You are on page 1of 62

LABORATORIUM SATUAN OPERASI

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2013/2014

MODUL

: ABSORBSI

PEMBIMBING

: Ir. Tri Haryadi

Tanggal Praktikum

: 10 April 2014

Tanggal Penyerahan

: 17 April 2014

(Laporan)
Oleh :

Kelompok

: VIII (Delapan)

Nama

: 1. Hizba Ilmi Nafan


2. Widya Piqra

Kelas

NIM.1214110
NIM.121411061

: 2B

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
a. Mengetahui operasi absoprsi dengan kolom isian.
b. Dengan menganggap jumlah tahap single, menghitung harga fraksi gas
CO2 yang keluar dari kolom dengan cara Neraca Massa & kesetimbangan.
c. Menghitung jumlah tahap kesetimbangan dalam kolom (N).

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Absorbsi
Absorbsi adalah operasi penyerapan komponen-komponen yang terdapat di dalam gas
dengan menggunakan cairan, sehingga tingkat absorbsi gas akan sebanding dengan daya
kelarutan gas tersebut dalam cairan. Proses ini melibatkan difusi molekuler dan turbulen atau
perpindahan massa solute A melalui gas B diam menembus cairan C diam. Peristiwa ini
mengikuti prinsip kecenderungan kelarutan solute A di dalam cairan (pelarut). Tujuan dari
proses absorbsi adalah :

Untuk mendapatkan senyawa yang bernilai tinggi dari campuran gas atau uap.

Untuk mengeluarkan senyawa yang tidak diinginkan dari produk.

Pembentukan persenyawaan kimia dari absorben dengan salah satu senyawa


dalam campuran gas.

Bila gas dikontakkan dengan zat cair, maka sejumlah molekul gas akan meresap
dalam zat cair dan juga terjadi sebaliknya, sejumlah molekul gas meninggalkan zat cair yang
melarutkannya. Dengan bertambahnya waktu, pada suatu ketika akan terjadi dimana
kecepatan pelarutan gas sama besar dengan kecepatan pelepasan gas. Keadaan ini disebut
keadaan setimbang. Tekanan yang diukur pada keadaan ini juga disebut tekanan setimbang
pada temperature tertentu.
Zat cair yang masuk bisa berupa pelarut murni atau larutan encer zat terlarut di dalam
pelarut didistribusikan di atas isian itu dengan distributor, sehingga pada operasi yang ideal,
membasahi permukaan isian itu secara seragam.

Beberapa hal yang mempengaruhi absorbsi gas ke dalam cairan :

Temperature operasi.

Tekanan operasi.

Konsentrasi komponen di dalam cairan.

konsentrasi komponen di dalam aliran gas.

Luas bidang kontak.

Lama waktu kontak.

Untuk itu dalam operasi absorbsi harus dipilih kondisi yang tepat sehingga dapat
diperoleh hasil optimum. Untuk menentukan harga koefisien perpindahan massa suatu zat
absorbs dapat digunakan perhitungan berdasarkan neraca massa.
Persamaan untuk kolom absorbs isian adalah :

y ialah fraks mol gas yang berada dalam kesetimbangan dengan


titik dalam kolom, /adalah fraksi mol ruah "bulk", A

calran disetiap

adalah luas penampang kolom,

H adalah tinggi isian dan a adalah luas spesifik isian/satuan volum isian. Untuk gas encer
terkecuali aliran gas inert, persamaan diatas dapat disederhanakan :

Ruas kanan dari persamaan di atas sulit diintegrasi. Perhitungan Kog dapat
disederhanakan (tetapi kurang teliti) dengan menggunakan definisi kog
N = Kog x aAH x log gaya penggerak rata-rata

Jadi, Kog =

Beberapa jenis menara absorbsi :

Menara absorbsi dengan benda isi (packing column).

Alat ini memakai metoda pengabsorpsian gas yang paling umum. Alat ini mirip
dengan alat yang dipergunakan untuk distilasi atau eksraksi pelarut dan dapat dipaking
dengan cincin Raschig, pelana Berl atau tipe-tipe paking lainnya. Paking disini gunanya
untuk memperbesar permukaan kontak dengan jala penyebaran zat cair dan penyebaran gas.

Cairan disemprotkan ke bagian puncak kolom dan secara vertical ke bawah akan bertemu
dengan aliran gas-gas yang berlawanan arah yang melalui kolom tersebut. Cairan yang berisi
gas-gas terlarut akan meninggalkan dasar kolom dan gas yang tak larut akan keluar melalui
puncak kolom. Cairan tersebut dapat dipergunakan kembali (recycle) seperti proses semula
sampai tidak terdapat lagi gas atau gas-gas terlarutnya dihilangkan dan cairan dapat
digunakan kembali.

Menara absorbsi dengan pelat atau piringan.

Bentuk dari pelat/piringan ayak atau piring berlubang (sieve tray) dan pelat golakan
(bubble cup). Pelat ayakan terdiri dari pelat yang berlobang yang dipasang horizontal dalam
kolom dengan diameter lobang berkisar sekitar 6-25 mm, sedangkan pada sisi tepian diberi
tepian limpahan. Zat cair mengalir melalui tepian ke dalam ruang limpahan, zat cair dari atas
mengalir ke bawah dengan gravitasi dengan pola berliku-liku melalui pelat. Gas mengalir
naik ke atas melalui lubang yang ada pada piring (perforasi) dan kontak dengan cairan
membentuk gelembung-gelembung gas yang kecil-kecil.
Pelat golakan (bubble cup) berupa lubang-lubang bulat dengan ditambahkan cup dan aluran
atau cerebong kecil diatasnya. Gas yang akan diabsorpsi mengalir lewat lubang dan cerobong
dan berkontak dengan cairan.

Menara absorbsi dengan penyemprot.

Tipe ini berukuran pendek berupa menara yang tidak dilengkapi dengan paking. Ke
dalam menara ini cairan diisikan dari puncak berupa semprotan yang sangat halus. Proses
penyemprotan

ini

dilakukan

untuk

memperbanyak

luasmukaan

dengan

bantuan

penyemprotan. Pembagian zat cair ini diatur agar menjadi percikan kecil yang banyak.

Pembersih Pancar (Jet Scrubber)

Cairan pengabsorpsi ditarik oleh gaya tekan melalui pipa dan masuk ke dalam lubang.
Kemudian cairan disemprotkan ke ruangan dimana gas-gas yang terdapat diserap dan diisap.
Laju Penyerapan CO2 dapat dihitung dengan rumus

Percobaan Analisa Karbon yang Larut dalam air

Jika M adalah konsentrasi penitran, vs adalah volume sampel yang digunakan


untuk titrasi, maka penentuan jumlah CO2 bebas (CCO2) pada suatu tangki dengan
volume (Vt volume penitran) adalah :

2.2 Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi pada
permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia.Absorben sering juga disebut
sebagai

cairan

pencuci.

Persyaratan absorben :

Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar mungkin
(kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil).

Selektif

Memiliki tekanan uap yang rendah

Tidak korosif.

Mempunyai viskositas yang rendah

Stabil secara termis.

Murah

Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah air (untuk gas-gas
yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan cairan), natrium hidroksida
(untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam) dan asam sulfat (untuk gas-gas yang dapat
bereaksi seperti basa).

2.3 Kolom Absorpsi


Adalah

suatu

kolom

atau

tabung

tempat

terjadinya

proses

pengabsorbsi

(penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di kolom/tabung tersebut. Proses ini


dilakukan dengan melewatkan zat yang terkontaminasi oleh komponen lain dan zat tersebut
dilewatkan ke kolom ini dimana terdapat fase cair dari komponen tersebut.

2.4 Struktur dalam absorber


Bagian atas: Spray untuk megubah gas input menjadi fase cair.
Bagian tengah: Packed tower untuk memperluas permukaan sentuh sehingga mudah untuk
diabsorbsi
Bagian bawah: Input gas sebagai tempat masuknya gas ke dalam reaktor.

2.5 Prinsip Kerja Kolom Absorbsi


Kolom absorbsi adalah sebuah kolom, dimana ada zat yang berbeda fase mengalir
berlawanan arah yang dapat menyebabkan komponen kimia ditransfer dari satu fase cairan ke
fase lainnya, terjadi hampir pada setiap reaktor kimia. Proses ini dapat berupa absorpsi gas,
destilasi,pelarutan yang terjadi pada semua reaksi kimia.
Campuran gas yang merupakan keluaran dari reaktor diumpankan kebawah menara
absorber. Didalam absorber terjadi kontak antar dua fasa yaitu fasa gas dan fasa cair
mengakibatkan perpindahan massa difusional dalam umpan gas dari bawah menara ke dalam
pelarut air sprayer yang diumpankan dari bagian atas menara. Peristiwa absorbsi ini terjadi
pada sebuah kolom yang berisi packing dengan dua tingkat.
Keluaran dari absorber pada tingkat I mengandung larutan dari gas yang dimasukkan
tadi.

Proses Pengolahan Kembali Pelarut Dalam Proses Kolom Absorber


Konfigurasi reaktor akan berbeda dan disesuaikan dengan sifat alami dari pelarut yang
digunakan
Aspek Thermodynamic (suhu dekomposisi dari pelarut),Volalitas pelarut,dan aspek
kimia/fisika seperti korosivitas, viskositas,toxisitas, juga termasuk biaya, semuanya akan

diperhitungkan ketika memilih pelarut untuk spesifik sesuai dengan proses yang akan
dilakukan.
Ketika volalitas pelarut sangat rendah, contohnya pelarut tidak muncul pada aliran
gas, proses untuk meregenerasinya cukup sederhana yakni dengan memanaskannya.

Contoh pertama
Cairan absorber yang akan didaur ulang masuk kedalam kolom pengolahan dari
bagian atasnya dan akan dicampur /dikontakan dengan stripping vapor.Gas ini bisa uap atau
gas mulia, dengan kondisi termodinamika yang telah disesuaikan.dengan pelarut yang
terpolusi. Absorber yang bersih lalu digunakan kembali di absorpsi kolom.

Contoh kedua
Absorber yang akan didaur ulang masuk ke kolom pemanasan stripping column.The stripping
vapor dibuat dari cairan pelarut itu sendiri.Bagian yang telah didaur ulang lalu digunakan
lagi untuk menjadi absorber.

Contoh ketiga
Sebuah kolom destilasi juga dapat digunakan untuk mendaur ulang. Absorber yang
terpolusi dilewatkan kedalam destilasi kolom. Dibawahnya, pelarut dikumpulkan dan dikirim
kembali ke absorber.

2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi Adsorpsi

Waktu Kontak
Waktu kontak merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam proses adsorpsi.
Waktu kontak memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul adsorbat berlangsung
lebih baik.

Karakteristik Adsorben
Ukuran partikel merupakan syarat yang penting dari suatu arang aktif untuk
digunakan sebagai adsorben. Ukuran partikel arang mempengaruhi kecepatan dimana
adsorpsi terjadi. Kecepatan adsorpsi meningkat dengan menurunnya ukuran partikel.

Luas Permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak adsorbat yang diserap, sehingga
proses adsorpsi dapat semakin efektif. Semakin kecil ukuran diameter adsorben maka
semakin luas permukaannya. Kapasitas adsorpsi total dari suatu adsorbat tergantung pada
luas permukaan total adsorbennya.

Kelarutan Adsorbat
Agar adsorpsi dapat terjadi, suatu molekul harus terpisah dari larutan. Senyawa yang
mudah larut mempunyai afinitas yang kuat untuk larutannya dan karenanya lebih sukar untuk
teradsorpsi dibandingkan senyawa yang sukar larut. Akan tetapi ada perkeculian karena
banyak senyawa yang dengan kelarutan rendah sukar diadsorpsi, sedangkan beberapa
senyawa yang sangat mudah larut diadsorpsi dengan mudah. Usaha-usaha untuk menemukan
hubungan kuantitatif antara kemampuan adsorpsi dengan kelarutan hanya sedikit yang
berhasil.

Ukuran Molekul Adsorbat


Ukuran molekul adsorbat benar-benar penting dalam proses adsorpsi ketika molekul
masuk ke dalam mikropori suatu partikel arang untuk diserap. Adsorpsi paling kuat ketika
ukuran pori-pori adsorben cukup besar sehingga memungkinkan molekul adsorbat untuk
masuk.

pH
pH di mana proses adsorpsi terjadi menunjukkan pengaruh yang besar terhadap
adsorpsi itu sendiri. Hal ini dikarenakan ion hidrogen sendiri diadsorpsi dengan kuat,
sebagian karena pH mempengaruhi ionisasi dan karenanya juga mempengaruhi adsorpsi dari
beberapa senyawa. Asam organik lebih mudah diadsorpsi pada pH rendah, sedangkan
adsorpsi basa organik terjadi dengan mudah pada pH tinggi. pH optimum untuk kebanyakan
proses adsorpsi harus ditentukan dengan uji laboratorium.

Temperatur
Temperatur di mana proses adsorpsi terjadi akan mempengaruhi kecepatan dan
jumlah adsorpsi yang terjadi. Kecepatan adsorpsi meningkat dengan meningkatnya
temperatur, dan menurun dengan menurunnya temperatur. Namun demikian, ketika adsorpsi
merupakan proses eksoterm, derajad adsorpsi meningkat pada suhu rendah dan akan menurun
pada suhu yang lebih tinggi (Srining Peni, 2001: 23).

BAB III
PERCOBAAN
3.1 Alat dan bahan
No. Alat

Bahan

1.

Alat absorpsi 1 unit

Aquadest

2.

Stopwatch (1)

Gas CO2

3.

Botol Semprot (1)

Larutan NaOH

4.

Pipet Ukur 10 mL (2)

Phenolptalein

5.

Gelas Kimia 500 mL (1) Larutan HCl 0,05 N

6.

Pipet Tetes (2)

7.

Buret 50 mL (1)

3.2 Langkah Kerja


Menghubungkan ke instalasi listrik

Menyalakan Pompa, Atur laju alir air dan udara


Diamkan 10 menit, atur laju alir CO2

Diamkan 2 menit, ambil sampel dari bak


penampungan dan selang keluaran

Teteskan indikator Phenolphtalein (PP)


Titrasi dengan HCl 0.05 M

Ulangi dengan laju alir yang berbeda

BAB IV
DATA PENGAMATAN
Sampel pada masukan (bak)
No

Volume

Laju Alir

Laju Alir

Laju Alir

Volume HCl

Sampel

Udara

NaOH

CO2

0.05 N

(mL)

(L/menit)

(L/menit)

(L/menit)

(mL)

10

60

8.7

10

65

4.5

8.5

10

60

9.5

10

65

4.5

8.8

10

40

7.4

10

45

3.5

10

40

6.2

10

45

3.5

6.8

10

40

10

10

45

3.5

11

10

40

6.5

12

10

45

3.5

7.5

13

10

40

6.5

14

10

45

4.5

15

10

40

6.4

16

10

45

5.5

Sampel pada keluaran (selang)


No

Volume

Laju Alir

Laju Alir

Laju Alir

Volume HCl

Sampel

Udara

NaOH

CO2

0.05 N

(mL)

(L/menit)

(L/menit)

(L/menit)

(mL)

10

60

10

65

4.5

10

10

60

10

65

4.5

9.2

10

40

7.6

10

45

3.5

6.3

10

40

6.1

10

45

3.5

5.2

10

40

5.5

10

10

45

3.5

4.5

11

10

40

4.3

12

10

45

3.5

5.5

13

10

40

4.5

14

10

45

4.5

15

10

40

2.8

16

10

45

5.5

2.5

BAB V
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

5.1

Konsentrasi CO2 dari bak (masukan)


Kondisi Volum HCl(mL) Volum CO2(mL) Molar CO2(N)

5.2

1.

8.7

10

0,0435

2.

8.5

10

0,0425

3.

9.5

10

0,0475

4.

8.8

10

0,044

5.

7.4

10

0,037

6.

10

0,035

7.

6.2

10

0,031

8.

6.8

10

0,034

9.

10

0,03

10

10

0,035

11.

6.5

10

0,0325

12.

7.5

10

0,0375

13.

6.5

10

0.0325

14.

10

0.025

15.

6.4

10

0.032

16.

10

0.035

Konsentrasi CO2 dari selang (keluaran)


Kondisi Volum HCl(mL) Volum CO2(mL) Molar CO2(N)
1.

10

0,045

2.

10

10

0,05

3.

10

0,035

4.

9.2

10

0,046

5.

7.6

10

0,038

6.

6.3

10

0,0315

7.

6.1

10

0,0305

8.

5.2

10

0,026

9.

5.5

10

0,0275

10

4.5

10

0,0225

11.

4.3

10

0,0215

12.

5.5

10

0,0265

13.

4.5

10

0.0225

14.

10

0.015

15.

2.8

10

0.014

16.

2.5

10

0.0125

5.3 Harga Fraksi CO2 berdasarkan Kesetimbangan dan Neraca Massa


Laju Alir

Laju Alir

YA1 secara

YA1 secara

NaOH

CO2

kesetimbangan

Neraca Massa

(L/menit)

(L/menit)

(Hukum Henry)

(Hasil Percobaan)

0,000295

0,0032

4.5

0,000282

0,0065

0,00437

0,0065

4.5

0,0408

0,00055

0,0644

0,00531

3.5

0,0553

0,0148

0,0831

0,0023

3.5

0,0694

0,0029

0,1028

0,038

10

3.5

0,0928

0,046

11

0,0908

0,042

12

3.5

0,1095

0,041

13

0.1194

0.061

14

4.5

0.1382

0.076

15

0.1177

0.087

16

5.5

0.1066

0.083

Kondisi

5.4 Jumlah Tahap Kesetimbangan dalam Kolom (N)

Dalam praktikum kali ini, praktikan tidak melakukan perhitungan jumlah


tahap kesetimbangan dalam kolom dikarenakan jumlah tahap dianggap satu tahap
(single stage).
5.5 Pembahasan
Pembahasan Oleh Hizba Ilmi Nafan (1214110)
Pembahasan Oleh Widya Piqra (121411061)
BAB VI
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

a. Menghitung konsentrasi CO2

Konsentrasi CO2 dari bak (masukan)

1. VHCl = 8.7 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

8.7 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,0435 N

2. VHCl = 8.5 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

8.5 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,0425 N

3. VHCl = 9.5 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

9.5 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,0475 N

4. VHCl = 8.8 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N

VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

8.8 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,044 N

5. VHCl = 7.4 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

7.4 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,037 N

6. VHCl = 7 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

7 mL. 0,05 M

= 10 mL. NCO2

NCO2

= 0,035 N

7. VHCl = 6.2 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

6.2 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,031 N

8. VHCl = 6.8 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

6.8 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,034 N

9. VHCl = 6 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

6 mL. 0,05 M

= 10 mL. NCO2

NCO2

= 0,03 N

10. VHCl = 7 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

7 mL. 0,05 M

= 10 mL. NCO2

NCO2

= 0,035 N

11. VHCl = 6.5 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N

VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

6.5 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,0325 N

12. VHCl = 7.5 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

7.5 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,0375 N

13. VHCl = 6.5 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

6.5 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,0325 N

14. VHCl = 5 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

5 mL. 0,05 M

= 10 mL. NCO2

NCO2

= 0,025 N

15. VHCl = 6.4 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

6.4 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,032 N

16. VHCl = 7 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N

VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

7 mL. 0,05 M

= 10 mL. NCO2

NCO2

= 0,035 N

Konsentrasi CO2 dari selang (keluaran)


1. VHCl = 9 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N
VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

9 mL. 0,05 M

= 10 mL. NCO2

NCO2

= 0,045 N

2. VHCl = 10 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

10 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,05 N

3. VHCl = 7 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

7 mL. 0,05 M

= 10 mL. NCO2

NCO2

= 0,035 N

4. VHCl = 9.2 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

9.2 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,046 N

5. VHCl = 7.6 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

7.6 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,038 N

6. VHCl = 6.3 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

6.3 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,0315 N

7. VHCl = 6.1 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

6.1 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,0305 N

8. VHCl = 5.2 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

5.2 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,026 N

9. VHCl = 5.5 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

5.5 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,0275 N

10. VHCl = 4.5 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

4.5 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,0225 N

11. VHCl = 4.3 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

4.3 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,0215 N

12. VHCl = 5.5 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

5.5 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,0275 N

13. VHCl = 4.5 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

6.5 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,0225 N

14. VHCl = 3 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

3 mL. 0,05 M

= 10 mL. NCO2

NCO2

= 0,015 N

15. VHCl = 2.8 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

2.8 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,014 N

16. VHCl = 2.5 mL ; VCO2 = 10mL ; MHCl = 0,05 N


VHCL.NHCl

= VCO2. NCO2

2.5 mL. 0,05 M = 10 mL. NCO2


NCO2

= 0,0125 N

a. Menghitung harga fraksi CO2 dengan menggunakan dengan neraca massa dan
kesetimbangan asumsi Single Stage

Kondisi 1
udara = 1,22 kg/m3
CO2 = 1,8 kg/m3
BM Udara

= 79 % N2 + 21% O2
= 0,79 (28) + 0,21 (32)
= 22,12 + 6,72
= 28.84 29

BM Air

= 18

BM CO2

= 44

Laju alir CO2 = 2


Laju alir NaOH = 4
Laju alir Udara = 60

Dari Tangki (inlet: NaOH)


M CO2

=0.0435
= 0.174

x4

Laju mol NaOH (L)

=
=

Dari inlet udara dan CO2


Laju mol udara (V)

=
=

Laju mol CO2 =


=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 2.52
= 2.602

Kondisi 2
udara = 1,22 kg/m3
CO2

= 1,8 kg/m3

BM Udara

= 79 % N2 + 21% O2
= 0,79 (28) + 0,21 (32)
= 22,12 + 6,72
= 28.84 29

BM Air

= 18

BM CO2

= 44

Laju alir CO2 = 2


Laju alir NaOH = 4
Laju alir Udara = 65

Dari Tangki (inlet: NaOH)


M CO2

=0.0425

x 4.5

=0.191
Laju mol NaOH (L)

=
=

Dari inlet udara dan CO2


Laju mol udara (V)

=
=

Laju mol CO2 =


=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 2.73
= 2.812

Kondisi 3
udara = 1,22 kg/m3
CO2

= 1,8 kg/m3

BM Udara

= 79 % N2 + 21% O2
= 0,79 (28) + 0,21 (32)
= 22,12 + 6,72
= 28.84 29

BM Air

= 18

BM CO2

= 44

Laju alir CO2 = 3


Laju alir NaOH = 4
Laju alir Udara = 60

Dari Tangki (inlet: NaOH)


M CO2

= 0.0475

x4

= 0.19
Laju mol NaOH (L)

=
=

Dari inlet udara dan CO2


Laju mol udara (V)

=
=

Laju mol CO2 =


=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 2.52

= 2.6427

Kondisi 4
udara = 1,22 kg/m3
CO2

= 1,8 kg/m3

BM Udara

= 79 % N2 + 21% O2
= 0,79 (28) + 0,21 (32)
= 22,12 + 6,72
= 28.84 29

BM Air

= 18

BM CO2

= 44

Laju alir CO2 = 3


Laju alir NaOH =4.5
Laju alir Udara = 65

Dari Tangki (inlet: NaOH)


M CO2

= 0.044

x 4.5

= 0.198
Laju mol NaOH (L)

=
=

Dari inlet udara dan CO2


Laju mol udara (V)

=
Laju mol CO2 =
=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 2.73
= 2.8527

Kondisi 5
udara = 1.22 kg/m3
CO2

= 1.8 kg/m3

BM Udara

= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29

BM Air

= 18

BM CO2

= 44

Laju alir CO2 = 3


Laju alir NaOH = 3
Laju alir Udara = 40

Dari Tangki (inlet : NaOH)

M CO2

= 0.037

x3

= 0.111
Laju mol NaOH (L)

=
=

Dari inlet udara dan CO2


Laju mol udara (V)

=
=

Laju mol CO2 =


=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 1,68
= 1,803

Kondisi 6
udara = 1.22 kg/m3
CO2

= 1.8 kg/m3

BM Udara

= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29

BM Air

= 18

BM CO2

= 44

Laju alir CO2 = 3


Laju alir NaOH = 3.5
Laju alir Udara = 45

Dari Tangki (inlet : NaOH)


M CO2

= 0.035

x3

= 0.1225
Laju mol NaOH (L)

=
=

Dari inlet udara dan CO2


Laju mol udara (V)

=
=

Laju mol CO2 =


=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 1,89
= 2,013

Kondisi 7
udara = 1.22 kg/m3

= 1.8 kg/m3

CO2

BM Udara

= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29

BM Air

= 18

BM CO2

= 44

Laju alir CO2 = 4


Laju alir NaOH = 3
Laju alir Udara = 40

Dari Tangki (inlet : NaOH)


M CO2

= 0.031

x3

= 0.093
Laju mol NaOH (L)

=
=

Dari inlet udara dan CO2


Laju mol udara (V)

=
=

Laju mol CO2 =


=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 1,68

= 1,843

Kondisi 8
udara = 1.22 kg/m3
CO2

= 1.8 kg/m3

BM Udara

= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29

BM Air

= 18

BM CO2

= 44

Laju alir CO2 = 4


Laju alir NaOH = 3.5
Laju alir Udara = 45

Dari Tangki (inlet : NaOH)


M CO2

= 0.034

x4

= 0.136
Laju mol NaOH (L)

=
=

Dari inlet udara dan CO2


Laju mol udara (V)

=
Laju mol CO2 =
=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 1,89
=2.053

Kondisi 9
udara = 1.22 kg/m3
CO2

= 1.8 kg/m3

BM Udara

= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29

BM Air

= 18

BM CO2

= 44

Laju alir CO2 = 5


Laju alir NaOH = 3
Laju alir Udara = 40

Dari Tangki (inlet : NaOH)


M CO2

= 0.03

x3

= 0.09
Laju mol NaOH (L)

=
=

Dari inlet udara dan CO2


Laju mol udara (V)

=
=

Laju mol CO2 =


=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 1,68
= 1.8845

Kondisi 10
udara = 1.22 kg/m3
CO2

= 1.8 kg/m3

BM Udara

= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29

BM Air

= 18

BM CO2

= 44

Laju alir CO2 = 5


Laju alir NaOH = 3.5
Laju alir Udara = 45

Dari Tangki (inlet : NaOH)


M CO2

=0.035

x 3.5

= 0.1225
Laju mol NaOH (L)

=
=

Dari inlet udara dan CO2


Laju mol udara (V)

=
=

Laju mol CO2 =


=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 1,89
= 2.0945

Kondisi 11
udara = 1.22 kg/m3
CO2

= 1.8 kg/m3

BM Udara

= 79 % N2 + 21% O2

= 0.79 (28) + 0.21 (32)


= 22.12 + 6.72
= 28.84 29
BM Air

= 18

BM CO2

= 44

Laju alir CO2 = 6


Laju alir NaOH = 3
Laju alir Udara = 40

Dari Tangki (inlet : NaOH)


M CO2

= 0.0325

x3

= 0.0975
Laju mol NaOH (L)

=
=

Dari inlet udara dan CO2


Laju mol udara (V)

=
=

Laju mol CO2 =


=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 1,68
= 1.925

Kondisi 12
udara = 1.22 kg/m3
CO2

= 1.8 kg/m3

BM Udara

= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29

BM Air

= 18

BM CO2

= 44

Laju alir CO2 = 5


Laju alir NaOH = 3.5
Laju alir Udara = 45

Dari Tangki (inlet : NaOH)


M CO2

= 0.0375

x 3.5

= 0.1125
Laju mol NaOH (L)

=
=

Dari inlet udara dan CO2


Laju mol udara (V)

=
=

Laju mol CO2 =


=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 1,89
= 2.135

Kondisi 13
udara = 1.22 kg/m3
CO2

= 1.8 kg/m3

BM Udara

= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29

BM Air

= 18

BM CO2

= 44

Laju alir CO2 = 6


Laju alir NaOH = 4
Laju alir Udara = 40

Dari Tangki (inlet : NaOH)


M CO2

= 0.0325
= 0.13

x4

Laju mol NaOH (L)

=
=

Dari inlet udara dan CO2


Laju mol udara (V)

=
=

Laju mol CO2 =


=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 1,68
= 1.925

Kondisi 14
udara = 1.22 kg/m3
CO2

= 1.8 kg/m3

BM Udara

= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29

BM Air

= 18

BM CO2

= 44

Laju alir CO2 = 6


Laju alir NaOH = 4.5
Laju alir Udara = 40

Dari Tangki (inlet : NaOH)


M CO2

=0.025

x 4.5

= 0.1125
Laju mol NaOH (L)

=
=

Dari inlet udara dan CO2


Laju mol udara (V)

=
=

Laju mol CO2 =


=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 1,89
= 2.135

Kondisi 15
udara = 1.22 kg/m3
CO2

= 1.8 kg/m3

BM Udara

= 79 % N2 + 21% O2

= 0.79 (28) + 0.21 (32)


= 22.12 + 6.72
= 28.84 29
BM Air

= 18

BM CO2

= 44

Laju alir CO2 = 6


Laju alir NaOH = 5
Laju alir Udara = 40

Dari Tangki (inlet : NaOH)


M CO2

=0.032

x5

= 0.16
Laju mol NaOH (L)

=
=

Dari inlet udara dan CO2


Laju mol udara (V)

=
=

Laju mol CO2 =


=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 1,68
= 1.925

Kondisi 16
udara = 1.22 kg/m3
CO2

= 1.8 kg/m3

BM Udara

= 79 % N2 + 21% O2
= 0.79 (28) + 0.21 (32)
= 22.12 + 6.72
= 28.84 29

BM Air

= 18

BM CO2

= 44

Laju alir CO2 = 6


Laju alir NaOH = 5.5
Laju alir Udara = 45

Dari Tangki (inlet : NaOH)


M CO2

= 0.035

x 5.5

= 0.1925
Laju mol NaOH (L)

=
=

Dari inlet udara dan CO2


Laju mol udara (V)

=
=

Laju mol CO2 =


=
V2 = laju mol udara + laju mol CO2
= 1,89
= 2.135

Perhitungan dengan hukum Henry


Kondisi 1
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)

= 222

Laju molar udara (V)

XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(

)
)

)
(

)
)

)
)

XA1 = 1.8x10-6
YA1= 1640 XA1
= 0.000295
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o

Outlet

Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1

0.0032

Kondisi 2
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)

= 250

Laju molar udara (V)

XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(

)
)

(
(

)
)

)
)

XA1 = 1.72x10-6
YA1= 1640 XA1
= 0.000282
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o

Outlet

Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1

)
(

0.0065

Kondisi 3
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)

= 222.22

Laju molar udara (V)

XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(

)
)

(
(

)
)

)
(

)
)

XA1 = 2.67x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.0437
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o

Outlet

)
(

Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1

0.0065

Kondisi 4
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)

= 250

Laju molar udara (V)

XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(

)
)

(
(

)
)

)
)

)
(

XA1 = 2.49x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.0408
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o

Outlet

Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1

0.0055

Kondisi 5
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)

= 167

Laju molar udara (V)

XA0 = 0

YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(

)
)

(
(

)
)

)
)

XA1 = 3.93x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.0644
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o

Outlet

Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1

)
(

0.00531

Kondisi 6
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)

= 194

Laju molar udara (V)

XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(

)
)

(
(

)
)

)
)

XA1 = 3.37x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.0553
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o

Outlet

)
(

Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1

0.0148

Kondisi 7
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)

= 167

Laju molar udara (V)

XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(

)
)

(
(

)
)

)
)

)
(

XA1 = 5.07x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.0831
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o

Outlet

Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1

0.0023

Kondisi 8
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)

= 194

Laju molar udara (V)

XA0 = 0

YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(

)
)

(
(

)
)

)
)

XA1 = 4.23x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.0694
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o

Outlet

Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1

)
(

0.0029

Kondisi 9
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)

= 167

Laju molar udara (V)

XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(

)
)

(
(

)
)

)
)

XA1 = 6.27x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.1028

Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)


o

Outlet

)
(

Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1

0.038

Kondisi 10
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)

= 194

Laju molar udara (V)

XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(

)
)

(
(

)
)

)
)

)
(

XA1 = 5.66x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.0928
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o

Outlet

Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1

0.046

Kondisi 11
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)

= 167

Laju molar udara (V)

XA0 = 0

YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(

)
)

(
(

)
)

)
)

XA1 = 5.54x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.0908
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o

Outlet

Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1

)
(

0.042

Kondisi 12
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)

= 194

Laju molar udara (V)

XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(

)
)

(
(

)
)

)
)

XA1 = 6.68x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.1095

Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)


o

Outlet

)
(

Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1

0.041

Kondisi 13
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)

= 222

Laju molar udara (V)

XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(

)
)

(
(

)
)

)
)

)
(

XA1 = 7.28x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.1194
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o

Outlet

Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1

0.061
Kondisi 14
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)

= 250

Laju molar udara (V)

XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =

(
(

)
)

(
(

)
)

)
)

XA1 = 8.43x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.1382
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o

Outlet

Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1

)
(

0.076

Kondisi 15
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)

= 278

Laju molar udara (V)

XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(

)
)

(
(

)
)

)
)

XA1 = 7.18x10-5
YA1= 1640 XA1
= 0.1177
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o

Outlet

)
(

Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1

0.087

Kondisi 16
Perhitungan berdasarkan Hukum henry
Laju molar NaOH (L)

= 306

Laju molar udara (V)

XA0 = 0
YA1 = 1640XA1
YA2 =
(
(

)
)

(
(

)
)

XA1 = 6.5x10-5
YA1= 1640 XA1

)
)

)
(

= 0.1066
Perhitungan dengan Neraca Massa(Hasil Percobaan)
o

Outlet

Neraca massa :
V2 YA2 + L0 XA0 = V1 YA1 + L1 XA1

0.083

You might also like