You are on page 1of 6

MINYAK BUMI SEBAGAI DIPLOMASI NEGARA

Dengan adanya perkembangan perdagangan yang kemudian melibatkan masalah perjanjian yang
menyangkut jumlah barang yang dibutuhkan atau ditukar, msalah penilaian barang dagangan dan
sebagainya. Kesemuanya itu memungkinkan adanya perkembangan kepentingan yang tidak
terbatas pada masalah dagang saja. Muncullah kepentingan-kepentingan yang menyangkut soal
budaya atau kesenian, agama bahkan dengan adanya strategi perdagangan antar negara yang
berbeda telah meinmbulkan adanya kerjasama politik atau ideologi, bahkan pertahanan seperti
halnya SEATO dan NATO. Hubungan antar negara yang melibatkan berbagai kepentingan baik
secara multilateral maupun bilateral semakin berkembang, apalagi setelah terbentuk PBB.
Walaupun PBB terbentuk, tetapi nampaknya peranan PBB dalam mengakhiri perbedaan
kepentingan dalam masalah ekonomi ataupun keamanan bagi negara berkembang (termasuk
negara miskin) belum juga berhasil. Terutama yang menyangkut adanya perbedaan tingkat hidup
yang semakin tajam antara negara industri dengan negara berkembang. Di satu pihak negaranegara industri menjual barang-barang produksi dengan harga tinggi.
Di lain pihak negara berkembang harus menjual atau menghasilkan bahan-bahan mentah
sebanyak mungkin untuk memenuhi kebutuhan negara industri atau maju dengan harga relatif
lebih murah dibandingkan dengan hasil barang-barang dari negara-negara industri. Tambahan
pula negara-negara berkembang harus bergantung dari hasil-hasil industri negara maju dengan
harga yang sangat mahal. Jika perbedaan-perbedaan penilaian tersebut berlaku dalam jangka
panjang, dapat diperkirakan bahwa jurang pemisah dalam hal pendapatan antara negara industri
dibandingkan dengan negara berkembang akan semakin jauh.
Atas dasar perbedaan itulah banyak negara berkembang melakukan hubungan dalam usaha
memperjuangkan nasib mereka, terutama usaha menyangkut kepentingan pembangunan
nasionalnya masing-masing. Dengan adanya kontak-kontak antar negara berkembang, berarti
kepentingan mereka dapat disalurkan melalui kontak-kontak diplomasi dalam menghadapi
kekuatan negara maju. Suatu kontak diplomasi yang dianggap cukup kuat diantaranya OPEC
beserta hasil perjuangannya, kemudian kelompok 77 (sudah mencapai 133 anggota).
Pengaruh Minyak Bumi Sebagai Energi
Pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi di negara maju umumnya sangat dipengaruhi oleh
besarnya energi yang tersedia serta harga energi itu sendiri. Pertumbuhan industri di negara maju
semakin pesat dengan munculnya teknologi yang memakai minyak bumi sebagai bahan bakar.
Dengan jumlah minyak yang berlimpah dan harga yang murah, teknologi dan perhitungan
ekonomi memaksa batubara sebagai sumber energi kalah peranannya.
Sebagai contoh, perkembangan pengadaan energi di Amerika Serikat pada 1920, menunjukkan
besarnya peranan batubara mencapai 78,4 persen dari jumlah kebutuhan energinya, sedangkan
peranan minyak bumi hanya 13,4 persen, gas alam 4,3 persen dan tenaga air hanya 3,9 persen.
Jumlah kebutuhan energi AS pada 1920 berupa batubara mencapai 15.504 triliun BTU (British
Thermal Unit).

Struktur pemanfaatan energi ini, kemudian berubah. Pada 1955 jumlah energi yang tersedia bagi
AS menjadi batubara 29,5 persen, tenaga air, 3,8 persen dan yang terbesar beralih menjadi
minyak bumi sebanyak 41,2 persen dan gas alam 25,5 persen (apalagi kalau cadangan gas yang
dimilikinya lebih banyak dari kebutuhan, mungkin gas alam jadi dominan, belum lagi isu minyak
bumi diambang kritis cadangannya, makanya mulai dikembangkan energi lain selain minyak,
Red). Kebutuhan batubara AS di 1955 hanya sebesar 11.695 triliun BTU, sedangkan di 1920
kebutuhan minyak bumi 2.634 triliun BTU meningkat menjadi 16.340 triliun BTU pada 1955.
Kebutuhan gas alam di 1920 hanya 855 triliun BTU meningkat menjadi 10.139 triliun BTU pada
1955.
Dengan berlimpahnya minyak dan harganya murah, terutama yang datang dari negara-negara
Timur Tengah, telah mempercepat pertumbuhan ekonomi sekaligus pertumbuhan penggunaan
energi pada beberapa negara industri. Terbukti antara 1959-1962 konsumsi minyak bumi untuk
kelompok OECD (The Organization for Economic Cooperation and Development) menunjukkan
kenaikan sebesar 54 persen atau rata-rata 15,5 persen per tahun.
Dengan berhasilnya OPEC mengalihkan pengusahaan atas minyak mereka, maka secara
berangsur-angsur kekuasaan kelompok negara maju telah kehilangan pegangan utama yang
merupakan kunci kemajuan ekonomi dan industri mereka. Dengan munculnya keberhasilan
OPEC, yang mampu menetapkan tinggi rendahnya produksi dan juga harga minyak dunia, maka
segala kontak diplomasi baik di negara-negara maju maupun di negara berkembang selalu
mengaitkan pada masalah minyak bumi sebagai sumber energi.
Hal ini disebabkan karena di satu pihak kebutuhan energi dunia (terutama negara-negara maju)
semakin besar, di lain pihak cadangan minyak dunia terbatas. Apalagi kekuatan pengaturan
produksi minyak telah beralih ke tangan OPEC, keadaan inilah yang pada akhirnya sebagai
penentu mengapa energi lain harus dikembangkan.
Sebagai gambaran pada 2000 diperkirakan kebutuhan dunia akan energi sebagai bahan bakar
akan mencapai 269 juta barel ekuivalen minyak bumi. Dari jumlah ini 89 juta barel berupa
minyak, 33 juta barel dari gas alam, batubara 66 juta barel, nuklir 41 juta barel, kayu dan tenaga
surya 24 juta barel dan tenaga air 16 juta barel, masing-masing ekuivalen minyak bumi per hari.
Perkiraan ini berdasarkan perhitungan kebutuhan per tahun akan energi rata-rata 3,3 persen sejak
1980, yang diperkirakan akan mencapai 140 juta barel per hari dimana dari minyak sekitar 60
juta barel per hari, gas alam 22 juta barel per hari, batubara 33 juta barel per hari dan lain-lain.
Yang pasti hingga 2000 minyak bumi sebagai sumber energi masih terbesar jumlahnya, apalagi
jika diingat sebagain besar minyak dunia itu berasal dari OPEC (mungkin itu sebabnya muncul
istilah raja minyak, Red). Kemudian pada 2020 kebutuhan dunia akan energi yang berupa bahan
bakar akan mencapai 453 juta barel per hari (rata-rata pertumbuhan 2,6 persen sejak 2000). Dari
jumlah ini peranan batubara akan melonjak menjadi 133 juta barel, nuklir 122 juta barel, kayu
dan energi surya 40 juta barel, tenaga air 24 juta barel dan dari minyak bumi hanya 95 juta barel
dan gas alam 39 juta barel, masing-masing dalam per hari ekuivalen minyak bumi.

Energi Sebagai Alat Diplomasi


Dengan demikian, sungguh tepat dan kuat, jika energi dapat dimanfaatkan sebagai alat
diplomasi. Indonesia bukan saja dapat berperan sebagai penghasil energi, tetapi juga sebagai
negara pengekspor yang mempunyai banyak kaitan dengan pihak-pihak luar negeri, baik negara
berkembang atau maju, guna meningkatkan energi dari minyak bumi ke energi lain.
Melalui kontak diplomasi dengan negara maju diharapkan dapat diperoleh jawaban atas masalah
modal dan peralatan serta keahlian yang mengandung unsur teknologi tinggi. Apalagi, mengingat
Indonesia menganut politik luar negeri yang bebas dan aktif berdasarkan kepentingan nasional.
Juga Dasa Sila Bandung dengan prinsip-prinsip peaceful co-existence serta gagasan non
alignment, maka bagi Indonesia tidak sulit untuk meningkatkan peranan energi sebagai alat
diplomasi. Karena energi akan menyangkut hajat hidup umat dunia. Apalagi jika dilihat dari
pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menegaskan bahwa kewajiban pemerintah Indonesia
adalah
Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial
Atas dasar itulah, mau tidak mau Indonesia sebagai negara yang juga tergabung dalam kelompok
Selatan atau negara berkembang (termasuk negara miskin) harus menggunakan energi sebagai
alat diplomasi yang berhasil atau bertujuan positif bagi semua pihak. Dalam hal ini, perjuangan
Indonesia disalurkan melalui hubungan bilateral, multilateral atau melalui forum-forum
internasional. Secara umum energi dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan
tenaga.
Sedangkan pengertian energi bukan manusia, juga banyak artinya. Yang pasti energi merupakan
sumber alam yang utama. Para pemakai energi mengartikan energi sebagai komoditi yang
mereka beli, seperti bensin, gas alam dan listrik. Energi bagi insinyur, yaitu merupakan panas
bagi dapur-dapur api industri atau yang bermotif kekuatan bagi mesin-mesin yang menghasilkan
tenaga. Lain lagi bagi ahli ekonomi, energi merupakan suatu bahan sebagai kunci untuk
kemakmuran nasional.
Tanpa energi mungkin orang tak akan menikmati keadaan kemajuan seperti sekarang ini.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa energi merupakan bahan pembangkit tenaga
berbagai rupa peralatan mesin untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai
kebutuhan. Dengan energi yang berlimpah, secara potensial, suatu negara akan menjadi kaya
bahkan akan menguasai dunia.

Emas sebagai Alat Investasi dan Alat


Hedging
Bagi masyarakat di Indonesia, seharusnya berinvestasi dalam emas lebih diperhatikan
dibandingkan investasi lainnya dikarenakan perekonomian indonesia sering kali rentan terhadap
krisis. Begitu terjadi krisis, nilai rupiah anjlok dan sebagai besar masyarakat akan kehilangan
daya beli dan menurun kesejahteraannya. Secara struktural, ekonomi indonesia cukup rawan
terhadap inflasi. Selalu saja ada alasan untuk menaikkan harga barang-barang pokok. Pemerintah
bisa menaikkan BBM, dan pengusaha bisa menaikkan harga barang dan jasa, dan akibatnya
rupiah selalu jadi kehilangan nilainnya.
Sebagai contoh berapakah nilai satu dollar AS terhadap rupiah? Jawabannya adalah bukan
Rp.10.000,- melainkan Rp.1.000.000,- sebab pada tahun sekitar 1960han, pemerintah pernah
melakukan pemotongan nilai rupiah dari Rp.1000,- ke Rp.1. Kebijakan saat itu menghancurkan
daya beli masyarakat, tetapi tetap ditempuh pemerintah untuk menyeimbangkan kembali
perekonomian makro.

Karena itu, penting sekali bagi kita untuk melindungi nilai kekayaan yang sudah dikumpulkan,
kalau tidak ingin menghabiskan masa tua dalam kemiskinan. Sebab, dalam jangka panjang pasti
akan terjadi krisis yang merupakan siklus dari ekonomi. Dan setiap kali terjadi krisis, rupiah
akan kehilangan nilainya. Entah sebagai akibat dari naiknya nilai tukar dollar AS, tergerus
karena mengalami inflasi tinggi atau kedua hal tersebut terjadi bersamaan.
Memilih berinvestasi dalam emas adalah salah satu cara efektif untuk melindungi kekayaan kita.
Orang membeli dan menyimpan kekayaan dalam emas untuk mengamankan daya belinya, bukan
untuk mendapatkan imbah hasil yang paling tinggi. Peluang investasi tinggi tetap pada jenis
investasi seperti saham, walaupun resikonya juga tinggi untuk berinvestasi dalam saham.

Emas sebagai alat investasi yang bertujuan untuk perlindungan nilai aset juga mirip dengan
properti. Keunggulan emas adalah lebih mudah dan lebih cepat untuk diuangkan, dan nilai
investasinya relatif lebih kecil. Namun, baik emas maupun properti sama-sama efektif sebagai
penakluk inflasi.

Marmer sebagai bahan isolasi


Marmer mempunyai ikatan kimia seperti halnya batu kapur yaitu CaCo3 ,tetapi sifat
fisiknya berbeda. Marmer lebih keras dari pada kapur dan dapat dipoles hingga mengkilap.
Marmer dapat ditambang dari tanah dalam bentuk lempengan - lempengan tebal kemudian
dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang dikehendaki kemudian dipoles. Marmer
mempunyai masa jenis paling rendah 2,6 g/cm3 , makin tinggi kepadatannya makin tinggi masa
jenisnya, makin kecil kristalnya, makin tidak higroskopis dan makin baik hasilnya jika dipoles.
Untuk mendapatkan marmer yang kemampuan listriknya makin baik,marmer perlu
diimpreganasi dengan parafin, polistrin, bitumen,minyak dan sebagainya. Mamer sifatnya regas
dan sensitive terhadap asam. Warna yang alami dari marmer adalah putih atau abu - abu atau
kuning atau kemerah - merahan. Kalau dipanasi pada suhu tinggi kemudian didinginkan
mendadak marmer akan retak.
Marmer atau batu pualam merupakan batuan hasil proses metamorfosa atau malihan
dari batu gamping. Pengaruh suhu dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya endogen
menyebabkan terjadi rekristalisasi pada batuan tersebut membentuk berbagai foliasi mapun
non foliasi.

Akibat rekristalisasi struktur asal batuan membentuk tekstur baru dan keteraturan butir.
Marmer Indonesia diperkirakan berumur sekitar 3060 juta tahun atau berumur Kuarter hingga
Tersier.

Marmer akan selalu berasosiasi keberadaanya dengan batu gamping. Setiap ada batu
marmer akan selalu ada batu gamping, walaupun tidak setiap ada batugamping akan ada
marmer. Karena keberadaan marmer berhubungan dengan proses gaya endogen yang
mempengaruhinya baik berupa tekan maupun perubahan temperatur yang tinggi. Di Indonesia
penyebaran marmer tersebut cukup banyak, seperti dapat dilihat pada

You might also like