Professional Documents
Culture Documents
DI INDONESIA
Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Kristen Indonesia
2009
I. PENDAHULUAN
Wacana dan isu kesetaraan jender (KJ) kini menggema luar biasa di Indonesia.
Berbagai program digelar untuk mensosialisasikan program ini. Bahkan, seolah-olah, paham
ini sudah dianggap sebagai satu kebenaran, yang tidak boleh dipersoalkan. Sebagian aktivis
jender kemudian mengangkat isu penjajahan dan penindasan perempuan oleh laki-laki.
Seolah-olah, selama ini kaum wanita mundur karena ditindas oleh laki-laki. Lalu, kaum
wanita disuruh bergerak untuk melawan apa yang mereka katakan sebagai hegemoni lakilaki.
Menyikapi wacana ini, diperlukan pemahaman yang lebih jelas dan mendalam
tentang kesetaraan jender. Bahwasanya tidak semua laki-laki menindas kaum perempuan dan
seharusnya kaum perempuan dapat menyadari bahwa mereka juga mempunyai peranan dalam
kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu saya mengambil judul Kesetaraan Jender di
Indonesia untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan serta untuk
dapat memberikan informasi mengenai kesetaraan jender di Indonesia.
manusia). Selanjutnya John Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak
yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati6.
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
pasal 1 disebutkan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.
Berdasarkan beberapa rumusan pengertian HAM di atas, diperoleh suatu kesimpulan
bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan
fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh
setiap individu, masyarakat dan negara.
III. PEMBAHASAN
Banyak laki-laki mengatakan, sungguh tidak mudah menjadi laki-laki karena
masyarakat memiliki ekspektasi yang berlebihan terhadapnya. Mereka haruslah sosok kuat,
dan tidak cengeng. Ketika seorang anak laki-laki diejek, dipukul, dan dilecehkan oleh
kawannya yang lebih besar, ia biasanya tidak ingin menunjukkan bahwa ia sebenarnya sedih
dan malu. Sebaliknya, ia ingin tampak percaya diri, gagah, dan tidak memperlihatkan
kekhawatiran dan ketidakberdayaannya. Ini menjadi beban yang sangat berat bagi anak lakilaki yang senantiasa bersembunyi di balik topeng maskulinitasnya. Kenyataannya juga
menunjukkan, menjadi perempuan pun tidaklah mudah. Stereotip perempuan yang pasif,
emosional, dan tidak mandiri telah menjadi citra baku yang sulit diubah. Karenanya, jika
seorang perempuan mengekspresikan keinginan atau kebutuhannya maka ia akan dianggap
egois, tidak rasional dan agresif. Hal ini menjadi beban tersendiri pula bagi perempuan.
Keadaan di atas menunjukkan adanya ketimpangan jender yang sesungguhnya merugikan
baik bagi laki-laki maupun perempuan. Membicarakan jender tidak berarti membicarakan hal
yang menyangkut perempuan saja.
Dari penjelasan tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa jender merupakan
pembagian sifat, peran, kedudukan, dan tugas laki-laki dan perempuan sebagai hasil
sosialisasi budaya masyarakat berdasarkan norma, adat kebiasaan, dan kepercayaan
masyarakat. Jender berkaitan dengan keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan
6
Masyhur Effendi, Dimensi dan Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional
bagaimana seharusnya perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang
terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada.
Saat ini perempuan tidak lagi hanya berurusan dengan dapur dan terkungkung di
rumah untuk mengurus urusan rumah tangga. Perempuan juga sudah mendapatkan
pengakuan yang layak seperti halnya kaum lelaki. Hampir di semua lini dan profesi,
kehadiran kaum perempuan bisa terlihat. Mulai dari sopir hingga presiden. Bukan hanya
sebagai tenaga pelaksana semata, namun juga sebagai pembuat keputusan yang sifatnya
sangat penting.
Tak jarang perempuan bekerja bukan hanya sekedar untuk membantu perekonomian
keluarga, namun juga sebagai pencari nafkah (breadwinner) utama dalam keluarga. Tak
sedikit pula perusahaan dalam bidang jasa yang lebih suka mempekerjakan perempuan
ketimbang lelaki karena perempuan dianggap lebih ulet dan lebih sabar. Namun, sesukses
apapun perempuan berkarier di luar rumah, menjadi istri dan melahirkan anak menjadikan
hidup mereka lebih lengkap dan terasa sempurna. Karena memang sudah menjadi kodrat
perempuan untuk menjadi istri dan ibu yang mengayomi keluarga.
Di Indonesia sendiri, kesetaraan jender sudah diperjuangkan oleh kaum perempuan
sejak abad ke-20. Tokoh yang paling menonjol adalah RA Kartini, yang berjuang untuk dapat
menyekolahkan kaum perempuan Indonesia. Masih banyak para pejuang wanita lainnya
seperti Dewi Sartika serta Cut Nyak Dien. Mereka memperjuangkan kesetaraan jender bagi
perempuan, bahwasanya perempuan juga mempunyai hak yang sama seperti yang dipunyai
laki-laki.
Untuk itulah wanita harus mulai mempergunakan hak mereka, karena kesetaraan
jender jugalah merupakan sendi utama dari proses demokratisasi. Tidak tercapainya cita-cita
demokrasi seringkali dipicu oleh perlakuan yang diskriminatif dari mereka yang
mendominasi elemen dalam masyarakat. Jender, sebagaimana kategori sosial yang lain
seperti ras, etnis, agama dan kelas, dapat mempengaruhi kehidupan seseorang, termasuk
partisipasi mereka dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Suatu masyarakat
dengan nilai patriarkhi yang kental dapat menghalangi kaum perempuan untuk mendapatkan
manfaat dari pembangunan dan kemajuan peradaban manusia. Kesetaraan dalam konteks ini
adalah kesetaraan akses pada bidang hukum, kesempatan, kesetaraan upah kerja, kesetaraan
dalam pengembangan sumberdaya manusia dan sumber-sumber produktif lainnya7.
IV. KESIMPULAN
Seiring dengan berkembangnya jaman, sudah seharusnyalah kaum perempuan ikut
ambil bagian dalam memajukan bangsa dan negara. Seharusnya kaum perempuan tidak hanya
menuntut agar disamakan derajatnya dengan laki-laki tetapi harus juga dapat terjun langsung
di masyarakat, mengabdi tidak hanya untuk keluarganya tetapi juga kepada masyarakat.
Partisipasi termudah yang dapat dilakukan perempuan adalah dengan menjadi ibu yang
terbaik bagi putra-putrinya, yang kelak akan menjadi penerus bangsa ini.
V. DAFTAR PUSTAKA