You are on page 1of 10

PERCOBAAN 2

EKSTRAKSI

I. Prinsip Dasar
Proses penarikan kimia denganp elarut yang sesuai
II. Tujuan Percobaan
- Dapat memahami prinsip ekstraksi
- Dapat memahami prinsip kerja alat soxhlet, maserator, dan refluks
- Dapat memahami dan melakukan ekstraksi dengan metode soxhlet, maserator,
dan refluks
III. Teori
Ekstraksi merupakan tahapan awal untuk dapat mengisolasi kandungan zat
kimia dari simplisia tanaman obat. Untuk melakukan proses ekstraksi ini, terlebih
dahulu simplisia sikeringkan kemudian dirajang untuk memperluas permukaan
kontak dengan pelarut dalam ekstraksi (Tim Penyusun, 2011).
Selain itu, pemilihan plerut yang digunakan dalam ekstraksi juga
memegang pernan yang penting. Jika informasi tanaman obat yang akan diekstrak
berdasarkan persepektif etnobotani, maka proses ekstraksi harus disesuaikan
dengan pengunaannya secara tradisional. Kesalahan pada proses ekstraksi dapat
mengakibatkan kerusakan pada komponen zat aktif sehingga tidak aka
menghasilkan efek farmakologi (Tim Penyusun, 2011).
Ekstraksi tanaman obat adalah pemisan secara kimia atau fiska sejumlah
bahan padat atau cair dari tanaman obet, menggunakan pelarut. Pada dasarnya,
proses yang terjai seama ekstraksi adalah tercapainya kesetimbangan konsentrasi
antara pelarut dan residu padatan simplisia. Selama proses ekstraksi, terjadi 2
proses yang berlangsung secara pararel yaitu (Tim Penyusun, 2011):
1. Pembilasan senyawa-senyawa terekstraksi keuar dari sel tanaman
2. Melarutnya senyawa-senyawa terekstraksi keuar dari sel tanaman melalui
proses difusi yang berlangsung dalam 3 tahapan yaitu:
a. Penetrasi pelarut ke dalam sel-sel tanaman dan pengembangan sel tanaman
b. Proses disolusi/melarutnya senyawa yang tertarik
c. Difusi senyawa terlarut untuk keluar dari sel-sel tanaman

METODE EKSTRAKSI
Ada beberapa metode yang umum digunakan dalam pengerjaan isolasi
bahan alam. Berdasarkan energi yang digunkan dapat disebutkan antara lain
ekstraksi dengan cara dingin dan panas (Tim Penyusun, 2011)..
1. Cara dingin
a. Maserasi: bahan yang mengadung musilago dan mengembang kuat
b. Perkolasi: kulit batang dan akar sebaiknya diperkolasi
2. Cara panas
a. Refluks: untuk mengisolasi senyawa tahan panas
b. Soxhlet: untuk simplisia yang mudah rusak karena panas
Berikut penjelasan dari metode tersebut,
A. Ekstraksi Dengan Metode Maserasi
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Istilah maceration
berasal dari bahasa latin macere, yang artinya merendam. Jadi maserasi dapat
diartikan sebagai proses dimana obat yang sudah halus memungkinkan untuk
direndam dalam menstruum sampai meresap dan melunakkan susunan sel,
sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).
Maserasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan
nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau
setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan
aturan dalam buku resmi kefarmasian (Depkes RI, 1995).
Prinsip Kerja Metode Maserasi
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperatur
kamar terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk ke dalam sel dari tanaman
melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi
antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi
akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi rendah (proses
difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi (biasanya
berkisar 2-14 hari) dilakukan pengadukan / pengocokkan dan penggantian pelarut
setiap hari. Pengocokkan memungkinkan pelarut segar mengalir berulang-ulang

masuk ke seluruh permukaan simplisia yang sudah halus. Endapan yang diperoleh
dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Ansel, 1989).
Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15 - 20 C dalam waktu
selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut, melarut (Ansel, 1989).
Pada umumnya maserasi dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia
dengan derajat kehalusan yang cocok, dimasukkan kedalam bejana kemudian
dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari
terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari diserkai,
ampas diperas. Pada ampas ditambahkan cairan penyari secukupnya, diaduk dan
diserkai sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup,
dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari kemudian endapan
dipisahkan.
Modifikasi Maserasi
Maserasi dapat dilakukan modifikasi, seperti :
Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu
pada suhu 40 - 50C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia
yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan akan
diperoleh keuntungan antara lain :
a. Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya
lapisan-lapisan batas.
b. Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan
tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.
c. Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolut dan berbanding
terbalik dengan kekentalan, hingga kenaikan suhu akan berpengaruh pada
kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu
dinaikkan.
Maserasi dengan mesin pengaduk
Dengan penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu
proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
Remaserasi

Cairan penyari dibagi dua, seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan
penyari pertama, sesudah diendap, dituangkan dan diperas, ampas dimaserasi
lagi dengan cairan penyari yang kedua.

Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu
bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara
berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.

Maserasi melingkar bertingkat


Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna,
karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi.
Masalah ini dapat diatas dengan maserasi melingkar bertingkat.
Gambar Alat Maserasi

Pelarut yang Digunakan dalam Metode Maserasi


Ekstraksi tergantung pada tekstur dan kandungan bahan dalam tumbuhan.
Senyawa / kandungan dalam tumbuhan memiliki kelarutan yang berbeda-beda
dalam pelarut yang berbeda. Pelarut-pelarut yang biasa digunakan antara lain
kloroform, eter, alkohol, methanol, etanol, dan etilasetat. Ekstraksi iasanya
dilakukan secara bertahap dimulai dengan pelarut yang nonpolar (kloroform atau
n-heksana), semipolar (etilasetat atau dietil eter), dan pelarut polar (methanol atau
etanol) (Harbone, 1996).

Pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi harus memenuhi dua syarat,
yaitu pelarut tersebut harus merupakan pelarut yang terbaik untuk bahan yang
diekstraksi dan pelarut tersebut harus terpisah dengan cepat setelah pengocokkan.
Cairan penyari yang biasa digunakan dalam metode maserasi dapat berupa
air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka
untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang
diberikan pada awal penyarian (Depkes RI, 1986).
Keuntungan Maserasi
Keuntungan maserasi diantaranya adalah sebagai berikut :

Unit alat yang digunakan sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam.

Biaya operasionalnya relatif rendah

Prosesnya relatif hemat penyari

Proses maserasi ini menguntungkan dalam isolasi bahan alam karena selama
proses perendaman sampel akan terjadi proses pemecahan dinding dan
membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar selnya
sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam
pelarut organik dan senyawa akan terekstraksi sempurna karena dapat diatur
lama perendaman yang dilakukan.

Kelemahan Maserasi
Kelemahan maserasi diantaranya adalah sebagai berikut :

Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu


terekstraksi sebesar 50% saja.

Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.

B. Ekstraksi Dengan Metode Perkolasi


Mekanisme kerjanya sebagai berikut, serbuk simplisia ditempatkan dalam
suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak
kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan diatasnya,
dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan. Kekuatan yang
berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan
permukaan, difusi, osmosa,adesi, daya kapiler dan daya geseran (Harbone, 1996).

Proses perkolasi:
- Pengembangan bahan
- Tahap maserasi antara
- Tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak)
Keuntungan:
- Tidak terjadi kejenuhan
- Pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga zat
seperti terdorong untuk keluar dari sel)
Kerugian:
- Cairan penyari lebih banyak
- Resiko cemaran mikroba u/ penyari air karena dilakukan secara terbuka.
C. Ekstraksi Dengan Metode Soxhletasi

Nama-nama instrumen dan fungsinya :


1. Kondensor : berfungsi sebagai pendingin, dan juga untuk mempercepat proses
pengembunan.
2. Timbal : berfungsi sebagai wadah untuk sampel yang ingin diambil zatnya.
3. Pipa F : berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang menguap dari proses
penguapan.
4. Sifon : berfungsi sebagai perhitungan siklus, bila pada sifon larutannya penuh
kemudian jatuh ke labu alas bulat maka hal ini dinamakan 1 siklus
5. Labu alas bulat : berfungsi sebagai wadah bagi sampel dan pelarutnya
6. Hot plate : berfungsi sebagai pemanas larutan
Ekstraktor soxhlet adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk
mengekstrak suatu senyawa. Dan umumnya metode yang digunakan dalam
instrumen ini adalah untuk mengekstrak senyawa yang kelarutannya terbatas dalam
suatu pelarut namun jika suatu senyawa mempunyai kelarutan yang tinggi dalam
suatu pelarut tertentu, maka biasanya metode filtrasi (penyaringan/pemisahan) biasa
dapat digunakan untuk memisahkan senyawa tersebut dari suatu sampel. Adapun
demikian, prinsip kerja dari ekstraktor soxhlet adalah salah satu model ekstraksi
(pemisahan/pengambilan)

yang

menggunakan

pelarut

selalu

baru

dalam

mengekstraknya sehingga terjadi ektraksi yang kontinyu dengan adanya jumlah


pelarut konstan yang juga dibantu dengan pendingin balik (kondensor)
(Kusumardiyani,1992).
Untuk cara kerjanya (mekanisme kerja), hal yang pertama yang harus
dilakukan yaitu dengan menghaluskan sampel (untuk mempercepat proses ekstraksi,
karena luas permukaannya lebih besar, jadi laju reaksi libih cepat berjalan)
kemudian sampelnya dibungkus dengan kertas saring (agar sampelnya tidak ikut
kedalam labu alas bulat ketika diekstraksi), setelah itu dimasukkan batu didih (untuk
meratakan pemanasan agar tidak terjadi peledakan) ke dalam labu alas bulat.
Kemudian kertas saring dan sampel dimasukkan kedalam timbal, dan timbalnya
dimasukkan kedalam lubang ekstraktor. Setelah itu pelarut dituangkan kedalam
timbal dan disana akan langsung menuju ke labu alas bulat. Kemudian dilakukan
pemanasan pada pelarut dengan acuan pada titik didihnya (agar pelarut bisa
menguap), uapnya akan menguap melalui pipa F dan akan menabrak dinding-

dinding kondensor hingga akan terjadi proses kondensasi (pengembunan), dengan


kata lain terjadi perubahan fasa dari fasa gas ke fasa cair. Kemudian pelarut akan
bercampur dengan sampel dan mengekstrak (memisahkan/mengambil)senyawa yang
kita inginkan dari suatu sampel. Setelah itu maka pelarutnya akan memenuhi sifon,
dan ketika pada sifon penuh kemudian akan dislurkan kembali kepada labu alas
bulat. Proses ini dinamakan 1 siklus, semakin banyak jumlah siklus maka bisa di
asumsikan bahwa senyawa yang larut dalam pelarut juga akan semakin maksimal
(Kusumardiyani,1992).
1. Titik didih pelarut harus lebih rendah dari pada senyawa yang kita ambil dari
sampelnya karena akan berpengaruh pada struktur senyawanya (ditakutkan
strukturnya akan rusak oleh pemanasan).
2. Pelarut harus inert (tidak mudah bereaksi dengan senyawa yang kita ekstrak)
3. Posisi sifon harus lebih tinggi dari pada sampelnya (karena ditakutkan, nanti
pada sampel yang berada diposisi atas tidak terendam oleh pelarut)
Keuntungan metode ini adalah:
o

Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak
tahan terhadap pemanasan secara langsung.

Digunakan pelarut yang lebih sedikit

Pemanasannya dapat diatur

Kerugian dari metode ini:


o

Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di


sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan
reaksi peruraian oleh panas.

Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui


kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam
wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk
melarutkannya.

Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk


menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti
metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah kondensor
perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang
efektif.

D. Ekstraksi Dengan Metode Refluks

Ekstraksi refluks digunakan untuk mengektraksi bahan-bahan yang tahan


terhadap pemanasan. Prinsipnya yaitu penarikan komponen kimia yang dilakukan
dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan
cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada
kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali
menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas
bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai
penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4
jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. Keuntungannya
digunakan untuk mengekstraksi sampel sampel yang memiliki tekstur kasar.
Kerugiannya yaitu butuh volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi
operator (Voight, 1995).

Daftar Pustaka
- Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4. Jakarta : UI-press.
- Depkes RI. 1986. Sedian Galenik. Jakarta : Depkes RI.
- Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Depkes RI.
- Harbone, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung : Penerbit ITB.
- Tim Penyusun. 2011. Penuntun Praktikum Fitokimia I. Manado : F.MIPA Unsrat.
- Voight. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi 5. Yogyakarta : UGMpress.

- Kusumardyani,S.;Nawawi,A.1992. Kimia Bahan Alam. Bandung:ITB

You might also like