Professional Documents
Culture Documents
Indikator :
2.1 Menjelaskan sistem dispersi dan klasifikasi sistem koloid
2.2 Menjelaskan model-model lapisan rangkap listrik
2.3 Menjelaskan kestabilan koloid dan koagulasi
Sistem Dispersi Dan Klasifikasi Sistem Koloid
Koloid adalah suatu system campuran metastabil (seolah-olah stabil tapi akan memisah
setelah waktu tertentu). Koloid juga dapat diartikan suatu system disperse materi dengan ciri
umum ukuran partikel yang terletak antara partikel larutan sejati dan pertikel suspense kasar.
Dengan keadaan tersebut partikel koloid mempunyai nisbah massa dan volume yang besar.
Koloid berbesa dengan larutan ; larutan bersifat stabil. Didal;am larutan koloid secara umum
ada 2 zat sebagai berikut :
Zat terdispersi yakni zat yang terlarut didalam larutan koloid
Zat pendispersi yakni zat pelarut didalam larutan koloid.
Berdasarkan fase terdispersi aupun fase pendispersi suatu dibagi sebagai berikut :
Fase terdispersi
Pendispersi
Nama koloid
Contoh
Gas
Gas
Gas
Cair
Busa
Buih, sabun,
ombak, krim kocok
Gas
Padat
Busa padat
Cair
Gas
Aerosol cair
Obat semprot,
kabut, hair spray
diudara
Cair
Cair
emulsi
Cair
Padat
Gel
Mentega, agar-agar
Padat
Gas
Aerosol padat
Debu, gas
kenalpot, asap.
Padat
Cair
Sol
Cat, tinta
Padat
Padat
Sol padat
Tanah , kaca,
lumpur
Keberadaan partikel koloid di dalam mediumnya dibatasi oleh dua daerah yaitu daerah
permukaan partikel (surface plane) dan daerah diam (slipping plane). Daerah permukaan adalah
daerah pembatas antara partikel koloid dengan mediumnya. Daerah diam adalah daerah yang
terletak antara medium yang bergerak mengikuti gerak partikel dengan medium yang tidak ikut
bergerak mengikuti gerak partikel. Daerah ini sering disebut daerah pembbatas (plane of shear).
Jika partikel koloid bergerak, maka beberapa molekul medium akan ikut bergerak searah
dengan arah gerak partikel koloid, sedangkan molekul yang lain tetap diam.
Pengukuran muatan partikel koloid bias dilakukan di daerah permukaan atau di daerah
diam. Jika pengukuran muatan partikel koloid dilakukan dengan cara titrasi, maka muatan yang
diiukur adalah muatan yang ada pada permukaan partikel dan muatan ini disebut dengan muatan
permukaan yang sebenarnya. Jika pengukuran muatan dilakukan dengan cara elektroforesis,
maka pengukuran muatan dilakukan pada daerah plane of shear, bukan pada permukaan
partikel yang sebenarnya. Dengan cara ini muatan yang diukur dalam bentuk potensial zeta.
2.2 Titik Isoelektrik dan Titik Nol-Muatan
Jika potensial zeta suatu partikel koloid diukur dalam suatu rentangan pH tertentu, maka
pada suatu nilai pH akan diperoleh hasil pengukuran nol. Titik ini disebut dngan titik isoelektrik.
Pada perubahan pH kecil disekitar titik ini, terjadi perubahan potensial yang cukup besar.
Sebaliknya, pada pH yang jauh dari titik ini, perubahan pH menghasilkan perubahan potensial
yang kecil.
+
Zeta Potensial
(mV)
Titik
isoelektrik
0
p
Gambar 2.1 Hubungan pHHdengan Potensial Zeta
Jika muatan partikel diukur dalam suatu rentangan pH tertentu, maka pada suatu pH
tertentu juga akan diperoleh nilai nol. Titik ini disebut dengan titik nol muatan.
Perubahan pH disekitar titik ini hanya menyebabkan perubahan harga muatan yang relatif
kecil dibandingkan dengan perubahan pHjauh dari titik ini.
+
Muatan
permukaan
titik nol
muatan
0
(
p
H
permukaan partikel Fe(OH)3. Oleh karena itu, partikel tersebut menyerap muatan positif dari
mediumnya. Jenis muatan As2S3 ditentukan oleh cara pembuatannya.
Kelarutan ionik
Didalam kelarutan ion-ion secara ketat diikat oleh, paling tidak dua lapisan molekul air.
Lapisan pertama disebut lapisan hidrasi utama yang terikat sangat kuat dan jarang lepas.
Lapisann kedua disebut lapisan hidrasi kedua yang terikat kurang kuat dan sering lepas dalam
proses adsorpsi.
Lapisan hidrasi pertama
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
syarat yaitu, harus mampu melepaskan kedua lapisan hidrasi yang dimilikinya. Pada umumnya
hal ini sulit terjadi pada elektrolit. Hanya ion H+ dan OH- yang secara kimiawi mirip dengan
permukaan koloid yang dapat mencapai lapisan ini.
OP
O
A
D
A
O-
H
+
O-
O-
H
+
T
A
+
H
Lapisan
permukaan
H
O
H
+
O
LDH
LLH
Lapisan
dalam
bisa diperoleh melalui berbagai cara misalnya, melalui adsorpsi, polarisasi, atau kelarutan ionik.
Sebagai akibatnya, molekul medium yang ada disekitar partikel mengalami polarisasi
membentuk lapisan-lapisan yang disebut dengan Lapisan Rangkap Listrik. (LRL). LRL yang
terbentuk diperrmuakaan partikel menentukan spesi yang dapat diserap oleh permukaan partikel
serta jarak spesi tersebutdari permukaan koloid.
LRL merupakan daerah abstrak yang sifat-sifatnya dapat dipelajari secara terbatas dengan
menggunakan instrument yang sesuai. Berdasarkan data percobaan berbagai partikel koloid
dalam medium cair diturunkan sebagai model lapisan rangkap listrik. Model-model tersebut
antara lain: model Goary-Chapman- Strern-graham (GCCD), model stern, Model Guoy
Chapman, lapisan melepas.
1. Model Gouy_Chapman_Stern-Graham
Lapisan
LDH
permukaan
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
+
Air
+
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Lapisan
diam
LLH
Air
Air
Air
potensial permukaan
muatan permukaan
2. Model Stern
Lapisan
Lapisan
permukaan stern
Air
Lapisan
diam
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
+
Air
Air
Air
Air
Air
Air
Air
+
Air
Air
Air
Air
Air
Air
3. Model Gouy-Chapman
Lapisan
Diam
Lapisan
Permukaan
air
air
air
air
air
air
air
air
air
air
air
air
air
air
air
air
air
air
air
air
air
air
air
4. Model Helmholtz
Lapisan
permukaan
Lapisan
diam
Lapisan ion
lawan
+
+
+
+
+
Model LRL yang paling sederhana diberikan oleh Helmholltz. Model ini bermasalah
karena model tersebut tidak berguna (tidak bias digunakan untuk menjelaskan fenomena yang
terjadi pada permukaan partikel). Model Helmholltz dirancang dengan menggunakan analogi
kapasitor tunggal yang menyatakan bahwa kapasitas muatan merupakan fungsi jarak.
Kestabilan Koloid Dan Koagulasi
Kestabilan partikel koloid dalam mediumnya (medium cair) dapat ditinjau dua aspek yaitu
kestabilan secara termodinamika dan kestabilan secara kinetik. Suatu system koloid dinyatakan
memiliki kestabilan secara termodinamis apabila system tersebut dapat terbentuk dengan disertai
oleh penurunan energi bebas. Kenyataan ini hanya terjadi dalam larutan encer. Kebanyakan
sistem koloid akan kehilangan kestabilan dalam waktu yang lama karena sistem tersebut masih
mungkin mengalami penurunan energy bebas. Koloid semacam ini dinyatakan secara
termodinamik tidak stabil.
Suatu system koloid dinyatakan memiliki kestabilan kinetik, apabila system tersebut bisa
bertahan lama, walaupun dalam waktu yang cukup lama memperlihatkan perubahan.
Kebanyakan partikel koloid mengikuti pola kestabilan ini, sehingga system koloid tersebut
dinyatakan secara termodinamik tidak stabil tetapi secara kinetic stabil.
Jika kestabilan koloid dalam medium pendispersinya ditinjau dari gaya-gaya yang bekerja
pada system tersebut, maka sedikitnya ada dua gaya yang berperan penting yaitu gaya tarik
menarik Van Der Waals dan gaya tolak menolak elektrostatik.
Gaya tarik menarik van Der Waals menyebabkan partikel koloid bergabung satu sama lain,
sehingga system koloid menjadi tidak stabil. Sedangkan gaya tolak-menolak elektrostatik
menyebabkan partikel berada dalam jarak yang renggang satu sama lain. Sebagai akibatnya,
sistem koloid berada dalam keadaan stabil. Gaya tolak elektrostatik terjadi antar LRL partikel
koloid. Titik kritis dari kestabilan system koloid sangat ditentukan oleh resultan kedua gaya
diatas. Perpaduan kDLVO (Deryagin- Landau Verwey- Overbeek).
VT = VA + VR
Dalam hal ini VT = energy potensial total, VA = energy potensial disebabkan oleh dan VR =
gaya elektrostatik. Setelah mengalami beberapa kali penurunan, salah satu bentuk penurunan VA
dan VR sebagai berikut.
VA =
VR =
Ar
12 H
r 2 o2
R
Dalam hal ini A = tetapan Hamaker, r = jari-jari partikel, H = jarak antara dua permukaan
dasar, R = jarak antara dua pusat bola, = tetapan dielektrik zat pelarut, dan o = muatan
permukaan koloid.
Dalam medium pendispersinya partikel koloid dapat juga distabilkan dengan memberikan
serapan polimer. Apabila partikel koloid menyerap polimer, maka partikel tersebut akan
mendapat hambatan ruang. Hal ini dapat mencegah partikel untuk berdekatan satu sama lain.
Akibatnya, gaya Van der Waals yang cenderung menurunkan kestabilan partikel koloid, tidak
dapat beroperasi secara optimal.
Partikel koloid yang keluar dan kestabilan dapat membentuk sedimen, koagulan, atau
flokulan, yang prosesnya masing-masing dikenal dengan sdimentasi, koagulasi, dan flokulasi.
Istilah sedimentasi, koagulasi, dan flokulasi secara sepintas mempunyai makna yang sama,
yaitu proses bersatunya partikel-partikel kecil menjadi partikel yang lebih besar. Penggunaan
ketiga istilah di atas sering dipertukarkan untuk tujuan yang bersifat umum. Secara sederhana,
sedimentasi diartikan sebagai pross pengendapan partikel-partikel dari cairan. Koagulasi
diartikan sebagai proses pemisahan zat berbentuk padat atau berbentuk agar-agar dari larutan
suspensi sebagai akibat dari pemanasan atau reaksi kimia. Flukolasi diartikan sebagai proses
terpisahnya fasa terdiapersi dari disperse koloid.
Dalam pembahasan yang lebih khusus, ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang
sangat berbeda. Hal itu disebabkan oleh proses yang menyertainya sangat berbeda.
Sedimentasi mengacu pada proses pengendapan partikel secara kinetic misalnya karena
pengaruh grafitasi. Jika proses ini secara kinetic stabil, maka akan diperlukan waktu yang sangat
lama untuk diperoleh sedimen. Akan tetapi sedimen yang dihasilkan akan mempunyai kerapatan
yang relative tinggi karena penyusunan partikelnya terjadi sangat lambat. Contoh materi hasil
proses ini adalah batuan sedimen.
Pada koagulasi maupun flokulasi pengaruh grafitasi tidak dapat diabaikan, tetapi grafitasi
bukan sebagai penyebab utama karena saat partikel masih tersebar di dalam mediumnya gaya
grafitasi belum mampu mengimbangi gaya-gaya yang mempertahankan partikel terdispersi di
dalam mediumnya.
Perbedaan koagulasi dan flokulasi dilihat dari hasil proses tersebut. Materi yang terbentuk
dari hasil koagulasi mempunyai jarak antar partikel yang cukup kecil, sehingga partikel
mempunyai keterikatan yang kuat satu sama lain. Selain itu materi yang terbentuk cenderung
sulit untuk didispersikan kembali. Umumnya, tetapi tidak selalu, koagulasi disebabkan oleh
pengaruh elektrolit.
Materi yang dihasilkan melalui proses flokulasi mempunyai jarak partikel yang relatif jauh.
Oleh karena itu, sifat individu partikel yang mengalami flokulasi tidak hilang. Partikel-partikel
hanya mengalami kehilangan kebebasan gerakan mekanik. Partikel yang telah mengalami
flokulasi dengan mudah dapat didespersikan kembali hanya dengan perlakuan mekanik,
misalnya dikocok. Berdasarkan sifat ini, dalam beberapa obatan-obatan yang berbentuk system
dispersi, contoh sirup, terdapat aturan yang berbunyi kocok sebelum digunakan. Hal tersebut
bertujuan untuk mengaktifkan kembali system disperse yang ada. Flokulasi umumnya, tetapi
tidak selalu disebabkan oleh pengaruh polimer.
Ditinjau dari diagram gaya-gaya yang menentukan stabilitas partikel koloid dapat
dinyatakan bahwa koagulasi terjadi pada minuman pertama,sedangkan flokulasi terjadi pada
minuman kedua.
DAFTAR PUSTAKA
Retug dkk. 2002. Buku Ajar Kimia Fisika. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Brady, James E.. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Terjemahan Dra. Sukmariah Maun,
Dra. Kamianti Anas, Dra. Tilda S. Sally. General Chemistry Prinsiples and
Structure. 1990. Jakarta: Binarupa Aksara
Sukardjo.1997. Kimia Fisika.Jakarta: Rineka Cipta