You are on page 1of 33

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI

BARU LAHIR DENGAN PERAWATAN


TALI PUSAT TERHADAP BY. NY. T
JUMAT, 05 JULI 2013

BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Tinjauan Teori Medis


A. Bayi Baru Lahir
1. Definisi Bayi Baru Lahir
Yang dimaksud dengan bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam
presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia genap 37
minggu sampai dengan 42 minggu, nilai APGAR >7 dan tanpa cacat bawaan
(Rukiyah, 2010; h. 2).

Yang dimaksud dengan bayi baru lahir normal adalah bayi yang baru lahir pada usia
kehamilan 37-40 minggu dan berat badannya 2500-4000 gram (Dewi, 2011; h. 1).

Neonatus ialah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan
diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstra uterin (Rukiyah, 2010; h. 2).

2. Tanda-tanda bayi baru lahir normal


Bayi baru lahir dikatakan normal jika mempunyai beberapa tanda antara lain:
Appearance color (warna kulit), seluruh tubuh kemerah-merahan, Pulse (heart rate)
atau frekuensi jantung >100 x/menit, Grimace (reaksi terhadap rangsangan),

menangis, batuk/bersin, Activity (tonus otot), gerakan aktif, Respiration( Usaha


nafas) bayi menangis kuat (Rukiyah, 2010; h. 2).

3. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir


Ciri-ciri bayi baru lahir normal:
a. Lahir aterm antara 37-42 minggu.
b. Berat badan 2500-4000 gram.
c. Panjang badan 48-52 cm.
d. Lingkar dada 30-38 cm.
e. Lingkar kepala 33-35 cm.
f. Lingkar lengan atas 11-12 cm.
g. Frekuensi jantung 120-160 x/menit.
h. Pernafasan 40-60 x/menit.
i. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup.
j. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna.
k. Kuku agak panjang dan lemas.
l. Nilai APGAR >7.
m. Gerak aktif.
n. Bayi lahir langsung menangis kuat.
o. Reflek rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan
daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik.
p. Reflek Sucking (hisap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik.
q. Reflek morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk dengan baik.
r. Reflek grasping (menggenggam) sudah baik.
s. Genetalia
1) Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada skrotum
dan penis yang berlubang.
2) Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra yang
berlubang, serta adanya labia minora dan mayora.

t. Eliminasi baik yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam 24 jam


pertama dan berwarna hitam dan kecoklatan.
Table 2.1
Tanda APGAR
Tanda
Appearance
(warna kulit)
Pulse (denyut
jantung)
Grimace (tonus
otot)
Activity
(aktivitas)
Respiration
(pernafasan)

Nilai: 0
Pucat/biru
seluruh tubuh
Tidak ada

Nilai: 1
Tubuh merah,
ekstremitas biru
<100

Nilai: 2
Seluruh tubuh
kemerahan
>100

Tidak ada

Ekstremitas
sedikit fleksi
Sedikit gerak

Gerakan aktif

Tidak ada
Tidak ada

Lemah/tidak
teratur

Langsung
menangis
Menangis

Sumber: Dewi, 2011; h. 3

Interpretasi:
1. Nilai 1-3 asfiksia berat;
2. Nilai 4-6 asfiksia sedang;
3. Nilai 7-10 asfiksia ringan (normal).
(Dewi, 2011; h. 3).
4. Tahapan Bayi Baru Lahir
a. Tahap I terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertsms kelahiran. Pada
tahap ini digunalan sistem scoring apgar untuk fisik dan scoring gray untuk
interaksi bayi dan ibu.
b. Tahap II disebut juga tahap tradisional reaktivitas. Pada tahap II dilakukuan
pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya perubahan prilaku.
c. Tahap III disebut tahap periodik, pengkajian dilakukan setelah 24 jam pertama
yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh (Dewi, 2011; h. 3).
5. Penampilan pada bayi baru lahir
a. Kesadaran dan terhadap sekeliling, perlu dikurangi rangsangsangan terhadap
reaksi terhadap reaksi terhadap rayuan, rangsangan sakit, atau suara keras yang
mengejutkan atau suara mainan.

b. Keaktifan, bayi normal melakukan gerakan-gerakan tangan yang simetris pada


waktu bangun. Adanya temor pada bibir, kaki, dan tangan pada waktu menangis
adalah normal, tetapi bila hal ini terjadi pada waktu tidur, kemungkinan gejala
suatu kelainan yang perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
c. Simetris, apakah secara keseluruhan badan seimbang; kepala: apakah terlihat
simetris, benjolan seperti tumor yang lunak di belakang atas yang menyebabkan
kepala tampak lebih panjang ini disebabkan akibat proses kelahiran, benjolan pada
kepala tersebut hanya dapat dibelahan kiri atau kanan saja, atau di sisi kiri atau
kanan tetapi tidak melampaui garis tengah bujur kepala, pengukuran lingkar kepala
dapat ditunda sampai kondisi benjol (capput sucsedenaum) dikepala hilang kepala
hilang dan terjadi moulase, tunggu hingg kepala bayi kembali pada bentuknya
semula.
d. Muka dan wajah: bayi tampak ekspresi; mata; perhatikan kesimetrisan antara mata
kanan dan kiri, perhatikan adanya tanda-tanda perdarahan berupa bercak merah
yang akan hilang dalam waktu 6 minggu.
e. Mulut: penampilannya harus simetris, mulut tidak mencucu seperti mulut ikan,
tidak ada tanda kebiruan pada mulut bayi, saliva tidak terdapat pada bayi normal,
bila terdapat secret yang berlebihan kemungkinan ada kelainan bawaan saluran
cerna.
f. Leher, dada, abdomen: melihat adanya cedera akibat persalinan; perhatikan ada
tidaknya kelainan pada pernafasan bayi, karena bayi biasanya masih ada
pernafasan perut.
g. Punggung: adanya benjolan atau tumor atau tulang punggung dengan lekukan
yang kurang sempurna: bahu, tangan, sendi, tungkai: perlu diperhatikan bentuk,
gerakannya, fraktur (bila ekstremitas lunglai/kurang gerak), farices.
h. Kulit dan kuku: dalam keadaan normal kulit berwarna kemerahan, kadang-kadang
didapatkan kulit mengelupas ringan, pengelupasan yang berlebihan harus
dipikirkan kemungkinan adanya kelainan,waspada timbulnya kulit dengan warna
yang tak rata (curis marmorata) ini dapat disebabkan karena tempratur dingin,

telapak tangan, telapak kaki, atau kuku yang menjadi biru, kulit menjadi pucat dan
kuning, bercak-bercak besar yang sering terdapat disekitar bokong (Mongolian
Spot) akan menghilang pada umur 1 sampai 5 tahun.
i. Kelancaran menghisap dan pencernaan: harus perhatikan: tinja dan kemih:
diharapkan keluar dalam 24 jam pertama. Waspada bila terjadi perut yang tiba-tiba
membesar, tanpa keluarnya tinja disertai muntah, dan mungkin dengan kulit
kebiruan, harap segera konsultasi untuk pemeriksaan lebih lanjt, untuk
kemungkinan Hischprung/Congenital Megacolon.
j. Reflek: reflek rooting, bayi menoleh ke arah benda yang menyentuh pipi; reflek
isap, terjadi apabila terdapat benda menyentuh bibir, yang disertai reflek menelan;
reflek moro ialah timbulnya pergerakan tangan yang simetris seperti meraangkul
apabila tiba-tiba digerakkan; reflek mengeluarkan lidah terjadi apabila diletakkan
benda di dalam mulut, yang sering ditafsirkan bayi menolak makanan/minuman.
(Rukiyah, 2010; h. 3-5).

6. Pencegahan Kehilangan panas


Mekanisme pengaturan temperatur bayi baru lahir belum berfungsi sempurna. Oleh
karena itu, jika tidak dilakukan pencegahan kehilangan panas maka bayi akan
mengalami hipotermia. Bayi dengan hipotermia sangat beresiko mengalami kesakitan
berat atau bahkan kematian. Hipotermia sangat mudah terjadi pada bayi yang
tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun
berada dalam ruangan yang relatif hangat. Bayi prematur atau berat badan lahir
rendah sangat rentan untuk mengalami hipotermia.
Bayi dapat kehilangan panas tubuhnya melalui:
a. Evaporasi, yaitu penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh bayi sendiri
karena setelah lahir tidak segera dikeringkan dan diselimuti.
b. Konduksi, yaitu melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan
yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya lebih rendah

dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi
apabila bayi diletakkan di atas benda-benda tersebut.
c. Konveksi, yaitu pada saat bayi terpapar udara yang lebih dingin (misalnya
melalui kipas angin, hembusan udara, atau pendingin ruangan).
d. Radiasi, yaitu ketika bayi ditempatkan didekat benda-benda yang mempunyai
suhu lebih rendah dari suhu tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara
langsung).
Cara mencegah kehilangan panas, adalah:
1. Keringkan bayi segera setelah lahir untuk mencegah terjadinya evaporasi
dengan menggunakan handuk atau kain (menyeka tubuh bayi juga termasuk
rangsangan taktil untuk membantu memulai pernapasan).
2. Selimuti tubuh bayi dengan kain bersih dan hangat segera setelah
mengeringkan tubuh bayi dan memototong tali pusat.
3. Selimuti bagian kepala karena kepala merupakan permukaan tubuh yang
relatif luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika tidak ditutupi.
4. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya. Sebaiknya pemberian
ASI harus dalam waktu 1 jam pertama kelahiran.
5. Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat, yang paling ideal adalah
bersama dengan ibunya agar menjaga kehangatan tubuh bayi, mendorong
ibu agar segera menyusui bayinya, dan mencegah paparan infeksi pada
bayi.
6. Jangan menimbang atau memandikan bayi baru lahir. Sebelum melakukan
penimbangan, terlebih dahulu selimuti bayi dengan kain yang kering dan
bersih. Berat badan bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi dikurangi
dengan kain selimut yang digunakan. Bayi sebaiknya dimandikan
sedikitnya 6 jam setelah lahir. Sebelum dimandikan periksa bahwa suhu
tubuh bayi stabil (suhu aksila antara 36,5C-37,5C), jika suhu tubuh bayi
masih dibawah batas normal maka selimuti tubuh bayi dengan longgar,
tutupi bagian kepala, tempatkan bersama dengan ibunya (skin to skin),

tunda memandikan bayi sampai suhu tubuhnya stabil dalam waktu 1 jam.
Tunda juga untuk memandikan bayi jka mengalami gangguan pernapasan.
Ruangan untuk memandikan secara cepat dengan air bersih dan hangat.
Setelah bayi dimandikan, segera keringkan dan selimuti kembali bayi,
kemudian berikan kepada ibunya untuk disusui dengan ASI (JNPK-KR,
2008; h. 123-125).

7. Pemberian ASI
Rangsangan isapan bayi pada puting akan diteruskan oleh serabut syaraf ke hipofise
anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin. Dimana hormon inilah yang akan
memacu payudara untuk menghasilkan ASI. Pada hari-hari pertama kelahiran bayi,
apabila penghisapan puting susu cukup adekuat maka dihasilkan secara bertahap
menghasilkan 10-100 cc ASI. Produksi ASI akan optimal setelah sehari 10-14 usia
bayi. Bayi sehat akan mengonsumsi ASI 700-800 cc ASI per hari (kisaran 600-1000
cc) untuk menambah tumbuh kembang bayi. Produksi ASI mulai menurun (500-700
cc) setelah 6 bulan pertama dan menjadi 400-600 cc pada 6 bulan kedua. Produksi
ASI sksm menjadi 300-500 cc pada tahun kedua usia anak (JNPK-KR, 2008).
8. Pencegahan Infeksi
a. Memberikan vitamin K untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi
vitamin K pada bayi baru lahir normal atau cukup bulan perlu di beri vitamin K
per oral 1 mg / hari selama 3 hari, dan bayi beresiko tinggi di beri vitamin K
parenteral dengan dosis 0,5 1 mg IM (JNPK-KR/POGI, APN, 2007).
b. Memberikan obat tetes atau salep mata
Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan. Hasil yang diharapkan bayi sehat.
Adapun rencana tindakan yang dapat dilakukan antara lain :
1) Mengeringkan dan membungkus bayi
2) Menghisap lendir sesuai kondisi bayi
3) Memotong dan mengikat tali pusat dan diberi antiseptik.
4) Kontak kulit dini dan ditetekan ke ibu untuk mendukung laktasi.

5) Menilai apgar satu dan lima menit setelah lahir.


6) Observasi keadaan umum bayi (JNPK-KR/POGI, APN, 2007).
9. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Kepala
Cara :
1) Lakukan inspeksi daerah kepala.
2) Lakukan penilaian pada bagian tersebut diantaranya :
a) Asimetri atau tidaknya maulagu, yaitu tulang tengkorak yang saling
menumpuk pada saat lahir.
b) Ada tidaknya caput succedenum, yaitu pada kulit kepala, lunak dan tidak
berfluktuasi, batasnya tidak tegas, serta menyeberangi sutura dan akan
hilang dalam beberapa hari.
c) Ada tidaknya cephal haematum, yaitu terjadi sesaat setelah lahir dan tidak
tampak pada hari pertama karena tertutup oleh caput succedeneum cirinya
konsistensi lunak, berfluktuasi, berbatas tegas pada tepi tulang tengkorak,
tidak menyeberangi sutura dan apabila menyeberangi sutura kemungkinan
mengalami fraktur tulang tengkorak. Cephal haematum dapat hilang
sempurna dalam waktu 2-6 bulan.
d) Ada tidaknya perdarahan, yang terjadi karena pecahnya vena yang
menghubungkan jaringan diluar sinus dalam tengkorak. Batasnya tidak
tegas sehingga bentuk kepala tampak asimetris, sering diraba terjadi
fluktuasi dan edema.
e) Ada fontanel dengan cara palpasi dengan menggunakan jari tengah.
Fontanel posterior akan dilihat proses penutupan setelah umur 2 bulan dan
fontanel antrerior menutup saat usia 12-18 bulan (Uliyah dan Aziz, 2009;
h. 148-150).
b. Pemeriksaan Mata

Pemeriksaan mata dilakukan pada kelopak mata untuk menilai ada/tidaknya


kemerahan atau pembengkakan, nanah yang keluar dari mata dan perdarahan
subkonjungtiva.
Cara :
1) Lakukan inspeksi daerah mata.
2) Tentukan penilaian ada tidaknya kelainan, seperti :
a) Strabismus (koordinasi gerakan mata yang belum sempurna), dengancara
menggoyang kepala secara perlahan-lahan sehingga mata bayiakan
terbuka .
b) Kebutaan,

seperti

jarang

berkedip

atau

sensitifitas

terhadap

cahayaberkurang.
c) Sindrom down, ditemukan epicanthus melebar.
d) Glaukoma kongenital, terlihat pembesaran dan terjadi kekeruhan
padakornea.
e) Katarak kongenital, apabila terlihat pupil yang berwarna putih.
c. Pemeriksaan Telinga
Cara :
Bunyikan bel atau suara. Apabila terjadi refleks terkejut, maka pendengarannya
baik. Kemudian apabila tidak terjadi refleks, maka kemungkinan akan terjadi
gangguan pendengaran.
d. Pemeriksaan Hidung
Cara :
1) Amati pola pernafasan. Apabila bayi bernafas melalui mulut, mata
kemungkinan

bayi

mengalami

obstruksi

jalan

nafas

karena

adanya atresiakoana bilateral, fraktur tulang hidung, ensefalokel yang


menonjol kenasofaring. Sedangkan, pernafasan cuping akan menunjukan
gangguan padaparu-paru.

2) Amati mukosa lubang hidung. Apabila terdapat sekret mukopurulen


danberdarah,

perlu

dipikirkan

adanya

penyakit

sifilis

kongenital

dankemungkinan lain.
e. Pemeriksaan Mulut
Cara :
1) Lakukan insepeksi adanya krita pada mukosa mulut.
2) Amati warana, kamampuan refleks menghisap. Apabila lidah menjulur
keluar, dapat dinilai adanya kecacatan kongenital.
3) Amati adanya bercak pada mukosa mulut, palatum, dan pipi. Biasanya
disebut sebagai monilia albicans.
4) Amati gusi dan gigi, untuk menilai adanya pigmen.
f. Pemeriksaan Tali Pusat
Pemeriksaan ini untuk melihat apakah ada kemerahan, bengkak, bernanah,
berbau atau yang lainnya pada tali pusat. Pemeriksaan normal apabila warna tali
pusat putih kebiruan pada hari pertama dan mulai mengering atau mengecil dan
lepas pada hari ke-7 hingga ke-10 (Hidayat, 2008; h. 68).
g. Pemeriksaan Ekstremitas
Pemeriksaan pada ekstremitas dilakukan untuk menilai ada/tidaknya gerakan
ekstremitas abnormal; asimetri; posisi dan gerakan kaki yang abnormal
menghadap ke dalam atau keluar garis tangan, serta kondisi jari kaki yang
jumlahnya berlebih atau saling melekat.

h. Pemeriksaan Abdomen dan punggung


Cara :
a. Lakukan insepksi

bentuk abdomen. Apabila abdomen membuncit,

kemungkinan disebabkan hepatosplenomegali (cairan di dalam rongga


perut) dan adanya kembung.
b. Lakukan auskultasi adanya bising usus.

c. Lakukan perabaan organ hati. Umumnya, teraba 2-3 cm di bawah arkus


kosta.
d. Lakukan palpasi ginjal dengan mengatur posisi terlentang dan tungkai
bayidilipat agar otot-otot dinding perut dalam keadaan relaksasi. Batas
bawahginjal dapat diraba setinggi umbilikus , diantara garis tengah dan tepi
perut.Bagian ginjal dapat diraba sekitar 2-3 cm. Adanya pembesaran pada
ginjal dapat disebabkan oleh neoplasama, kelainan bawaan, atau trombosis
vena renalis.
e. Letakkan bayi dalam posisi tengkurap, raba sepanjang tulang belakang
untuk mencari ada tidaknya kelainan seperti spinabifida/miemeningokel
(defek tulang punggung sehingga medula spinalis dan selaput otak menonjol
).
(Uliyah dan aziz, 2009; h. 148-150).

B. Perawatan Tali Pusat


1. Pengertian Tali pusat
Tali pusat (funikulus umbilikalis) atau disebut juga funis merentang dari umbilikus
janin ke permukaan fetal plasenta dan mempunyai panjang 50-55 cm. Tali pusat
membungkus dua buah pembuluh darah yang sudah diambil oksigennya dari dalam
tubuh janin, vena umbilikalis yang tunggal membawa darah yang sudah
dibersihkan dari plasenta ke dalam janin.
Diameter tali pusat 1-2,5 cm dengan rata-rata panjang 55 cm, namun memilik
rentan panjang antara 30-100 cm. Lipatan dan kelokan pembuluh-pembuluh darah,
membuatnya lebih panjang dari tali pusat, sering menimbulkan nodulasi pada
permukaan, atau simpul palsu (varises). Matriks dari tali pusat terdiri dari jeli
Wharton (Sodikin, 2009; h. 7 dan 13).

Jeli Wharton yaitu zat yang berbentuk seperti agar-agar dan mengandung banyak
air sehingga pada bayi lahir tali pusat mudah menjadi kering dan cepat terlepas
dari pusar bayi (Rukiyah, 2009; h. 29).

2. Pembentukan Tali Pusat


Tali pusat (funikulus umbilikus) atau sering disebut juga funis merentang dari
umbilikus janin ke permukaan fetal plasenta dan mempunyai panjang 50-55 cm.
Tali pusat membungkus dua buah arteri umbilikalis yang mengangkut darah yang
sudah diambil oksigennya dari dalam tubuh janin, vena umbilikalis yang tunggal
membawa darah yang sudah dibersihkan dari plasenta ke dalam janin.
Pembuluh darah umbilikalis tertanam dalam substansi gelatinosa yang dikenal
dengan nama jeli wharton. Jeli ini melindungi pembuluh darah tersebut terhadap
kompresi (tekanan) dan membantu mencegah penekukan tali pusat. Jeli wharton
akan mengembang jika terkena udara. Kekuatan aliran darah (400 ml per menit)
lewat tali pusat membantu tali pusat dalam posisi relatif lurus dan mencegah
terbelitnya tali pusat tersebut ketika janin bergerak-gerak.
Sampai tali pusat dijepit dan kemudian digunting, bayi tetap berhubungan dengan
tali pusat. Dalam keadaan tertentu, penjepitan tali pusat mungkin ditunda untuk
beberapa saat dan posisi bayi direndahkan untuk memberikan tambahan darah dari
plasenta mengalir ke tubuh bayi. Tranfusi plasenta yang demikian dapat
meningkatkan volume darah bayi sampai satu setengahnya. Bayi kemudian dapat
diletakkan di atas abdomen ibunya, dalam bak berisi air hangat, atau di meja hitam,
sementara tali pusat dijepit atau diikat dengan pengikatan di sekitar tali pusat dekat
abdomen. Saat ini sudah banyak peralatan yang digunakan dalam penjepitan tali
pusat. Semuanya harus dapat mengikat dengan aman untuk mencegah kehilangan
darah yang fatal.
Beberapa dokter atau bidan memberikan gunting pada ayah ayah untuk
memutuskan tali pusat bayinya sendiri. Tindakan ini menyimpulkan pembebasan

bayi dan menerima tanggung jawab sebagai orangtua tentang kesejahteraan


anaknya.
Spesimen darah tali pusat dikumpulkan dari semua bayi yang baru lahir untuk
pemeriksaan terhadap sifilis, acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), atau
adanya antibodi Rh. Darah tali pusat dibiarkan mengalir dari plasenta ke dalam
tube yang telah disiapkan sebelum mulai membeku (Sodikin, 2009; h. 7-9).

3. Struktur Tali Pusat


Tali pusat normalnya dari tiga bagian, dua arteri dan satu vena dikelilingi. Arteri
dan vena umbilikus terlindung dalam sumbu umbilikus. Sumbu tersebut dipenuhi
dengan bahan gelatinosa yang disebut jeli wharton, yang membantu mencegah
kekusutan. (Deooly, Lamb, Helseth [1986] dalam Romero, Pilu, Jeanty, Ghidini,
Hobbins, 2002) dan Hamilton (1985). Sumbu tersebut merupakan perpanjangan
dari body stalk pada awal perkembangan embrionik dan mempunyai panjang
sekitar 60 cm pada term. Vena umbilikalis sebelah kanan biasanya menghilang
pada awal perkembangan janin, yang tertinggal hanya vena umbilikalis sebelah
kiri. Pada penampang setiap bagian tali pusat dekat bagian tengahnya terdapat
saluran kecil dari vesikel umbilikalis yang dilapisi oleh sel epitel kubis atau pipih.
Pada bagian yang berbeda di dekat umbilikalis, terdapat saluran lain yang
merupakan sisa dari alantoin. Bagian intraabdominal vesikel umbilikalis yang
memanjang dari umbilikalis sampai usus biasanya atrofi dan menghilang, namun
kadang tetap paten dan membentuk divertikulum Meckel. Kelainan vaskular yang
biasanya diketemukan pada tali pusat manusia adalah tidak adanya satu arteri
umbilikalis.
Tali pusat (funis) memanjang dari umbilikalis sampai ke permukaan fetal plasenta.
Permukaannya berwarna putih kusam, lembap, dan tertutup amnion yang ketiga
pembuluh darah umbilikalis dapat terlihat melaluinya.
Diameter tali pusat 1-2,5 cm dengan rata-rata panjang 55 cm, namun memilik
rentan panjang antara 30-100 cm. Lipatan dan kelokan pembulh-pembuluh darah,

membuatnya lebih panjang dari tali pusat, sering menimbulkan nodulasi pada
permukaan, atau simpul palsu (varises). Matriks dari tali pusat terdiri dari Jeli
Wharton.
Setelah proses fiksasi pembuluh pusat akan tampak kosong. Bila difiksasi dalam
keadaan distensi normal, tampak pada arteri umbilikalis adanya lipatan intima
transversal dari Hoboken yang melintas bagian dari lumennya. Mesoderrm tali
pusat, yang berasal dari alantoin, akan menyatu dengan amnion.
Sirkulasi darah vena umbilikalis melalui dua rute duktus venosus yang
langsung mengosongkan isinya ke vena inferior, serta melalui beberapa pembuluh
darah yang lebih kecil ke dalam sirkulasi hepatik janin kemudian ke vena kava
inferior melalui vena hepatika. Darah akan mengalir melalui pembuluh yang
tahanannya lebih kecil. Tahan di dalam duktus venosus diatur oleh suatu klep yang
terletak pada bagin awal duktus venosus di umbilikalis dan diinervasi oleh saraf
vagus.

4. Fungsi Tali Pusat


Fungsi tali pusat adalah:
1) Memberikan makanan kepada janin
2) Ekskresi hormon
3) Respirasi janin, pertukaran O2 dan CO2 antara janin dan ibu
4) Menbentuk hormon estrogen
5) Menyalurkan berbagai antibodi dari ibu
6) Sebagai barrier terhadap

janin

dari

kemungkinan

masuknya

mikroorganisme/kuman (Sulistyawati, 2012; h. 49).


Sirkulasi darah janin dalam rahim berbeda dengan sirkulasi darah pada bayi dan
anak. Selama kehidupan dalam rhim, paru-paru janin tidak berfungsi sebagai alat
pernafas, pertukaran gas sepenuhnya dilakukan oleh plasenta. Darah mengalir dari
plasenta ke janin melalui vena umbilikalis yang terdapat dalam tali pusat. jumlah

darah yang mengalir melalui tali pusat ada sekitar 125 ml/kg/BB per menit atau
sekitar 500 ml per menit.
Melalui vena umbilikalis dan duktus venosus, darah mengalir ke dalam vena kava
inferior, bercampur dengan darah yang kembali dari bagian bawah tubuh.
Kemudian memasuki atrium kanan, tempat aliran darah dari vena kava inferior
melalui foremen ovale globin manusia dewasa normal atau disebut hemoglobin A
(Ganong,1995). Kecuali bahwa rantai diganti oleh rantai yaitu hemoglobin F
merupakan 2 2. Rantai juga mengandung 146 gugusan amino, tetapi mempunyai
37 yang berbeda dari yang dalam rantai .
Hemoglobin fetus normalnya digantikan oleh hemoglobin orang dewasa segera
setelah lahir. Akan tetapi pada individu tertentu, mengalami kegagalan hilang dan
menetap seumur hidup. Di dalam tubuh, kadar O2 pada PO2 tertentu lebih besar
dibandingkan hemoglobin orang dewasa karena O2 kurang dalam mengikat 2,3DPG. Hal ini memudahkan gerakan O2 dari ibu ke sirkulasi janin (Sodikin, 2009;
h. 15-18).

5. Definisi perawatan tali pusat


Perawatan tali pusat adalah perbuatan merawat atau memelihara pada tali pusat
bayi setelah tali pusat dipotong atau sebelum puput (Paisal, 2008).

Perawatan tali pusat adalah pengobatan dan pengikatan tali pusat yang
menyebabkan pemisahan fisik terakhir antara ibu bayi, kemudian tali pusat dirawat
dalam keadaan steril, bersih, kering, puput dan terhindar dari infeksi tali pusat
(Hidayat,2005).
(jtptunimus-gdl-nikenmetat-6546-3-babii.pdf-Adobe Reader).

Perawatan tali pusat yang benar dan lepasnya tali pusat dalam minggu pertama
secara bermakna mengurangi insiden infeksi pada neonatus. Jelly Wharton yang

membentuk jaringan nekrotik dapat berkolonisasi dengan organisme patogen,


kemudian menyebar dan menyebabkan infeksi kulit dan infeksi sistemik pada bayi.
Yang terpenting dalam perawatan tali pusat ialah menjaga tali pusat tetap kering
dan bersih. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum merawat tali pusat.
bersihkan dengan lembut kulit di sekitar tali pusat dengan kapas basah, kemudian
bungkus longgar/tidak terlalu rapat dengan kassa steril. Popok atau celana bayi
diikat di bawah tali pusat, tidak menutupi tali pusat untuk menghindari kontak
dengan feses dan urin. Hindari penggunaan kancing, koin atau uang logam untu
membalut tekan tali pusat.
Antiseptik dan antimikroba topikal dapat digunakan untuk mencegah kolonisasi
kuman dari kamar bersalin, tetapi penggunaannya tidak dianjurkan untuk rutin
dilakukan. Antiseptik yang biasa digunakan adalah alkohol dan proviodone-iodine.
Akan tetapi, penelitian terbaru membuktikan bahwa penggunaan providone-iodine
dapat menimbulkan efek samping karena diabsorpsi oleh kulitdan berkaitan
dengan terjadinya transien hipotiroidisme. Alkohol juga tidak lagi dianjurkan
untuk merawat tali pusat karena dapt mengiritasi kulit dan menghambat pelepasan
tali pusat. saat ini belum ada petunnjuk mengenai antiseptik yang baik dan aman
digunakan untuk perawatan tali pusat, karena itu dikatakan yang terbaik adalah
menjaga tali pusat tetap kering dan berrsih. Antimikroba yang dapat digunakan
seperti

basitrasin,

nitrofurazone, silver

sulphadiazine,

dan

triple

dye (Prawirohardjo 2011; h. 370-371).

6. Waktu Puputnya Tali Pusat


Puntung tali pusat akan lepas sendiri setelah mengalami proses nekrosis menjadi
kering pada hari ke-6 sampai hari ke-8 (Sodikin, 2009; h. 70).

Pemeriksaan ini untuk melihat apakah ada kemerahan, bengkak, bernanah, berbau
atau yang lainnya pada tali pusat. pemeriksaan normal apabila warna tali pusat

putih kebiruan pada hari pertama dan mulai mengering atau mengecil dan lepas
pada hari ke-7 hingga ke-10 (Hidayat, 2008; h. 68).

Done (1998) membuktikan adanya perbedaan antara perawatan tali pusat yang
menggunakan alkohol pembersih dan dibalut kassa steril. Ia menyimpulkan bahwa
waktu puput tali pusat kelompok alkohol adalah 9, 8 hari dan alami kering 8, 16
hari. Penelitian ini merekomendasikan untuk tidak melanjutkan penggunaan
alkohol dalam merawat tali pusat bayi baru lahir. Penelitian Kurniawati (2006) di
Indonesia membuktikan bahwa waktu pelepasan tali pusat menggunakan Air Susu
Ibu (ASI) adalah 127 jam (waktu tercepat 75 jam) dan waktu pelepasan
menggunakan teknik kering terbuka (tanpa diberikan apapun) rata-rata 192,3 jam
(waktu tercepat 113 jam) (Sodikin, 2009; h. 58).

7. Tujuan perawatan tali pusat


Tujuan perawatan tali pusat adalah mencegah terjadinya penyakit tetanus pada bayi
baru lahir, agar tali pusat tetap bersih, kuman-kuman tidak masuk sehingga tidak
terjadi infeksi pada tali pusat bayi. Penyakit tetanus ini disebabkan olehclostridium
tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (Racun), yang masuk melalui luka
tali pusat, karena perawatan atau tindakan yang kurang bersih (Saifuddin, 2009).

Menurut Paisal (2008), perawatan tali pusat bertujuan untuk menjaga agar tali
pusat tetap kering dan bersih, mencegah infeksi pada bayi baru lahir, membiarkan
tali pusat terkena udara agar cepat kering dan lepas.
(jtptunimus-gdl-nikenmetat-6546-3-babii.pdf-Adobe Reader).

8. Penatalaksanaan perawatan tali pusat yang benar


Menurut rekomendasi WHO, cara perawatan tali pusat yaitu cukup membersihkan
bagian pangkal tali pusat, bukan ujungnya, dibersihkan menggunakan air dan

sabun, lalu kering anginkan hingga benar-benar kering. Untuk membersihkan


pangkal tali pusat, dengan sedikit diangkat (bukan ditarik).
Salah satu cara yang disarankan WHO dalam perawatan tali pusat adalah dengan
menggunakan pembalut kassa bersih yang sering diganti. Tali pusat tidak boleh
ditutup rapat dengan menggunakan apapun, karena akan menyebabkan tali pusat
menjadi lembab. Selain memperlambat lepasnya tali pusat, penutupan tali pusat
juga akan menyebabkan resiko infeksi. Bila terpaksa ditutup, tutup atau ikatlah
dengan longgar pada bagian atas tali pusat dengan mempergunakan kassa steril,
dan pastikan bagian pangkal tali pusat terkena udara dengan bebas (Sodikin, 2009;
h. 59-61).

9. Dampak Positif dan Dampak Negatif dari Perawatan Tali Pusat


Dampak positif dari perawatan tali pusat adalah bayi akan sehat dengan kondisi tali
pusat bersih dan tidak terjadi infeksi serta tali pusat pupus lebih cepat yaitu antara
hari ke 5-7 tanpa ada komplikasi (Hidayat, 2005).
Dampak negatif perawatan tali pusat adalah apabila tali pusat tidak dirawat dengan
baik, kuman-kuman bisa masuk sehingga terjadi infeksi yang mengakibatkan
penyakit Tetanus neonatorum. Cara persalinan yang tidak steril dan cara perawatan
tali pusat dengan pemberian ramuan tradisional meningkatkan terjadinya tetanus
pada bayi baru lahir (Retniati, 2010;11)
(jtptunimus-gdl-nikenmetat-6546-3-babii.pdf-Adobe Reader).

10.

Cara pencegahan infeksi pada tali pusat

Cara penanggulangan atau pencegahan infeksi pada tali pusat meliputi:


a). Penyuluhan bagi ibu pasca melahirkan tentang merawat tali

pusat

b). Memberikan latihan tentang perawatan tali pusat pada ibu

pasca

persalinan.
c). Instruksikan ibu untuk selalu memantau keadaan bayinya.
d). Lakukan perawatan tali pusat setiap hari dan setiap kali basah atau kotor.

Infeksi tali pusat pada dasarnya dapat dicegah dengan melakukan perawatan tali
pusat yang baik dan benar, yaitu dengan prinsip perawatan kering dan bersih.
Pemakaian antimikrobial topikal pada perawatan tali pusat dapat mempengaruhi
waktu pelepasan tali pusat, yaitu merusak flora normal sekitar tali pusat sehingga
memperlambat pelepasan tali pusat. Pemberian antiseptik pada tali pusat tidak
diperlukan, karena resiko terjadinya kontaminasi adalah kecil, yang penting terjaga
kebersihannya. Berbeda dengan bayi yang dirawat di rumah sakit, penggunaan
antiseptik mungkin diperlukan untuk mengurangi terjadinya infeksi pada tali pusat.
Perawatan praktis lainnya yang mungkin dapat mengurangi timbulnya resiko
terjadinya infeksi tali pusat adalah dengan cara rawat gabung dan kontak langsung
kulit bayi dan ibunya mulai lahir agar bayi mendapatkan pertumbuhan flora normal
dari ibunya yang sifatnya patogen. Pemberian air susu ibu yang dini dan sering
akan memberikan antibodi kepada bayi untuk melawan infeksi. Pemberian
antiseptik pada tali pusat tidak diperlukan, karena resiko terjadinya kontaminasi
adalah kecil, yang penting terjaga kebersihannya. Berbeda dengan bayi yang
dirawat di rumah sakit, penggunaan antiseptik mungkin diperlukan untuk
mengurangi terjadinya infeksi pada tali pusat.
(jtptunimus-gdl-nikenmetat-6546-3-babii.pdf-Adobe Reader).

II. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN


A. Pengertian
Manajemen asuhan kebidanan atau sering disebut manajemen asuhan kebidanan adalah
suatu metode berfikir dan bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan
kebidanan, agar menguntungkan kedua belah pihak baik klien maupun pemberi asuhan.
Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai
metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,
temuan-temuan, keterampilan, dalam rangkaian tahap-tahap yang logis untuk
pengambiln suatu keputusan yang berfokus terhadap klien.

Manajemen kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang dikembangkan oleh Helen
Varney dalam buku Varneys Midwifery, edisi ketiga tahun 1997, menggambarkan
proses manajemen asuhan kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah yang berturut
secara sistematis dan siklik.

Varney menjelaskan bahwa proses pemecahan masalah yang ditemukan oleh perawat
dan bidan pada tahun 1970-an. Proses ini memperkenalkan sebuah metode
pengorganisasian

pemikiran

dan

tindakan

dengan

urutan

yang

logis

dan

menguntungkan baik bagi klien maupun bagi tenaga kesehatan. Proses manajemen
kebidanan ini terdiri dari tujuh langkah yang berurutan, dan setiap langkah
disempurnakan secara berkala. Proses dimulai dari pengumpulan data dasar dan
berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suau kerangka lengkap
yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi setiap langkah dapat
diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih detail dan ini biasa berubah sesuai
dengan kebutuhan klien. (Saminem, 2010; h. 39).

1. Langkah dalam manajemen kebidanan menurut Varney


a. Tahap pengumpulan data dasar (langkah I)
Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat dan
lengkap dari semua sumber yag berkaitan dengan kondisi klien.
Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara:
1) Anamnesis
anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat menstruasi,
riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas, bio- psikosioso-spiritual, serta pengetahuan klien.
a) Identitas
Identitas bayi didapat dari anamnesa yang dilakukan oleh bidan terhadap
orang tua bayi untuk memperoleh informasi tentang identitas bayi baru

lahir, seperti umur bayi, jam kelahiran bayi, jenis kelamin bayi dan anak
keberapa.
Identitas orang tua dikaji untuk mengetahui lebih jelas tentang informasi
dari riwayat kelahiran bayi.
b) Riwayat Antenatal
(1) Data ini penting untuk diketahui oleh bidan sebagai data acuan untuk
memprediksi apakah terdapat penyulit pada kehamilan saat bayi
masih dalam kandungan.
(2) Kesehatan janin dikaji untuk mengetahui kondisi janin saat ini
(3) Keluhan trismester 1, 2 dan 3 dikaji untuk mengetahui keluhan yang
pernah dirasakan oleh orang tua bayi saat hamil
(4) Frekuensi ANC selama kehamilan trismester 1, 2 dan 3 dikaji untuk
mengetahui seberapa sering orang tua bayi pernah memeriksakan diri
saat hamil
(5) Pola nutrisi dikaji untuk mengetahui asupan nutrisi pada orang tua
bayi
(6) Perilaku kesehatan dikaji untuk mengetahui apakah orang tua bayi
pernah merokok, mengonsumsi alkohol, obat-obatan atau jamu
selama hamil

c) Riwayat Proses Persalinan


(1) Data ini penting untuk diketahui oleh bidan sebagai data acuan untuk
memprediksi apakah terdapat penyulit saat terjadinya proses
kelahiran bayi.
(2) Tempat lahir dikaji untuk mengetahui dimanakah bayi dilahirkan.
(3) Ditolong oleh dikaji untuk mengetahui siapakah yang menolong
kelahiran bayi.
(4) Jenis persalinan dikaji untuk mengetahui bagaimana cara bayi
dilahirkan.

(5) Lama persalinan dikaji untuk mengetahui seberapa lama proses


persalinan.
(6) Tanggal lahir dikaji untuk mengetahui kapan bayi dilahirkan dan
pukul untuk mengetahui waktu bayi dilahirkan.
(7) BB dikaji untuk mengetahui berapakah berat badan bayi, PB dikaji
untuk mengetahui berapakah panjang badan bayi dan nilai apgar
digunakan untuk menilai apakah bayi sudah dalam keadaan normal
atau tidak.
(8) Jenis kelamin dikaji untuk mengetahui apa jenis kelamin bayi.
(9) Cacat bawaan dikaji untuk mengetahui apakah bayi lahir dalam
keadaan cacat atau tidak.
(10) Masa gestasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi lahir cukup bulan
atau tidak.
(11) Resusitasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi telah dilakukan
tindakan resusitasi atau tidak.
d) Pola Kebutuhan Sehari-hari
(1) Nutrisi dikaji untuk mengetahui apa saja yang diberikan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien. Nutrisi yang diberikan pada bayi
adalah Air Susu Ibu (ASI) karena ASI merupakan makanan yang
terbaik bagi bayi. ASI diketahui mengandung zat gizi yang paling
sesuai

kualitas

dan

kuantitasnya

untuk

pertumbuhan

dan

perkembangan bayi. Berikan ASI sesering mungkin sesuai keinginan


bayi (on demand) atau sesuai keinginan ibu (jika payudara penuh)
atau sesuai kebutuhan bayi setiap 2-3 jam (paling sedikit setiap 4
jam).

(2) Pola eliminasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi telah BAK dan
BAB. Biasanya terdapat urine dalam jumlah kecil dalam kandung
kemih bayi saat lahir, tetapi ada kemungkinan urine tersebut tidak

dikeluarkan selama 12-24 jam. Berkemih sering terjadi setelah


periode ini dengan frekuensi 6-10 kali sehari dengan warna urine
pucat. Umumnya bayi cukup bulan akan mengeluarkan urine 15-16
ml/kg/hari. Jumlah feses pada bayi baru lahir cukup bervariasi selama
minggu pertama dan jumlah paling banyak adalah antara hari ketiga
dan keenam. Feses transisi (kecil-kecil berwarna cokelat sampai hijau
karena adanya mekonium) dikeluarkan sejak hari ke tiga sampai
keenam. Dalam 3 hari pertama feses bayi masih bercampur
mekonium dan frekuensi defekasi sebanyak 1 kali dalam sehari.
(3)

Pola istirahat dikaji untuk mengetahui apakah kebutuhan istirahat


bayi telah terpenuhi atau tidak. Dalam 2 minggu pertama setelah
lahir, bayi normalnya sering tidur. Neonatus sampai usia 3 bulan ratarata tidur sekitar 16 jam sehari.

(4) Personal hygine dikaji untuk mengetahui bagaimana kebersihan pada


diri bayi. Setiap kali buang air kecil dan besar, bersihkan daerah
perinealnya dengan air dan sabun, serta keringkan dengan baik.
Kotoran bayi dapat menyebabkan infeksi sehingga harus dibersihkan.

e) Pemeriksaan Bayi
(1) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tandatanda vital, meliputi: pemeriksaan khusus (terdiri dari inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi) dan pemeriksaan penunjang yaitu
laboratorium

dan

catatan

terbaru

serta

catatan

sebelumnya

(Soepardan, 2008, hal : 97).

Pemeriksaan yang dilakukan kepada pasien sebagai berikut:


(a) Keadaan umum pasien apakah baik atau tidak
(b) TTV

{1}

Nadi

Nadi pada bayi baru lahir normal adalah 120-160 x/menit


(Dewi, 2011; h. 3)
Frekuensi jantung normal pada bayi baru lahir adalah 100
sampai 160 x/menit, tetapi bukan hal yang luar biasa jika
frekuensi jantung lebih dari 160 x/menit selama periode waktu
yang singkat selama beberapa hari pertama kehidupan,
khususnya jika bayi mengalami kegawataan. Jika tidak yakin
dengan frekuensi jantung, ulangi penghitungan (Karyuni, dkk,
2008; h. 16).
Menurut Ilyas, dkk, 1992; h. 92 menyebutkan nadi normal
bayi baru lahir adalah pada saat bangun: 100-180 x/menit, dan
pada saat tidur 80-160 x/menit (Rahayu, 2009; h. 10).

{2}

Suhu

Suhu tubuh bayi stabil adalah antara 36,5C-37,5C (JNPKKR, 2008; h. 124-125).
Suhu pada bayi baru lahir normal adalah 36,5C-37,5C
(Rukiyah, 2010; h. 10).

{3}

Pernafasan

Pernafasan pada bayi baru lahir normal adalah 40-60 x/menit


(Dewi, 2011; h. 2).
Frekuensi pernafasan normal pada bayi baru lahir adalah 3060 x/menit tanpa tarikan dinding dada ke dalam atau grunting
pada saat ekspirasi akan tetapi, bayi kecil (kurang dari 2,5 kg
saat lahir sebelum usia gestasi 37 minggu) dapat mengalami
tarikan dinding dada ke dalam yang ringan, dan bukan
keadaan abnormal bagi bayi yang mengalami henti napas

secara periodik selama beberapa detik. Ketika menentukan


frekuensi pernafasan, hitung jumlah napas yang dilakukan
selama satu menit penuh karena bayi dapat bernapas secara
tidak teratur (sampai 80 x/menit) selama periode waktu yang
singkat. Jika tidak yakin dengan frekuensi pernapasan, ulangi
penghitungan (Karyuni, dkk, 2008; h. 15).
Menurut Ilyas, dkk, 1992 menyebutkan bahwa pernafasan
normal bayi baru lahir (1-11 bulan) adalah 35 x/menit
(Rahayu, 2009; h. 10).

(c) Antropometri
{1} Berat Badan (BB)
Berat badan bayi baru lahir adalah antara 2500-4000
gram (Dewi, 2011; h. 3).

{2} Panjang Badan (PB)


Panjang badan bayi baru lahir normal adalah 48-52 cm
(Dewi, 2010; h. 2).
Menurut Soetjiningsih, 2000; h. 20-21 menyatakan
bahwa Panjang Badan bayi saat lahir adalah 50 cm
(Rahayu, 2009; h. 14).
{3} Lingkar Dada (LD)
Lingkar dada bayi baru lahir normal adalah 30-38 cm
(Dewi, 2010; h. 2).
{4} Lingkar Kepala (LK)
Lingkar Kepala bayi baru lahir normal adalah 33-35 cm
(Dewi, 2010; h. 2).

Menurut Soetjiningsih, 2000; h. 20-21 menyatakan


bahwa Lingkar Kepala bayi baru lahir adalah 30-35,5
cm (Rahayu, 2009; h. 14).
{5} Lingkar Lengan (LILA)
Lingkar Lengan bayi baru lahir normal adalah 11-12 cm
(Dewi, 2010; h. 2).
Menurut Soetjiningsih, 2000; h. 41 menyatakan bahwa
LILA bayi saat lahir adalah 11 cm, dan LILA anak usia
1 th adalah 16 cm (Rahayu, 2009; h. 15).
(2) Pemeriksaan fisik
(a) Kepala

Bentuk

tidak, UUK

datar

rambut

atau

:Terdapat

tidak, keadaan
tidak,

adakah

odema
kebersihan

tidak

muka

atau
simetris

atau

dan warna kemerahan atau tidak.


:Simetris atau tidak, adakah

kelopak mata,

konjungtiva

pembengkakan pada
merah

pucat, sklera putih atau tidak, adakah bulu


tidak, adakah kotoran mata
(d) Hidung

atau

succedenum dan cephal hematome.

tidak,

(c) Mata

atau

bersih

caput
(b) Wajah

simetris

:Bentuk,

muda

atau

mata atau

atau tidak.

lubang

hidung, pernafasan

cuping

hidung, dan pengeluaran.


(e) Mulut

:Bentuk bibir, lidah, palatum, reflek

(f) Telinga

:Simetris atau tidak, lubang telinga

rooting.
adakah cairan

atau tidak.
(g) Leher
jugularis,

:Bendungan
pembesaran

vena
kelenjar

tyroid,

pembesaran kelenjar getah bening,

reflek

menelan, kepala bebas berputar


(h) Dada

:Bentuk

dada,

pengembangan rongga

dada,

suara jantung, suara paru-paru.


(i)

Ketiak

:Kebersihan, pembesaran kelenjar

(j)

Perut

:Bentuk simetris atau tidak, adakah

keadaan tali
adakah

pusat,

benjolan,

pembesaran hati.

tulang punggung, lipatan


Anus

bising usus,

kembung, adakah

(k) Punggung :Fleksibilitas tulang punggung,

(l)

limfe.

tonjolan

bokong.

:Adakah lubang anus atau tidak

(m) Genetalia :Adakah

labia

mayor

dan labia

minor adakah

klitoris dan orifisium uretra


(n) Ekstermitas :Pergerakan
dan
(o) Neuro

dan

jari-jari

tangan

kaki
:Reflek moro, rooting, glabela,

plantar, tonik

leher, menghisap
(p) Eliminas

: BAK dan BAB

(3) Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium Dan Radiologi
Tahap ini merupakan langkah awal untuk menentukan langkah
berikutnya sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang
dihadapi akan menentukan benar tidaknya proses interpretasi pada
tahap selanjutnya.

b. Interpretasi data dasar (langkah II)


Sesuai dengan teori untuk menegakan diagnose didapatkan dari hasil
pengkajian berupa data subjektif dan data objektif (Wiknjosastro 2009; h. 158).

Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah


berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.
Data dasar tersebut kemudian diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan
diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun masalah,
keduanya harus ditangani. Meskipun masalah tidak dapat diartikan sebagai
diagnosis, tetapi tetap membutuhkan penanganan.
Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang
diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering
menyertai diagnosis (Soepardan 2008; h. 99).

c. Identifikasi diagnosis/ masalah potensial dan antisipasi penanganannya


(langkah III)
Pada langkah mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial
berdasarkan diagnosis/masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan. Bidan
diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosis/masalah
potensial ini menjadi kenyataan. Langkah ini penting sekali dalam melakukan
asuhan yang aman.
Pada langkah ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial,
tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi, tetapi juga
merumuskan masalah potensial yang akan terjadi, tetapi juga merumuskan
antisipasi agar masalah atau diagnosis tersebut tidak terjadi. Langkah ini
bersifat antisipasi yang rasional/logis (Soepardan 2008; h. 99-100).

d. Tindakan segera atau kolaborasi (langkah IV)


Langkah ini mencerminkan kesinambungan proses manajemen kebidanan. Jadi,
manajemen tidak hanya berlangsung selama asuhan primer periodik atau
kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama wanita tersebut dalam persalinan.

Dalam kondisi tertentu seorang bidan mungkin juga perlu melakukan konsultasi
atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli
gizi, atau seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini, bidan
harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada
siapa sebaiknya konsultasi dan kolaborasi dilakukan.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa dalam melakukan suatu tindakan harus
disesuaikan dengan prioritas masalah/kondisi keseluruhan yang dihadapi klien.
Setelah bidan merumuskan hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi
diagnosis/masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus
merumuskan tindakan

emergensi/darurat

yang harus dilakukan

untuk

menyelamatkan ibu dan bayi. Rumusan ini mencakup tindakan segera yang bisa
dilakukan secara sendiri, kolaborasi, atau bersifat rujukan (Soepardan 2008; h.
100-101).

e. Rencana asuhan menyeluruh (langkah V)


Langkah ini merupakan lanjutan manejemen untuk masalah atau diagnosis yang
telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak
lengkap dapat dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi segala hal yang sudah
teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang terkait, tetapi
juga dari kerangka pedoman antisipasi untuk klien tersebut. Pedoman antisipasi
ini mencakup perkiraan tentang hal yang akan terjadi berikutnya, apakah
dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah bidan perlu merujuk klien bila
ada sejumlah masalah terkait sosial, ekonomi, kultural, atau psikologis. Dengan
kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang
berkaitan dengan semua aspek, yaitu bidan dan klien, agar dapat dilaksanakan
secara efektif.
Semua keputusan yang telah disepakati dikembangkan dalam asuhan
menyeluruh. Asuhan ini harus bersifat rasional dan valid yang didasarkan pada

pengetahuan, teori terkini (up to date), dan sesuai dengan asumsi tentang apa
yang akan dilakukan klien (Soepardan 2008; h.101).

f.Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman (langkah VI)


Pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh dilakukan dengan efisien dan
aman. Pelaksana ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian
dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau bidan tidak
melakukannya sendiri, namun ia tetap memikul tanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksanaannya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah
tersebut benar-benar terlaksana).
Dalam situasi ketika bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien
yang mengalami komplikasi, bidan tetap bertanggung jawab terhadap
terlaksnanya rencana bersama yang menyeluruh tersebut. Penatalaksanaan yang
efisien dan berkualitas akan berpengaruh pada waktu serta biaya (Soepardan
2008; h. 102).

g.

Evaluasi ( langkah VII)


Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang
tidak efektif untuk mengetahui faktor mana yang menguntungkan atau
menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan.
Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah
diberikan. Ini meliputi evaluasi pemenuhan kebutuhan akan bantuan; apakah
benar-benar telah terpenuhi sebagaimana diidentifikasi didalam diagnosis dan
masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif
dalam pelaksanaannya.
Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif, sedang sebagaian
lagi belum efektif. Mengingat bahwa proses menejemen asuhan merupakan
suatu kegiatan yang berkesinambungan, maka bidan perlu mengulang kembali
setiap

asuhan

yang

tidak

efektif

melalui

proses

menejemen

untuk

mengidentifikasi mengapa rencana asuhan tidak berjalan efektif serta


melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut (Soepardan 2008; h.102).

III. Landasan Hukum Kewenangan Bidan


Berdasarkan

Peraturan

Menteri

Kesehatan

(Permenkes)

Nomor

1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan


kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
Berdasarkan

peraturan

1464/menkes/per/x/2010

menteri
tentang

izin

kesehatan
dan

(permenkes)

penyelenggaran

praktik

nomor
bidan,

kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:


a. Kewenangan normal.
b. Pelayanan kesehatan ibu.
c. Pelayanan kesehatan anak.
d. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
e. Kewenangan dalam menjalankan program pemerintah.
f. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki
dokter.
Kewenangan

normal

adalah

kewenangan

yang

dimiliki

bidan.kewenangan ini meliputi:


a. Pelayanan kesehatan ibu

1) Ruang lingkup:
a)

Pelayanan konseling pada masa pra hamil.

b)

Pelayanan antenatal pada kehamilan normal.

c)

Pelayanan persalinan normal.

d)

Pelayanan ibu nifas normal.

e)

Pelayanan ibu menyusui.

f)

Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.

2) Kewenangan:
a)

Episiotomi.

oleh

seluruh

b)

Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II.

c)

Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan

d)

Pemberian tablet Fe pada ibu hamil.

e)

Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas.

3) Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air

susu ibu

(ASI) eksklusif
4) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
5) Penyuluhan dan konseling
6) Bimbingan pada kelompok ibu hamil
7) Pemberian surat keterangan kematian
8) Pemberian surat keterangan cuti bersalin
b. Pelayanan kesehatan anak
3) Ruang lingkup:
a) Pelayanan bayi baru lahir.
b) Pelayanan bayi.
c) Pelayanan anak balita.
d) Pelayanan anak pra sekolah.
4) Kewenangan:
a) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan
hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1, perawatan bayi
baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat.
b) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk.
c) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan.
d) Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah.
e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah.
f) Pemberian konseling dan penyuluhan.
g) Pemberian surat keterangan kelahiran.
h) Pemberian surat keterangan kematian.
(http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/171).

You might also like