You are on page 1of 14

OPTIMASI KONSENTRASI HIDROKSI ETIL SELULOSA SEBAGAI

PENGENTAL DALAM SEDIAAN SAMPO CAIR EKSTRAK KANGKUNG


(Ipomoea aquatica Forssk)
OPTIMIZATION OF CONCENTRATION HYDROXYETHYL CELLULOSE
AS THICKENING AGENT OF WATER SPINACH EXTRACT LIQUID
SHAMPOO (Ipomoea aquatica Forssk)
Frisca Mayasari, Kori Yati, Rahmah Elfiyani.
Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Frisca Mayasari
0904015108
Berdasarkan penelitian sebelumnya didapatkan konsentrasi 3,125 %
ekstrak kangkung (Ipomoea aquatica Forssk) dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
konsentrasi optimal hidroksi etil selulosa sebagai pengental terhadap kestabilan
fisik sediaan sampo cair ekstrak kangkung. Sediaan sampo dibuat menjadi 4
formula dengan konsentrasi ekstrak kangkung 3 % dan hidroksi etil selulosa
sebagai pengental dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,8 % ; 0,9 % ; 1% ; 1,1
%. Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan pembuatan sediaan sampo dengan
melarutkan dan mencampurkan masing-masing bahan ke dalam basis sampo dan
diaduk hingga homogen, setelah itu tiap formula dievaluasi stabilitas fisiknya
selama 6 minggu meliputi uji organoleptik, homogenitas, viskositas dan sifat alir,
bobot jenis, pH, tegangan permukaan, tinggi busa dan uji pemisahan fase. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sediaan sampo pada Formula 2 dengan konsentrasi
0,9 % merupakan formula yang optimal dibandingkan dengan formula yang lain.
Kata Kunci

: ekstrak kangkung, hidroksi etil selulosa, stabilitas fisik


ABSTRACT

Based on previous research on concentration of 3.125 % water spinach extract


(Ipomoea aquatica Forssk) can inhibit the growth of Staphylococcus aureus. The
research aimed at determining the optimal concentration of hydroxyethyl
cellulose as thickening agent for the physical stability of water spinach extract
liquid shampoo. The shampoo made into 4 formulas with concentration of water
spinach extract 3 % and hydroxyethyl cellulose as thickening agent with different
concentrations, that were 0.8 % ; 0.9 % ; 1% ; 1.1 %. The research began with
the manufacture of shampoo by dissolving and mixing of each ingredient in the
shampoo base and stirred until get homogeneity, and then the product was
evaluated to physical stability during 6 weeks
imcluding organoleptic,
homogeneity, viscosity and rheology, density, pH, surface tension, foam forming
and phase separation test. The result showed that shampoo in formula 2 with a
concentration of 0,9 % is the optimal formula compared to other formulas.
1

Keywords : water spinach extract, hydroxyethyl cellulose, physical stability


PENDAHULUAN
Tanaman kangkung (Ipomoea aquatica Forssk) mengandung alkaloid,

flavonoid,

saponin

dan

tanin

(Syamsuhidayat dan Hutapea

yang

berkhasiat

sebagai

anti

ketombe

1991). Dari penelitian sebelumnya diketahui

bahwa didapatkan konsentrasi 3,125 % ekstrak kangkung dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus (Purnamasari 2012). Maka dapat

diformulasikan dalam bentuk sediaan sampo anti ketombe. Untuk pembuatan


sediaan sampo dibutuhkan thickening agent sebagai bahan pengental.

Pengental merupakan salah satu komponen sampo yang berkaitan dengan

viskositas yang menghasilkan rheologi dari suatu sediaan agar sediaan tersebut

lebih mudah digunakan. Hidroksi etil selulosa merupakan derivat selulosa yang

digunakan sebagai pengental dan digunakan sebagai peningkat viskositas dan


dapat membentuk larutan

koloidal. Hidroksi etil selulosa merupakan larutan

nonionik yang larut dalam air panas dan air dingin, praktis tidak larut dalam
etanol (95%), eter, toluen dan dalam sebagian besar pelarut organik (Rowe 2009).

Pada penelitian ini digunakan hidroksi etil selulosa sebagai pengental

dalam suatu formulasi sediaan sampo ekstrak cair kangkung dengan berbagai

konsentrasi yaitu 0,8%, 0,9 %, 1%, dan 1,1 % dan bahan-bahan tambahan lain
sehingga didapatkan konsentrasi optimal pada sediaan sampo yang baik.
METODOLOGI

Alat-alat penelitian

pH

meter,

Viskometer

Brookfield

tipe

RVDVE,

piknometer, tensiometer Du Nouy, oven, timbangan analitik, sentrifugasi tipe


PLC-025, hotplate, rotary evaporator (EYELA N-1001), mixer, vial, termometer,
kulkas dan alat-alat gelas.
Bahan penelitian

: ekstrak kental kangkung, natrium lauril sulfat, hidroksi

etil selulosa, propilenglikol, metil paraben, propil paraben, dinatrium EDTA dan
aquades.

Prosedur Penelitian

Pembuatan Ekstrak Kental Kangkung

Ekstrak etanol kangkung dibuat dengan cara maserasi yaitu merendam

kangkung kering sebanyak 40000 gram dalam pelarut etanol 96 % sebanyak 45 L,

hasil maserasi selanjutnya dikentalkan menggunakan rotary evaporator pada 80


rpm dengan suhu 50 C untuk mengurangi kandungan etanol pada ekstrak dan
diperoleh ekstrak kental sebanyak 4880 gram. Setelah diperoleh ekstrak kental
kemudian dilakukan pemeriksaan karakteristik ekstrak.

Penyusunan Formula dan Pembuatan Sediaan Sampo

Tabel 1. Formula sediaan sampo ekstrak kangkung

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Komposisi

Ekstrak kangkung
Natrium lauril sulfat
Hidroksi etil selulosa
Propilenglikol
Nipagin
Nipasol
Dinatrium EDTA
Aquades ad 100

Formula Formula
1 (%)
2 (%)
3
3
9
9
0,8
0,9
15
15
0,18
0,18
0,02
0,02
0,1
0,1
100
100

Formula
3 (%)
3
9
1
15
0,18
0,02
0,1
100

Formula
4 (%)
3
9
1,1
15
0,18
0,02
0,1
100

Fungsi

Zat Aktif
Detergen
Pengental
Humektan
Pengawet
Pengawet
Pengkelat
Pelarut

Pembuatan Sediaan Sampo Ekstrak Kangkung


zat

Alat dan bahan disiapkan setelah itu dilakukan penimbangan zat aktif dan

tambahan. Setelah semua bahan ditimbang kemudian buat dispersi dengan

mengaduk hidroksi etil selulosa dengan air panas sampai terbasahi, kemudian

tambahkan propilenglikol diaduk sampai homogen (M1). Dinatrium EDTA yang


telah dilarutkan dengan aquades, serta nipagin yang sudah dilarutkan dengan air

panas, dan nipasol yang sudah dilarutkan dengan propilenglikol, di masukkan ke

dalam M1 dan diaduk sampai homogen. Ekstrak kangkung dan natrium lauril

sulfat yang telah dilarutkan dalam air, dimasukkan ke dalam M1 dan diaduk
sampai homogen. Sisa aquades dimasukkan ke dalam M1, kemudian dicampur
dan diaduk sampai homogen.
Evaluasi Sediaan Sampo

Evaluasi sediaan sampo meliputi organoleptik dan homogenitas,

pengukuran pH, viskositas dan sifat alir, bobot jenis, tegangan permukaan, tinggi
busa dan uji pemisahan fase (freeze thauw dan sentrifugasi).
HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik ekstrak kangkung

Tabel 2. Hasil Karateristik Ekstrak Kangkung

Pemerian
Warna
Rasa
Bau
PH
Viskositas
Rendemen
Bobot jenis
Susut pengeringan

Kental
Hijau Kehitaman
Pahit
Khas Aromatis
5,6
13000 cps
12,2 %
1,1308 g/ml
29,44 %

Tabel 3. Identifikasi ekstrak

Identifikasi ekstrak
Alkaloid
Flavonoid
Saponin
Tanin

Keterangan :

Hasil
+
+
+
+

(+)

Mengandung salah satu dari kandungan kimia yang di uji (alkaloid,

(-)

: Tidak mengandung salah satu kandungan kimia yang di uji (alkaloid,

flavonoid, saponin, tanin).


flavonoid, saponin, tanin).

Evaluasi Sediaan Sampo Cair Ekstrak Kangkung

Hasil evaluasi stabilitas fisik masing-masing formula sebagai berikut :


a. Organoleptik dan Homogenitas

Hasil pengamatan organoleptik dan homogenitas selama penyimpanan 6


minggu tidak mengalami perubahan.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Organoleptik dan Homogenitas

No
1

Formula

F1 (0,8 %)

Bentuk
Cair

Organoleptik
Bau
Warna
Khas kangkung Hijau kehitaman
4

Homogenitas
Homogen

2
3
4

F2 (0,9%) Agak kental Khas kangkung Hijau kehitaman


Homogen
F3 (1 %)
Agak kental Khas kangkung Hijau kehitaman
Homogen
F4 (1,1%)
Kental
Khas kangkung Hijau kehitaman
Homogen
Hasil pengamatan organoleptik dari masing-masing formula berbau khas

kangkung, berwarna hijau kehitaman, dengan bentuk cair pada F1 (0,8%), agak

kental pada formula F2 (0,9%) dan F3 (1%), serta kental pada F4 (1,1%)
dibandingkan formula dengan konsentrasi hidroksi etil selulosa yang lebih rendah.
Dari hasil evaluasi sifat fisik semua formula sampo terlihat homogen dengan
penyebaran warna dan permukaan yang merata.
b. Pengukuran pH

Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5. Hasil pemeriksaan pH sediaan sampo ekstrak kangkung


pH
Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4
0
6.13
6.12
6.07
6.20
1
6.12
6.12
6.05
6.18
2
6.12
6.11
6.05
6.18
3
6.10
6.11
6.03
6.17
4
6.09
6.10
6.03
6.17
5
6.09
6.08
6.01
6.17
6
6.08
6.07
6.00
6.16
Alat yang digunakan pada pengukuran pH yaitu pH meter. Hasil
Minggu

pengukuran pH sediaan sampo ekstrak kangkung pada minggu ke-0 menunjukkan


nilai yang berbeda dari keempat formula ini disebabkan selisih penimbangan
komponen bahan dalam sediaan sampo. Selama penyimpanan 6 minggu pada
keempat formula terjadi penurunan pH setiap minggunya dan masih berada pada

rentang pH sesuai persyaratan. Penurunan pH disebabkan karena adanya interaksi


antara komponen di dalam sediaan sampo dan pengaruh zat aktif (ekstrak
kangkung) yang memiliki pH asam.

Dilihat dari analisa data hasil pengukuran pH didapatkan data terdistribusi

normal dan homogen dengan masing-masing nilai Sig > 0,05. Pada uji ANOVA 2
arah variabel konsentrasi dan variabel waktu terhadap pH didapat nilai Sig < 0,05

artinya terdapat perbedaan nilai rata-rata akibat pengaruh konsentrasi dan


pengaruh waktu. Pada variabel interaksi antara konsentrasi dan waktu terhadap pH

didapat nilai nilai Sig > 0,05 artinya tidak ada perbedaan nilai rata-rata dan tidak
ada pengaruh interaksi keduanya. Dan pada tukey HSD pada formula 1 (0,8 %)
5

tidak ada perbedaan bermakna dengan formula 2 (0,9%) dan formula 3 (1%) ada
perbedaan bermakna dengan formula 1, 2 dan 4. Pada penyimpanan selama 6

minggu tidak ada perbedaan bermakna antara minggu ke-1, 2, 3 4, 5 dan 6.

Perbedaan yang didapat tidak signifikan sehingga stabilitas cukup baik. Nilai pH
pada keempat formula yang di dapat antara 6,00-6,20 dan sesuai dengan
persyaratan mutu yang tertera pada SNI 06-2692-1992 yaitu 5-9.
c. Pengukuran Viskositas dan Sifat alir

Hasil pengukuran viskositas dapat dilihat pada tabel berikut :


Tabel 6. Viskositas Sediaan sampo

Viskositas (cps)
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Formula 4
0
1250
2237
2843
3633
1
1100
2057
2650
3520
2
960
1897
2453
3463
3
903
1823
2303
3367
4
753
1710
2040
3167
5
677
1647
1920
3027
6
567
1450
1687
2733
Pengukuran viskositas sampo ekstrak kangkung ini dilakukan pada 4
Minggu

formula yaitu dari F1 (0,8%), F2 (0,9 %), F3 (1 %) dan F4 (1,1 %). Hasil
pengukuran viskositas sediaan sampo ekstrak kangkung pada minggu ke-0
menunjukkan nilai yang berbeda dari keempat formula, ini disebabkan karena

perbedaan konsentrasi antar formula. Semakin tinggi konsentrasi hidroksi etil


selulosa

maka

semakin

tinggi

viskositasnya

(Aqualon

1999).

penyimpanan 6 minggu pada F1 didapatkan nilai viskositas yaitu 567

Selama

1250 cps

sehingga didapatkan konsistensi yang cair atau encer. Hal ini disebabkan karena
konsentrasi hidroksi etil selulosa yang terlalu rendah. Pada F2 didapatkan nilai
viskositas 1450

2237 cps, F3 dengan viskositas 1687

2843 sehingga

didapatkan konsistensi yang agak kental. Dan pada F4 didapatkan nilai viskositas
2733 3633 dengan konsistensi lebih kental dibandingkan formula lainnya.

Dilihat dari hasil analisa data viskositas sediaan sampo terdistribusi normal

dan homogen dengan nilai Sig > 0,05. Pada uji ANOVA 2 arah pada variabel

konsentrasi, variabel waktu terhadap viskositas didapat nilai Sig < 0,05 artinya
terdapat perbedaan nilai rata-rata akibat pengaruh konsentrasi dan pengaruh
waktu. Variabel interaksi antara konsentrasi dan waktu terhadap viskositas juga
6

didapat nilai Sig < 0,05 artinya

ada perbedaan dan ada pengaruh interaksi

keduanya terhadap nilai rata-rata. Dan pada tukey HSD ada perbedaan bermakna
pada semua formula. Namun ada perbedaan tapi tidak signifikan tiap minggunya

selama penyimpanan 6 minggu, ini terlihat bahwa tidak ada perbedaan bermakna
antara minggu ke-2 dan 3, minggu 4 dan 5, namun ada perbedaan bermakna pada

minggu ke-0, 1, dan 6. Perbedaan viskositas yang tidak signifikan ini, dapat
dinilai stabilitasnya cukup baik. Kebanyakan sediaan sampo yang beredar di
pasaran biasanya menunjukkan viskositas antara 2000

5000 cps (Rieger 2003),

dari keempat formula didapatkan hanya tiga formula yang bagus yang mendekati
viskositas tersebut yaitu pada formula 2, formula 3 dan formula 4.

Terjadinya penurunan viskositas setiap minggunya selama penyimpanan 6

minggu, hal ini disebabkan karena gugus eter pada hidroksi etil selulosa mengikat

air dan pengaruh pH sediaan sampo yang bersifat asam maka kedudukan molekul
menjadi renggang dan berkurang dari hari ke hari sehingga viskositas menurun
perlahan dan bersifat ireversibel (Swarbrick dan Boylan 1990).
Kebanyakan sediaan sampo

menunjukkan viskositas antara 2000

yang beredar di pasaran biasanya

5000 cps (Rieger 2003), dari keempat

formula didapatkan hanya tiga formula yang bagus yang mendekati viskositas
tersebut yaitu pada formula 2, formula 3 dan formula 4.

Sedangkan sifat alir dapat dilihat dengan memplotkan x = torque dan y = rpm

dalam sebuah kurva (Triantafillopoulos 1988). Hasil kurva sifat alir viskositas

pada formula 1, 2, 3, dan 4 selama penyimpanan pada minggu ke-0 dan minggu
ke-6 menunjukkan kurva tidak mengalami perubahan, dapat disimpulkan bahwa

keempat formula memiliki sifat alir yang sama yaitu antitiksotropi pseudoplastis.
60
50
40
30
20
10
0

NAIK
TURUN
rpm

rpm

Dapat dilihat pada Gambar berikut :

100 200 300 400 500 600 700


Torque (dyne/cm)

Gambar 1. F1 Minggu ke-0

60
50
40
30
20
10
0

NAIK
TURUN

100 200 300 400


Torque (dyne/cm)

Gambar 2. F1 Minggu ke-6


7

500

rpm

NAIK
TURUN

rpm

60
50
40
30
20
10
0

0 100 200 300 400 500 600 700 800


Torque (dyne/cm)

100 200 300 400 500


Torque (dyne/cm)

Gambar 4. F2 Minggu ke-6


60
50
40
30
20
10
0

NAIK
TURUN

100 200 300 400 500 600 700


Torque (dyne/cm)

Gambar 5. F3 Minggu ke-0

NAIK
TURUN

300
400
100
200
Torque (dyne/cm)

Gambar 6. F4 Minggu ke-6


60
50
40
30
20
10
0

NAIK
TURUN

rpm

NAIK
TURUN

rpm

60
50
40
30
20
10
0

NAIK
TURUN

rpm

rpm

Gambar 3. F2 Minggu ke-0


60
50
40
30
20
10
0

60
50
40
30
20
10
0

0 100 200 300 400 500 600 700


Torque (dyne/cm)

Gambar 7. F4 Minggu ke-0

100 200 300 400


Torque (dyne/cm)

500

Gambar 8. F4 Minggu ke-6

Reologi pseudoplastis ditunjukkan pada viskositas sediaan sampo

berkurang dengan meningkatnya laju geser dan kurva konsistensi yang dimulai
dari titik asal (0,0), atau paling tidak mendekati titik asal pada laju geser yang

terendah. Hal ini sesuai dengan sifat aliran bahan pengental hidroksi etil selulosa

yang mengikuti sifat aliran pseudoplastis (Sinko 2006). Pada kurva aliran
antitiksotropi atau tiksotropi negatif, yang memperlihatkan peningkatan dan bukan

pengurangan konsistensi pada kurva menurun. Antitiksotropi disebabkan oleh

meningkatnya frekuensi tumbukan partikel-partikel terdispersi atau molekulmolekul polimer yang menghasilkan peningkatan ikatan antar partikel seiring
bertambahnya waktu. Sehingga semua formula memiliki konsistensi yang baik

namun mudah dituang. Akan tetapi jika didiamkan, sediaan kembali ke sifat alir
seperti semula (Martin et al. 1993).
d. Pengukuran Bobot Jenis

Hasil pengukuran bobot jenis sediaan sampo dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7. Bobot Jenis Sediaan Sampo

Bobot Jenis sampo (gram/ml) / minggu


Formula 1
Formula 2
Formula 3
Formula 4
0
1.0238
1.0244
1.0249
1.0251
1
1.0243
1.0246
1.0252
1.0255
2
1.0245
1.0247
1.0254
1.0257
3
1.0247
1.0250
1.0256
1.0259
4
1.0249
1.0252
1.0261
1.0263
5
1.0253
1.0255
1.0264
1.0267
6
1.0257
1.0258
1.0268
1.0274
Pengukuran bobot jenis sediaan sampo dilakukan untuk memenuhi kriteria
Minggu

sediaan sampo menurut SNI 06-2692-1992 yaitu memiliki bobot jenis 1,02. Bobot

jenis didefinisikan sebagai perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya.


Semakin tinggi berat benda maka semakin tinggi bobot jenisnya untuk ukuran

volume yang sama (Voigt, 1994). Berdasarkan hasil evaluasi pada minggu ke-0
didapatkan perbedaan nilai dari keempat formula, ini disebabkan terjadinya
penambahan massa akibat peningkatan konsentrasi hidroksi etil selulosa sebagai

pengental sehingga bobot jenis sampo meningkat. Dan selama penyimpanan 6


minggu masih terjadi peningkatan bobot jenis setiap minggunya pada keempat

formula, ini dikarenakan keterbatasan alat yang digunakan yaitu piknometer yang
digunakan selama pengukuran tidak dilengkapi dengan termometer sebagai
pengatur suhu seperti yang tertera pada penetapan bobot jenis menurut Farmakope
Indonesia edisi IV.

Dilihat dari analisa data bobot jenis sediaan sampo terdistribusi normal

dan homogen dengan nilai Sig > 0,05. Dilihat dari uji ANOVA 2 arah variabel
konsentrasi dan variabel waktu terhadap bobot jenis didapat nilai Sig < 0,05

artinya terdapat perbedaan nilai rata-rata akibat pengaruh konsentrasi dan


pengaruh waktu. Pada variabel interaksi antara konsentrasi dan waktu terhadap
9

bobot jenis didapat nilai nilai Sig > 0,05 artinya tidak ada perbedaan nilai rata-rata
dan tidak ada pengaruh interaksi keduanya. Dan pada tukey HSD terdapat
perbedaan bermakna pada semua formula. Namun ada perbedaan tapi tidak
signifikan tiap minggunya selama penyimpanan 6 minggu, ini terlihat bahwa tidak

ada perbedaan bermakna antara minggu ke-1, 2 dan 3, namun ada perbedaan

bermakna pada minggu ke-0, 4, 5 dan 6. Perbedaan bobot jenis yang tidak
signifikan ini, dapat dinilai stabilitasnya cukup baik. Nilai bobot jenis keempat

formula yang di dapat antara 1,0238-1,0274 dan sesuai dengan persyaratan mutu
yang tertera pada SNI 06-2692-1992 yaitu 1,02.
e. Pengukuran Tegangan Permukaan

Hasil pengukuran tegangan permukaan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 8. Hasil pengukuran tegangan permukaan sediaan sampo ekstrak


kangkung
Formula
1
2
3
4

Pemeriksaan Tegangan permukaan (dyne/cm)


39,9
40,1
41
39,9

Tegangan permukaan dipengaruhi oleh penggunaan surfaktan, yaitu

suatu bahan dengan konsentrasi tertentu dapat menurunkan tegangan permukaan.

Konsentrasi surfaktan dapat mempengaruhi tegangan permukaan sampo, semakin

tinggi konsentrasi maka semakin kecil tegangan permukaan dan semakin tinggi

daya bersih sediaan sampo. Penurunan tegangan permukaan berhubungan dengan

kemampuan surfaktan dalam menurunkan sudut kontak antara substrat pengotor

dengan cairan pembasah sehingga kotoran mudah dibasahi dan dibersihkan (Sinko
2006).

Dari keempat formula didapatkan hasil tegangan permukaan sediaan

sampo memiliki nilai yang berbeda namun tidak signifikan, yaitu antara 39,9-41
dyne/cm. Perbedaan yang tidak signifikan ini disebabkan karena konsentrasi
natrium lauril sulfat yang digunakan pada semua formula sama, tapi

penggunaannya di bawah nilai Critical Micelle Consentration (CMC) sehingga


tidak mempengaruhi tegangan permukaan sediaan sampo.

Dilihat dari analisa data tegangan permukaan terdistribusi normal dan

homogen dengan nilai Sig > 0,05. Pada uji ANOVA satu arah didapat nilai Sig <
10

0,05 artinya ada perbedaan rata-rata dari data tegangan permukaan. Dilihat dari
tukey HSD tidak ada perbedaan bermakna pada formula 1, 2, 4 dan ada perbedaan
bermakna pada formula 3. Dari keempat formula didapatkan formula 1 dan 4
merupakan formula yang bagus.
f. Pengukuran Tinggi Busa

Tabel 9. Hasil Pengukuran Tinggi Busa Sediaan Sampo

Minggu
0
1
2
3
4
5
6

Menit

0 menit
5 menit
0 menit
5 menit
0 menit
5 menit
0 menit
5 menit
0 menit
5 menit
0 menit
5 menit
0 menit
5 menit

Formula 1

11.9
10.3
11.5
10.1
11.8
10
11.7
10.2
11
9.5
11.7
9.9
11.4
9.7

Pengukuran tinggi busa (cm)


Formula 2

11.9
9.9
12.4
10.4
11.7
9.8
11.5
9.8
11.9
10.7
11.9
10.6
11.6
9.9

Formula 3

11.7
9.7
11.7
10
11.4
9.5
11.5
10.2
11.8
10
12
10.3
12
10.4

Formula 4
12.1

10.3
11.8
9.9
11.7
9.7
11.8
9.9
11.9
9.8
11.8
10.1
11.6
9.8

Pengukuran tinggi busa untuk mengontrol suatu produk deterjen agar

menghasilkan sediaan yang sama yang memiliki kemampuan menghasilkan busa.

Tidak ada syarat tinggi busa maksimum atau minimum, karena tinggi busa tidak

menunjukan kemampuan dalam membersihkan. Hal ini lebih dihubungkan kepada


nilai estetika dan psikologis konsumen, yang menyukai timbulnya busa berlebih.

Pada evaluasi pengukuran tinggi busa minggu ke-0 didapatkan perbedaan

nilai dari keempat formula, ini disebabkan karena selisih penimbangan dan saat
melarutkan natrium lauril sulfat yang dapat mempengaruhi banyaknya busa.

Selama penyimpanan 6 minggu busa yang dihasilkan dalam sediaan sampo cukup

stabil, karena penggunaan hidroksi etil selulosa sebagai pengental juga berfungsi
sebagai penstabil busa (Hunting LL, 1983).

Dilihat dari hasil analisa data tinggi busa sediaan sampo terdistribusi

normal dan homogen dengan nilai Sig > 0,05. Pada uji ANOVA 2 arah pada
variabel konsentrasi terhadap tinggi busa didapat nilai Sig > 0,05 artinya tidak
terdapat perbedaan nilai rata-rata akibat pengaruh konsentrasi. Variabel waktu
11

terhadap tinggi busa didapat nilai Sig < 0,05 artinya terdapat perbedaan nilai ratarata akibat pengaruh konsentrasi. Pada variabel interaksi antara konsentrasi dan
waktu terhadap viskositas juga didapat nilai Sig < 0,05 artinya ada perbedaan dan

ada pengaruh interaksi keduanya terhadap nilai rata-rata. Dan pada tukey HSD
tidak ada perbedaan bermakna pada semua formula. Namun ada perbedaan tapi

tidak signifikan tiap minggunya selama penyimpanan 6 minggu, ini terlihat bahwa

tidak ada perbedaan bermakna antara minggu ke-0, 1, 3, 4 dan 6, namun ada
perbedaan bermakna pada minggu ke-2 dan 5. Perbedaan tinggi busa yang tidak

signifikan ini, dapat dinilai stabilitasnya cukup baik sehingga keempat formula
bagus.

g. Uji pemisahan fase

Pada pengujian pemisahan fase ini dilakukan dengan 2 metode yaitu

metode sentrifugasi dan metode freeze thaw. Untuk detail hasil uji pemisahan fase

dapat dilihat pada Tabel berikut :


1) Sentrifugasi

Tabel 10. Hasil sentrifugasi

No
Formula
Hasil
1
0,8 %
Tidak terjadi pemisahan
2
0,9 %
Tidak terjadi pemisahan
3
1%
Tidak terjadi pemisahan
4
1,1 %
Tidak terjadi pemisahan
Hasil pengamatan uji pemisahan fase sediaan sampo dengan metode

sentrifugasi terlihat pada semua formula tidak mengalami pemisahan, ini


disebabkan karena banyaknya ikatan antara fase padat dan fase pendispersinya
sehingga dapat bertahan terhadap goncangan tersebut.
2) Freeze thaw
Siklus
1
2
3
4

Tabel 11. Hasil freeze thaw

Suhu

4C
45C
4C
45C
4C
45C
4C
45C

Formula 1
-

Freeze thaw
Formula 2
Formula 3
12

Formula 4
-

5
6
Keterangan :

4C
45C
4C
45C

(+) terjadi pemisahan

(-) tidak terjadi pemisahan

Uji pemisahan fase frezee thaw dilakukan untuk melihat pengaruh suhu

terhadap pemisahan fase sampo selama penyimpanan pada dua suhu yang berbeda

yaitu siklus frezee pada suhu 4C dan thaw pada suhu 45C. Dari uji pemisahan

tersebut F1, F2, F3 dan F4, tidak mengalami pemisahan. Ketika sediaan sampo

berada pada suhu 4C sampo mengalami perubahan warna karena membeku. Dan
pada saat berada pada suhu 45C sampo mengalami penurunan konsistensi yaitu

lebih encer dari bentuk sebelum dilakukannya fase frezee thaw, ini dikarenakan

sampo tidak tahan akan pemanasan.


SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan konsentrasi hidroksi etil

selulosa yang digunakan sebagai pengental yaitu 0,8 % ; 0,9 % ; 1 % ; 1,1 %,

dari beberapa konsentrasi tersebut didapatkan konsentrasi yang optimal pada


Formula 2 dengan konsentrasi 0, 9 %
DAFTAR PUSTAKA

Aqualon.1999. Physical and Chemical Properties. Hercules Incorporated. Hlm. 9,


13
Hunting LL, Anthony. 1983. Encyclopedia of Shampo Ingredients. Micelle Press.
Cranford, New Jersey and London. Hlm. 250
Martin A, Swarbrick J, Cammarata A. 1993. Farmasi Fisik. Edisi III. Terjemahan
: Yoshita. UI Press. Jakarta. Hlm. 1077-1096
Purnamasari Dwi. 2012. Formulasi Gel Antiketombe Ekstrak Kangkung (Ipomoea
reptans Poir). Skripsi. Fakultas Farmasi UNIVERSITAS PANCASILA.
Hlm. 20-25
Rieger MM. 2003. Harry s cosmeticology 8th ed. Chemical publishing company.
New York. Hlm. 625
Rowe Raymond C, Sheskey Paul J. Quinn Marrian E. 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipients, 6th ed. Pharmaceutical Press and American
Pharmaceutical Association. Washington. Hlm. 176, 311-312, 407, 448,
592, 596, 651
13

Sinko Patrick J. 2006. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika : prinsip
Kimia Fisika dan Biofarmasetika dalam Ilmu Farmasetika. EGC. Jakarta.
Hlm. 561-583
SNI 06-2692-1992. Sampo. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. Hlm.1-2
Swarbrick J, Boylan J. C. 1990. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. Vol
2. Marcel Dekker, inc. New York and Basel. Hlm 334-335.
Syamsuhidayat SS, Hutapea JR. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III).
Jakarta : Badan Penelitian dan pengembangan kesehatan, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Hlm. 306-307
Triantafillopoulos, N. 1988. Measurement of Fluid Rheology and Interpretation of
Rheograms 2nd Edition. Kaltec Scientific, Inc.USA
Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Terjemahan: Soendani
Noerono.Gajah Mada Universitas Press. Yogyakarta. Hal. 66, 609

14

You might also like