You are on page 1of 24

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahnya
saya dapat menyelesaikan referat mengenai Congestive Heart Failure sebagai salah satu
syarat untuk dapat mengikuti ujian di kepanitraan klinik Ilmu Penyakit Dalam di RS TK II
Moh.Ridwan Meuraksa.
Pada kesempatan kali ini, izinkan saya sebagai penulis untuk mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu saya untuk menyelesaikan referat ini, terutama kepada
pembimbing saya Mayor Ckm dr.Ade Netra Kartika, SpPD yang telah meluangkan waktunya
untuk membimbing saya ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas beliau.
Saya menyadari bahwa penulisan pada referat ini banyak terdapat kekurangan. Oleh
sebab itu saya mengharapkan saran serta kritik yang dapat membangun dalam laporan kasus ini
guna untuk perbaikan di kemudian hari. Semoga referat ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
kita semua baik sekarang maupun di hari yang akan datang.

Jakarta, November 2014

Arda Putri Kurniati

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat
memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa
penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan
atau

sistolik,

gangguan

irama

jantung,

fungsi

diastolik

atau ketidaksesuaian preload dan afterload.

Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada pasien.


Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal
jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi,
gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan penyebab
peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung, diperkirakan hampir lima persen dari
pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung
dalam setahun diperkirakan 2,3 - 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung
akan meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan
berkembangnya terapi penanganan infark

miokard

mengakibatkan

perbaikan

harapan

hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Anatomi dan Fisiologi Jantung


Secara anatomi ukuran jantung sangatlah variatif. Beberapa referensi, ukuran jantung
manusia mendekati ukuran kepalan tangan atau dengan ukuran panjang kira-kira 5" (12cm)
dan lebar sekitar 3,5" (9cm). Jantung terletak di belakang tulang sternum, tepatnya di ruang
mediastinum diantara kedua paru-paru dan bersentuhan dengan diafragma. Bagian atas
jantung terletak dibagian bawah sternal notch, 1/3 dari jantung berada disebelah kanan dari
midline sternum, 2/3 nya disebelah kiri dari midline sternum. Sedangkan bagian apek
jantung di interkostal ke-5 atau tepatnya di bawah puting susu sebelah kiri. Jantung di
bungkus oleh sebuah lapisan yang disebut lapisan perikardium, di mana lapisan perikardium
ini di bagi menjadi 3 lapisan, yaitu lapisan fibrosa, lapisan parietal dan lapisan visceral.

Gambar 1. Anatomi Jantung


Jantung dibagi menjadi 2 bagian ruang, yaitu : Atrium (serambi) dan Ventrikel (bilik).
Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak yang pendek, yaitu ke ventrikel,
maka otot atrium lebih tipis dibandingkan dengan otot ventrikel. Ruang atrium dibagi
menjadi 2, yaitu atrium kanan dan atrium kiri, demikian halnya dengan ruang ventrikel,
dibagi lagi menjadi 2 yaitu ventrikel kanan dan ventrikel kiri.
3

Secara skematis, urutan perjalanan darah dalam sirkulasinya pada manusia, yaitu :
Darah dari seluruh tubuh bertemu di muaranya pada vena cava superior dan inferior pada
jantung bergabung di Atrium kanan masuk ke ventrikel kiri arteri pulmonalis ke paru
keluar dari paru melalui vena pulmonalis ke atrium kiri (darah yang kaya O2) masuk ke
ventrikel kiri, kemudian dipompakan kembali ke seluruh tubuh melalui aorta. Keluar
masuknya darah, ke masing-masing ruangan, dikontrol juga dengan peran 4 buah katup di
dalamnya, yaitu :
1.

Katup trikuspidal (katup yang terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan).

2.

Katup mitral (katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri).

3.

Katup pulmonalis (katup yang terletak antara ventrikel kanan ke arteri pulmonalis).

4.

Katup aorta (katup yang terletak antara ventrikel kiri ke aorta).


Arteri koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan jantung sendiri,karena

darah bersih yang kaya akan oksigen dan elektrolit sangat penting sekali agar jantung bisa
bekerja sebagaimana fungsinya. Apabila arteri koroner mengalami pengurangan suplainya
ke jantung atau yang di sebut dengan ischemia, ini akan menyebabkan terganggunya fungsi
jantung sebagaimana mestinya. Apalagi arteri koroner mengalami sumbatan total atau yang
disebut dengan serangan jantung mendadak atau miokardiac infarction dan bisa
menyebabkan kematian. Begitupun apabila otot jantung dibiarkan dalam keadaan iskemia,
ini juga akan berujung dengan serangan jantung juga atau miokardiac infarction. Arteri
koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik, dimana muara arteri koroner berada
dekat dengan katup aorta atau tepatnya di sinus valsava. Arteri koroner dibagi dua,yaitu:
Arteri koroner kanan dan Arteri koroner kiri.
II.2

Definisi gagal jantung


Gagal jantung/Heart Failure (HF) dapat didefinisikan sebagai suatu kelainan
strukturatau fungsi jantung yang menyebabkan kegagalan jantung untuk memberikan
oksigen pada tingkat yang sepadan dengan persyaratan dari metabolisme jaringan. Untuk
keperluan klinis, gagal jantung didefinisikan, secara klinis, sebagai sindrom dimana pasien
memiliki gejala yang khas (misalnya sesak napas, pembengkakan kaki, dan kelelahan) dan
tanda-tanda (misalnya tekanan vena jugularis meningkat, crackles pada suara tambahan
4

paru, dan apeks yang bergeser ke lateral) yang dihasilkan dari kelainan struktur atau fungsi
jantung.
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan
nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.
II.3

Klasifikasi
Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan New York Heart Association (NYHA).
Tabel 1. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan NYHA
Klasifikasi Fungsional NYHA(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)
Kelas I

Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari hari tidak menyebabkan
kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas II Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi aktivitas
sehari hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas

Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang dengan

III

istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari hari
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas

Tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa adanya kelelahan. Gejala

IV

terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan akan semakin
meningkat.

Klasifikasi Derajat Gagal Jantung berdasarkan American College of Cardiology dan


American Heart Association.

Tabel 2. Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA

Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA (Derajat Gagal Jantung berdasarkan struktur
dan kerusakan otot jantung)
Tahap A

Risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung, tidak ada dijumpai


abnormalitas struktural dan fungsional, tidak ada tanda atau gejala.

Tahap B

Berkembangnya kelainan struktural jantung yang berhubungan erat dengan


perkembangan gagal jantung, tetapi tanpa gejala atau tanda.

Tahap C

Gagal jantung simptomatik berhubungan dengan kelainan structural jantung.

Tahap D

Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai adanya gejala gagal
jantung saat istirahat meskipun dengan terapi yang maksimal.

Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi gagal jantung akut dan
gagal jantung kronik,yaitu:
1. Gagal Jantung akut yaitu suatu keadaan kegagalan jantung untuk menjalankan fungsinya
yang terjadi secara cepat atau timbul tiba-tiba yang memerlukan penanganan segera.
Gagal jantung akut dapat berupa serangan pertama gagal jantung, atau perburukan dari
gagal jantung kronik sebelumnya Pasien yang mengalami gagal jantung akut dapat
memperlihatkan kedaruratan medik (medical emergency) seperti edema paru akut (acute
pulmonary oedema).
2. Gagal Jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang disertai
keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah, baik dalam keadaan istirahat atau
aktivitas, edema serta tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat
yang menetap lebih dari 1 bulan.
II.4

Etiologi
Ada beberapa penyebab dimana fungsi jantung dapat terganggu. Yang paling sering
menyebabkan kemunduran dari fungsi jantung adalah kerusakan atau berkurangnya
kontraktilitas otot jantung, iskemik akut atau kronik, meningkatnya resistensi vaskuler
dengan hipertensi, atau adanya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF).
Penyakit jantung koroner adalah yang paling sering menyebabkan penyakit miokard,
dan 70% akan berkembang menjadi gagal jantung. Masing -masing 10% dari penyakit
jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi gagal jantung juga.
6

Penyebab dari gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan gagal jantung kiri atau
gagal jantung kanan dan gagal low output atau high output.
Tabel 3. Penyebab gagal jantung
Jantung kiri primer

Penyakit jantung iskemik


Penyakit jantung hipertensi
Penyakit katup aorta
Penyakit katup mitral
Miokarditis
Kardiomiopati
Amyloidosis jantung

Jantung kanan primer

Gagal jantung kiri


Penyakit pulmonari kronik
Stenosis katup pulmonal
Penyakit katup trikuspid
Penyakit jantung kongenital

(VSD,PDA)
Hipertensi pulmonal
Embolisme paru masif7

Sumber: Concise Pathology 3rd Edition


Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1.

Kelainan otot jantung


Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot
mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau
inflamasi.

2.

Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.

3.

Hipertensi sistemik atau pulmonal


Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung (peningkatan afterload), mengakibatkan hipertropi serabut otot
jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai kompensasi karena
7

meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alasan yg tidak jelas hipertropi otot jantung
dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi gagal jantung.
4.

Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif


berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

5.

Penyakit jantung lain


Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak mampuan
jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau
stenosis AV), peningkatan mendadak after load.

6.

Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis ), hipoksia
dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas
jantung

II.5

Patofisiologi
Pada awal gagal jantung, akibat cardiac output yang rendah, didalam tubuh terjadi

aktivitas saraf simpatis dan system rennin angiotensin-aldosteron, serta penglepasan arginin
vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
tekanan darah yang adekuat. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri
yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi
mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin Angiotensin Aldosteron

(sistem

RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki
lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.2
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi
perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan
8

gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.2
Stimulasi

sistem

RAA

vasokonstriktor renal yang poten

menyebabkan penigkatan konsentrasi

renin, merupakan

(arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang

pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang
pelepasan

aldosteron. Aldosteron

akan menyebabkan

retensi

natrium

dan air

serta

meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan
pada disfungsi endotel pada gagal jantung.3,4
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng
memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic
Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan
natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan
di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic
peptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap
natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai
respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap
angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus
renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang
menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan
sebagai terapi pada penderita gagal jantung.
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan
dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada
pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner,
hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab
lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid.
Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 40 % penderita gagal jantung memiliki
kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan
disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.

II.6 Manifestasi Klinis


Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda
seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali, edema
tungkai.2
Tabel 4. Gambaran klinis Gagal Jantung Kanan dan Gagal Jantung Kiri
Gambaran klinis gagal jantung kiri

Gambaran klinis gagal jantung kanan

Gejala :

Gejala :

1. Penurunan kapasitas aktivitas

1. Pembengkakan pergelangan kaki

2. Dipsnu (PND)

2. Dipsnu (bukan PND)

3. Letargi atau kelelahan

3. Nyeri dada

4. Penurunan nafsu makan dan

4. Penurunan aktivitas

berat badan
Tanda :

Tanda :

1. Kulit lembab
2. TD meningkat, rendah atau
normal
3. Denyut nadi (takikardi/aritmia)
4. Pergeseran apeks
5. Efusi pleura

1. Denyut nadi meningkat


2. Peningkatan JVP
3. Edema
4. Hepatomegali dan asites
5. Gerakan

bergelombang

parasternal
6. S3 atau S4 RV
7. Efusi pleura

Selain itu kriteria Firmingham dapat digunakan untuk diagnosis gagal jantung kongestif.
Menurut Framingham kriterianya gagal jantung kongestif ada 2 kriteria yaitu kriteria mayor dan
kriteria minor. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut:1
a. Kriteria mayor terdiri dari:
1) Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
2) Peningkatan vena jugularis
10

3) Ronchi basah tidak nyaring


4) Kardiomegali
5) Edema paru akut
6) Irama derap S3
7) Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O
b. Kriteria minor terdiri dari:
1) Edema pergelangan kaki
2) Batuk malam hari
3) Dyspnea
4) Hepatomegali
5) Efusi pleura
6) Kapasitas vital berkurang menjadi maksimum
7) Takikardi (>100 x/ menit)
Diagnosis ditegakkan dari dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor
harus ada di saat bersamaan

II.7

Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
2.7.1

Anamnesis

Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara luas.
Diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan minimal dua kriteria mayor atau
satu kriteria mayor disertai dua kriteria minor, kriteria minor dapat diterima jika kriteria
minor tersebut tidak berhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti hipertensi
pulmonal, PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik.
2.7.2

Pemeriksaan Fisik

1. Tekanan darah dan Nadi


Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan, namun biasanya
berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV berat. Tekanan nadi dapat
berkurang atau menghilang, menandakan adanya penurunan stroke volume. Sinus
11

takikardi merupakan tanda nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas


adrenergik. Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian
perifer dan sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas adrenergik
berlebih. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas
pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada
saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah komposisi
gas darah arterial dan memicu depresi pusat pernapasan, mengakibatkan
hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan CheyneStokes dapat dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau
napas berhenti sementara.
2. Jugular Vein Pressure
Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai tekanan atrium kanan.
Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika pasien berbaring dengan kepala
membentuk sudut 300. Tekanan vena jugularis dinilai dalam satuan cm
H2O (normalnya 5-2 cm) dengan memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang
diatas sudut sternal. Pada HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal
pada waktu istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan
peningkatan tekanan abdomen (abdominojugular reflux positif).Gelombang v besar
mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.
3. Ictus cordis
Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak memberikan
informasi yang berguna mengenai tingkat keparahan. Jika kardiomegali
ditemukan, maka apex cordis biasanya berubah lokasi dibawah ICS V (interkostal
V) dan/atau sebelah lateral dari midclavicular line, dan denyut dapat dipalpasi
hingga 2 interkosta dari apex.
4. Suara jantung tambahan
Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S 3) dapat terdengar dan dipalpasi pada
apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel kanan dapat memiliki
denyut

Parasternal

yang

berkepanjangan

meluas

hingga

systole.

S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering ditemukan pada pasien dengan volume
overload yang juga mengalami takikardi dan takipneu, dan seringkali menandakan
12

gangguan hemodinamika. Suara jantung keempat (S 4) bukan indikator spesifik


namun biasa ditemukan pada pasien dengan disfungsi diastolic. Bising pada
regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan pada pasien.
5. Pemeriksaan paru
Pulmonary Crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi cairan dari
rongga intravaskular kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru, ronki dapat
didengar pada kedua lapang paru dan dapat disertai dengan wheezing ekspiratoar
(asma kardiale).Jika ditemukan pada pasien tanpa penyakit paru, ronkhi spesifik
untuk gagal jantung. Walau demikian harus ditekankan bahwa ronkhi seringkali
tidak ditemukan pada pasien dengan gagal jantung kronik, bahkan ketika
pulmonary capilary wedge pressure kurang dari 20 mmHg, hal ini karena pasien
sudah beradaptasi dan drainase sistem limfatik cairan rongga alveolar sudah
meningkat. Efusi pleura timbul sebagai akibat meningkatnya tekanan sistem kapiler
pleura, hasilnya adalah transudasi cairan kedalam rongga pleura.Karena vena pada
pleura bermuara pada vena sistemik dan pulmoner, effusi pleura paling sering
terjadi pada kegagalan kedua ventrikel (biventricular failure). Walau effusi pleura
biasanya ditemukan bilateral, angka kejadian pada rongga pleura kanan lebih sering
daripada yang kiri.5
6. Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux
Hepatomegali merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika ditemukan,
pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat berdenyut selama systole
jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites sebagai tanda lajut, terjadi sebagai
konsekuensi peningkatan tekanan pada vena hepatica dan drainase vena pada
peritoneum. Jaundice, juga merupakan tanda lanjut pada CHF, diakibatkan dari
gangguan fungsi hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan
terkait dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect.
7. Edema tungkai
Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada CHF, namun namun tidak
spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan diuretic.
Edema perifer biasanya sistemik dan dependen pada CHF dan terjadi terutama pada
daerah Achilles dan pretibial pada pasien yang mampu berjalan. Pada pasien yang
13

melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan pada daerah sacral (edema
presacral) dan skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi dan
pigmentasi ada kulit.
8. Cardiac Cachexia
Pada kasus HF kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan berat badan dan
cachexia yang bermakna. Walaupun mekanisme dari cachexia pada HF tidak
diketahui, sepertinya melibatkan banyak faktor dan termasuk peningkatan resting
metabolic rate; anorexia, nausea, dan muntah akibat hepatomegali kongestif dan
perasaan penuh pada perut; peningkatan konsentrasi sitokin yang bersirkulasi
seperti TNF, dan gangguan absorbsi intestinal akibat kongesti pada vena di usus.
Jika ditemukan, cachexia menandakan prognosis keseluruhan yang buruk.
2.7.3

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada gagal jantung antara lain

adalah : darah rutin, urine rutin, elektrolit (Na & K), ureum & kreatinine, SGOT/PT, dan
BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung karena
beberapa alasan berikut : (1) untuk mendeteksi anemia, (2) untuk mendeteksi gangguan
elektrolit (hipokalemia dan/atau hiponatremia), (3) untuk menilai fungsi ginjal dan hati,
dan (4) untuk mengukur brain natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik).
Kandungan elektrolit biasanya normal pada gagal jantung ringan-sedang, namun
dapat menjadi abnormal pada gagal jantung berat ketika dosis obat ditingkatkan.Kadar
serum kalsium biasanya normal, tapi penggunaan diuretik kaliuretik seperti thiazid atau
loop diuretik dapat mengakibatkan hipokalemia. Derajat hiponatremia juga merupakan
penanda beratnya gagal jantung, hal ini dikarenakan kadar natrium secara tidak langsung
mencerminkan besarnya aktivasi sistem renin angiotensin yang terjadi pada gagal jantung.
Selain itu, rektriksi garam bersamaan dengan terapi diuretik yang intensif dapat
mengakibatkan hiponatremia. Gangguan elektrolit lainnya termasuk hipofasfatemia,
hipomagnesemia, dan hiperurisemia.4
Anemia

dapat

memperburuk

gagal

jantung

karena

akan

menyebabkan

meningkatnya kardiak output sebagai kompensasi memenuhi metabolisme jaringan, hal ini

14

akan meningkatkan volume overload miokard. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa
anemia (kadar Hb <12 gr/dl) dialami pada 25% penderita gagal jantung.4
Pemeriksaan Biomarker BNP sangat disarankan untuk diperiksa pada semua pasien
yang dicurigai gagal jantung untuk menilai beratnya gangguan hemodinamik dan untuk
menentukan prognosis.Biomarker Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dan BNP disekresikan
sebagai respon terhadap meningkatnya tekanan pada dinding jantung dan/atau
neurohormon yang bersirkulasi. Karena ANP memiliki waktu paruh yang pendek, hanya
NT-ANP yang secara klinis berguna. Untuk BNP, N-Terminal Pro-BNP dan BNP memiliki
nilai klinis yang bermakna. Kadar ANP dan BNP meningkat pada pasien dengan disfungsi
sistolik, sementara disfungsi diastolik peningkatan kadarnya lebih rendah. Pada disfungsi
sistolik, kadar BNP ditunjukan berbanding lurus dengan wall stress, ejeksi fraksi, dan
klasifikasi fungsional. Pemeriksaan BNP berbanding lurus dengan beratnya gagal jantung
berdasarkan kelas fungsionalnya.4

Gambar 2. Kadar BNP berbanding lurus dengan beratnya gagal jantung menurut kelas
fungsionalnya

Fungsi ginjal memiliki peran penting pada progresi disfungsi ventrikel dan gagal
jantung. Penurunan pada fungsi renal, terutama pada glomerular filtration rate (GFR),

15

menurut NYHA adalah prediktor mortalitas yang lebih kuat dibandingkan klasifikasi kelas
fungsional.
Fungsi hepar sering ditemukan abnormal pada gagal jantung sebagai akibat
hepatomegali yang menyertai. Aspartate aminotransferase (AST/SGOT) dan alanine
aminotransferase (ALT/SGPT) dapat meningkat, protrombin time (PT) dapat memanjang,
dan pada sebagian kecil kasus dapat terjadi hiperbilirubinemia.4
Urinalisis harus dilakukan pada semua pasien dengan gagal jantung untuk mencari
infeksi bakteri, mikroalbunuria dan mikrohematuri. Konsentrasi dan volume urine harus
mendapat perhatian seksama terutama pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan yang
mendapat diuretik.4
2.7.4 Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi/Rontgen.
Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya yang didapatkan bayangan hilus paru
yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir berkurang, lapangan paru
bercak-bercak karena edema paru, pembesaran jantung, cardio-thoragic ratio
(CTR) meningkat, distensi vena paru.
2. Pemeriksaan EKG.
Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer jantung ( iskemik,
hipertrofi ventrikel, gangguan irama) dan tanda-tanda faktor pencetus akut
( infark miocard, emboli paru).
3. Ekhokardiografi.
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan fungsional serta anatomis yang
menjadi penyebab gagal jantung.
II.8

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara
nonfarmakologis dan secara farmakologis, keduanya dibutuhkan karena akan saling
melengkapi untuk penatalaksaan paripurna penderita gagal jantung. Penatalaksanaan
gagal jantung baik itu akut dan kronik ditujukan untuk memperbaiki gejala dan progosis,
meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya
kondisi. Sehingga semakin cepat kita mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin
baik prognosisnya.

16

Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah


dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta pertolongan
yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan
penurunan berat badan pada penderita dengan kegemukan. Pembatasan asupan garam,
konsumsi alkohol, serta pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita
terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat.Penderita juga dianjurkan untuk
berolahraga karena mempunyai efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom,
endotel serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun
efek terhadap kelengsungan hidup belum dapat dibuktikan.Gagal jantung kronis
mempermudah dan dapat dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi terhadap
influenza dan pneumococal perlu dipertimbangkan.Profilaksis antibiotik pada operasi dan
prosedur gigi diperlukan terutama pada penderita dengan penyakit katup primer maupun
pengguna katup prostesis.
Penatalaksanaan gagal jantung kronis meliputi penatalaksaan non farmakologis
danfarmakologis.Gagal jantung kronis bisa terkompensasi ataupun dekompensasi.Gagal
jantung terkompensasi biasanya stabil, dengan tanda retensi air dan edema paru tidak
dijumpai.Dekompensasi berarti terdapat gangguan yang mungkin timbul adalah episode
udema paru akut maupun malaise, penurunan toleransi latihan dan sesak nafas saat
aktifitas.Penatalaksaan ditujukan untuk menghilangkan gejala dan memperbaiki kualitas
hidup.Tujuan lainnya adalah untuk memperbaiki prognosis serta penurunan angka rawat.
Obat obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain: diuretik
(loop dan thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, -blocker (carvedilol,
bisoprolol, metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator (hydralazine /nitrat),
antikoagulan, antiaritmia, serta obat positif inotropik.
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 2 l/hari) dan
pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek dapat
membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi
ginjal.Pemberian

heparin

subkutan

perlu

diberikan

pada

penderita

dengan

imobilitas.Pemberian antikoagulan diberikan pada pemderita dengan fibrilasi atrium,


gangguan fungsisistolik berat dengan dilatasi ventrikel.

17

Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu, takikardia
serta cemas, pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi.Adanya
trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output yang
rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik.Gagal jantung
akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul pada infark miokard luas, aritmia
yang menetap (fibrilasi atrium maupun ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti
ruptur otot papilari akut maupun defek septum ventrikel pasca infark.
Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana
memerlukanpenatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan
hemodinamik,

menghilangan

kongesti

paru,

dan

perbaikan

oksigenasi

jaringan.Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen


konsentrasi

tinggi

dengan

masker

sebagai

tindakan

pertama

yang

dapat

dilakukan.Monitoring gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin
serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus.
Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan adanya
asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang buruk.Koreksi
hipoperfusimemperbaiki asidosis, pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang
refrakter.
Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan
venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik
juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh
prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila
memungkinkan.
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam penatalaksanaan
gagaljantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri dan stress, serta
menurunkankebutuhan oksigen.Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisian
ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai
kebutuhan. Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload
serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal
jantung.Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih
tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner.Sehingga dosis pemberian
18

harus adekuat sehingga terjadi keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa
mengganggu perfusi jaringan.Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian
intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 24jam.
Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada
gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis
hipertensi.Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi
hati. Dosis 0,3 0,5 g/kg/menit. Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan
vasodilator. Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan
ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat
menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron
dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel
tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume karena berkurangnya
afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 g/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan
infus 0,01 g/kg/menit.
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang
disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer.Obat inotropik dan / atau vasodilator digunakan
pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 100 mmHg.Jika tekanan
sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor merupakan pilihan.
Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan
darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65
mmHg.
Pemberian dopamin < 2 g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah
splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 5 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik
beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 15
g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan
laju jantung serta vasokonstriksi.
Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2,
menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya
kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 3 g/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung
diperlukan dosis 2,5 15 g/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat
beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 20 g/kg/menit.Phospodiesterase
19

inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi AMP sehingga terjadi efek


vasodilatasi perifer dan inotropik jantung.Yang sering digunakan dalam klinik adalah
milrinone dan enoximone.Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut
dengan hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik
positif. Dosis milrinone intravena 25 g/kg bolus 10 20 menit kemudian infus 0,375
075 g/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25 0,75 g/kg bolus kemudian 1,25 7,5
g/kg/mnt.
Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang disertai
syokkardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg.Penderita dengan syok kardiogenik
biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik
30 mmHg selama 30 menit.Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin.
Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 0,5 g/kg/mnt. Norepinefrin
diberikan dengan dosis 0,2 1 g/kg/mnt.
Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan
terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit
jantung koroner dan sindrom koroner akut.Bila penderita datang dengan hipertensi
emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan afterload.Tekanan darah
diturunkan dengan menggunakan obat seperti lood diuretik intravena, nitrat atau
nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium intravena (nicardipine). Loop diuretik
diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk menurunkan
preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner.Nicardipine diberikan pada
penderita dengan disfungsi diastolik dengan afterload tinggi.Penderita dengan gagal
ginjal, diterapi sesuai penyakit dasar.
Aritmia jantung harus diterapi. Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah
Pompa balon intra aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter
defibrilator,ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita
gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan
pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan
sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang
simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverterdevice
20

bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel.Vascular Assist


Device merupakan pompa mekanis yang mengantikansebgaian fungsi ventrikel, indikasi
pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama
inotropik.

Gambar 3. Skema Tatalaksana Gagal Jantung

21

Tabel 5. Dosis terapi yang bisa diberikan

II.9 Prognosis
Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan prognosis pada
penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu:
1. Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%
2. Kelas NYHA II : mortalitas 5 tahun 10-20%
22

3. Kelas NYHA III : mortalitas 5 tahun 50-70%


4. Kelas NYHA IV : mortalitas 5 tahun 70-90%

BAB III
KESIMPULAN

Gagal

jantung

kongestif

merupakan

tahap

akhir

penyakit

jantung

yang

dapatmenyebabkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas penderita penyakit jantung.


Sangat penting untuk mengetahui gagal jantung secara klinis. Penatalaksanaan meliputi
penanganannon medikamentosa, dan obat obatan serta dengan menggunakan terapi invasif.
Meskipun pengobatan farmakologis dan operatif yang saat ini tersedia untuk pasien CHF dapat
memperpanjang dan memperbaiki kualitas hidup, prognosis keseluruhan dari pasien CHF masih tetap
buruk. Dikarenakan proporsi pasien usia lanjut diperkirakan akan terus meningkat dalam dekade

mendatang , CHF diperkirakan juga akan menjadi mayor epidemik. Jadi, untuk pasien-pasien
CHF sangat memerlukan pendekatan terapi baru yang dapat dipergunakan secara individual,
yang akan meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi beban ekonomi pada masyarakat.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. V. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
2. Horwich TB, and Fonarow GC. Glucose, Obesity, Metabolic Syndrome, and Diabetes:
Relevance to Incidence Heart Failure. J. Am. Coll. Cardiol. 2010;55;283-293
3. Kelder JC, Cramer MJ, van Wijngaarden J, van Tooren R, Mosterd A, Moons KG, Lammers JW,
Cowie MR, Grobbee DE, Hoes AW. The diagnostic value of physical examination and additional
testing in primary care patients with suspected heart failure. Circulation 2011;124:28652873.

4. Borlaug

BA,

Paulus

WJ.

Heart

failure

with

preserved

ejection

fraction:

pathophysiology,diagnosis, and treatment. Eur Heart J 2011;32:670679.


5. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. Diagnosis dan
tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007
6. Mariyono HH, Santoso A. Gagal Jantung. J Peny Dalam, Volume 8 Nomor 3 Bulan
September. 2007.
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed 6 volume I.
2006.

24

You might also like