You are on page 1of 46

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku
Menurut teori Lawrence Green (1980) disitasi Notoatmodjo, 2003 bahwa perilaku
seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap,
kepercayaan dan tradisi sebagai faktor predisposisi disamping faktor pendukung seperti
lingkungan fisik, prasarana dan faktor pendorong yaitu sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lainnya.
Dalam sebuah buku yang berjudul Perilaku Manusia Drs. Leonard F. Polhaupessy,
Psi. menguraikan perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar, seperti
orang berjalan, naik sepeda, dan mengendarai motor atau mobil. Sehingga yang
dimaksud perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas manusia dari
manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,
berbicara, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau
aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati
pihak luar (Notoatmodjo 2003 hal 114).
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus berdasarkan pengetahuan dan
sikap seseorang.

1. Bentuk Perilaku

Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan


respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena
perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan
kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skiner disebut teori S O Ratau Stimulus Organisme Respon. Skiner membedakan adanya dua proses.
a. Respondent respon atau reflexsive
yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan rangsangan (stimulus)
tertentu. Stimulus semacam ini disebutelecting stimulation karena menimbulkan
respon respon yang relative tetap. Misalnya : makanan yang lezat menimbulkan
keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan
sebagainya. Respondent respon ini juga mencakup perilaku emosinal misalnya
mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan
kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya.
b. Operant respon atau instrumental respon
yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus
atau perangsang tertentu. Peragsang ini disebut reinforcing stimulation atau
reinforce, karena memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas
kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respon terhadap uraian tugasnya
atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus
baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan
tugasnya.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua yaitu :
a. Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan / kesadaran, dan sikap yang terjadi
belumbisa diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus tersebut sudah
jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice).
2. Domain Perilaku
Diatas telah dituliskan bahwa perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus
(rangsangan dari luar). Hal ini berarti meskipun bentuk stimulusnya sama namun
bentuk respon akan berbeda dari setiap orang. Faktor factor yang membedakan
respon terhadap stimulus disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Faktor internal yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given
atau bawaan misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan
sebagainya.
b. Faktor eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, fisik, ekonomi, politik,
dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering menjadi factor yang dominanyang
mewarnai perilaku seseorang. (Notoatmodjo, 2007 hal 139)
3. Proses Tejadinya Perilaku
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni.
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
setimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

c.

Evaluation (menimbang nimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya). Hal
ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.


e.

Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran,


dan sikapnya terhadap stimulus.
Menurut

Notojadmodjo

(2003),

mengungkapkan

bahwa

sebelum

orang

mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri rang tersebut terjadi proses
yang berurutan yaitu :
a. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut.
c. Evaluation (menimbang nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
e. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru, sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini
didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut
akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (long lasting). Notoatmodjo, 2003 hal
122).
Benjamin seorang psikolog pendidikan, membedakan adanya tiga bidang perilaku,
yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Kemudian dalam perkembangannya, domain
perilaku yang diklasifikasikan oleh Bloom dibagi menjadi tiga tingkat:
a.

Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui; kepandaian (Kamus Besar


Bahasa Indonesia , 2003). Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau
hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian
dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh
melalui

indera

pendengaran

(telinga)

dan

indera

penglihatan

(mata).(Notoatmodjo,2003)
Pengetahuan diartikan hanya sekedar tahu, yaitu hasil tahu dari usaha
manusia untuk menjawab pertanyaan what.
Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau sgala perbuatan
manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya, hasil usaha manusia
untuk memahami suatu objek tertentu. (Surajiyo,2007).
Pengetahuan, menurut Davenport merupakan perpaduan yang cair dari
pengalaman, nilai, informasi kontekstual, dan kepakaran yang memberikan
kerangka berfikir untuk menilai dan memadukan pengalaman dan informasi baru.
Ini berarti bahwa pengetahuan berbeda dari informasi, informasi menjadi
pengetahuan bila terjadi proses-proses seperti pembadingan, konsekwensi,
penghubungan, dan perbincangan.
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui dan disadari oleh
seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah pelbagai gejala yang
ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul
ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian
tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya.

Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi


dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini
bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan yang dilakukan secara empiris
dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi
pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan
segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan
empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi
berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi
dengan

sendirinya

akan

mendapatkan

pengetahuan

tentang

manajemen

organisasi.Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan


melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih
menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak menekankan pada
pengalaman. Misalnya pengetahuantentang matematika. Dalam matematika, hasil 1
+ 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan
melalui sebuah pemikiran logis akal budi. Pengetahuan tentang keadaan sehat dan
sakit adalah pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang
yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya
dan bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan
status kesehatannya. Rasa sakit akan menyebabkan seseorang bertindak pasif dan
atau aktif dengan tahapan-tahapannya. Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya : Pendidikan Pendidikan adalah sebuah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat
kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia. Media Media
yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi

contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah.
Keterpaparan informsi pengertian informasi menurut Oxfoord English Dictionary,
adalah that of which one is apprised or told: intelligence, news. Kamus lain
menyatakan bahwa informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui. Namun ada pula
yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Selain itu istilah
informasi juga memiliki arti yang lain sebagaimana diartikan oleh RUU teknologi
informasi yang mengartikannya sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisa, dan
menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu. Sedangkan informasi sendiri
mencakup data, teks, image, suara, kode, program komputer, databases . Adanya
perbedaan definisi informasi dikarenakan pada hakekatnya informasi tidak dapat
diuraikan (intangible), sedangkan informasi itu dijumpai dalam kehidupan seharihari, yang diperoleh dari data dan observasi terhadap dunia sekitar kita serta
diteruskan

melalui

komunikasi.

(Tambotah,

http://www.Knowledge

management.com, diakses tanggal 10 Agustus 2006)


Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Karena dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
merupakan segala sesuatu yang diketahui oleh manusia atau kepandaian dari
manusia dan segala sesuatu yang ada dalam pikiran seseorang untuk mengenal dan
mengetahui berbagai hal.
1) Macam macam Pengetahuan
a) Pengetahuan Umum

Pengetahuan umum adalah segala sesuatu yang dipakai oleh orang atau
seseorang secara umum tanpa mengetahui seluk beluk yang sedalam
dalamnya dan sebesar besarnya.
b) Pengetahuan Khusus
Pengetrahuan khusus adalah segala sesuatu yang dikrtahui oleh seseorang
secara khusus, sesuatu hal yang sedalam dalamnya dan sebesar besarnya.
2) Cara Memperoleh Kebenaran Pengetahuan
Menurut A. Aziz Alimul Hidayat (2004) Pengetahuan merupakan sesuatu
yang ada dalam pikiran manusia. Tanpa pikiran tersebut maka pengetahuan
tidak akan ada dan untuk tetap ada terdapat delapan unsur yang membentuk
struktur pikiran manusia, diantaranya adalah :
1. Pengamatan: Unsur ini merupakan bagian dari unsur yang dapat membentuk
struktur pemikiran karena melalui pengamatan dapat timbul keterkaitan pada
objek tertentu sehingga dapat membentuk sebuah pemikiran
2. Penyelidikan: Setelah dilakukan pengamatan, maka dapat dihasilkan suatu
persepsi dan konsep yang diingat baik secara sederhana maupun kompleks,
sehingga dapat terbentuk struktur pemikiran.
3. Percaya: Rasa percaya pada objek muncul dalam kesadaran yang biasanya
timbul dari sebuah rasa keraguan akan objek yang akan diselidiki, melalui
rasa percaya terhadap objek tersebut akan timbul pemikiran untuk mencapai
apa yang akan dihasilkan.
4. Keinginan: Keinginan dapat membentuk struktur pemikiran. Apabila tidak
ada keinginan untuk mengenal, mengetahui bahkan menyelidiki suatu objek,
maka tidak terjadi sebuah pemikiran.

5. Adanya maksud: Apabila sesorang tidak mempunyai maksud terhadap objek


tertentu walaupun telah diamati dan diselidiki, maka sulit untuk dapat terjadi
sebuah pikiran.
6. Mengatur: Pikiran merupakan sebuah organisme yang teratur dalam diri
seseorang, dan pikiran dapat mengatur melalui kesadaran. Proses pengaturan
ini akhirnya dapat membentuk sebuah pemikiran.
7. Menyesuaikan: Menyesuaikan merupakan bagian dari komponen yang dapat
membentuk struktur pemikiran manusia, melalui kemampuan dalam
menyesuaikan pemikiran pemikiran akan terdapat pembatasan
pembatasan yang dibebankan pada pemikiran melalui kondisi yang ada
dalam keadaan fisik, biologis maupun lingkungan.
8. Menikmati: Melalui pikiran pikiran dapat dirasakan kenikmatan tersendiri
dalam menekuni berbagai persoalan hidup. Proses menikmati ini juga akan
membentuk struktur pemikiran manusia.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia Yaitu indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, karena dari pengalaman yang
ada dan penelitian ternyata prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Menurut Notoatmodjo (2002), dari berbagai cara yang telah digunakan
untuk

memperoleh

kebenaran

dikelompokkan dua yaitu :

pengetahuan

sepanjang

sejarah

dapat

a) Cara Tradisional
i. Cara coba salah (trial and error): Yang pernah digunakan oleh manusia
dalam memperoleh pengetahuan melalui cara coba salah atau dengan
kata lain yang lebih dikenal dengan trial and error
ii. Cara kekuasaan: Dalam kehidupan sehari hari, banyak sekali kebiasaan
kebiasaan dan tradisi yang dilakukan tersebut baik atau tidak.
Kebiasaan kebiasaan ini biasanya diwariskan turun menurun dari
generasi kegenerasi berikutnya.
iii. Berdasarkan pengalaman pribadi: Pengalaman adalah guru terbaik,
demikian bunyi pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu
merpakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu
cara untuk memperoleh kebenaran.
iv. Melalui jalan pikiran: Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara
berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu
menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan.
b) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan, cara ini mencakup tiga hal
pokok, yaitu :
i. Segala sesuatu yang ositif yakni gejala tertentu yang muncul pada saat
dilakukan pengamatan.
ii. Segala sesuatu yang negatif, yaitu gejala tertentu yang tidak muncul
pada

saat dilakukan pengamatan.

iii. Gejala geala yang timbul bervariasi, yaitu gejala gejala yang
berubah ubah dalam kondisi tertentu.
Reiley dan Obermann (2002) membagi pengetahuan dalam 6 domain
kognitif, yaitu :

a) Tahu: Tahu mencakup ingatan fakta dan informasi yang spesifik. Pelajaran
ditingkat ini berisi tentang proses tentang mengingat informasi, bukan
kemampuan untuk memahami maknanya.
b) Memahami: Pemahaman menandakan pengeratian, suatu kemampuan untuk
mengartikan atau menginterprestasikan informasi dan memperkirakan
informasi lain diluar yang diberikan.
c) Aplikasi: Aplikasi merujuk pada penggunaan konsep, teori dan abstraksi
lainnya dalam situasi yang konkrit. Kemampuan untuk menggunakannya
memerlukan pengertian terhadap apa yang akan digunakan.
d) Analisis: Mempertahankan pembelajaran yang melibatkan suatu pembagian
materi menjadi bagian-bagian pembentuknya dan menentukan hubungan
diantara bagian-bagian tersebut.
e) Sintesis: Berarti perkembangan suatu produk melalui pengembangan elemen
dan bagian yang spesifik . Katagori ini melengkapi proses pembelajaran
yang kreatif.
f) Evaluasi:

Mewakili

prilaku

pembelajaran

yang

paling

kompleks,

memperlihatkan kemampuan untuk membuat keputusan mengenai nilai


berkaitan dengan kriteria internal dan eksternal
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian
atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 1997).
b. Sikap (attitude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-

tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya) (Notoatmodjo,


2005).
Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu
melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. (Campbell).
Sikap adalah

kesiapan seseorang untuk bertindak, bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. (Newcomb)


Komponen Sikap (Allport)
1) Kepercayaan terhadap objek
2) Keyakinan terhadap objek
3) Ide, konsep terhadap objek
4) Kepercayaan terhadap objek
5) keyakinan terhadap objek
Sikap sering diperoleh dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat
seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif
terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata.
Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain:
1) Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
2) Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu pada
pengalaman orang lain.
3) Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak
atau sedikitnya pengalaman seseorang.
4) Nilai (value) di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang
menjadi

pegangan

setiap

orang

bermasyarakat. (Notoatmodjo, 2003).

dalam

menyelenggarakan

hidup

Newcomb, salah seorang ahli psikolog sosial menyatakan bahwa sikap


merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu.
Sikap mempunyai tingkatan berdasarkan intensitasnya antara lain:
1) Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus
yang diberikan (objek).
2) Menanggapi (Responding)
Menanggapi diartikan bahwa memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi.
3) Menghargai (Valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus. Membahasnya dengan orang lain dan mengajak
atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon.
4) Bertanggungjawab (Responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggungjawab terhadap apa
yang telah diyakininya. (Notoatmodjo, 2005).

c.

Tindakan atau praktek (practice)


Tindakan ini merujuk pada perilaku yang diekspresikan dalam bentuk
tindakan, yang merupakan bentuk nyata dari pengetahuan dan sikap yang telah
dimiliki.

4. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme)
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan serta lingkungan. Perilaku kesehatan diantaranya menurut Becker

konsep perilaku sehat ini merupakan pengembangan dari konsep perilaku yang
dikembangkan Bloom. Becker menguraikan perilaku kesehatan menjadi tiga domain,
yakni pengetahuan kesehatan (health knowledge), sikap terhadap kesehatan (health
attitude) dan praktek kesehatan (health practice). Hal ini berguna untuk mengukur
seberapa besar tingkat perilaku kesehatan individu yang menjadi unit analisis
penelitian. Becker mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi tiga dimensi :
a. Pengetahuan Kesehatan
Pengetahuan tentang kesehatan mencakup apa yang diketahui oleh
seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan, seperti pengetahuan
tentang penyakit menular, pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait. dan
atau mempengaruhi kesehatan, pengetahuan tentang fasilitas pelayanan
kesehatan, dan pengetahuan untuk menghindari kecelakaan.
b. Sikap terhadap kesehatan
Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian seseorang
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, seperti sikap
terhadap penyakit menular dan tidak menular, sikap terhadap faktor-faktor
yang terkait dan atau mempengaruhi kesehatan, sikap tentang fasilitas
pelayanan kesehatan, dan sikap untuk menghindari kecelakaan.
c. Praktek kesehatan
Praktek kesehatan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas
orang dalam rangka memelihara kesehatan, seperti tindakan terhadap penyakit
menular dan tidak menular, tindakan terhadap faktor-faktor yang terkait dan
atau mempengaruhi kesehatan, tindakan tentang fasilitas pelayanan kesehatan,
dan tindakan untuk menghindari kecelakaan.

Selain Becker, terdapat pula beberapa definisi lain mengenai perilaku kesehatan.
Menurut Solita,perilaku kesehatan merupakan segala bentuk pengalaman dan
interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan
dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan.
Sedangkan Cals dan Cobb mengemukakan perilaku kesehatan sebagai: perilaku
untuk mencegah penyakit pada tahap belum menunjukkan gejala (asymptomatic
stage). Menurut Skinner perilaku kesehatan (healthy behavior) diartikan sebagai
respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit,
penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan seperti lingkungan,
makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, perilaku kesehatan
adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable)
maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan dengan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup
mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain,
meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena
masalah kesehatan.

B. Konsep TBC
1. Pengertian
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru
yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar
ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Somantri,
2008).
TBC adalah penyakit infeksi menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium Tuberculosis, kuman tersebut biasanya masuk kedalam tubuh

manusia melalui udara (pernafasan) kedalam paru-paru, kemudian kuman tersebut


menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui penyebaran darah, kelenjar
limfe, saluran pernafasan, penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Sylvia Anderson
1995 : 753)
TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang Paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003).
Kuman TB berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). TB Paru adalah penyakit
infeksi pada Paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, yaitu bakteri
tahan asam (Suriadi, 2001).
TB Paru adalah infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara (Asih, 2004).
Pada hampir semua kasus, infeksi tuberkulosis didapat melalui inhalasi partikel
kuman yang cukup kecil (sekitar 1-5 mm). droplet dikeluarkan selama batuk, tertawa,
atau bersin. Nukleus yang terinfeksi kemudian terhirup oleh individu yang rentan
(hospes). Sebelum infeksi pulmonari dapat terjadi, organisme yang terhirup terlebih
dahulu harus melawan mekanisme pertahanan paru dan masuk jaringan paru (Asih,
2003).
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat
kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Kuman ini berbentuk
batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat

yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama
selama beberapa tahun. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru
dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Penyakit tuberkulosis dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki,
perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia
bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian
terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga
terbesar dengan masalah TBC di dunia.
Penyakit tuberkulosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan
bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk,
dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa.
Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang
biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah),
dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab
itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru,
otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain,
meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
2. Etiologi
Menurut Suriadi (2001) penyebab dari TB Paru adalah : 1) Mycobacterium
tuberculosis. 2) Mycobacterium bovis.
Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran
panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen mycobacterium
tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam
serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah
bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu,

mycobacterium tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang


kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk
penyakit tuberkulosis (Somantri,2008).
Gambar 2.1
Bakteri Mikobakterium Tuberkulosa

http://www.medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm
3. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri
dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli,tempat dimana mereka berkumpul dan
mulai untuk memperbanyak diri dalam sistem imun tubuh dengan melakukan reaksi
inflamasi. Fagosit (neurofil & makrofagi) menelan banyak bakteri, limfosit spesifik
tuberculosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringn normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli akan terjadi gangguan pertukaran
gas karena sputum menumpuk akan menutupi jalan nafas, dan sputum bergerak maju
ke bronkus, maka akan terjadi ganguan jalan nafas. (Brunner & Suddart, 2002 : 585).
Sumber penularan TB Paru adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu
batuk/bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan hidup di udara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke
dalam saluran pernafasan kemudian menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran
langsung ke bagian tubuh lain (Dep.Kes, 2003).

Gambar 2.3
Cara Penyebaran TBC Ke Bagian Tubuh lain

4. Faktor faktor Yang Mempengaruhi Tuberculosis


Faktor factor resiko TBC menurut beberapa sumber yang peneliti peroleh adalah :
a. Faktor Umur
Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu
umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil
penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang
gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis
aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi
tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia
diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50
tahun.
b. Faktor Jenis Kelamin
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada
tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan

jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 %
pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung
meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun
0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita
karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga
memudahkan terjangkitnya TB paru.
c. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan
seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan
pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka
seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat.
Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis
pekerjaannya.
d. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap
individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu
di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran
pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas,
terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang
akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi
makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap
kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai
pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang
tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai

status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi
diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai
pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi
syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB
Paru.
e. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk
mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan
kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena
TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per
orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430
batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760
batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada
hampir semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa,
sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok
akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru.
f. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,
artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab
disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu
anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota
keluarga yang lain. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya
dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung
dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya

minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3


m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi
tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur
sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di
bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga
langit-langit minimum tingginya 2,75 m.
g. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela
kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang
leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat
membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu
rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas
pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux.,
kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua jenis
cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses
mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan
melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih
cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif
tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah
serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat
berkurang.
h. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga
agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan
oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya

ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu


kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik
karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban
ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/
bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB. Fungsi kedua dari ventilasi itu
adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri
patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang
terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga
agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban (humiditiy) yang
optimum. Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi
sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas
lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara
segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam
ruangan. Umumnya temperatur kamar 22 30C dari kelembaban udara
optimum kurang lebih 60%.
i. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit
TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan
kuman.Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan
debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya
kuman Mycrobacterium tuberculosis.
j. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana
kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22 30C.

Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
k. Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang
mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan
orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan
berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik
terhadap penyakit.
l. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi
lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan
dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi
makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi
buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga
memudahkan terkena infeksi TB Paru.
m. Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan
penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara
pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan
akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya (Taufan,
2008).

5. Cara Penularan
Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis Basil Tahan Asam (TBC BTA)
positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan
selama beberapa jama dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak,
makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan
kuman tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2007).
Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB
paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan resiko penularan lebih besar dari
pasien TB paru dengan BTA negatif. Resiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan
dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang
beresiko terinfeksi TBC selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)
orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. Infeksi TB dibuktikan dengan
perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif (Depkes RI., 2007).
Gambar 2.3
Cara Penyebaran Bakteri TBC

http://www.medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm
6. Klasifikasi Penyakit
Menurut Dep.Kes (2003), klasifikasi TB Paru dibedakan atas :
a. Berdasarkan organ yang terinvasi:
1) TB Paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi
dalam Tuberkulosis Paru BTA positif dan BTA negatif.
2) TB ekstra paru yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
limfe, tulang persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan alat kelamin.
TB ekstra paru dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya yaitu : TB
ekstra paru ringan yang menyerang kelenjar limfe, pleura, tulang (kecuali
tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal; dan TB ekstra paru berat seperti
meningitis, pericarditis, peritonitis, TB tulang belakang, TB saluran kencing
dan alat kelamin.

b. Berdasarkan tipe penderita: Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat


pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita :
1) Kasus baru : penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari satu bulan.
2) Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan
hasil pemeriksaan BTA positif.
3) Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat pengobatan di
suatu kabupaten lain kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita
pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
4) Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang sudah
berobat paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau lebih,
kemudian datang kembali berobat.
7. Manifestasi Klinik
Menurut Dep.Kes( 2003),manifestasi klinik TB Paru dibagi :
a. Gejala Umum: Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih.
Pada TB Paru anak terdapat pembesaran kelenjar limfe superfisialis.
b. Gejala lain yang sering dijumpai: 1) Dahak bercampur darah. 2) Batuk darah 3)
Sesak nafas dan rasa nyeri dada 4) Badan lemah, nafsu makan menurun, berat
badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun
tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan. Gejala-gejala tersebut diatas
dijumpai pula pada penyakit Paru selain TB Paru. Oleh karena itu setiap orang
yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas, harus
dianggap sebagi seorang suspek TB Paru atau tersangka penderita TB Paru, dan
perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

Manifestasi klinik dari suatu penyakit secara umum dapat dibagi dalam tiga kelompok
:
a. Penyakit dengan keadaan lebih banyak penderita terselubung yakni penderita
tanpa gejala atau hanya disertai gejala ringan saja.dimana penyakit tidak
menampakkan diri secara klinis dan sangat sedikit yang menjadi berat atau
meninggal dunia. Contoh Tuberkulosis dan hepatitis A.
b. Penyakit dengan penderita yang terselubung relatif sudah kecil, sebagian besar
penderita tampak secara klinis, mudah didiagnosa dan hanya sebagian kecil saja
yang menjadi berat atau berakhir dengan kematian. Contoh : campak (measles)
dan cacar air (chickenpox)
c. Penyakit yang menunjukkan proses kejadian yang selalu disertai gejala klinis
berat dan pada umumnya berakhir dengan kelainan atau kematian bahkan
sebagian besar berakhir dengan kematian. Contoh : Rabies dan tetanus pada bayi
Tuberkulosis sendiri masuk kedalam manifestasi klinik penyakit kelompok 1
dimana penderita tuberkulosis tidak mempunyai gejala menderita tuberkulosis atau
hanya disertai gejala ringan saja Bentuk patogenitas tuberculosis rendah sehingga
hanya sebagian kecil saja penderita yang menampakkan diri secara klinis atau tidak
mempunyai gejala klinis yang nyata dan sangat sedikit yang menjadi berat atau
meninggal dunia. Bentuk penyakit tuberculosis seperti bentuk gunung es (iceberg),
dimana penderita yang terdeteksi hanya sebagian kecil saja dari keseluruhan.
Gejala penyakit tuberkulosa ada dua yaitu gejala umum dan khusus
a. Gejala sistemik/umum
1) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul.

2) Penurunan nafsu makan dan berat badan.


3) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
b. Gejala khusus
1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
2) Bila terdapat cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat juga
disertai dengan keluhan sakit dada.
3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya,
pada muara ini akan keluar cairan nanah.
4) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,
adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
8. Komplikasi
Menurut Dep.Kes (2003) komplikasi yang sering terjadi pada penderita TB Paru
stadium lanjut:
a. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
c. Bronkiectasis dan fribosis pada Paru.
d. Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru.

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
f. Insufisiensi Kardio Pulmoner

9. Penatalaksanaan Penyakit Tuberkulosis


Menurut

Dep.Kes (2003)

tujuan

pengobatan

TB

Paru

adalah

untuk

menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan


menurunkan tingkat penularan. Salah satu komponen dalam DOTS adalah pengobatan
paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung dan untuk menjamin
keteraturan pengobatan diperlukan seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pemberian paduan OAT didasarkan pada klasifikasi TB Paru. Prinsip pengobatan TB
Paru adalah obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis (Isoniasid,
Rifampisin, Pirasinamid, Streptomisin, Etambutol) dalam jumlah cukup dan dosis
tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persisten) dapat
dibunuh. Dosis tahap intensif dan tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal,
sebaiknya pada saat perut kosong. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat
setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap
semua OAT. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir
pengobatan intensif. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadi kekambuhan. Pada anak,
terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TB Paru BTA
positif, perlu dilakukan pemeriksaan. Bila anak mempunyai gejala seperti TB Paru

maka dilakukan pemeriksaan seperti alur TB Paru anak dan bila tidak ada gejala,
sebagai pencegahan diberikan Izoniasid 5 mg per kg berat badan perhari selama enam
bulan. Pada keadaan khusus (adanya penyakit penyerta, kehamilan, menyusui)
pemberian pengobatan dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi khusus tersebut
(Dep.Kes, 2003) misalnya :
a. Wanita hamil: Pinsip pengobatan pada wanita hamil tidak berbeda dengan orang
dewasa. Semua jenis OAT aman untuk wanita hamil kecuali Streptomycin, karena
bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier plasenta yang akan
mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang
menetap pada bayi yang dilahirkan.
b. Ibu menyusui: Pada prinsipnya pengobatan TB Paru tidak berbeda dengan
pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.
Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi sesuai dengan berat
badannya.
c. Wanita pengguna kontrasepsi: Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi
hormonal sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Penderita
TB Paru sebaiknya menggunakan kontrasepsi non hormonal.
d. Penderita TB Paru dengan kelainan hati kronik: Sebelum pengobatan TB,
penderita dianjurkan untuk pemeriksaan faal hati. Apabila SGOT dan SGPT
meningkat 3 kali, OAT harus dihentikan. Apabila peningkatannya kurang dari 3
kali, pengobatan diteruskan dengan pengawasan ketat. Penderita kelainan hati,
Pirazinamid tidak boleh diberikan.
e. Penderita TB Paru dengan Hepatitis Akut: Pemberian OAT ditunda sampai
Hepatitis Akut mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan TB
Paru sangat diperlukan, dapat diberikan Streptomycin dan Ethambutol maksimal 3

bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampicin dan


Isoniasid selama 6 bulan.
f. Penderita TB Paru dengan gangguan ginjal: Dosis yang paling aman adalah 2
RHZ/6HR. apabila sangat diperlukan, Etambutol dan Streptomicin tetap dapat
diberikan dengan pengawasan fungsi ginjal.
g. Penderita TB paru dengan Diabetes Mellitus: Dalam keadaan ini, diabetesnya
harus dikontrol. Penggunaan Rifampicin akan mengurangi efektifitas obat oral
anti diabetes sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Penggunaan Etambutol pada
penderita Diabetes harus diperhatikan karena mempunyai komplikasi terhadap
mata.
Tahap pengobatan dan tahap pencegahan penyakit TBC:
a. Tahap pengobatan:
1) Tahap intensif : Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari
dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua
OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara
tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu
1-2 minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA positif ini menjadi BTA
negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif.
2) Tahap Lanjutan: Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting
untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
b. Tahap Pencegahan

1) Pencegahan Primer atau pencegahan tingkat pertama yang meliputi promosi


kesehatan dan pencegahan khusus yang dapat ditujukan pada host, agent dan
lingkungan. Contohnya:
a) Pencegahan pada faktor penyebab tuberculosis (agent) bertujuan
mengurangi penyebab atau menurunkan pengaruh agent tuberculosis yaitu
mycobacterium tuberkulosa serendah mungkin dengan melakukan isolasi
pada penderita tuberkulosa selam menjalani proses pengobatan.
b) Mengatasi
tuberkulosa

faktor
seperti

lingkungan

yang

meningkatkan

berpengaruh
kualitas

pada

pemukiman

penularan
dengan

menyediakan ventilasi pada rumah dan mengusahakan agar sinar matahari


dapat masuk ke dalam rumah
c) Meningkatkan daya tahan pejamu seperti meningkatkan status gizi
individu, pemberian imunisasi BCG terutama bagi anak.
d) Tidak membiarkan penderita tuberculosis tinggal serumah dengan bukan
penderita karena bisa menyebabkan penularan.
e) Meningkatkan pengetahuan individu pejamu (host) tentang tuberkulosa
definisi, penyebab, cara untuk mencegah penyakit tuberculosis paru seperti
imunisasi BCG, dan pengobatan tuberculosis paru.
2) Pencegahan Sekunder atau pencegahan tingkat kedua yang meliputi diagnosa
dini dan pencegahan yang cepat untuk mencegah meluasnya penyakit, untuk
mencegah proses penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi.
Sasaran pencegahan ni ditujukan pada mereka yang menderita atau dianggap
menderita (suspect) atau yang terancam akan menderita tuberkulosa (masa
tunas). Contohnya :

a) Pemberian obat anti tuberculosis (OAT) pada penderita tuberkulosa paru


sesuai dengan kategori pengobatan seperti isoniazid atau rifampizin.
b) Penemuan kasus tuberkulosa paru sedini mungkin dengan melakukan
diagnosa pemeriksaan sputum (dahak) untuk mendeteksi BTA pada orang
dewasa.
c) diagnosa dengan tes tuberculin
d) Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya
e) melakukan foto thorax
f) Libatkan keluarga terdekat sebagai pengawas minum obat anti tuberkulosa
3) Pencegahan tertier atau pencegahan tingkat ketiga dengan tujuan mencegah
jangan sampai mengalami cacat atau kelainan permanent, mencegah
bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian. Dapat juga
dilakukan rehbilitasi untuk mencegah efek fisik, psikologis dan sosialnya.
a) Lakukan rujukan dalam diagnosis, pengobatan secara sistematis dan
berjenjang.
b) Berikan penanganan bagi penderita yang mangkir terhadap pengobatan.
c) Kadang kadang perlu dilakukan pembedahan dengan mengangkat sebagian
paru-paru untuk membuang nanah atau memperbaiki kelainan bentuk
tulang belakang akibat tulang belakang
10. Penemuan Penderita Tuberkulosis
a. Penemuan Penderita TB Paru Pada Orang Dewasa
Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif, artinya penjaringan tersangka
penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan
kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara
aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan

cakupan penemuan tersangka penderita. Selain itu semua kontak penderita TB


paru

BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Semua

tersangka penderita diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturutberturut, yaitu SewaktuPagiSewaktu /SPS (Depkes RI, 2002: 13).

b. Penemuan Penderita Pada Anak


Penemuan penderita tuberkulosis pada anak merupakan hal yang sulit.
Sebagian besar tuberkulosis anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran
radiologis, dan uji tuberkulin (Depkes RI, 2002: 14).
11. Faktor Keteraturan Pasien Pada Aturan Pemakaian Obat
Keteraturan berobat yaitu diminum tidaknya obat-obat tersebut, penting karena
ketidakteraturan berobat menyebabkan timbulnya masalah resistensi. Karena semua
tatalaksana yang telah dilakukan dengan baik akan menjadi sia-sia, bila tanpa disertai
dengan sistem evaluasi yang baik pula. Oleh karena itu, peranan pendidikan mengenai
penyakit dan keteraturan berobat sangat penting (Taufan, 2008).
Walaupun telah ada cara pengobatan tuberkulosis dengan efektifitas yang tinggi,
angka sembuh masih lebih rendah dari yang diharapkan. Penyakit utama terjadinya
hal tersebut adalah pasien tidak mematuhi ketentuan dan lamanya pengobatan secara
teratur untuk mencapai kesembuhan. Terutama pemakaian obat secara teratur pada 2
bulan fase inisial sering kali tidak tercapai, sementara itu dengan mempersingkat
lamanya pengobatan menjadi 6 bulan telah menunjukkan penurunan angka drop out.
Hal ini mudah dimengerti, karena kalau penderita tidak tekun meminum obatobatnya, hasil akhir hanyalah kegagalan penyembuhan ditambah dengan timbulnya
basil- basil TB yang multiresisten. Resistensi obat anti tuberkulosis terjadi akibat

pengobatan tidak sempurna, putus berobat atau karena kombinasi obat anti
tuberkulosis tidak adekuat. Sejak tahun 1995, manajemen operasional yang
menyesuaikan

strategi

DOTS

(Directly

Observed

Treatment

Shortcourse)

menekankan adanya pengawas minum obat (PMO) untuk setiap penderita TBC paru
dengan harapan dapat menjamin keteraturan minum obat bagi setiap penderita selama
masa pengobatan.
Kondisi seorang penderita penyakit tuberkulosis sering berada dalam kondisi
rentan dan lemah, baik fisik maupun mentalnya. Kelemahan itu dapat menyebabkan
penderita tidak berobat, putus berobat, dan atau menghentikan pengobatan karena
berbagai alasan. TBC dapat disembuhkan dengan berobat secara teratur sampai
selesai dalam waktu 6-8 bulan. Tata cara penyembuhan itu terangkum dalam strategi
DOTS.
Dalam proses penyembuhan, penderita TBC dapat diberikan obat anti-TBC
(OAT) yang diminum secara teratur sampai selesai dengan pengawasan yang ketat.
Masa pemberian obat memang cukup lama yaitu 6-8 bulan secara terus-menerus,
sehingga dapat mencegah penularan kepada orang lain. Oleh sebab itu, para penderita
TBC jika ingin sembuh harus minum obat secara teratur. Tanpa adanya keteraturan
minum obat penyakit sulit disembuhkan. Jika tidak teratur minum obat penyakitnya
sukar diobati kuman TBC dalam tubuh akan berkembang semakin banyak dan
menyerang organ tubuh lain akan membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat
sembuh biaya pengobatan akan sangat besar dan tidak ditanggung oleh pemerintah
(Ainur, 2008).

a. PMO (Pengawasan Menelan Obat)

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan
diperlukan seorang PMO.Persyaratan PMO:
1) Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
2) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
3) Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
4) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat,
pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan
yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota
PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
Tugas seorang PMO:
1) Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
2) Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
3) Mengingkatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
4) Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai
gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit
Pelayanan Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti
kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan.
Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien
dan keluarganya:
1) TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan.

2) TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur.


3) Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya.
4) Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).
5) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
6) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke UPK.
(Depkes RI., 2007)
12. International Standarts For TB Care (ISTC)
Terdiri atas 21 standar:
a. 6 Standar Diagnosis
1) Standar 1: Setiap individu dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau
lebih yang tidak dapat dipastikan penyebabnya harus dievaluasi untuk
tuberculosis
2) Standar 2: Semua pasien yang diduga menderita TB paru, (dewasa, remaja,
anak yang dapat mengeluarkan dahak) harus menjalani pemeriksaan
mikroskopis sputum sekurang-kurangnya 2 kali. Bila memungkinkan minimal
1 kali pemeriksaan berasal dari sputum pagi hari
3) Standar 3: Pada semua pasien yang di duga menderita TB ekstra paru,
(dewasa, remaja dan anak) harus dimbil pemeriksaan mikroskopis dari
kelainan yang dicurigai. Bila tersedia fasilitas dan sumber daya, juga harus
dilakukan biakan dan pemeriksaan histopatologi
4) Standar 4: Semua orang dengan temuan foto toraks diduga tuberculosis harus
menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.

5) Standar 5: Diagnosis TB paru, BTA negative harus berdasarkan criteria


sebagai berikut : pemeriksaan mikroskopis sputum negative paling kurang 2
kali (termasuk minimal 1 kali terhadap sputum pagi hari), foto toraks
menunjukkan kelainan sesuai TB, tidak ada respons terhadap antibiotic
spectrum luas (hindari pemakaian fluorokuinolon karena mempunyai efek anti
TB sehingga terjadi perbaikan sesaat pada penderita TB). Bila ada fasiliti,
pada kasus tersebut harus dilakukan pemeriksaan biakan. Pada pasien dengan
atau diduga HIV, pengobtan harus segera dimulai
6) Standar 6: Diagnosis TB intratoraks (paru, pleura, KGB hilus/mediastinum)
pada anak dengan BTA negative harus berdasarkan foto toraks yang sesuai
dengan TB dan terdapat riwayat kontak dengan penderita menular atau bukti
infeksi TB (uji tuberculin/interferon gamma release assay positif). Pada pasien
demikian, bila ada fasiliti harus dilakukan pemeriksaan biakan dari bahan
yang berasal dari batuk, bilasan lambung atau induksi sputum.
b. 7 Standar Terapi
1) Standar 7: Setiap praktisi yang mengobati pasien TB dianggap menjalankan
fungsi kesehatan masyarakat. Untuk memenuhi fungsi ini praktisibukan hanya
harus memberikan paduan obat yang sesuai terapi juga harus mampu
memantau kepatuhan berobat sekaligus menangani kasus yang tidak patuh
terhadap rejimen pengobatan. Dengan demikian akan terjamin kepatuhan
berobat sehingga pengobatan lengkap.
2) Standar 8: Semua pasien (termasuk pasien HIV) yang belum pernah diobati
harus diberi paduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional
menggunakan obat yang biovaibilitinya sudah diketahui. Fase awal terdiri dari
INH, rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol diberikan selama 2 bulan. Fase

lanjutan yang dianjurkan adalah UNH dan Rifampisin yang selama 4 bulan.
Pemberian INH dan Etambutol selama 6 bulan merupakan paduan alternative
untuk fase lanjutan pada kasus yang keteraturannya tidak dapat dinilai tetapi
terdapat angka kegagalan dan kekambuhan yang tinggi sehubungan dengan
pemberian alternative tersebut di atas khususnya pada pasien HIV. Dosis obat
antituberkulosis ini harus mengikuti rekomendasi internasional. Fixed dose
combination yang terdiri dari 2 obat (INH dan Rifampisin),3 obat (INH,
Rifampisin, Pirazinamid) dan 4 obat (INH, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol) sangat dianjurkan khususnya bila tidak dilakukan pengawasan
langsung saat menelan obat.
3) Standar 9: Untuk menjaga dan menilai kepatuhan terhadap pengobatan perlu
dikembangkan suatu pendekatan yang berpihak kepada pasien berdasarkan
kebutuhan pasien dan hubunhgan yang saling menghargai antara pasien dan
praktisi

yang

member

pelayanan.

Supervisi

dan

dukungan

harus

memperhatikan kesensitifan gender dan kelompok usia tertentu serta sesuai


dengan intervensi yang dianjurkan dan pelayanan pendukung yang tersedia
termasuk edukasi dan konseling pasien. Elemen utama pada strategi yang
berpihak kepada pasien adalah penggunaan pengukuran untuk menilai dan
meningkatkan kepatuhan berobat dan dapt menemukan bila terjadi
ketidakpatuhan terhadap pengobatan. Pengukuran ini dibuat khusus untuk
keadaan masing-masing individu dan dapat diterima baik oleh pasien maupun
pemberi pelayanan. Pengukuran tersebut salh satunya termasuk pengawasan
langsunng

minum

obat

oleh

pasien

dan

sistem

bertanggungjawab kepada pasien dan sistem kesehatan.

kesehatan

serta

4) Standar 10: Respons terapi semua pasien harus dimonitor. Pada pasien TB
paru penialaian terbaik adalah dengan pemeriksaan sputum ulang (2 kali)
paling kurang pada saat menyelesaikan fase awal (paling tidak 2 bulan), bulan
ke lima dan pada akhir pengobatan dianggap sebagai gagal terapi dan
diberikan obat dengan modifikasi yang tepat (sesuai standar 14 dan 15).
Penilaian respons Terapi pada pasien TB ekstra paru dan anak-anak, paling
baik dinilai secara klinis. Pemeriksaan foto toraks untuk evaluasi tidak
diperlukan dan dapat mnyesatkan (misleading).
5) Standar 11: Penilaian resisten terhadap obat didasarkan pada riwayat
pengobatan sebelumnya, pajanan terhadap kuman yang resisten dan prevalensi
yang ada di masyarakat dan harus dilakukan pada setiap pasien. Uji kepekaan
kuman harus dilakukan terhadap semua pasien dengan riwayat pengobatan
TB. Pasien dengan BTA (+) yang hanya diobati 3 bulan, gagal berobat, putus
berobat, dan kambuh harus dinilai resistensi obat. Uji kepekaan paling tidak
dilakukan terhadap Rifampisin dan INH. Pasien harus mendapatkan konseling
atau penyuluhan untuk meminimalisasi potensi penularan. Pengukuran control
onfeksi harus dilaksanakan.
6) Standar 12: Pasien yang sangat diduga MDR/XDR TB harus mendapat
pengobatan dengan obat anti TB lini kedua. Pemilihan obat didasarkan pada
uji kepekaan kuman. Sedikitnya 4 obat yang sensitive termasuk obat suntikan
diberikan selama 18-24 bulan tergantung konversi sputum. Perlu dilakukan
konsultasi kepada instansi yang menyediakan layanan pengobatan pasien
MDR/XDR.
7) Standar 13:Pencatatan tertulis mengenai semua pengobatan yang diberikan,
respons bakteriolgik dan efek samping harus ada untuk semua pasien.

c. 4 Standar TB Dengan Infeksi HIV dan Konddisi Komorbid Lainnya.


1) Standar 14: Pada daerah dengan angka prevalens HIV yang tinggi di populasi
dengan kemungkinan ko-infeksi TB-HIV, maka konseling dan testing HIV
diindikasikan untuk seluruh TB pasien sebagai bagian dari penatalaksanaan
rutin. Pada daerah dengan prevalensi HIV yang rendah, monseling dan testing
HIV hanya diindikasi pada pasien TB dengan keluhan dan tanda-tanda yang
diduga HIV serta pada pasien TB dengan riwayat beresiko tinggi.
2) Standar 15: Semua pasien TB-HIV harus dievaluasi untuk diberi terapi anti
retroviral dalam masa pemberian OAT. Perencanaan yang sesuai memperoleh
obat antiretroviral harus dibuat bagi pasien yang memenuhi indikasi.
Mengingat terdapat kompleksiti pada pemberian secara bersamaan antara obat
antituberkulosis dan obat antiretroviral maka dianjurkan untuk berkonsultasi
kepada pakar di bidang tersebut sebelum pengobatan dimulai, tanpa perlu
mempertimbangkan penyakit apa yang muncul lebih dahulu. Meskipun
demikian pemberian OAT jangan samapi ditunda. Semua pasien TB-HIV
harus mendapat kotrimaksasol sebagai profilaksis unutk infeksi lainnya.
3) Standar 16: Pengidap HIV setelah dilakukan evaluasi dengan hati-hati dan
tidak terdapat infeksi TB, harus diobati dengan dugaan infeksi laten TB
dengan menggunakan INH 6-9 bulan.
4) Standar 17: Seluruh pelayanan harus melakukan penilaian terhadap kondisi
komorbid yang dapat mempengaruhi respons atau hasil pengobatan. Hal ini
juga termasuk penilaian dan rujukan pengobatan terhadap penyakit lain yang
dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan diabetes mellitus, program
pengobatan ketergantungan obat dan alcohol, berhenti merokok dan layanan
psikososial lainnya termasuk layanan terhadap antenatal dan bayi baru lahir.

d. 4 Standar Tanggung Jawab Kesehatan Masyarakat.


1) Standar

18:

Semua

pelayanan

yang

menangani

pasien

TB

harus

memperhatikakn orang yang berkontak erat dengan pasien Tb hars dievaluasi


dan ditatalaksana sesuai rekomendasi internasional. Prioritas yang dilakukan
investigasi:
a) Orang dengan gejala sugestif Tb
b) Anak berumur < 5 tahun
c) Kontak dengan oran yangimunokompromais terutama infeksi HIV
d) Kontak dengan pasien MDR/XDR TB
2) Standar 19: Anak < 5 tahun atau orang dengan infeksi HIV yang berkontak
erat dengan orang teinfeksi TB harus dievaluasi denga hati-hati, dan yang
tidak terinfeksi TB harus diobati dengan dugaan infeksi TB laten dengan
memakai INH.
3) Standar 20
4) Standar 21

C. Penelitian Terkait
Sepengetahuan peneliti, penelitian dengan judul Hubungan perilaku individu tentang
penularan dan pengobatan TBC dengan kejadian TBC di Poliklinik RS Soekanto POLRI
Jakarta Timur ini belum pernah dilakukan. Dalam penelusuran yang dilakukan peneliti,
terdapat beberapa penelitian yang berhubungan diantaranya:
1. Hasil survey yang dilakukan Koalisi untuk Indonesia Sehat (KuIS) yang dilakukan
pada Oktober sampai Desember 2005 di 90 desa pada 15 kabupaten / kota Kalibaru
Jakarta Utara,dengan jumlah responden 3.677 menemukan sekitar 19,7%, responden
yang memberi jawaban yang benar tentang penyakit TBC. Hasil survey tersebut

antara lain menemukan ada 11% responden tidak tahu TBC adalah penyakit menular,
11% responden tidak tahu TBC bukan penyakit guna-guna, 26% responden tidak tahu
batuk berdahak 3 minggu adalah gejala TBC, 58% responden tidak tahu bahwa
TBC memerlukan pemantaun minum obat (PMO), 38% responden tidak tahu bahwa
obat TBC bisa diperoleh gratis di puskesmas.
2. Menurut WHO pada tahun 1996, dari penderita TBC yang tidak diobati setelah 5
tahun, 50% meninggal, 25% kronik dan menular.
3. Menurut dr. Laban, TBC menyerang lebih dari 75% penduduk usia produktif, 20-30%
pendapatan keluarga hilang per tahunnya akibat TBC. Selain itu, seorang penderita
aktif TBC akan menularkan 10-15 orang disekitarnya per tahun, dan tanpa pengobatan
yang efektif, 50-60% penderita TBC akan meninggal dunia.
4. Berdasarkan hasil penelitian Leni Marlina keluarga di kelurahan Pondok Labu Jakarta
Selatan pada tahun 2009 didapatkan mayoritas responden berusia 40 tahun yaitu 18
orang (60%), 13 orang (43.3%) berpendidikan SMA memilki tingkat pengetahuan
kepala tergolong tinggi yaitu sebanyak 29 orang (96.67%).
5. Dalam penelitian Widagdo pada tahun 2003 di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu,
ditemukan bahwa dari 71 orang, terdapat 50 penderita TBC yang bersikap positif dan
patuh dalam pengobatan, dan 21 orang lainnya bersikap negatif dan pada umumnya
tidak patuh dalam pengobatan.

D. Kerangka Teori
Gambar 2.4
Kerangka Teori
INDEPENDEN

DEPENDEN

Faktor Predisposisi :

pengetahuan individu tentang penularan


dan pengobatan TBC

sikap individu tentang penularan dan


pengobatan TBC

tindakan individu tentang penularan dan


pengobatan TBC

Faktor Pendukung

lingkungan fisik

prasarana

Faktor Pendorong

perilaku petugas kesehatan atau petugas


lainnya.

Motivasi petugas

Duungan keluarga

Kesembuhan TBC

(Sumber: L. Green)

You might also like

  • Cover
    Cover
    Document2 pages
    Cover
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • Bab Iv 58-66
    Bab Iv 58-66
    Document6 pages
    Bab Iv 58-66
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • Cover Lapsus
    Cover Lapsus
    Document2 pages
    Cover Lapsus
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • Try Out 2 UI
    Try Out 2 UI
    Document16 pages
    Try Out 2 UI
    Arifuddin R
    No ratings yet
  • Ebstghrns Hjrtss
    Ebstghrns Hjrtss
    Document1 page
    Ebstghrns Hjrtss
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • BAB 3 Penutup
    BAB 3 Penutup
    Document2 pages
    BAB 3 Penutup
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • BAB I Pendahuluan
    BAB I Pendahuluan
    Document2 pages
    BAB I Pendahuluan
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • A
    A
    Document1 page
    A
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • Halaman Judul
    Halaman Judul
    Document6 pages
    Halaman Judul
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • Jurnal Reading Nadya
    Jurnal Reading Nadya
    Document29 pages
    Jurnal Reading Nadya
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • BAB III Penutup
    BAB III Penutup
    Document1 page
    BAB III Penutup
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document2 pages
    Daftar Pustaka
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • BAB I Pendahuluan
    BAB I Pendahuluan
    Document2 pages
    BAB I Pendahuluan
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • BAB I Pendahuluan
    BAB I Pendahuluan
    Document2 pages
    BAB I Pendahuluan
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document2 pages
    Daftar Pustaka
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • BAB I Pendahuluan
    BAB I Pendahuluan
    Document2 pages
    BAB I Pendahuluan
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • Daftar Isi Lapsus
    Daftar Isi Lapsus
    Document1 page
    Daftar Isi Lapsus
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • ISTC
    ISTC
    Document4 pages
    ISTC
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • Modal Saham dan Laba Ditahan PT Bina Citra
    Modal Saham dan Laba Ditahan PT Bina Citra
    Document7 pages
    Modal Saham dan Laba Ditahan PT Bina Citra
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • Bab Iii Ppenutup
    Bab Iii Ppenutup
    Document1 page
    Bab Iii Ppenutup
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • Cover
    Cover
    Document3 pages
    Cover
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • Bab IV Penutup
    Bab IV Penutup
    Document1 page
    Bab IV Penutup
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • Bab IV Penutup
    Bab IV Penutup
    Document1 page
    Bab IV Penutup
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • COVER
    COVER
    Document2 pages
    COVER
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • BAB I Pendahuluan
    BAB I Pendahuluan
    Document4 pages
    BAB I Pendahuluan
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • COVER
    COVER
    Document2 pages
    COVER
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • COVER-daftar Isi
    COVER-daftar Isi
    Document3 pages
    COVER-daftar Isi
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • Daftar Isi Lapsus
    Daftar Isi Lapsus
    Document1 page
    Daftar Isi Lapsus
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet
  • BAB I Pendahuluan
    BAB I Pendahuluan
    Document2 pages
    BAB I Pendahuluan
    Rohmantuah_Tra_1826
    No ratings yet