You are on page 1of 17

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CIDERA KEPALA (NANDA,,

NOC, NIC)
A. DEFINISI
Cidera kepala adalah pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran (Tucker, 1998).
Cidera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, commusio (gegar) serebri,
contusio (memar) serebri, laserasi dan perdarahan serebral yaitu diantaranya subdural, epidural,
intraserebral, dan batang otak (Doenges, 2000:270).

Cidera kepala diklasifikasikan berdasarkan:


1. Keadaan kulit kepala dan tulang tengkorak
a. Cidera kepala terbuka
b. Cidera kepala tertutup

2. Cidera pada jaringan otak (secara anatomis)


a. Commusio serebri (gegar otak)
b. Edema serebri
c. Contusio serebri (memar otak)
d. Laserasi
1). Hematoma epidural
2). Hematoma subdural
3). Perdarahan sub arakhnoid
(Ergan, 1998:642)

3. Adanya penetrasi durameter (secara mekanisme)


a. Cidera tumpul
1). Kecepatan tinggi (tabrakan otomobil)
2). Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)

b. Cidera tembus
c. Luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya

4. Tingkat keparahan cidera (berdasarkan GCS)


a. Cidera Kepala Ringan (CKR) GCS 13-15
b. Cidera Kepala Sedang (CKS) GCS 9-12
c. Cidera Kepala Berat (CKB) GCS 3-8

GCS (Glasgow Coma Scale)


Membuka mata (E)
Spontan

Dipanggil/diperintah

Tekanan pada jari/rangsang nyeri

Tidak berespon

Respon Verbal (V)


Orientasi baik: dapat bercakap-cakap

Bingung, dapat bercakap tapi disorientasi

Kata yang diucapkan tidak tepat, kacau

Tidak dapat dimengerti, mengerang

Tidak bersuara dengan rangsang nyeri

Respon Motorik
Mematuhi perintah

Menunjuk lokasi nyeri

Reaksi fleksi

Fleksi abnormal thdp nyeri (postur


dekortikasi)

Ekstensi abnormal

Tidak ada respon, flaccid

5. Berdasarkan Morfologi
a. Fraktur tengkorak
1). Kranium: linear/ stelatum, depresi/ non depresi, terbuka/ tertutup.
2). Basis: dengan/ tanpa kebocoran cairan cerebrospinal, dengan/ tanpa
kelumpuhan nervus VIII
b. Lesi intra cranial
1). Foxal: epidural, subdural, intraserebral
2). Difus: konkusi ringan/ klasik, cidera aksonal difus.

B. ETIOLOGI
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas ( Mansjoer,
2000:3). Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu lintas, perkelahian, terjatuh, dan
cidera olah raga. Cidera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau pisau (Corkrin,
2001:175).

D. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan anatomis
1. Gegar otak (comutio selebri)
a. Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran
b. Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menit
c. Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d. Kadang amnesia retrogard
2. Edema serebri
a. Pingsan lebih dari 10 menit
b. Tidak ada kerusakan jaringan otak
c. Nyeri kepala, vertigo, muntah
3. Memar otak (kontusio selebri)

a. Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung


lokasi dan derajad
b. Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c. Peningkatan tekanan intracranial (PTIK)
d. Penekanan batang otak
e. Penurunan kesadaran
f.

Edema jaringan otak

g. Defisit neurologis
h. Herniasi
4. Laserasi
a. Hematoma Epidural
talk dan die tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan, merupakan
periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam, menyebabkan
penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia):
1). kacau mental koma
2). gerakan bertujuan tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
3). pupil isokhor anisokhor
b. Hematoma subdural
1). Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid,
biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
2). Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan
epidura
3). Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan
berbulan-bulan
4). Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
5). perluasan massa lesi
6). peningkatan TIK
7). sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
8). disfasia
c. Perdarahan sub arachnoid
1). Nyeri kepala hebat

2). Kaku kuduk


Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1. Cidera kepala Ringan (CKR)
a. GCS 13-15
b. Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c. Tidak ada fraktur tengkorak
d. Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2. Cidera Kepala Sedang (CKS)
a. GCS 9-12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jam
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak
3. Cidera Kepala Berat (CKB)
a. GCS 3-8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c. Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial (Hudak
dan Gallo, 1996:226)

C. PATOFISIOLOGI
Cidera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, cidera kulit kepala, tulang
kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya.Cidera bervariasi dari luka kulit yang
sederhana sampai gegar otak, luka terbuka dari tengkotak, disertai kerusakan otak, cidera pada
otak, bisa berasal dari trauma langsung maupun tidak langsung pada kepala.Trauma tak langsung
disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek terkena pada kepala akibat menarik
leher.

Trauma langsung bila kepala langsung terbuka, semua itu akibat terjadinya akselerasi,
deselerasi, dan pembentukan rongga, dilepaskannya gas merusak jaringan syaraf.
Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kerusakan itu bisa terjadi
seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan, atau tekanan.
Cidera yang terjadi waktu benturan mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi
substansia alba, cidera robekan, atau hemmorarghi.

Sebagai akibat, cidera skunder dapat terjadi sebagai kemampuan auto regulasi serebral
dikurangi atau tidak ada pada area cidera, konsekuensinya meliputi hiperemia (peningkatan
volume darah, peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, tekanan intra cranial)
(Huddak & Gallo, 1990:226).
Pengaruh umum cidera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya penumpukan cairan
yang berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intra
cranial yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak (Price and Wilson,
1995:1010).

E. TANDA DAN GEJALA


Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma intrakranial,
edema serebral progresif, dan herniasi otak

Edema serebral dan herniasi


Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien yang
mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72 jam setelah cedera. TIK
meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan volume
oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma. Sebagai akibat dari edema dan peningkatan TIK,
tekanan disebarkan pada jaringan otak dan struktur internal otak yang kaku. Bergantung pada
tempat pembengkakan, perubahan posisi kebawah atau lateral otak (herniasi) melalui atau
terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark, dan kerusakan otak
irreversible, kematian.

Defisit neurologik dan psikologik


Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia (tidak dapat
mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit neurologik seperti afasia, defek
memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy. Pasien mengalami sisa penurunan psikologis
organic (melawan, emosi labil) tidak punya malu, emosi agresif dan konsekuensi gangguan.

Komplikasi lain secara traumatik:


1. Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
2. Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses otak)
3. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
Komplikasi lain:
1. Peningkatan TIK
2. Hemorarghi
3. Kegagalan nafas
4. Diseksi ekstrakranial

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. X Ray tengkorak
2. CT Scan
3. Angiografi
4. Pemeriksaan neurologist

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis
b. Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret
c. Mempertahankan sirkulasi stabil
d. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
e. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi
f.

Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitus

g. Mengelola pemberian obat sesuai program


2. Penatalaksanaan Medis
a. Oksigenasi dan IVFD
b. Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema)
Dexamethasone 10 mg untuk dosis awal, selanjutnya:
1). 5 mg/6 jam untuk hari I dan II

2). 5 mg/8 jam untuk hari III


3). 5 mg/12 jam untuk hari IV
4). 5 mg/24 jam untuk hari V
c. Terapi neurotropik: citicoline, piroxicam
d. Terapi anti perdarahan bila perlu
e. Terapi antibiotik untuk profilaksis
f.

Terapi antipeuretik bila demam

g. Terapi anti konvulsi bila klien kejang


h. Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisah
i.

Intake cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari

Asuhan Keperawatan CKS


1. Pengkajian
Data fokus yang perlu dikaji:
a. Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera terjadi, penyebab cidera,
riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
a). Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera: penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecap, dan perasa)
b). Sistem persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi
waktu dan tempat)
c). Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan
nafas)
d). Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas, dan frekuensi)
e). Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/ minum,
peristaltik, eliminasi)
f). Sistem integumen ( nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/ lesi)
g). Sistem reproduksi
h). Sistem perkemihan (nilai frekuensi b.a.k, volume b.a.k)
c. Pola fungsi kesehatan

1). Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah kebiasaan


merokok, minum alcohol, dan penggunaan obat obatan)
2). Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan, dan
kelemahan otot)
3). Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah)
4). Pola eliminasi
5). Pola tidur dan istirahat
6). Pola kognitif dan perceptual
7). Persepsi diri dan konsep diri
8). Pola toleransi dan koping stress
9). Pola seksual dan reproduktif
10).

Pola hubungan dan peran

11).

Pola nilai dan keyakinan

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepala
adalah sebagai berikut:
1) Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran
arteri dan atau vena terputus.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.
3) Hipertermi berhubungan dengan trauma (cidera jaringan otak, kerusakan
batang otak)
4) Pola nafas tak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
5) Kerusakan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kemampuan
kognitif, afektif, dan motorik)
6) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan
kognitif, motorik, dan afektif.
7) Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan
kelemahan fisik dan nyeri.
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif,
motorik, dan afektif.

9) Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.


10) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik.
11) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma/ laserasi kulit kepala
12) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah.
13) PK: peningkatan TIK dengan proses desak ruang akibat penumpukan cairan/
darah di dalam otak.

3. Rencana Perawatan
Diagnosa
Keperawatan

No

Perfusi jaringan tak efektif


(spesifik sere-bral) b.d
aliran arteri dan atau vena
terputus, dengan batasan
karak-teristik:
1

Perubahan respon

motorik
-

Perubahan status

mental
-

Perubahan respon

pupil
-

Amnesia retrograde

(gang-guan memori)

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi

NOC:

Monitor Tekanan Intra

1. Status sirkulasi

Kranial

2. Perfusi jaringan serebral

1. Catat perubahan respon klien

Setelah dilakukan tindakan

terhadap stimu-lus / rangsangan

keperawatan selama .x 24

2. Monitor TIK klien dan

jam, klien mampu men-capai respon neurologis terhadap


:

aktivitas

1. Status sirkulasi dengan

3. Monitor intake dan output

indikator:

4. Pasang restrain, jika perlu

5. Monitor suhu dan angka

Tekanan darah sis-tolik

dan diastolik dalam rentang

leukosit

yang diharapkan

6. Kaji adanya kaku kuduk

7. Kelola pemberian antibiotik

Tidak ada ortostatik

hipotensi

8. Berikan posisi dengan kepala

elevasi 30-40O dengan leher

Tidak ada tanda tan-da

PTIK

dalam posisi netral

2. Perfusi jaringan serebral, 9. Minimalkan stimulus dari


dengan indicator :

lingkungan

10. Beri jarak antar tindakan

Klien mampu berko-

munikasi dengan je-las dan

keperawatan untuk

sesuai ke-mampuan

meminimalkan peningkatan TIK

11. Kelola obat obat untuk

Klien menunjukkan

perhatian, konsen-trasi, dan

mempertahankan TIK dalam

orientasi

batas spesifik

Monitoring Neurologis (2620)

Klien mampu mem-

proses informasi

Klien mampu mem-buat kesimetrisan, reaksi dan bentuk

keputusan de-ngan benar

1. Monitor ukuran,

pupil

Tingkat kesadaran klien 2. Monitor tingkat kesadaran

membaik

klien
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor keluhan nyeri
kepala, mual, dan muntah
5. Monitor respon klien
terhadap pengobatan
6. Hindari aktivitas jika TIK
meningkat
7. Observasi kondisi fisik klien
Terapi Oksigen (3320)
1. Bersihkan jalan nafas dari
secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap
efektif
3. Berikan oksigen sesuai
instruksi
4. Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen, dan humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien
tentang pentingnya pemberian
oksigen
6. Observasi tanda-tanda

hipoventilasi
7. Monitor respon klien
terhadap pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktivitas dan tidur

Nyeri akut b.d dengan agen


injuri fisik, dengan batasan
karakteristik:
Laporan nyeri kepala secara verbal atau non
verbal
Respon autonom
(perubahan vital sign,
2
dilatasi pupil)
Tingkah laku ekspresif (gelisah, me-nangis,
merintih)
Fakta dari observasi
Gangguan tidur
(mata sayu, menye-ringai,
dll)

NOC:
1. Nyeri terkontrol
2. Tingkat Nyeri
3. Tingkat kenyamanan
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama . x 24
jam, klien dapat :
1. Mengontrol nyeri, de-ngan
indikator:
Mengenal faktorfaktor penyebab
Mengenal onset nyeri
Tindakan pertolong-an
non farmakologi
Menggunakan analgetik
Melaporkan gejalagejala nyeri kepada tim
kesehatan.
Nyeri terkontrol
2. Menunjukkan tingkat
nyeri, dengan indikator:
Melaporkan nyeri
Frekuensi nyeri
Lamanya episode
nyeri
Ekspresi nyeri; wa-jah
Perubahan respirasi
rate
Perubahan tekanan
darah
Kehilangan nafsu
makan
3. Tingkat kenyamanan,
dengan indicator :
Klien melaporkan
kebutuhan tidur dan istirahat

Manajemen nyeri (1400)


1. Kaji keluhan nyeri, lokasi,
karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, dan beratnya
nyeri.
2. Observasi respon
ketidaknyamanan secara verbal
dan non verbal.
3. Pastikan klien menerima
perawatan analgetik dg tepat.
4. Gunakan strategi komunikasi
yang efektif untuk mengetahui
respon penerimaan klien
terhadap nyeri.
5. Evaluasi keefektifan
penggunaan kontrol nyeri
6. Monitoring perubahan nyeri
baik aktual maupun potensial.
7. Sediakan lingkungan yang
nyaman.
8. Kurangi faktor-faktor yang
dapat menambah ungkapan
nyeri.
9. Ajarkan penggunaan tehnik
relaksasi sebelum atau sesudah
nyeri berlangsung.
10. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain untuk memilih
tindakan selain obat untuk
meringankan nyeri.
11. Tingkatkan istirahat yang
adekuat untuk meringankan
nyeri.
Manajemen pengobatan
(2380)
1. Tentukan obat yang
dibutuhkan klien dan cara

3 Defisit self care b.d de-

tercukupi

mengelola sesuai dengan


anjuran/ dosis.
2. Monitor efek teraupetik dari
pengobatan.
3. Monitor tanda, gejala dan
efek samping obat.
4. Monitor interaksi obat.
5. Ajarkan pada klien /
keluarga cara mengatasi efek
samping pengobatan.
6. Jelaskan manfaat pengobatan
yg dapat mempengaruhi gaya
hidup klien.
Pengelolaan analgetik (2210)
1. Periksa perintah medis
tentang obat, dosis & frekuensi
obat analgetik.
2. Periksa riwayat alergi klien.
3. Pilih obat berdasarkan tipe
dan beratnya nyeri.
4. Pilih cara pemberian IV atau
IM untuk pengobatan, jika
mungkin.
5. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik.
6. Kelola jadwal pemberian
analgetik yang sesuai.
7. Evaluasi efektifitas dosis
analgetik, observasi tanda dan
gejala efek samping, misal
depresi pernafasan, mual dan
muntah, mulut kering, &
konstipasi.
8. Kolaborasi dgn dokter untuk
obat, dosis & cara pemberian yg
diindikasikan.
9. Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip
5 benar
11. Dokumentasikan respon dari
analgetik dan efek yang tidak
diinginkan

NOC:

NIC: Membantu perawatan diri

ngan kelelahan, nyeri

PK: peningkatan tekan-an


intrakranial b.d pro-ses
desak ruang akibat
penumpukan cairan / darah
di dalam otak (Carpenito,
1999)
Batasan karakteristik :
4 Penurunan kesadaran (gelisah, disori-entasi)
Perubahan motorik
dan persepsi sensasi
Perubahan tanda vital (TD meningkat, nadi
kuat dan lambat)
Pupil melebar, re-

Perawatan diri :
(mandi, Makan Toiletting,
berpakaian)
Setelah diberi motivasi
perawatan selama .x24
jam, ps mengerti cara
memenuhi ADL secara
bertahap sesuai kemam-puan,
dengan kriteria :
Mengerti secara sederhana cara mandi, makan,
toileting, dan berpakaian serta
mau mencoba se-cara aman
tanpa cemas
Klien mau berpartisipasi
dengan senang hati tanpa
keluhan dalam memenuhi
ADL

klien Mandi dan toiletting

Aktifitas:
1. Tempatkan alat-alat mandi di
tempat yang mudah dikenali dan
mudah dijangkau klien
2. Libatkan klien dan dampingi
3. Berikan bantuan selama
klien masih mampu
mengerjakan sendiri
NIC: ADL Berpakaian

Aktifitas:
1. Informasikan pada klien
dalam memilih pakaian selama
perawatan
2. Sediakan pakaian di tempat
yang mudah dijangkau
3. Bantu berpakaian yang
sesuai
4. Jaga privcy klien
5. Berikan pakaian pribadi yg
digemari dan sesuai
NIC: ADL Makan
1. Anjurkan duduk dan berdoa
bersama teman
2. Dampingi saat makan
3. Bantu jika klien belum
mampu dan beri contoh
4. Beri rasa nyaman saat makan

1. Pantau tanda dan gejala


Setelah dilakukan tindakan
peningkatan TIK
keperawatan selama .x 24 Kaji respon membuka mata,
jam dapat mencegah atau
respon motorik, dan verbal,
meminimalkan komplikasi
(GCS)
dari peningkatan TIK, dengan Kaji perubahan tanda-tanda
kriteria :
vital
Kesadaran stabil (orien- Kaji respon pupil
asi baik)
Catat gejala dan tanda-tanda:
Pupil isokor, diameter
muntah, sakit kepala, lethargi,
1mm
gelisah, nafas keras, gerakan tak
Reflek baik
bertujuan, perubahan mental
Tidak mual
2. Tinggikan kepala 30-40O jika
Tidak muntah
tidak ada kontra indikasi
3. Hindarkan situasi atau

flek pupil menurun


Muntah
Klien mengeluh
mual
Klien mengeluh
pandangan kabur dan
diplopia

manuver sebagai berikut:


Masase karotis
Fleksi dan rotasi leher
berlebihan
Stimulasi anal dengan jari,
menahan nafas, dan mengejan
Perubahan posisi yang cepat
4. Ajarkan klien untuk
ekspirasi selama perubahan
posisi
5. Konsul dengan dokter untuk
pemberian pe-lunak faeces, jika
perlu
6. Pertahankan lingkungan
yang tenang
7. Hindarkan pelaksanaan
urutan aktivitas yang dapat
meningkatkan TIK (misal:
batuk, penghisapan, pengubahan
posisi, meman-dikan)
8. Batasi waktu penghisapan
pada tiap waktu hingga 10 detik
9. Hiperoksigenasi dan
hiperventilasi klien se-belum
dan sesudah penghisapan
10. Konsultasi dengan dokter
tentang pemberian lidokain
profilaktik sebelum penghisapan
11. Pertahankan ventilasi
optimal melalui posisi yang
sesuai dan penghisapan yang
teratur
12. Jika diindikasikan, lakukan
protokol atau kolaborasi dengan
dokter untuk terapi obat yang
mungkin termasuk sebagai
berikut:
13. Sedasi, barbiturat
(menurunkan laju meta-bolisme
serebral)
14. Antikonvulsan (mencegah
kejang)
15. Diuretik osmotik
(menurunkan edema serebral)
16. Diuretik non osmotik
(mengurangi edema serebral)

17. Steroid (menurunkan


permeabilitas kapiler, membatasi
edema serebral)
18. Pantau status hidrasi,
evaluasi cairan masuk dan
keluar)

You might also like