luka bakar di
Kanada dan Amerika Serikat selama10 tahun ( Januari 2000 - Juni 2009). India
dengan populasi lebih dari 1 miliar, sekitar 700.000-800.000 penduduk menderita
luka bakar setiap tahunnya. Penduduk Autralia dan Selandia Baru menyebutkan
bahwa sekitar 1% penduduknya (220.000) menderita luka bakar dan membutuhkan
perawatan medis serta menghabiskan biaya sebesar 700.000 dollar untuk lukabakar
berat(70%) untuk fase akut saja. Di Indonesia, pada Rumah Sakit Cipto Mangun
Kusumo Jakarta dilaporkan 107 kasus luka bakar yang dirawat pada tahun 1998,
dengan angka kematian 37,38% sedangkan di Rumah Sakit Dr. Sutomo Surabaya
pada tahun 2000 dirawat 106 kasus luka bakar dengan angka kematian 26,41%.
Berdasarkan data catatan medis Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang, pada lima tahun
terakhir (Januari 2006- Oktober 2010) sebanyak 250 pasien dirawat karena menderita
luka bakar.
Fakta disimpulkan oleh WHO bahwa luka bakar menyebabkan 195.000
kematian/tahun di seluruh dunia terutama di negara miskin dan berkembang. Luka
bakar yg tidak menyebabkan kematian pun ternyata menimbulkan kecacatan pada
penderitanya. Wanita di ASEAN memiliki tingkat terkena luka bakar lebih tinggi dari
wilayah lainnya, dimana 27%nya berkontribusi menyebabkan kematian di seluruh
dunia, dan hampir 70%nya merupakan penyebab kematian di Asia Tenggara. Luka
bakar terutama terjadi di rumah dan di tempat kerja yg seharusnya bisa dicegah
sebelum terjadi.
Kejadian luka bakar dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin,usia, pekerjaan
atau staus soaial ekonomi, lingkungan tempat tinggal dan status kesehatan seseorang.
Berdasarkan jenis kelamin menurut data wanita lebih sering terkena luka bakar dari

pada pria. Hal ini disebabkan aktifitas wanita yang beresiko seperti memasak,
menggunakan kompor yang mungkin sudah

tidak layak/aman untuk digunakan,

pakaian saat digunakan saat wanita memasak yang mudah sekali terbakar karena
menjuntai atau bahan yang mudah tersambar api serta menggunakan alat-alat
elektronik yang menghasilkan panas seperti dispenser, sterika, colokan listrik, catokan
rambut dan lain sebagainya.
Berdasarkan usia, maka usia rentan terkena luka bakar adalah wanita dewasa dan
anak-anak, disebutkan bahwa angka kejadian luka bakar pada anak juga dipengaruhi
akibat kelalaian orang tua menjaga anaknya dan akibat keterlambatan atau kesalahan
dalam penanganan sejak awal luka bakar. Berdasarkan status sosial ekonomi, maka
warna yang tinggal di perkampungan padat penduduk dan miskin mempunyai resiko
yang tinggi untuk mengalami luka bakar.mengalami luka bakar. Sedangkan gangguan
kesehatan seperti epilepsi, gangguan saraf tepi, gangguan fisik dan mental lainnya
juga merupakan salah satu orang yang memiliki resiko tinggi mengalami luka bakar.

b. Patofisiologi Luka Bakar

Lukar bakar menyebabkan berbagai perubahan dalam tubuh sampai ke tingkat


seluler. Reaksi lokal yang terjadi akibat panas adalah terjadinya nekrosis jaringan
pada daerah yang paling dekat dengan sumber panas. Panas yang tidak dapat
dikonduksikan secara cepat dab baik menyebabkan koagulasi dari protein sel. Daerah
sekitar nekrosis mengalami gangguan sirkulasi yang disebut sebagai zona stasis yang
bila tidak ditangani akan menjadi zona nekrosis.Zona statis ini dikelilingi oleh daerah
yang sangat hiperemi sebagai akibat pelepasan mediator inflamasi. Zona hiperemi ini
bersifat hiperdinamik dan akan kembali normal.

Gambar1. Respon lokal jaringan terhadap luka bakar.


Sumber :Budhi Arifin Noor, dkk dalam burn injury,

Respon sistemik pada luka bakar ditunukkan dengan adanya perubahan pada
semua sistem organ secara nyata. Perubahan yang terjadi karena dilepaskannya
mediator inflamasi dan rangsangan neural, yangmenyebabkan perubahan dalam
pengendalian fungsi tubuh akibat reaksi langsung terhadap mediator di sirkulasi.
Perubahan tersebut antara lain:
-

Efek langsung pada sirkulasi. Hipovolumia yang terjadi karena kebocoran


cairan dan protein ke jaringan interstitium akibat peningkatan permiabilitas
kapiler sistemik.

Kondisi hipermetabolik karena sekresi hormon stress seperti kortisol dan


katekolamin

Imunosupresi akibat deperesi dari sistem imun baik seluler maupun humoral

Fungsi dari barrier usus terganggu

Terjadinya perubahan inflamatorik pada paru menyebabkan terjadinya Acute


respiratory Syndrome

Perubahan jangka panjang adanya gangguan pertumbuhan secara normal


secara keseluruhan yang tidak pernah tercapai beberapa bulan sampai tahun
setelah perubahan sistemik pasca luka bakar.

c. Penilaian Luka Bakar

Berdasarkan :
1. Kedalaman luka bakar
Derajat I

: Epidermis

Derajat II

: Dermis

A. Superfisial/ permukaan
B.

Dalam

Derajat III : Seluruh tebal kulit/ lebih dalam sampai otot, tulang

Gambar 2. Drajat kedalaman luka


Tabel 3. Derajat kedalaman luka
Derajat Kedalaman
Derajat I
Derajat II A
Derajat II B
Derajat III

Klinis
Hyperemis
Bulla, merah
Bulla, pucat
Hitam, kering

Rasa nyeri
Hyper estesia
Hyper estesia
Hypo estesia
An estesia

Kedalaman luka bakar tergantung:

Tingginya panas

Penyebab

Lamanya kontak

Ketebalan kulit
Suplai darah

d. Luas luka bakar


Faktor penting dalam memprediksi kematian terkait luka bakar, memerlukan
perawatan khusus atau tidak, kemungkinan komplikasi, rencana perawatan, termasuk
resusitasi awal dan kebutuhan gizi selanjutnya adalah luas luka bakar. Ada beberapa
metode untuk penilaian luas luka bakar, antara lain rule of nine, grafik Lund and
Browder atau dengan menggunakan tapak tangan pasien. Metode rule of nine
dikatakan cukup akurat pada orang dewasa dan luka bakar kecil,akan tetapi tidak
akurat dalam kasus luka bakar yang merata dan pada kasus anak. Metode grafik Lund
and Browder lebih akurat dibandingkan dengan metode rule of nine. Namun metode

ini kurang nyaman dalam aplikasinya karena grafik penilaian tidak selalu tersedia
terutama di luar lingkungan rumah sakit untuk penilaian awal.
Cara paling praktis adalah dengan menggunakan tapak tangan yang dianggap
sebagai 1% luas permukaan tubuh pasien. Ada perdebatan mengenai persentase luas
tapak tangan pada berbagai literatur. Penelitian di India menyebutkan bahwa pada
populasi India rasio luas tapak tangan dengan jari pada orang dewasa adalah 0,92%,
dan rasio tapak tangan tanpa jari pada orang dewasa laki-laki dan perempuan adalah
0,49% dan 0,51%. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Perry di
Inggris menunjukkan bahwa rasio luas tapak tangan dengan jari orang dewasa sebesar
0,77% dan rasio tapak tangan tanpa jari pada orang dewasa 0,41%. Penelitian yang
dilakukan oleh Rizky (2011) terhadap 3 kelompok orang dewasa menyebutkan bahwa
rata-rata persentase luas tapak tangan dengan jari pada kelompok kurus adalah
0,789%, normal 0,761%, dan gemuk 0,664%. Rata- rata persentase luas tapak tangan
tanpa jari pada kelompok kurus adalah 0,444%, normal 0,437%, dan gemuk 0,378%.
Namun, dari hasil uji analisis didapatkan bahwa hanya pada kelompok gemuk yang
memiliki perbedaan bermakna dengan p<0,001. Berikut adalah gambaran beberapa
metode penghitungan luas luka bakar:

10
9

14
9

18 18

18
9

18 18

18

1816
15 tahun

Gambar 3.a. Rule of Nine dari Wallace

9
18 18

1614
5 tahun

14
0 1 tahun

b. Modifikasi lund and Browder

e.

Penanganan luka bakar

Pada saat pertama bertemu dengan korban luka bakar maka pertolongan
pertama yang harus dilakukan adalah:
1. menghentikan proses pembakaran
proses ini dilakukan dengan cara menjauhkan sumber api dan mematikan api pada
tubuh, misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar dan
menyingkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek Torniket,
karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem
2. menurunkan suhu luka
Cara yang dapat dilakukan adalah dengan merendam daerah luka bakar dalam air atau
menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit. Cara
ini diharapkan dapat mengurangi kerusakan jaringan

sehingga kerusakan lebih

dangkal dan diperkecil. Pada luka bakar yang cukup luas cara ini tidak dianjurkan
karena bahaya hipotermi yang cepat terjadi pada penderita.Tindakan ini sangat efektif
dalam 3 jam pertama setelah kejadian.
Setelah pertolongan pertama diberikan, maka selanjutnya prinsip primary
survey dan secondary survey serta resusitasi secara simultan diberikan. Pada Luka
Bakar Fase Akut / Fase Syok saat di tempat kejadian sampai saat penanganan di
Instalasi Gawat Darurat masalah yang ada pada fase ini adalah masalah penyelamatan
hidup terutama untuk pernafasan dan cairan. Penilaian patensi jalan nafas airway dan
breating sangat penting apalagi pada pasien dengan trauma inhalasi dengan riwayat
luka bakar mengenai daerah wajah dan terbakar pada ruang tertutup.
Penilaian sirkulasi sangat penting pada penderita luka bakar. Besarnya luas
luka bakar menentukan terjadinya syok pada penderita. Oleh karena itu penilaian yang
cepat, tepat dan teliti pada primary survey sangat membantu menyelamatkan
penderita jatuh ke dalam kondisi yang lebih buruk. Perawatan awal pasien yang
terkena luka bakar adalah pemberian cairan intravena yang adekuat dengan akses
intravena yang adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak
terkena luka bakar. Pemeriksaan status neurologis yang ditandai dengan adanya
penurunan kesdaran harus menimbulkan kewaspadaan terhadap kondisi syok yang
dialami penderita. Kondisi hipotermi yang menyertai penderita harus diwaspadai
untuk mencegah pasien jatuh ke dalam kondisi yang lebih buruk.

Pada secondary survey, anamnesis penyebab kejadian menjadi informasi


sangat penting. Penangan resusitasi pada fase ini berdsarkan pemeriksaan yang lebih
detil dan akurat terhadap luas luka bakar memegang peranan penting untuk
menentukan banyaknya cairan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan. Tujuan
resusitasi pada luka bakar adalah untuk menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan
tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama
terjadinya luka dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah
luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam
ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh.
Resusitasi cairan diberikan pada orang dewasa dengan tingkat luka bakar sedang yaitu
derajat II-III sebesar 20% atau lebih atau bila kurang dari jumlah tersebut dan sudah
ditemukan tanda-tanda syok dan dilatasi lambung. Sedangkan pada anak-anak dan
orang tua batasnya adalah 15%. Di Indonesia formula baxter adalah formula yang
paling banyak dipakai.
Formula Baxter/Parkland

RL : 4ml / kgBB / % LB /24 jam pada dewasa

Cairan yang digunakan berupa cairan kristaloid yaitu ringer laktat (RL) dan
cairan koloid yaitu dextran

Separuh jumlah cairan RL yang diperlukan diberikan dalam 8 jam pertama,


sisanya dibagi dalam 16 jam berikutnya. Pada jam ke 18 diberikan cairan
koloid sebesar 500-1000cc

pemantauan jumlah diuresis antara 0,5 - 1 ml/kgBB/ jam untuk dewasa. Selain
jumlah warna urin juga dapat dijadakan pedoman evaluasi resusitasi.
Pemantau jumlah urin dilakuan tiap jam dan balance cairan dipantau secara
ketat tiap 3 jam.

Pada

anak-anak

resusitasi

luka

bakar

menggunakan

rumus

formula

baxter/parkland, di Surabaya formula baxter dimodifikasi menjadi :


2cc/kgbb/%lb ditambah dengan kebutuhan faali yaitu:
-

umur 1tahun 100cc/kgbb

umur 1-5 tahun 75cc/kgbb

umur 5-15tahun 50cc/kgbb

Berdasarkan Moncrief cairan yang diberikan berupa cairan RL dan dextran yang
dicampur dengan perbandingan 17: 3 yaitu 17/20 dari total cairan yang diberikan

dalam bentuk larutan RL dan 3/20 bagian diberikan dalam bentuk koloid. Cara
pemberian sama yaitu 8 jam pertama diberikan jumlah total cairan dan 16 jam
berikutnya diberikan jumlah total cairan.
Perawatan luka sangat tergantung pada karakteristik dan ukuran dari
luka.Perawatan luka sebenarnya sudah dimulai sejak

manajemen awal melalui

penghentian proses luka bakar dan penurunan suhu. Tindakan escarotomi ataupun
fasciotomi pada manajemen awal perawatan luka perlu dilakukan apabila luka bakar
melibatkan keseluruhan ketebalan kulit dermis dan kulit mengalami kehilangan
elastisitas saat edema berkembang. Pada area khusus, perlakuan khusus juga
diperlukan seperti luka bakar perineum memerlukan pemasangan kateter lebih awal
untuk mencegah kontaminasi. Lebih lanjut perawatan ini bertujuan untuk mencegah
evaporasi mengurangi rasa sakit, mengurangi kerusakan jaringan lebih buruk lagi
serta mencegah terjadinya infeksi sehingga dapat mempercepat penyembuhan atau
proses penutupan luka. Perawatan luka secara tertutp dengan menggunakan anti
mikroba silver sulfodiazin dianjurkan. Secara lebih rinci tahap perawatan luka bakar
sebagai berikut:

Luka dicuci, debridement dan didesinfeksi dengan savlon 1 : 30

Tutup tulle

Topikal Silver Sulfadiazine (SSD)

Tutup kasa steril tebal/elastic verban

Luka dibuka hari ke 5 kecuali ada tanda infeksi

Pada penangan luka bakar pemberian analgesi sangat penting

untuk

mengilangkan nyeri baik Karen luka bakarnya ataupun akibat proses


perawatan terhadap luka bakar. Pemberian morfin pada luka bakar sedang dan
berat sanagt menolong penderita dengan dosis 0,05-0,1mg/kgbb dengan
pemberian secara titrasi untuk memperoleh efek secara lebih aman. Pemberian
profilaksis anti tetanus dapat diberikan pada perawatan awal sedang
pemberian antibiotik secara sistemik lebih ditekan bila sudah didapatkan
adanya tanda-tanda infeksi. Pemberian nutisi menjadi pertimbangan penting,
bila memungkinkan. Pemberian nutrisi enteral sedini mungkin melalui akses
pipa oro atau nasogastric.

f.

Indikasi dan Prosedur Rujukan

Penangan lebih lanjut ke rumah sakit terdekat atau rumah sakit dengan unit
luka bakar diperlukan untuk penderita dengan luka bakar listrik, kimia atau luka bakar
yang memerlukan assesmen dan stabilisasi serperti adanya trauma lain yang
menyertai. Saat melakukan rujukan pasien dalam keadaan stabil secara fisiologik,
sehingga penderita luka bakar terutama yang massif dapat secara aman ditransfer
meski dalam waktu yang relative lama. Stabilisasi penderita mencakup stabilisasi
dalam sistem respirasi dan sirkulasi, luka, menejemn nyeri, sistem gastrointestinal.
Mekanisme transfer dimulai dengan hubungan telpon dengan rumah sakit atau
unit luka bakar rujukan. Komunikasi ini penting bagi pusat rujukan untuk menyiapkan
tempat dan beserta timnya untuk mengambil alih tugas dan tanggungjawab sesuai
protocol terhdapa pasien yang dirujuk.
Kriteria rujukan pasien luka bakar antara lain:
- Luka bakar >10% pada dewasa dan >5% pada anak-anak
- Luka bakar dengan seluruh ketebalan kulit (full thickness) >5%
- Luka bakar area khusu wajah, tangan, kaki, genitalia& perineum, persendian,
dada dan ekstremitas yang melingkar
- Luka bar kimia, listrik, dengan penyakit komorbid, trauma berat, wanita hamil, usia
lanjut dan luka bakar bukan karena kecelakaan.

Daftar pustaka

Noer MS, Saputro ID, Perdanakusuma DS. Penanganan Luka Bakar.


Surabaya, Airlangga University Press, 2006.

Marzoeki D. Pengelolaan Luka Bakar. Surabaya: Airlangga University


Press; 1991.

Moenajat Y. Luka Bakar Pengetahuan Klinis Praktis. Edisi II, Jakarta :


Balai Penerbit UI; 2001.

ABLS Course Providers manual American Burn Association, 2001

The Education Commite of Australian and New Zealand burn association,


Mergency Management of severe burn translated by moenajat Y, 2013

You might also like