You are on page 1of 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Intubasi endotrakea adalah prosedur yang sering dikerjakan di Intensive
Care Unit (ICU). Ulserasi dan edema reaktif (inamasi) pada mukosa glotis dan
subglotis dapat terjadi akibat trauma pada tindakan intubasi itu sendiri dan akibat
penekanan atau iritasi oleh pipa endotrakea. Inflamasi ini menyebabkan obstruksi
jalan napas atas yang ditandai dengan stridor, sehingga berisiko untuk terjadinya
kegagalan ekstubasi, yaitu perlunya reintubasi dalam 24-48 jam pasca-ekstubasi.
Tindakan reintubasi ini berarti akan memperpanjang lama rawat di ICU,
meningkatkan risiko terjadinya berbagai penyulit akibat penggunaan ventilator
mekanis, dan meningkatkan angka mortalitas (Jaber dkk, 2003 dan Erginel dkk,
2005).
Laringospasme merupakan salah satu komplikasi yang terjadi pada saat
periode perioperatif terutama selama induksi anestesia atau selama ekstubasi.
Laringospasme

menyebabkan

postextubation.

Hal

ini

sekitar

terjadi

40%

karena

dari

refleks

obstruksi

jalan

napas

penutupan

glotis

yang

berkepanjangan di perantarai oleh saraf laring superior (Al-alami dkk, 2009 dan
Mevorach, 2009).
Faktor-faktor umum meliputi pernafasan cepat seperti dalam kasus infeksi
saluran pernapasan atas. Faktor-faktor umum lainnya dapat memicu rangsangan
yang menyakitkan, hipertonisitas vagal primer, anestesi yang dalam pada intubasi
1

endotrakeal, anestesia pada ekstubasi atau kombinasi baik sebelumnya dengan


atau tanpa beberapa iritan seperti darah, lendir, bilah laringoskop, suction kateter,
alat-alat bedah atau benda asing lainnya. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi
serius dapat mengenai jantung atau otak yang fatal. Olsson dan Hallen mengamati
136.929 pasien, kejadian 8.6/1000 pada orang dewasa dan insiden yang lebih
tinggi dari 27.6/1000 dari laringospame pada anak-anak (Olsson, 1984 dan
Mevorach, 2009).
Insiden komplikasi akibat laringospasme dapat bervariasi sebagai berikut:
serangan jantung 0,5%, tekanan negatif obstruktif edema paru 4%, aspirasi paru
3%, bradikardia 6% dan desaturasi oksigen 61%. (Al-alami A, dkk, 2009).
Kortikosteroid dengan kemampuan anti inflamasinya selama ini digunakan
secara parenteral untuk mencegah atau mengatasi stridor pasca ekstubasi, tetapi
sebenarnya penggunaan kortikosteroid secara rutin untuk kedua tujuan ini masih
kontroversi karena belum ada bukti sahih yang

mendukung manfaat

kortikosteroid, terutama pada populasi pasien anak. Beberapa studi menggunakan


kortikosteroid mulai dari 6-24 jam sebelum tindakan ekstubasi elektif sebagai
profilaksis stridor pasca-ekstubasi. Sementara ada studi lain yang memberi
kortikosteroid sebagai terapi, setelah terbukti terjadi stridor pasca-ekstubasi
(Anene dkk, 1996 dan Newth dkk, 2009).
Ditinjau

dari

perspektif

Islam,

penggunaan

kortikosteroid

sebagai

pencegahan re-intubasi dan spasme laring tidak disebutkan secara khusus, baik di
dalam Al-Quran maupun Hadits. Namun, pengobatan maupun pencegahan
terhadap penyakit telah jelas disebutkan hukumnya di dalam al-Quran dan Hadits.

Sehingga perlu diperhatikan juga halal dan haramnya obat-obatan yang akan kita
pakai.
Ayat Al-Quran yang mengisyaratkan tentang pengobatan diantaranya
adalah QS Al-Isra: 82 dan QS Yunus: 57 yang menjelaskan tentang turunnya AlQuran yang merupakan rahmat dan penawar serta penyembuh bagi penyakitpenyakit serta petunjuk bagi orang-orang yang beriman.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk membahas
lebih jauh mengenai penggunaan kortikosteroid sebelum dilakukan intubasi untuk
mencegah re-intubasi dan spasme laring ditinjau dari kedokteran dan Islam.

1.2. PERMASALAHAN
1.2.1. Bagaimana pandangan kedokteran terhadap penggunaan steroid
sebelum dilakukan ekstubasi untuk mencegah re-intubasi dan spasme
laring?
1.2.2. Bagaimana pandangan Islam terhadap penggunaan steroid sebelum
dilakukan ekstubasi untuk mencegah re-intubasi dan spasme laring?
1.2.3. Bagaimana kaitan pandangan kedokteran dan Islam terhadap
penggunaan steroid sebelum dilakukan ekstubasi untuk mencegah reintubasi dan spasme laring?

1.3. TUJUAN
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui penggunaan steroid sebelum dilakukan ekstubasi
untuk mencegah re-intubasi dan spasme laring ditinjau dari kedokteran dan
islam dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

1.3.2. Tujuan Khusus


1.3.2.1.

Mengetahui efektivitas penggunaan steroid sebelum dilakukan


ekstubasi untuk mencegah re-intubasi dan spasme laring ditinjau
dari kedokteran.

1.3.2.2.

Mengetahui efektivitas penggunaan steroid sebelum dilakukan


ekstubasi untuk mencegah re-intubasi dan spasme laring ditinjau
dari Islam.

1.3.2.3.

Mengetahui kaitan pandangan kedokteran dan Islam terhadap


penggunaan steroid sebelum dilakukan ekstubasi untuk mencegah
re-intubasi dan spasme laring.

1.4. MANFAAT
1.4.1.

Bagi Penulis
Penulisan skripsi ditujukan untuk memenuhi persyaratan mendapat

gelar dokter muslim di Fakultas Kedokteran Universitas YARSI dan


diharapkan dapat menambah pengetahuan dan karya ilmiah tentang
penggunaan steroid sebelum dilakukan ekstubasi untuk mencegah re-intubasi
dan spasme laring ditinjau dari kedokteran dan Islam

1.4.2.

Bagi Universitas YARSI


Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan di perpustakaan Universitas YARSI serta menjadi bahan


masukan bagi civitas akademika mengenai penggunaan steroid sebelum
dilakukan ekstubasi untuk mencegah re-intubasi dan spasme laring ditinjau
dari kedokteran dan Islam.
1.4.3. Bagi Masyarakat
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat membantu menambah khasanah
pengetahuan masyarakat mengenai penggunaan steroid sebelum dilakukan
ekstubasi untuk mencegah re-intubasi dan spasme laring ditinjau dari
kedokteran dan Islam.

You might also like