You are on page 1of 4

INOVASI FORMULA DAN PENERAPAN TEKNOLOGI PRODUKSI

SEDIAAN SIRUP EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)


DAN PALIASA (Kleinhovia hospita Linn.) SEBAGAI HERBAL
TERSTANDAR HEPATOPROTEKTOR DAN HIPOKOLESTEROLEMIK
Latifah Rahman, Burhanuddin Taebe, Rahmawati Syukur, dan Usmar
Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian dalam rangka inovasi dan penerapan teknologi produksi sediaan sirup
ekstrak temu lawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan paliasa (Kleinhovia hospita Linn) sebagai sediaan
herbal terstandar hepatoprotektor dan hipolestrolemik. Formula dirancang dalam bentuk sediaan sirup
kombinasi dari ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dan paliasa (Kleinhovia hospita Linn).
Sebanyak 36 ekor tikus jantan hiperkolesterolemia dibagi dalam 9 kelompok secara acak dan ditempatkan
dalam satu kandang satu ekor. Kelompok I diberi ekstrak paliasa 54 mg/kg BB, kelompok II diberi ekstrak
paliasa 27 mg/kg BB, kelompok III diberi ekstrak temulawak 54 mg/kg BB, kelompok IV diberi ekstrak
temulawak 27 mg/kg BB, kelompok V diberi sediaan sirup formula I (paliasa:temulawak (P:T) = 54 mg:27
mg), kelompok VI diberi sediaan sirup formula II (P:T) = 27 mg:54 mg), kelompok VII diberi sediaan sirup
formula III (P:T) = 27 mg:27 mg) 2 x dosis, kelompok VIII diberi sediaan sirup formula III (P:T) = 27 mg:27
mg) 1 x dosis, dan kelompok IX sebagai kontrol negatif hanya diberi bahan pembawa sirup. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa formula II memiliki efektivitas yang optimum yang memungkinkan untuk
dikembangkan lebih lanjut sebagai formula herbal terstandar.
Kata kunci : inovasi, formula, temulawak, paliasa, herbal terstandar

PENDAHULUAN

beredar adalah produk impor atau minuman hasil


produksi dalam negeri namun berlisensi formula
dari negara maju.
Persentase penduduk Indonesia yang pernah mengkonsumsi jamu sebanyak 59,12 persen
yang terdapat pada semua kelompok umur, lakilaki dan perempuan, baik di perdesaan maupun
perkotaan. Persentase penggunaan tanaman obat
berturut-turut adalah jahe (50,36%), diikuti kencur
(48,77%), temulawak (39,65%), meniran (13,93%),
dan pace (11,17%).
Selain tanaman obat di atas, sebanyak
72,51 % menggunakan tanaman obat jenis lain.
Bentuk sediaan jamu yang paling banyak disukai
penduduk adalah cairan, diikuti seduhan/serbuk,
rebusan/rajangan, dan bentuk kapsul/pil/tablet.
Penduduk Indonesia yang mengkonsumsi jamu,
sebesar 95,60 % merasakan manfaatnya pada
semua kelompok umur dan status ekonomi, baik
dipedesaan maupun perkotaan.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia telah
menggunakan bahan herbal/jamu dalam pemeliharaan kesehatan, dan data tersebut juga
mencantumkan temulawak sebagai bahan obat
ketiga terbanyak dikonsumsi (39,65%). Berdasarkan data tersebut, maka dilakukan penelitian untuk
merancang formula yang mengandung ekstrak
temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) yang
diketahui mempunyai efek hipokolesterolemik dan

Tanaman obat merupakan sumber bahan


baku untuk kedua sistem pengobatan, baik dalam
pengobatan tradisional (misalnya Jamu, Ayurveda,
Cina, Yunani, Homeopati, dan Siddha) maupun
pengobatan modern. Saat ini, bahan tanaman
banyak digunakan dalam dunia industri dan berkembang sebagai home remedies, obat-obatan
Over The Counter, dan bahan-baku untuk industri farmasi. Mereka mewakili proporsi yang cukup
besar dari pasar obat global.
Populasi terbesar penggunanya berada di
pedesaan, khususnya di negara-negara berkembang, yang masih sangat bergantung pada tumbuhan obat sebagai sumber pemeliharaan kesehatan utama mereka. Meskipun sebagian besar
tanaman obat tersebut, sudah tidak dalam kondisi
alami, cara pengolahannya tidak cocok, dan preparasinya dibuat tidak sesuai dengan petunjuk
Pharmacopeia.
Potensi terapi dari obat herbal tergantung
pada bentuk sediaannya, simplisia yang digunakan
dan apakah ekstrak atau senyawa hasil isolasi
yang digunakan.
Dewasa ini konsumen Indonesia dihadapkan pada beragam minuman kesehatan dengan
klaim khasiatnya yang dihubungkan dengan komponen penyusun dari minuman tersebut. Bila diamati pada umumnya produk kesehatan yang
9

10

Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 17, No.1 Maret 2013, hlm. 9 12 (ISSN : 1410-7031)

hepatoprotektor, dan dikombinasi dengan bahan


alam yang melimpah di Sulawesi Selatan yaitu
paliasa (Kleinhovia hospita Linn), bahan herbal
yang memiliki efek sebagai hepatoprotektor dan
hipoholesterolemik. Penelitian-penelitian terhadap
Paliasa yang dilakukan oleh Raflizar dkk (2006)
menguji dekok daun paliasa (Kleinhovia hospita
Linn) Sebagai Obat Radang Hati Akut, Nurhaedah
(1993), meneliti tentang Pengaruh Ekstrak Metanol
Daun Kayu Kleinhovia hospita Linn. terhadap
Regenerasi Sel-sel Hepar Mencit, Alam, dkk
(2008) sebagai Hepatoprotektor masih merupakan
pengujian paliasa dalam sediaan tunggal oleh
karena itu dilakukan pengujian hepatoprotektor
dan hipokolesterolemik terhadap paliasa dalam
bentuk sediaan yang disinergikan dengan bahan
herbal lainnya yang mempunyai aktifitas yang
samayaitu Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.).
Formula dirancang dalam bentuk sediaan
sirup kombinasi dari ekstrak temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb) dan paliasa (Kleinhovia hospita
Linn). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak
etanol rimpang temulawak mempunyai aktivitas
sebagai hipokolesterolemik pada tikus dengan
dosis 25 mg/kgBB mencegah peningkatan kolesterol total dan tingkat triglyseride secara signifikan
(Elin Y.S.,dkk,2009), Pemberian infus daun paliasa
dengan konsentrasi 15% b/v pada mencit jantan
selama tujuh hari kemudian diinduksi dengan
parasetamol dosis toksik mampu menberikan efek
hepatoprotektif (Mardia, 2011).
Penelitian efek hepatoprotektif kombinasi
infus daun Kleinhovia hospita L. dan rimpang
temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) terhadap
kadar SGPT dan SGOT pada mencit jantan yang
diinduksi parasetamol dosis tinggi 300 mg/kgBB
mencit. Hasil kadar SGPT dan SGOT terhadap sel
hati mencit menunjukkan bahwa kombinasi infus
daun paliasa dan rimpang temulawak pada semua
konsentrasi perlakuan sangat signifikan dalam
menghambat hepatotoksikan parasetamol. Hasil
analisis menunjukkan bahwa infus paliasa 1,67
g/Kg BB mencit memberikan efek farmakologi
yang paling baik terhadap kerusakan hati yang
disebabkan oleh parasetamol dosis tinggi (Alam,
2010)

ose, alat bedah, kandang hewan, jangka sorong


(Schlieper, Germany), alat penggiling, eksikator
kaca dan alat-alat gelas yang digunakan di
laboratorium farmakologi.
Bahan yang digunakan adalah daun
paliasa dan rimpang temulawak, Tikus putih jantan
galur wistar, larutan fisiologis NaCl, pakan standar
(kuning telur, tepung ikan, lemak kambing, Mbm,
bungkil kedelai, minyak kelapa, jagung, polar,
kalsium, fosfor), PTU (propil tiourasil) 0,01%,
simvastatin, karbon tetraklorida (CCl 4), natrium
alginat, sukrosa, natrium benzoat, sari markisa,
kertas`saring, kapas, tissue, kain flannel, dan air
suling.
Pengolahan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak
Identitas tumbuhan terlebih dahulu ditetapkan dengan menggunakan herbarium yang ada di
Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, Fakultas
Farmasi UNHAS. Simplisia yang telah diketahui
identitasnya selanjutnya dicuci dan dikeringkan,
kemudian digiling menjadi serbuk kasar. Ekstraksi
serbuk simplisia dilakukan dengan cara merebus
dengan air yang lazim digunakan untuk membuat
ekstrak (rebusan) air tumbuhan. Ekstrak yang
diperoleh diuapkan airnya dengan menggunakan
alat pengering beku dan ekstrak kering yang
diperoleh disimpan dalam eksikator.
Rancangan Formula
Dibuat tiga rancangan formula sirup herbal
menggunakan ekstrak kering Daun Paliasa dan
rimpang Temulawak dengan pengaroma ekstrak
markisa, sebagaimana pada tabel 1.

Tabel 1. Rancangan formula sirup herbal dengan


kandungan utama ekstrak paliasa (Kleinhovia hospita
Linn.) dan ektrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.) dengan variasi konsentrasi.

Nama Bahan

Formula Sirup dan


komposisi (% b/v)
I

II

III

Ekstrak Paliasa (Kleinhovia


hospita Linn.)

20

10

10

Alat dan Bahan yang digunakan

Ekstrak Temulawak
(Curcuma xanthorriza Roxb.)

10

20

10

Alat yang digunakan antara lain spektrofotometer UV-Vis (Agilent 8453), lemari pendingin
(freezer), sentrifus (thermo fisher), ultra sonic, alat
pengering beku (Heto), timbangan mencit, timbangan analitik, pelat tetes, alat bedah, vorteks,
alat suntik oral mencit no. 14, alat suntik steril 1
dan 5 mL, mikropipet, tip dan tabung Eppendrof,
tabung reaksi, vial, aluminium foil, autoklaf,
lempeng sumur mikro berdasar V, inkubator kocok,
sentrifus Eppendorf, oven, mortar dan alu, jarum

Sirupus simplex

60

60

60

Na.CMC

0.5

0,5

0,5

Ekstrak buah Markisa

0,5

0,5

0,5

Metil Paraben

0,1

0,1

0,1

Aquades

8,9

8,9

8,9

METODE PENELITIAN

Latifah Rahman, dkk, Inovasi dan Penerapan Teknologi Produksi Sediaan Sirup Esktrak Temulawak dan Paliasa

Sirupus simplex dibeuat dengan cara


melarutkan sukrosa ke dalam aquades panas yang
telah mengandung pengawet metil parabel sambil
diaduk hingga homogen. Ekstrak kering sesuai
komposisi yang dibutuhkan dilarutkan dalam
aquades hingga sempurna kemudian ditambahkan
pengental, aduk hingga homogen. Sirupus simplex
dan flavor markisa ditambahkan lalu diaduk hingga
homogen. Sediaan sirup paliasa-temulawak yang
telah selesai disaring kemudian pH dicek, lalu
dimasukkan kedalam wadah.
Uji Hiperkolesterolemik
Penyiapan hewan uji
Hewan uji yang digunakan adalah tikus
putih jantan (Rattus norvegicus) galur Wistar yang
sehat dan aktivitas normal sebanyak 35 ekor dan
diadaptasikan selama kurang lebih dua minggu
dengan makanan dan lingkungannya. Hewan diperoleh dari Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta dengan tipe hiperkolesterolemia.
Penyiapan pakan
Untuk meningkatkan kadar kolesterol
darah hewan percobaan dibuat pakan hiperkolesterolemia yang mengandung kolesterol 1,5% dari
kuning telur ayam, lemak kambing 10%, dan
minyak kelapa 1%.
Pemberian perlakuan pada hewan
Sebanyak 36 ekor tikus jantan tipe hiperkolesterolemia dibagi ke dalam 9 kelompok secara
acak dan ditempatkan dalam satu kandang
masing-masing satu ekor, dengan pembagian
kelompok sebagai berikut:
- Kelompok I diberi ekstrak palisa 54 mg/kgBB
- Kelompok II dengan ekstrak palisa 27 mg/kgBB
- Kelompok III, ekstrak temulawak 54 mg/kgBB
- Kelompok IV, ekstrak temulawak 27 mg/kgBB
- Kelompok V diberi sirup formula I (dosis Paliasa :
Temulawak = 54 mg:27mg /kg BB)
- Kelompok VI diberi diberi sirup formula II (dosis
Paliasa : Temulawak = 27 mg:54mg /kg BB)
- Kelompok VII diberi sirup formula I sebanyak 2
kali dosis (dosis Paliasa : Temulawak = 27
mg:27mg /kg BB)
- Kelompok VIII diberi sirup formula I sebanyak 1
kali dosis (dosis Paliasa : Temulawak = 27
mg:27mg /kg BB)
- Kelompok IX sebagai kontrol negatif, hanya
diberi akuades
Pada hari pertama bobot badan tikus
ditimbang dan ditetapkan sebagai bobot badan
awal serta diambil darahnya melalui vena orbital
untuk diperiksa kolesterol total, trigliserida, LDL
dan HDL awal. Tikus diberi sediaan ekstrak maupun sirup berdasarkan bobot badannya. Perlakuan

11

dilakukan selama 7 hari sambil diberi pakan tinggi


kolesterol. Pada hari ke-7 bobot badan ditimbang
kembali dan dilakukan pengambilan darah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
efek hepatoprotektor dan hiperlipidemia sediaan
sirup kombinasi paliasa-temulawak pada tikus
(Rattus novergicus). Identitas tumbuhan terlebih
dahulu diidentifikasi dengan menggunakan herbarium yang tersedia di Laboratorium FarmakognosiFitokimia, Fakultas Farmasi UNHAS. Simplisia
yang telah diketahui identitasnya selanjutnya
dicuci dan dikeringkan.
Simplisia paliasa (Kleinhovia hospita Linn)
digiling menjadi serbuk kasar. Ekstraksi serbuk
simplisia dilakukan dengan cara merebus dengan
air yang lazim digunakan untuk membuat ekstrak
(rebusan) air tumbuhan. Ekstrak yang diperoleh diuapkan airnya dengan menggunakan alat pengering beku dan ekstrak kering yang diperoleh
disimpan dalam eksikator. Rimpang temulawak
(Curcuma xanthor-rhiza Roxb.) ekstraksi dilakukan
dengan cara diblender dengan kecepatan sedang,
kemudian diperas dan ekstraknya dikumpulkan
dan dikering-kan dengan menggunakan alat rotary
epavorator hingga terbentuk ekstrak kering.
Rendeman yang diperoleh dari ekstraksi kedua
simplisia tersebut disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Rendemen hasil ekstraksi dari simplisi paliasa
dan temulawak
Berat
simplisia
(gram)

Ekstrak
kental
(gram)

Ekstrak
kering
(gram)

Paliasa

500

89,5

18,35

Temulawak

500

118,5

19,79

Simplia

Selanjutnya dilakukan uji efek antihiperlipidemia (hipokolesterolemik). Tikus diberikan


ekstrak temulawak dengan dosis 27 mg/kg BB dan
54 mg/kg BB, ekstrak paliasa dengan dosis 27
mg/kg BB dan 54 mg/kgBB, sirup yang dibuat
dalam tiga variasi formula, dan kontrol negatif yaitu
air. Sediaan uji diberikan bersama dengan pakan
tinggi kolesterol selama 14 hari lalu dilakukan
pengukuran berat badan, kolesterol total, kadar
trigliserida, HDL (High Density Lipoprotein) dan
LDL (Low Density Lipoprotein).
Kemampuan suatu sediaan dalam menurunkan kadar kolesterol darah dapat dilihat dari
kemampuan sediaan untuk mempertahankan atau
menurunkan berat badan hewan uji. Adapun kemampuan sediian sirup paliasa-temulawak dalam
menurunkan berat badan dapat dilihat pada tabel
3. Sedangkan kemampuan sediaan sirup paliasatemulawak dalam menurunkan kadar kolesterol
darah dapat dilihat pada tabel 4.

12

Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 17, No.1 Maret 2013, hlm. 9 12 (ISSN : 1410-7031)

Tabel 3. Persen peningkatan berat badan tikus yang


diberi perlakuan dengan sediaan sirup paliasatemulawak setelah 7 hari.
%
Peningkatan
Berat

RataRata

Kelompok I
(Ek. paliasa 54 mg/kgBB
1x1 sehari)

0,272

0,701

Kelompok II
(Ek. paliasa 27 mg/kgBB
1x1 sehari)

0,744

0,639

Kelompok III
(Ek. Temulawak 54
mg/kgBB 1x1 sehari)

0,809

0,704

Perlakuan

Kelompok IV
(Ek. Temulawak 27
mg/kgBB 1x1 sehari)

0,496

Kelompok V
(Sirup Formula I 1x1
sehari)

0,976

Kelompok VI
(Sirup Formula II 1x1
sehari)

0,787

Kelompok VII
(Sirup Formula III 2x1
sehari)
Kelompok VIII
(Sirup Formula III 1x1
sehari)
Kelompok IX
(Kontrol negatif)

0,996

1,222

0,708

Hasil Pengamatan Organoleptis Sirup


Pengamatan organoleptis sirup menunjukkan bahwa sirup yang dibuat dengan dan tanpa
penambahan pengental tidak mengalami perubahan warna, aroma dan rasa baik sebelum maupun
setelah kondisi penyimpanan dipercepat.

Tabel 4. Profil peningkatan kadar kolesterol, trigliserida,


LDL dan HDL yang diterapi dengan sediaan sirup
kasumba turate setelah 7 hari.
Klp perlakuan

% Peningkatan
Chol

TG

HDL

LDL

6,911,85

5,452,30

19,744,15

5,721,43

II

5,490,82

9,788,33

10,262,74

8,570,41

III

7,323,64

8,919,82

13,491,88

5,261,49

IV

4,481,76

13,0410,3

14,334,76

12,220,8

1,931,48

6,366,35

19,3310,5

10,602,3

VI

7,146,21

9,494,53

30,776,15

2,631,26

VII

4,513,31

9,377,18

21,500,86

10,631,47

VIII

6,064,85

5,204,01

15,834,09

8,414,17

IX

11,684,60

11,528,47

13,372,06

14,601,65

1,460

1,544

1,617

1,340

KESIMPULAN

1,527

1,212

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat


disimpulkan bahwa:
1. Peningkatan terendah kolesterol total adalah
pada pemberian sirup paliasa-temulawak
formula II yang diberikan 1 kali sehari yaitu
sebesar 1,93 1,48%.
2. Peningkatan terendah kadar trigliserida adalah
pada pemberian sirup paliasa-temulawak
formula II yang diberikan 1 kali sehari yaitu
sebesar 5,204,01%.
3. Peningkatan HDL tertinggi pada pemberian
sirup formula II yang diberikan 1 kali sehari
yaitu 30,776,15%
4. peningkatan LDL terendah pada pemberian
sirup formula II yang diberikan 1 kali sehari
dengan nilai 2,631,26

Data tersebut menunjukkan bahwa kadar


kolesterol total yang mengalami peningkatan
terendah adalah pada pemberian sirup formula I
yang diberikan 1 kali sehari dengan rata-rata sebesar 1,931,48%. Kadar trigliserida yang mengalami peningkatan terendah adalah pada pemberian sirup formula III yang dberikan 1 kali sehari
dengan rerata peningkatan sebesar 5,204,01%.
Sedangkan peningkatan HDL tertinggi dan LDL
terendah ditunjukkan pada pemberian formula II
yang diberikan 1 kali sehari. Nilai peningkatan ratarata untuk HDL adalah 30,776,15% sedangkan
LDL sebesar 2,631,26

You might also like