Professional Documents
Culture Documents
MODUL
: ABSORBSI
PEMBIMBING
Tanggal Praktikum
: 10 April 2014
Tanggal Penyerahan
: 17 April 2014
(Laporan)
Oleh :
Kelompok
: VIII (Delapan)
Nama
Kelas
NIM.1214110
NIM.121411061
: 2B
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
a. Mengetahui operasi absoprsi dengan kolom isian.
b. Dengan menganggap jumlah tahap single, menghitung harga fraksi gas
CO2 yang keluar dari kolom dengan cara Neraca Massa & kesetimbangan.
c. Menghitung jumlah tahap kesetimbangan dalam kolom (N).
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Absorbsi
Absorbsi adalah operasi penyerapan komponen-komponen yang terdapat di dalam gas
dengan menggunakan cairan, sehingga tingkat absorbsi gas akan sebanding dengan daya
kelarutan gas tersebut dalam cairan. Proses ini melibatkan difusi molekuler dan turbulen atau
perpindahan massa solute A melalui gas B diam menembus cairan C diam. Peristiwa ini
mengikuti prinsip kecenderungan kelarutan solute A di dalam cairan (pelarut). Tujuan dari
proses absorbsi adalah :
Untuk mendapatkan senyawa yang bernilai tinggi dari campuran gas atau uap.
Bila gas dikontakkan dengan zat cair, maka sejumlah molekul gas akan meresap
dalam zat cair dan juga terjadi sebaliknya, sejumlah molekul gas meninggalkan zat cair yang
melarutkannya. Dengan bertambahnya waktu, pada suatu ketika akan terjadi dimana
kecepatan pelarutan gas sama besar dengan kecepatan pelepasan gas. Keadaan ini disebut
keadaan setimbang. Tekanan yang diukur pada keadaan ini juga disebut tekanan setimbang
pada temperature tertentu.
Zat cair yang masuk bisa berupa pelarut murni atau larutan encer zat terlarut di dalam
pelarut didistribusikan di atas isian itu dengan distributor, sehingga pada operasi yang ideal,
membasahi permukaan isian itu secara seragam.
Temperature operasi.
Tekanan operasi.
Untuk itu dalam operasi absorbsi harus dipilih kondisi yang tepat sehingga dapat
diperoleh hasil optimum. Untuk menentukan harga koefisien perpindahan massa suatu zat
absorbs dapat digunakan perhitungan berdasarkan neraca massa.
Persamaan untuk kolom absorbs isian adalah :
calran disetiap
H adalah tinggi isian dan a adalah luas spesifik isian/satuan volum isian. Untuk gas encer
terkecuali aliran gas inert, persamaan diatas dapat disederhanakan :
Ruas kanan dari persamaan di atas sulit diintegrasi. Perhitungan Kog dapat
disederhanakan (tetapi kurang teliti) dengan menggunakan definisi kog
N = Kog x aAH x log gaya penggerak rata-rata
Jadi, Kog =
Alat ini memakai metoda pengabsorpsian gas yang paling umum. Alat ini mirip
dengan alat yang dipergunakan untuk distilasi atau eksraksi pelarut dan dapat dipaking
dengan cincin Raschig, pelana Berl atau tipe-tipe paking lainnya. Paking disini gunanya
untuk memperbesar permukaan kontak dengan jala penyebaran zat cair dan penyebaran gas.
Cairan disemprotkan ke bagian puncak kolom dan secara vertical ke bawah akan bertemu
dengan aliran gas-gas yang berlawanan arah yang melalui kolom tersebut. Cairan yang berisi
gas-gas terlarut akan meninggalkan dasar kolom dan gas yang tak larut akan keluar melalui
puncak kolom. Cairan tersebut dapat dipergunakan kembali (recycle) seperti proses semula
sampai tidak terdapat lagi gas atau gas-gas terlarutnya dihilangkan dan cairan dapat
digunakan kembali.
Bentuk dari pelat/piringan ayak atau piring berlubang (sieve tray) dan pelat golakan
(bubble cup). Pelat ayakan terdiri dari pelat yang berlobang yang dipasang horizontal dalam
kolom dengan diameter lobang berkisar sekitar 6-25 mm, sedangkan pada sisi tepian diberi
tepian limpahan. Zat cair mengalir melalui tepian ke dalam ruang limpahan, zat cair dari atas
mengalir ke bawah dengan gravitasi dengan pola berliku-liku melalui pelat. Gas mengalir
naik ke atas melalui lubang yang ada pada piring (perforasi) dan kontak dengan cairan
membentuk gelembung-gelembung gas yang kecil-kecil.
Pelat golakan (bubble cup) berupa lubang-lubang bulat dengan ditambahkan cup dan aluran
atau cerebong kecil diatasnya. Gas yang akan diabsorpsi mengalir lewat lubang dan cerobong
dan berkontak dengan cairan.
Tipe ini berukuran pendek berupa menara yang tidak dilengkapi dengan paking. Ke
dalam menara ini cairan diisikan dari puncak berupa semprotan yang sangat halus. Proses
penyemprotan
ini
dilakukan
untuk
memperbanyak
luasmukaan
dengan
bantuan
penyemprotan. Pembagian zat cair ini diatur agar menjadi percikan kecil yang banyak.
Cairan pengabsorpsi ditarik oleh gaya tekan melalui pipa dan masuk ke dalam lubang.
Kemudian cairan disemprotkan ke ruangan dimana gas-gas yang terdapat diserap dan diisap.
Laju Penyerapan CO2 dapat dihitung dengan rumus
2.2 Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi pada
permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia.Absorben sering juga disebut
sebagai
cairan
pencuci.
Persyaratan absorben :
Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar mungkin
(kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil).
Selektif
Tidak korosif.
Murah
Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah air (untuk gas-gas
yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan cairan), natrium hidroksida
(untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam) dan asam sulfat (untuk gas-gas yang dapat
bereaksi seperti basa).
suatu
kolom
atau
tabung
tempat
terjadinya
proses
pengabsorbsi
diperhitungkan ketika memilih pelarut untuk spesifik sesuai dengan proses yang akan
dilakukan.
Ketika volalitas pelarut sangat rendah, contohnya pelarut tidak muncul pada aliran
gas, proses untuk meregenerasinya cukup sederhana yakni dengan memanaskannya.
Contoh pertama
Cairan absorber yang akan didaur ulang masuk kedalam kolom pengolahan dari
bagian atasnya dan akan dicampur /dikontakan dengan stripping vapor.Gas ini bisa uap atau
gas mulia, dengan kondisi termodinamika yang telah disesuaikan.dengan pelarut yang
terpolusi. Absorber yang bersih lalu digunakan kembali di absorpsi kolom.
Contoh kedua
Absorber yang akan didaur ulang masuk ke kolom pemanasan stripping column.The stripping
vapor dibuat dari cairan pelarut itu sendiri.Bagian yang telah didaur ulang lalu digunakan
lagi untuk menjadi absorber.
Contoh ketiga
Sebuah kolom destilasi juga dapat digunakan untuk mendaur ulang. Absorber yang
terpolusi dilewatkan kedalam destilasi kolom. Dibawahnya, pelarut dikumpulkan dan dikirim
kembali ke absorber.
Waktu Kontak
Waktu kontak merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam proses adsorpsi.
Waktu kontak memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung
lebih baik.
Karakteristik Adsorben
Ukuran partikel merupakan syarat yang penting dari suatu arang aktif untuk
digunakan sebagai adsorben. Ukuran partikel arang mempengaruhi kecepatan dimana
adsorpsi terjadi. Kecepatan adsorpsi meningkat dengan menurunnya ukuran partikel.
Luas Permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak adsorbat yang diserap, sehingga
proses adsorpsi dapat semakin efektif. Semakin kecil ukuran diameter adsorben maka
semakin luas permukaannya. Kapasitas adsorpsi total dari suatu adsorbat tergantung pada
luas permukaan total adsorbennya.
Kelarutan Adsorbat
Agar adsorpsi dapat terjadi, suatu molekul harus terpisah dari larutan. Senyawa yang
mudah larut mempunyai afinitas yang kuat untuk larutannya dan karenanya lebih sukar untuk
teradsorpsi dibandingkan senyawa yang sukar larut. Akan tetapi ada perkeculian karena
banyak senyawa yang dengan kelarutan rendah sukar diadsorpsi, sedangkan beberapa
senyawa yang sangat mudah larut diadsorpsi dengan mudah. Usaha-usaha untuk menemukan
hubungan kuantitatif antara kemampuan adsorpsi dengan kelarutan hanya sedikit yang
berhasil.
pH
pH di mana proses adsorpsi terjadi menunjukkan pengaruh yang besar terhadap
adsorpsi itu sendiri. Hal ini dikarenakan ion hidrogen sendiri diadsorpsi dengan kuat,
sebagian karena pH mempengaruhi ionisasi dan karenanya juga mempengaruhi adsorpsi dari
beberapa senyawa. Asam organik lebih mudah diadsorpsi pada pH rendah, sedangkan
adsorpsi basa organik terjadi dengan mudah pada pH tinggi. pH optimum untuk kebanyakan
proses adsorpsi harus ditentukan dengan uji laboratorium.
Temperatur
Temperatur di mana proses adsorpsi terjadi akan mempengaruhi kecepatan dan
jumlah adsorpsi yang terjadi. Kecepatan adsorpsi meningkat dengan meningkatnya
temperatur, dan menurun dengan menurunnya temperatur. Namun demikian, ketika adsorpsi
merupakan proses eksoterm, derajad adsorpsi meningkat pada suhu rendah dan akan menurun
pada suhu yang lebih tinggi (Srining Peni, 2001: 23).
BAB III
PERCOBAAN
3.1 Alat dan bahan
No. Alat
Bahan
1.
Aquadest
2.
Stopwatch (1)
Gas CO2
3.
Larutan NaOH
4.
Phenolptalein
5.
6.
7.
Buret 50 mL (1)
BAB IV
DATA PENGAMATAN
Sampel pada masukan (bak)
No
Volume
Laju Alir
Laju Alir
Laju Alir
Volume HCl
Sampel
Udara
NaOH
CO2
0.05 N
(mL)
(L/menit)
(L/menit)
(L/menit)
(mL)
10
60
8.7
10
65
4.5
8.5
10
60
9.5
10
65
4.5
8.8
10
40
7.4
10
45
3.5
10
40
6.2
10
45
3.5
6.8
10
40
10
10
45
3.5
11
10
40
6.5
12
10
45
3.5
7.5
13
10
40
6.5
14
10
45
4.5
15
10
40
6.4
16
10
45
5.5
Volume
Laju Alir
Laju Alir
Laju Alir
Volume HCl
Sampel
Udara
NaOH
CO2
0.05 N
(mL)
(L/menit)
(L/menit)
(L/menit)
(mL)
10
60
10
65
4.5
10
10
60
10
65
4.5
9.2
10
40
7.6
10
45
3.5
6.3
10
40
6.1
10
45
3.5
5.2
10
40
5.5
10
10
45
3.5
4.5
11
10
40
4.3
12
10
45
3.5
5.5
13
10
40
4.5
14
10
45
4.5
15
10
40
2.8
16
10
45
5.5
2.5
BAB V
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
5.1
5.2
1.
8.7
10
0,0435
2.
8.5
10
0,0425
3.
9.5
10
0,0475
4.
8.8
10
0,044
5.
7.4
10
0,037
6.
10
0,035
7.
6.2
10
0,031
8.
6.8
10
0,034
9.
10
0,03
10
10
0,035
11.
6.5
10
0,0325
12.
7.5
10
0,0375
13.
6.5
10
0.0325
14.
10
0.025
15.
6.4
10
0.032
16.
10
0.035
10
0,045
2.
10
10
0,05
3.
10
0,035
4.
9.2
10
0,046
5.
7.6
10
0,038
6.
6.3
10
0,0315
7.
6.1
10
0,0305
8.
5.2
10
0,026
9.
5.5
10
0,0275
10
4.5
10
0,0225
11.
4.3
10
0,0215
12.
5.5
10
0,0265
13.
4.5
10
0.0225
14.
10
0.015
15.
2.8
10
0.014
16.
2.5
10
0.0125
Laju Alir
YA1 secara
YA1 secara
NaOH
CO2
kesetimbangan
Neraca Massa
(L/menit)
(L/menit)
(Hukum Henry)
(Hasil Percobaan)
0,000295
0,0032
4.5
0,000282
0,0065
0,00437
0,0065
4.5
0,0408
0,00055
0,0644
0,00531
3.5
0,0553
0,0148
0,0831
0,0023
3.5
0,0694
0,0029
0,1028
0,038
10
3.5
0,0928
0,046
11
0,0908
0,042
12
3.5
0,1095
0,041
13
0.1194
0.061
14
4.5
0.1382
0.076
15
0.1177
0.087
16
5.5
0.1066
0.083
Kondisi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
= VCO2. NCO2
= 0,0435 N
= VCO2. NCO2
= 0,0425 N
= VCO2. NCO2
= 0,0475 N
VHCL.NHCl
= VCO2. NCO2
= 0,044 N
= VCO2. NCO2
= 0,037 N
= VCO2. NCO2
7 mL. 0,05 M
= 10 mL. NCO2
NCO2
= 0,035 N
= VCO2. NCO2
= 0,031 N
= VCO2. NCO2
= 0,034 N
= VCO2. NCO2
6 mL. 0,05 M
= 10 mL. NCO2
NCO2
= 0,03 N
= VCO2. NCO2
7 mL. 0,05 M
= 10 mL. NCO2
NCO2
= 0,035 N
VHCL.NHCl
= VCO2. NCO2
= 0,0325 N
= VCO2. NCO2
= 0,0375 N
= VCO2. NCO2
= 0,0325 N
= VCO2. NCO2
5 mL. 0,05 M
= 10 mL. NCO2
NCO2
= 0,025 N
= VCO2. NCO2
= 0,032 N
VHCL.NHCl
= VCO2. NCO2
7 mL. 0,05 M
= 10 mL. NCO2
NCO2
= 0,035 N
= VCO2. NCO2
9 mL. 0,05 M
= 10 mL. NCO2
NCO2
= 0,045 N
= VCO2. NCO2
= 0,05 N
= VCO2. NCO2
7 mL. 0,05 M
= 10 mL. NCO2
NCO2
= 0,035 N
= VCO2. NCO2
= 0,046 N
= VCO2. NCO2
= 0,038 N
= VCO2. NCO2
= 0,0315 N
= VCO2. NCO2
= 0,0305 N
= VCO2. NCO2
= 0,026 N
= VCO2. NCO2
= 0,0275 N
= VCO2. NCO2
= 0,0225 N
= VCO2. NCO2
= 0,0215 N
= VCO2. NCO2
= 0,0275 N
= VCO2. NCO2
= 0,0225 N
= VCO2. NCO2
3 mL. 0,05 M
= 10 mL. NCO2
NCO2
= 0,015 N
= VCO2. NCO2
= 0,014 N
= VCO2. NCO2
= 0,0125 N
a. Menghitung harga fraksi CO2 dengan menggunakan dengan neraca massa dan
kesetimbangan asumsi Single Stage
Kondisi 1
udara = 1,22 kg/m3
CO2 = 1,8 kg/m3
BM Udara
= 79 % N2 + 21% O2
= 0,79 (28) + 0,21 (32)
= 22,12 + 6,72
= 28.84 29
BM Air
= 18
BM CO2
= 44
=0.0435
= 0.174
x4
=
=
=
=
Kondisi 2
udara = 1,22 kg/m3
CO2
= 1,8 kg/m3
BM Udara
= 79 % N2 + 21% O2
= 0,79 (28) + 0,21 (32)
= 22,12 + 6,72
= 28.84 29
BM Air
= 18
BM CO2
= 44
=0.0425
x 4.5
=0.191
Laju mol NaOH (L)
=
=
=
=
Kondisi 3
udara = 1,22 kg/m3
CO2
= 1,8 kg/m3
BM Udara
= 79 % N2 + 21% O2
= 0,79 (28) + 0,21 (32)
= 22,12 + 6,72
= 28.84 29
BM Air
= 18
BM CO2
= 44
= 0.0475
x4
= 0.19
Laju mol NaOH (L)
=
=
=
=
= 2.6427
Kondisi 4
udara = 1,22 kg/m3
CO2
= 1,8 kg/m3
BM Udara
= 79 % N2 + 21% O2
= 0,79 (28) + 0,21 (32)
= 22,12 + 6,72
= 28.84 29
BM Air
= 18
BM CO2
= 44
= 0.044
x 4.5
= 0.198
Laju mol NaOH (L)
=
=
=
Laju mol CO2 =
=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 2.73
= 2.8527
Kondisi 5
udara = 1.22 kg/m3
CO2
= 1.8 kg/m3
BM Udara
= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29
BM Air
= 18
BM CO2
= 44
M CO2
= 0.037
x3
= 0.111
Laju mol NaOH (L)
=
=
=
=
Kondisi 6
udara = 1.22 kg/m3
CO2
= 1.8 kg/m3
BM Udara
= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29
BM Air
= 18
BM CO2
= 44
= 0.035
x3
= 0.1225
Laju mol NaOH (L)
=
=
=
=
Kondisi 7
udara = 1.22 kg/m3
= 1.8 kg/m3
CO2
BM Udara
= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29
BM Air
= 18
BM CO2
= 44
= 0.031
x3
= 0.093
Laju mol NaOH (L)
=
=
=
=
= 1,843
Kondisi 8
udara = 1.22 kg/m3
CO2
= 1.8 kg/m3
BM Udara
= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29
BM Air
= 18
BM CO2
= 44
= 0.034
x4
= 0.136
Laju mol NaOH (L)
=
=
=
Laju mol CO2 =
=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 1,89
=2.053
Kondisi 9
udara = 1.22 kg/m3
CO2
= 1.8 kg/m3
BM Udara
= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29
BM Air
= 18
BM CO2
= 44
= 0.03
x3
= 0.09
Laju mol NaOH (L)
=
=
=
=
Kondisi 10
udara = 1.22 kg/m3
CO2
= 1.8 kg/m3
BM Udara
= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29
BM Air
= 18
BM CO2
= 44
=0.035
x 3.5
= 0.1225
Laju mol NaOH (L)
=
=
=
=
Kondisi 11
udara = 1.22 kg/m3
CO2
= 1.8 kg/m3
BM Udara
= 79 % N2 + 21% O2
= 18
BM CO2
= 44
= 0.0325
x3
= 0.0975
Laju mol NaOH (L)
=
=
=
=
Kondisi 12
udara = 1.22 kg/m3
CO2
= 1.8 kg/m3
BM Udara
= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29
BM Air
= 18
BM CO2
= 44
= 0.0375
x 3.5
= 0.1125
Laju mol NaOH (L)
=
=
=
=
Kondisi 13
udara = 1.22 kg/m3
CO2
= 1.8 kg/m3
BM Udara
= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29
BM Air
= 18
BM CO2
= 44
= 0.0325
= 0.13
x4
=
=
=
=
Kondisi 14
udara = 1.22 kg/m3
CO2
= 1.8 kg/m3
BM Udara
= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29
BM Air
= 18
BM CO2
= 44
=0.025
x 4.5
= 0.1125
Laju mol NaOH (L)
=
=
=
=
Kondisi 15
udara = 1.22 kg/m3
CO2
= 1.8 kg/m3
BM Udara
= 79 % N2 + 21% O2
= 18
BM CO2
= 44
=0.032
x5
= 0.16
Laju mol NaOH (L)
=
=
=
=
Kondisi 16
udara = 1.22 kg/m3
CO2
= 1.8 kg/m3
BM Udara
= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29
BM Air
= 18
BM CO2
= 44
= 0.035
x 5.5
= 0.1925
Laju mol NaOH (L)
=
=
=
=
= 222
XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(
)
)
)
(
)
)
)
)
XA1 = 1.8x10-6
YA1= 1640 XA1
= 0.000295
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o
Outlet
Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1
0.0032
Kondisi 2
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)
= 250
XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(
)
)
(
(
)
)
)
)
XA1 = 1.72x10-6
YA1= 1640 XA1
= 0.000282
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o
Outlet
Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1
)
(
0.0065
Kondisi 3
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)
= 222.22
XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(
)
)
(
(
)
)
)
(
)
)
XA1 = 2.67x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.0437
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o
Outlet
)
(
Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1
0.0065
Kondisi 4
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)
= 250
XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(
)
)
(
(
)
)
)
)
)
(
XA1 = 2.49x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.0408
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o
Outlet
Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1
0.0055
Kondisi 5
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)
= 167
XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(
)
)
(
(
)
)
)
)
XA1 = 3.93x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.0644
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o
Outlet
Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1
)
(
0.00531
Kondisi 6
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)
= 194
XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(
)
)
(
(
)
)
)
)
XA1 = 3.37x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.0553
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o
Outlet
)
(
Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1
0.0148
Kondisi 7
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)
= 167
XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(
)
)
(
(
)
)
)
)
)
(
XA1 = 5.07x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.0831
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o
Outlet
Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1
0.0023
Kondisi 8
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)
= 194
XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(
)
)
(
(
)
)
)
)
XA1 = 4.23x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.0694
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o
Outlet
Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1
)
(
0.0029
Kondisi 9
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)
= 167
XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(
)
)
(
(
)
)
)
)
XA1 = 6.27x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.1028
Outlet
)
(
Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1
0.038
Kondisi 10
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)
= 194
XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(
)
)
(
(
)
)
)
)
)
(
XA1 = 5.66x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.0928
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o
Outlet
Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1
0.046
Kondisi 11
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)
= 167
XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(
)
)
(
(
)
)
)
)
XA1 = 5.54x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.0908
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o
Outlet
Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1
)
(
0.042
Kondisi 12
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)
= 194
XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(
)
)
(
(
)
)
)
)
XA1 = 6.68x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.1095
Outlet
)
(
Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1
0.041
Kondisi 13
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)
= 222
XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(
)
)
(
(
)
)
)
)
)
(
XA1 = 7.28x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.1194
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o
Outlet
Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1
0.061
Kondisi 14
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)
= 250
XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(
)
)
(
(
)
)
)
)
XA1 = 8.43x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.1382
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o
Outlet
Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1
)
(
0.076
Kondisi 15
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)
= 278
XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(
)
)
(
(
)
)
)
)
XA1 = 7.18x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.1177
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o
Outlet
)
(
Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1
0.087
Kondisi 16
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)
= 306
XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(
)
)
(
(
)
)
XA1 = 6.5x10-5
YA1= 1640 XA1
)
)
)
(
= 0.1066
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o
Outlet
Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1
0.083