You are on page 1of 29

1

BAB 1.PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Salah satu masalah kekurangan zat gizi di Indonesia yang belum dapat
ditanggulangi adalah Gangguan Akibat Kekurangan yodium (GAKY). Masalah
GAKY merupakan masalah serius, survai Nasional pemetaan GAKY di seluruh
Indonesia pada tahun 1998 diperoleh temuan bahwa 33% kecamatan di Indonesia
masuk kategori endemik, 21% endemik ringan, 5% endemik sedang dan 7%
kecamatan endemik berat. Berdasarkan data ini diperkirakan 53,8 juta penduduk
tinggal di daerah endemik GAKY dengan rincian 8,8 juta penduduk tinggal di daerah
endemik berat, 8,2 juta tinggal di daerah endemik sedang, 36,8 juta tinggal di daerah
endemik ringan (Depkes R.I, 2004).
Gangguan akibat kurang yodium tidak hanya menyebabkan pembesaran
kelenjar gondok tetapi juga berbagai macam gangguan lain. Kekurangan yodium pada
ibu yang sedang hamil dapat berakibat abortus, lahir mati, kelainan bawaan pada
bayi, meningkatnya angka kematian prenatal.melahirkan bayi kretin. Kekurangan
yodium yang diderita anak-anak menyebabkan pembesaran kelenjar gondok,
gangguan fungsi mental, dan perkembangan fisik pada orang dewasa berakibat pada
pembesaran kelenjar gondok, hipotiroid, dan gangguan mental (Pudjiadi, 1997).
Salah satu dari akibat kurang yodium adalah kretinisme. Kretinisme adalah suatu
kelainan hormonal pada anak-anak. Ini terjadi akibat kurangnya hormon tiroid.
Penderita kelainan ini mengalami kelambatan dalam perkembangan fisik maupun
mentalnya. Kretinisme dapat diderita sejak lahir atau pada awal masa kanak-kanak
(Adrian, 2011). Klien pada kasus ini biasa ditandai dengan kelambatan pertumbuhan
fisik dan mental.

1.2 Rumusan Masalah


1.1.1.

Bagaimana definisi dan klasifikasi Kretinisme?

1.1.2.

Bagaimana epidemiologi Kretinisme?

1.1.3.

Apa saja etiologi Kretinisme?

1.1.4.

Bagaimana tanda dan gejala Kretinisme?

1.1.5.

Bagaimana patofisiologi Kretinisme?

1.1.6.

Bagaimana komplikasi dan prognosis Kretinisme?

1.1.7.

Bagaimana pengobatan dan pencegahan Kretinisme?

1.1.8.

Bagaiamana asuhan keperawatan pada anak dengan Kretinisme?

1.3 Tujuan
Adapun beberapa tujuan kami dalam menyusun makalah ini antara lain:
1.3.1

Untuk mengetahui definisi dan klasifikasi Kretinisme;

1.3.2

Untuk mengetahui epidemiologi Kretinisme;

1.3.3

Untuk mengetahui etiologi Kretinisme;

1.3.4

Untuk mengetahui tanda dan gejala Kretinisme;

1.3.5

Untuk mengetahui patofisiologi Kretinisme ;

1.3.6

Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis Kretinisme;

1.3.7

Untuk mengetahui pengobatan dan pencegahan Kretinisme;

1.3.8 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan Kretinisme.

1.4 Implikasi keperawatan


Bidang keperawatan merupakan suatu bidang ilmu yang sangat berpengaruh
terhadap kondisi sehat dan sakit dari seorang individu. Dalam keilmuan keperawatan
terdapat proses keperawatan yang digunakan untuk melakukan penatalaksanaan
terhadap suatu permasalahan kesehatan, termasuk penatalaksanaan terhadap
gangguan sistem perkemihan yakni Kretinisme. Melalui makalah ini, mahasiswa
keperawatan maupun tenaga kesehatan dapat lebih mendalami mengenai penyakit
Kretinisme dan penatalaksanaannya, akan tetapi tetap dengan diimbangi dari referensi

lainnya. Proses asuhan keperawatan yang diulas dalam makalah ini juga dapat
digunakan oleh mahasiswa keperawatan maupun tenaga profesional keperawatan
dalam menghadapi klien dengan gangguan hormonal seperti Kretinisme.

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Kretinisme merupakan gangguan akibat kekurangan hormon tiroid yang
disebabkan kurangnya yodium pada masa awal setelah bayi dilahirkan. Kretinisme
adalah gangguan akibat kegagalan kelenjar tiroid yang memproduksi hormon tiroid
atau hipotiroidisme (Kumorowulan, 2010). Kretinisme juga merupakan gejala
kekurangan iodium atau gangguan akibat kekurangan iodium (GAKY). Penderita
kelainan ini mengalami keterlambatan dalam perkembangan fisik maupun mentalnya.
Kretinisme dapat diderita sejak lahir atau pada awal masa kanak-kanak (Adrian,
2011).
Terdapat dua macam kretinisme, yaitu kretin endemik dan kretin Sporadik
(Kumorowulan, 2010). Kretin endemik disebabkan oleh kekurangan iodium,
sedangkan kretin sporadik atau juga dikenal sebagai hipotiroid kongenital disebabkan
oleh kekurangan hormon tiroid pada bayi baru lahir seperti tidak adanya kelenjar
tiroid (aplasia), kelainan struktur kelenjar (displasia, hipoplasia), lokasi abnormal
(kelenjar ektopik) atau ketidakmampuan mensintesis hormon karena gangguan
metabolik kelenjar tiroid (dishormonogenesis) (Kumorowulan, 2010).

2.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia prevalensi dari kretinisme sporadik atau hipotiroid kongenital
mendekati l:3000 dengan prevalensi tinggi sekali di daerah kekurangan yodium
(l:900). Prevalensi di Asia Timur bervariasi dari 1:1000 sampai 1:6467. Sehingga bila
dilihat dari jumlah penduduk maka bayi dengan kretinisme sporadik atau hipotiroid
kongenital yang lahir tiap tahun mendekati 40.000. Kretin endemik pada umumnya
terdapat di daerah desiensi Iodium yang sangat berat dengan median kadar iodium
urin < 25 ug/L (Kumorowulan, 2010). Prevalensi kretin di daerah desiensi Iodium

berat berkisar antara 1%-15%. Hal ini tentu saja berdampak terhadap masalah
kesehatan dan sumber daya manusia. Di Indonesia hasil skreening bayi baru lahir di
beberapa propinsi ditemukan bayi dengan hipotiroid kongenital l (satu) diantara 4.305
bayi lahir hidup. Hasil penelitian Sunartini (1999) pada 10.000 bayi baru lahir di
daerah endemis kekurangan yodium di Yogyakarta dan sekitarnya ditemukan 8 bayi
dengan hipotiroid kongenital atau 1 diantara 1.250 bayi (Kumorowulan, 2010).

2.3 Etiologi
Kreatinisme terjadi disebabkan karena adanya beberapa kelainan, yaitu:
1. Agenesis (kegagalan pembentukan atau pengembangan sebagian atau seluruh
organ atau bagian tubuh saat masih dalam tahap embrio) atau disgenesis kelenjar
tiroid.
2. Kelainan hormogenesis
a. Kelainan bawakan enzim (inborn error)
b. Defisiensi iodium (kretinisme endemic)
Istilah kretinisme mula-mula digunakan untuk bayi-bayi yang baru lahir pada
daerah-daerah dengan asupan iodium yang rendah serta goiter endemik. Kretin
endemik merupakan kelainan akibat kekurangan iodium yang berat pada saat
masa fetal dan merupakan indikator klinik yang penting bagi gangguan akibat
kekurangan iodium. Tanda-tanda klinis yang menonjol yaitu adanya retardasi
mental, postur pendek, muka dan tangan tampak sembab dan seringkali tuli
mutisme dan tanda-tanda kelainan neurologis.
c. Kretinisme konginetal
Kretin sporadik atau dikenal juga sebagai hipotiroid kongenital berbeda dengan
kretin endemik. Etiologi kretin sporadik bukan karena defisiensi yodium tetapi
kelenjar tiroid janin yang gagal dalam memproduksi hormon tiroid secara
cukup karena berbagai macam sebab. Penyebab terjadinya kretin sporadic atau
hipotiroid congenital adalah kekurangan hormon tiroid pada bayi baru lahir
oleh karena kelainan pada kelenjar tiroid seperti tidak adanya kelenjar tiroid

(aplasia), kelainan stuktur kelenjar (diplasia,hipoplasia), lokasi abnormal


(kelenjar ektopik) atau ketidakmampuan mensintesis hormon karena gangguan
metabolik kelenjar tiroid (dishormonogenesis). Kelainan tersebut dapat terjadi
di kelenjar tiroid sehingga disebut hipotiroid kongenital primer, dan jika terjadi
di otak (hipofisis atau hipotalamus) maka disebut hipotiroid sekunder atau
tersier. Kekurangan hormon tiroid juga dapat bersifat sementara (transient)
seperti pada keadaan difesiensi yodium, bayi prematur maupun penggunaan
obat antitiroid yang diminum ibu.

2.4 Tanda dan Gejala


Pada penderita kretinisme biasanya ditandai dengan perawakan pendek akibat
kurangnya hormon tiroid dalam tubuh sehingga menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan tulang dan otot disertai kemunduran mental karena sel-sel otak kurang
berkembang (Qeeya, 2010). Anak yang mengalami kretinisme memiliki muka bulat,
perut buncit, leher pendek, dan lidah yang besar. Bila terjadi pada orang dewasa,
gejalanya berupa kulit tebal, muka bengkak, rambut kasar, mudah gemuk, denyut
jantung lambat, suhu tubuh rendah, serta lamban secara fisik dan mental.
Bayi yang mengalami kretinisme memiliki berat badan dan panjang tubuh yang
normal saat lahir, dengan tanda-tanda karakteristik (kretinisme) berkembang dalam
waktu 3 sampai 6 bulan. Pada saat bayi menyusui sejak lahir hingga penyapihan,
terdapat gejala-gejala yang timbulnya akan tertunda karena saat menyusui bayi
mengkonsumsi ASI yang di dalamnya terdapat sejumlah kecil hormon tiroid.
Biasanya, bayi dengan kretinisme akan tidur secara berlebihan, jarang menangis
(kecuali untuk sesekali serak menangis), dan tidak aktif. Oleh karena itu, orang tua
mungkin menggambarkan bayi mereka sebagai bayi yang baik, tidak ada masalah
sama sekali. Perilaku tersebut benar-benar hasil dari berkurangnya metabolisme dan
gangguan mental yang progresif. Bayi dengan kretinisme juga menunjukkan refleks
yang abnormal dalam tendon, otot perut yang mengalami hipotonik, penonjololan
perut dan lambat, gerakan canggung.

Bayi dengan kretinisme akan mengalami kesulitan makan, konstipasi, dan


penyakit kuning (jaundice) karena hati yang belum matang tidak bisa terkonjugasi
bilirubin. Penonjolan lidah juga terjadi pada bayi dengan kretinisme sehingga
menghalangi proses respirasi, membuat pernapasan keras dan berisik dan memaksa
dia untuk membuka mulutnya. Bayi dengan kretinisme akan mengalami dispnea saat
beraktivitas, anemia, fitur wajah yang abnormal, seperti dahi pendek, mata bengkak
(edema periorbital), kelopak mata berkerut, hidung yang lebar dan pendek, dan
ekspresi membosankan mencerminkan keterbelakangan mental. Di samping itu, bayi
dengan kretinisme memiliki bintik-bintik di kulit akibat sirkulasi yang buruk dan
rambut kering, rapuh, dan kusam. Pertumbuhan gigi yang terlambat dan mengalami
pembusukan awal, dan bayi memiliki suhu tubuh di bawah normal dan denyut nadi
yang lambat.

2.5 Patofisiologi
Kecepatan pertumbuhan tidak berlangsung secara kontinyu selama masa
pertumbuhan,

demikian

juga

faktor-faktor

yang

mendorong

pertumbuhan.

Pertumbuhan janin, tampaknya sebagian besar tidak bergantung pada control hormon,
ukuran saat lahir terutama ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor
hormon mulai berperan penting dalam mengatur pertumbuhan setelah lahir. Faktor
genetik dan nutrisi juga sangat mempengaruhi pertumbuhan pada masa ini.
Kelenjar tiroid yang bekerja dibawah pengaruh kelenjar hipofisis, tempat
diproduksinya hormon tireotropik. Hormone ini mengatur produksi hormone tiroid,
yaitu tiroksin (T4) dan triiodo-tironin (T3). Kedua hormone tersebut dibentuk dari
monoiodo-tirosin dan diiodo-tirosin. Untuk itu diperlukan dalam proses metabolic di
dalam badan, terutama dalam pemakaian oksigen. Selain itu juga merangsang sintesis
protein dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, lemak dan vitamin. Hormon ini
juga diperlukan untuk mengolah karoten menjadi vitamin A. Hormone tiroid esensial
juga sangat penting untuk pertumbuhan tetapi ia sendiri tidak secara langsung
bertanggung jawab menimbulkan efek hormone pertumbuhan. Hormone ini berperan

permisif dalam mendorong pertumbuhan tulang, efek hormone pertumbuhan akan


maksimum hanya apabila terdapat hormone tiroid dalam jumlah yang adekuat.
Akibatnya, pada anak hipotiroid pertumbuhan akan terganggu, tetapi hipersekresi
hormone tiroid tidak menyebabkan pertumbuhan berlebihan.
Tiroksin mengandung banyak iodium. Kekurangan iodium dalam makanan
dalam waktu panjang mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok karena kelenjar ini
harus bekerja keras untuk membentuk tiroksin. Kekurangan tiroksin menurunkan
kecepatan metabolisme sehingga pertumbuhan lambat dan kecerdasan menurun. Bila
ini terjadi pada anak-anak mengakibatkan kretinisme.

2.6 Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh penyakit kreatinism adalah malformasi
(kegagalan) skeletal dan keterbelakangan mental ireversibel untuk bayi hipotiroid
yang tidak diobati pada usia 3 bulan. Anak-anak mungkin menunjukkan
ketidakmampuan dalam belajar dan pematangan seksual yang cepat atau lambat.
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh
eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermia tanpa
menggigil, hipotensi, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hinggan koma. Dalam
keadaan darurat misalnya pada koma miskedema maka hormon tiroid diberikan
secara intravena.
Pengobatan dini membantu mencegah keterbelakangan. Makin muda dimulai
dalam pemberian hormon tiroid, maka makin baik prognosisnya. Kalau terapi dimulai
sesudah umur 1 tahun, biasanya tidak akan tercapai IQ yang normal. Pertumbuhan
badan dapat tumbuh dengan baik.

2.7 Pengobatan
Deteksi

dini

merupakan

cara

yang

sangat

penting

untuk

mencegah

keterbelakangan mental ireversibel dan membantu dalam pertumbuhan fisik yang


normal. Pengobatan yang dapat diberikan untuk penderita kretinism adalah
levothyroxine secara oral (Synthroid), dimulai dengan dosis sedang. Dosis yang
diberikan secara bertahap dapat meningkatkan ke tingkat yang cukup untuk
pemeliharaan seumur hidup. Peningkatan yang pesat dalam dosis bisa memicu
thyrotoxicity. Anak-anak memerlukan dosis yang lebih tinggi daripada orang dewasa
karena anak-anak memiliki proses metabolisme hormon tiroid yang cepat.

2.8 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Tahap I (Promotif)
Cara yang tepat untuk melakukan tindakan promotif adalah dengan
melakukan penyuluhan pentingnya penggunaan yodium terutama bagi
penduduk yang tinggal di daerah pengunungan.
2. Tahap II (Preventif)
Rowland dan Crotteau (2008) dalam jurnal What are the cause of elevated
TSH in a newborn mengatakan bahwa The United States Preventive Service
Task Force (USPSTF) merekomendasikan skrining rutin untuk bayi yang
lahir tanpa gejala yang beresiko terkena hipotiroidisme kongenital. USPSTF
juga merekomendasikan bahwa dokter harus mengevaluasi hasil skrining
abnormal tiroid dengan tes laboratorium tambahan, menggunakan TSH
sebagai tes utama dan T4 sebagai tambahan tes. Selain itu, American Thyroid
Association (ATA) mendukung skrining tiroid kedua pada 7 sampai 14 hari
dari kehidupan untuk meningkatkan spesifisitas skiring hipotiroidisme
kongenital.

10

3. Tahap III (Kuratif)


Hopwood (2006) dalam jurnal Treatment of The Infant Congenital
Hypotiroidism mengatakan bahwa The American Acsdemy of Pediatric (AAP)
merekomendasikan dosis penggunaan L-thyroxine, 10-15 ug/kg/hari untuk ibu
hamil dengan kondisi dimana ditemukan T4 yang rendah dan peningkatan
TSH.
4. Tahap IV (Rehabilitatif)
Rose et.al (2011) dalam jurnal Update of Newborn Screening and Therapy for
Congenital Hypotiroidism, setelah diberikan L-tiroksin sebagai upaya kuratif,
kemudian dilanjutkan monitoring dengan cara mengecek ulang TSH dan T4
yang dilakukan 2-4 minggu setelah terapi dimulai. Kemudian dilakukan 1-2
bulan sekali pada 6 bulan pertama kehidupan, kemudian dilanjutkan tiap 3-4
bulan pada umur 6 bulan sampai 3 tahun, dan kemudian tiap 6-12 bulan pada
saat usia lebih dari 3 tahun, dengan tujuan pengobatan kadar TSH dan T4
normal.

11

BAB 3. PATHWAY
Gangguan
terhadap
Jaringan
tiroid
fungsional

Penurunan
sekresi TSH
atau resistensi
TSH

Kekurangan
yodium

Penggunaan
obat
antitiroid
saat
kehamilan

Hipotiroidisme
Reaksi
Autoimun
Menurunnya kadar hormone T3
dan T4

Pertumbuhan
dan
perkembangan
pada fase infan
terhambat

Menurunnya
laju
metabolisme

Jantung
Perhentian
pertumbuhan
(kretinisme)
Gangguan
pertumuhan
dan
perkembanga
n

Pulsasi
jantung
lambat
Gagguan
proses
pikir

Otak
Suhu
tubuh
menurun

Obstruksi
lidah

Penurunan
metabolisme
protein dan
pembentukan
tulang
Hati

Kesulitan
bernapas,
dispnea

Konjugasi
bilirubin
tidak terjadi

Hipotermia

Gangguan citra
diri

Ikterik
persisten,
edema
peorbital,
anemia

Ketidakefektifan
bersihan jalan
napas

Konstipasi

Sulit
makan,
menyusu

Ketidakefektifan
pola makan
anak

12

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
4.1.1 Identitas Klien
a. Nama
Berisi nama lengkap klien yang mengalami kretinisme.
b. Jenis Kelamin
Pada klien yang mengalami kreatinisme jenis kelamin tidak mempengaruhi
karena penyakit ini akibat adanya gangguan pada endokrin.
c. Usia
Anak-anak memiliki resiko tinggi terhadap penyakit kreatinisme ini. Dan
kreatinisme kronis terjadi sering pada bayi dan anak-anak yang berada di daerah
desiensi Iodium yang sangat berat dengan median kadar iodium urin < 25 ug/L.
d. Alamat
Lingkungan tempat tinggal pada daerah yang desiensi Iodium yang sangat berat
dengan median kadar iodium urin < 25 ug/L salah satu faktor penyebab
kreatimisme.
e. Agama
Agama tidak mempengaruhi sesorang untuk terkena penyakit pielonefritis.

4.1.2 Status Kesehatan


a. Keluhan Utama
Klien dengan penyakit kreatinisme biasanya keluahan utama yang umumnya
muncul yaitu bentuk tubuh yang pendek (cebol), metabolism tidak optimal,
sering lemah, konstipasi, dan kadang diikuti keterbelakangan mental.

13

b. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pada pasien kretinisme biasanya akan diawali dengan tanda-tanda anak mengalami
gangguan perkembangan fisik (cebol), muka bulat (moon face), kepala besar,
berbicara terbata-bata, lidah tebal, warna kulit agak kekuningan dan pucat, kepala
besar.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji penyakit kesehatan terdahulu Klien yang dapat berhubungan dengan
timbulnya penyakit kreatinisme yang diderita. Misalnya hipotiroidisme
kongenital, riwayat ibu yang meminum obat antitiroid, riwayat ibu yang sakit
hipertiroid, riwayat tiroidektomi, tiroiditis.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji riwayat penyakit keluarga apakah ada keluarga yang memiliki penyakit
kreatinisme atau gangguan pada sistem endkrin.
e. Riwayat Imunisasi
Imunisasi tidak berpengaruh terhadap kretinisme. Pemberian imunisasi akan
terlihat maksimal terhadap pencegahan dari suatu penyakit yang umumnya
diakibatkan oleh virus atau bakteri. Karena kretinisme merupakan suatu penyakit
yang ditimbulkan akibat ada maslah di endokrin karena kekurangan iodium maka
imunisasi diatas tidak terlalu berpengaruh terhadap penyebab penyakit.
f. Riwayat Tumbuh Kembang
1) Pertumbuhan Fisik
a) Berat badan: (penyerapan yang tidak optimal dari proses metabolism
menyebabkan berat badan anak akan berkurang. Karena gizi yang diserap
dari makanan tidak optimal)
b) Tinggi badan: (umumnya pertumbuhan anak dengan kretinisme akan
menjadi

tidak

optimal/pendek)

optimal

sehingga

tinggi

badannya

akan

tidak

14

2) Waktu tumbuh gigi , karena pengaruh dari proses metabolism yang tidak
sempurna maka

proses tumbuh kembang yang harusnya normal menjadi

terganggu. Salah satunya yaitu pertumbuhan gigi. Dimana, anak yang


mengalami

kretinisme

akan

kekurangan

hormone

tiroid

sehingga

menyebabkan proses pembentukan tulang serta giginya mengalami gangguan.


3) Perkembangan Tiap tahap
Usia anak saat
1. Berguling : bulan
2. Duduk : bulan
3. Merangkak: bulan
4. Berdiri : tahun
5. Berjalan : tahun

Pada tahap ini, umumnya


akan terjadi kemunduran
karena pertumbuhan dan
perkembangannya
mengalami hambatan,
yaitu metabolism tidak
berjalan lancar

6. Senyum kepada orang lain pertama kali : tahun


7. Bicara pertama kali :

tahun dengan menyebutkan :

8. Berpakaian tanpa bantuan :


(untuk pengkajian nomor 6-8, pada umumnya akan mengalami kemunduran
dimana untuk yang nomor 8 itu akan memerlukan keaktifan dari otot yang
membantu anak untuk dapat melakukan aktivitas motorik dimana hal itu menjadi
tidak efektif karena kekuatan otot menjadi lemah pada anak dengan kretinisme
ini.)

4.1.3

Pola fungsi kesehatan

a. Pola Persepsi terhadap Kesehatan dan Penyakit


b. Pada anak yang mengalami penyakit kretinisme pola hidup sehat harus
ditingkatkan dalam menjaga kebersihan diri dan perawatan, gaya hidup sehat
dikarenakan anak dengan kretinisme biasanya di ikuti dengan retardasi mental
pada anak.

15

c. Pola Nutrisi Metabolisme


Pada umumnya anak yang menderita penyakit ini pola makannya tidak teratur
karena mengalami penurunan nafsu makan, dan juga nausea dan vomitus.
Sehingga berat badan Klien akan menurun dan terlihat lemah karena intake
nutrisi yang tidak adekuat dan gangguan metabolisme. Nutrisi yang diberikan
untuk anak dengan kelainan kretinisme ini mungkin akan di serap oleh tubuh
secara tidak optimal sehingga hasilnya perkembangan serta pertumbuhan
tubuhnya menjadi terhambat dan menyebabkan pertumbuhan terhenti, dan anak
menjadi lebih pendek
d. Pola Eliminasi
Klien yang mengalami pielonefritis akan mengalami gangguan pada pola
eliminasi, seperti konstipasi.
e. Pola Istirahat dan Tidur
Anak dengan kretinisme akan merasa cepat lelah saat bermain diakibatkan oleh
penurunan fungsi kognitif. Sehingga pasien lebih sering tidur dan istirahat.
f. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Klien dengan penyakit kreatinisme biasanya mengalami gangguan konsep diri,
karena pada umumnya akan memiliki bentuk tubuh yang berbeda dengan anak
normal lainya sehingga perlu adanya pengenalan dan lingkungan yang kondusif
untuk membentuk sifat percaya diri dari anak ini.
g. Pola Latihan dan Aktivitas
Aktivitas yang dilakukan oleh klien dengan penyakit kreatinisme terbatas dan
terganggu, tidak dapat melakukannya secara bebas. Hal ini dikarenakan klien
sering merasakan lemah akibat gangguan metabolisme.
h. Pola Hubungan dan Peran
Mampu berorientasi terhadap orang, waktu, dan tempat dengan baik. Hubungan
dengan keluarga yang baik akan memberikan dukungan pada klien untuk cepat
sembuh, dapat terlihat dengan adanya keluarga yang menemaninya sehari-hari.

16

Hubungan Klien dengan tim medis maupun perawat yang baik dan kooperatif
akan memudahkan proses perawatan.
i. Pola Reproduksi/ Seksual
Kaji apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang berhubungan dengan
reproduksi sosial.
j. Pola Koping dan Toleransi Stres
Dukungan keluarga sangat berpengaruh dalam memotivasi klien untuk
mengurangi tingkat stres atau kecemasan yang dirasakan.
k. Pola Keyakinan dan Nilai
Meyakini bahwa penyakit yang diderita merupakan takdir dan kehendak Tuhan.
Klien tetap bisa menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang diyakininya. Kaji
apakah ada keyakinan yang dapat memperparah infeksi.

4.1.4

Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum
Seorang anak dengan penyakit kreatinisme didapatkan keadaan umum yang
lemah.
b. Kesadaran
Klien dengan kretinisme umumnya tidak mengalami penurunan kesadran dan
kompos mentis.
c. Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan kretinisme RR akan meningkat, Bradikardi, suhu dapat
terjadi hipotermi dan hipertermi (apabila anak mengalami infeksi penyakit lain),
dan dispneu.
d. Berat badan
Berat badan biasanya ditemukan mengalami penurunan karena klien mengalami
penurunan proses metabolism menyebabakn semua proses penyerapan serta
metabolisme makanan di dalam tubuh menjadi sangat lambat. Sehingga terjadi
rasa enggan untuk makan.

17

e. Kepala
Bentuk kepala biasanya simetris, tidak ada nyeri tekan. Tidak ada kelainan pada
bagian kepala.
f. Wajah
Wajah simetris, bentuk wajah umumnya lebam, dan tidak adanya nyeri tekan.
g. Mata
Pada mata klien dengan kreatinisme tampak simetris, sklera terlihat putih,
konjungtiva anemis, gerakan bola mata normal, refleks pupil terhadap cahaya
normal (jika diberi cahaya pupil akan mengecil), keadaan bulu mata normal, dan
tidak adanya nyeri tekan.
h. Hidung dan Sinus
Tidak ada kelainan pad bagian ini. Hidung tampak simetris dan tidak adanya
nyeri tekan maupun cairan yang keluar.
i. Leher
Pada kelenjar tiroid mengalami pembengkakan. Pada kasus ini karena terjadi
kekurangan hormon tiroid maka klenjar limfe tidak membesar.
j. Thorax
Bentuk dada klien yang menderita kreatinisme biasanya simetris.
k. Genetalia dan anus
Pada penderita kreatinisme tidak ditemukannya kelainan pada organ genetalia
dan anus.
l. Abdomen
Pada klien dengan penyakit kreatinisme umumnya perut membuncit, tidak ada
nyeri tekan ataupun luka, peristaltik usus menurun yang normalnya pada anak
10-30 menjadi kurang dari nilai normal.
m. Ekstermitas
Pada ekstermitas pergerakan lemah dikarenakan metabolisme yang tidak optimal
menyebabkan otot tidak dapat melakukan fungsinya.

18

n. Neurologis
Untuk perkembangan pada sistem neorologi atau sistem sarafnya mengalami
gangguan seperti fungsi intelektual yang lambat, berbicara lambat dan terbatabata, gangguan memori, perhatian kurang, bingung, hilang pendengaran,
penurunan refleks tendom. Kembali lagi karena kebutuhan akan hormon yang
membantu metabolisme tubuh berkurang. Maka kerja dari masing-masing saraf
tentunya mengalami gangguan.
4.1.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar hormon tiroid (T3 dan T4), TSH,
dan TRH akan dapat mendiagnosis kondisi dan lokasi masalah kelenjar
tiroid. Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi tiroid biasanya menunjukkan
kadar T4 rendah dan TSH tinggi.
b. Pemeriksaan Radiologi (Pencitraan)
1. Foto Rotgen, CT Scan, MRI, USG, EEG, ECG
USG atau CT Scan: Tiroid menunjukkan ada tidaknya goiter.
X foto tengkorak: Menunjukkan kerusakan hipotalamus atau hipofisis
anterior.
4.2 Diagnosa Keperawatan
4.2.1 Analisa Data
No

Data

Etiologi

DS:
Gangguan proses tumbuh
Keluarga
klien
kembang
mengatakan
bahwa
klien tidak dapat Pertumbuhan dan perkembangan
tumbuh sebagaimana
anak terhambat
anak seusianya.
Perhentian pertumbuhan

Masalah
keperawatan
Gangguan proses
tumbuh kembang

19

DO:
BB/TB kurang dari Pertumbuhan dan perkembangan
normal, status mental
pada fase infan terhambat
juga tidak normal
Menurunnya kadar hormone T3
dan T4

DS: Keluarga klien


mengatakan
bahwa
klien ketika diajak
berkomunikasi sering
tidak sesuai
DO: Klien egosentris
Defisit memori

Gangguan proses pikir

Gangguan proses
pikir

Kerusakan kognitif
Mempengaruhi kerusakan pada
otak
Menurunnya laju metabolisme
Menurunnya kadar hormone T3
dan T4

DS :
Gangguan citra diri
Gangguan
Keluarga
klien
diri
mengatakan
bahwa Pertumbuhan dan perkembangan
klien tidak memiliki
anak terhambat
teman dan malu pada
kondisinya saat ini.
Perhentian pertumbuhan
DO:
Klien tampak murung Pertumbuhan dan perkembangan
dan
lebih
suka
pada fase infan terhambat
menyendiri.
Menurunnya kadar hormone T3
dan T4
DS :
Klien mengeluhkan
badannya menggigil,
dan
keluarga
menyatakan
bahwa
badan klien terasa
dingin
DO:

Hipotermia

Suhu tubuh menurun


Menurunnya laju metabolisme
Menurunnya kadar hormon T3
dan T4

Hipotermia

citra

20

Suhu tubuh klien 34 C

DS :
Klien mengeluhkan
kesulitan bernafas dan
merasa sesak

Ketidakefektifan bersihan jalan


nafas

DO :
RR
:
30x/menit,
pernafasan
cuping
hidung

Jalan nafas terganggu

Ketidakefektifan
bersihan
jalan
nafas

Kesulitan bernafas, dispnea

Obstruksi lidah
Menurunnya laju metabolisme
Menurunnya kadar hormone T3
dan T4

DS :
Keluarga
klien
mengatakan
bahwa
klien sering tidak
menghabiskan
makanannya dan sulit
untuk makan
DO :
Makanan klien masih
sering bersisa dari
porsi awawal

DS :
Keluarga
klien
mengatakan
bahwa
klien sulit BAB

Ketidakefektifan pola makan


anak
Sulit makan,menyusu
Penurunan metabolisme protein
Menurunnya kadar hormone T3
dan T4

Konstipasi
Pola defekasi tidak normal
Sulit makan,menyusu

DO:
Frekuensi BAB klien
kurang dari 3x sehari

Ketidakefektifan
pola makan anak

Penurunan metabolisme protein


Menurunnya kadar hormone T3
dan T4

Konstipasi

21

4.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan proses tumbuh kembang berhubungan dengan gangguan pada
hormone pertumbuhan ditandai dengan pertumbuhan fisik yang terhambat.
2. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan gangguan neurologis ditandai
dengan klien egosentris
3. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan perkembangan
ditandai dengan Klien tampak murung dan lebih suka menyendiri.
4. Hipotermia berhubungan dengan menurunnya laju metabolism ditandai Klien
mengeluhkan badannya menggigil, dan keluarga menyatakan bahwa badan
klien terasa dingin.
5. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan jalan nafas
terganggu ditandaai Klien mengeluhkan kesulitan bernafas dan merasa sesak
6. Ketidakefektifan pola makan anak berhubungan dengan sulit menyusu
ditandai Keluarga klien mengatakan bahwa klien sering tidak menghabiskan
makanannya dan sulit untuk makan
7. Konstipasi berhubungan dengan penurunan metabolisme protein ditadai
Keluarga klien mengatakan bahwa klien sulit BAB

22

4.3 Rencana Keperawatan

No
1.

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

Keperawatan

Hasil

Gangguan
tumbuh

proses Setelah dilakukan tindakan


kembang keperawatan selama 6x24

berhubungan
dengan
pada

gangguan perkembangan klien


hormone terjadi peningkatan dengan

pertumbuhan
ditandai

jam, pertumbuhan dan

kriteria hasil:

dengan 1. Melakukan aktivitas,

Rencana/Intervensi

Rasional

1. Identifikasi pertumbuhan dan 1. Menyediakan


perkembangan

klien

sesuai

dengan usia klien


2. Catatan derajat penyimpangan
yang dialami klien

data

dasar

untuk

identifikasi kebutuhan/efektivitas terapi


2. Laporan defisit dalam tingkat atau bukti
fungsional perkembangan klien sebagai
data perbandingan

3. Catat secara berkala tinggi dan 3. Membandingkan pengukuran normal


berat badan klien

untuk anak-anak usia yang sama dan

pertumbuhan fisik

sosial, atau

jenis kelamin untuk menentukan derajat

yang terhambat.

keterampilan usia

deviasi dan sebagai acuan menentukan

kelompok

tingkat pertumbuhan klien

2. Melakukan perawatan
diri dan pengendalian
diri kegiatan yang
sesuai usia
3. Menunjukkan berat

4. Memberikan stimulasi atau


rangsangan untuk
perkembangan kepada anak
5. Sediakan aktivitas yang
dianjurkan untuk berinteraksi
dengan teman sebayanya

4. Untuk mengoptimalkan perkembangan


anak
5. Mengurangi tingkat stress pada anak
dan membantu meningkatkan proses
perkembangan anak

23

badan /stabilisasi

6. Diskusikan

tindakan

yang 6. Sebagai

pertumbuhan atau

harus

diambil

untuk

kemajuan ukuran

menghindari komplikasi dapat

sesuai usia

dicegah (misalnya, periodik

acuan

selanjutnya

untuk

dengan

intervensi

meminimalkan

risiko komplikasi pada klien

penelitian laboratorium)
7. Lakukan kolaborasi

dengan 7. Mendorong awal layanan intervensi

tim kesehatan lain yaitu ahli

untuk anak-anak kelahiran sampai 3

gizi

tahun

dan

(misalnya,

spesialis
fisik/

terapis)

lain

okupasi
dalam

mengembangkan

rencana

dengan

keterlambatan

perkembangan untuk memaksimalkan


perkembangan

anak,

perawatan,

aktivitas, dan terapi bicara

perawatan.

Perubahan proses

Tujuan:

1. Kaji proses pikir pasien, seperti 1. Menentukan

berpikir

Setelah dilakukan asuhan

memori,

berhubungan

keperawatan selama 3x24

orientasi

dengan gangguan

menit,

waktu, dan orang

neurologis ditandai

menggunakan kemampuan 2. Catat adanya perubahan tingkah 2. Kemungkinan terjadi gangguan psikotik

dengan klien

berfikirnya

klien

dapat

kembali

laku

rentang
terhadap

perhatian,

adanya

kelainan

pada

proses sensori

tempat,

dan meningkatnya sensitivitas perasaan

24

egosentris

dengan baik

3. Ciptakan

lingkungan

yang 3. Penurunan stimulasi eksternal dapat

tenang. Batasi pengunjung


Kriteria Hasil:
1. Konsentrasi

menurunkan hipersensitivitas

4. Berikan jam, kalender, ruangan 4. Meningkatkan petunjuk orientasi yang


pasien

tidak terganggu

dengan
tingkat

2. Mempertahankan

jendela,

mengatur

cahaya

kontinyu

untuk

menstimulasi siang/ malam

orientasi realita

5. Anjurkan keluarga atau orang 5. Membantu

3. GCS 4 5 6

terddekat

untuk

member

dalam

mempertahankan

sosialisasi dan orientasi pasien

dukungan
6. Kolaborasi

pemberikan

obat 6. Meningkatkan

sesuai indikasi, seperti sedative

relaksasi

untuk

meningkatkan proses pikir

atau obat antipsikotik


3

Gangguan

body Tujuan:

1. Kaji secara verbal dan

image berhubungan Setelah dilakukan asuhan

nonverbal Respon pasien

dengan perubahan keperawatan selama 1x24

terhadap tubuhnya

perkembangan

jam,

klien

dapat

2. Berikan dukungan yang sesuai

1. Mengkaji seberapa besar gangguan


yang muncul

2. Hal ini dapat membantu meningkatkan

ditandai

dengan memahami dan menerima

upaya menerimadirinya dan merasa

Klien

tampak perubahan pada tubuhnya

dirinya dapat

murung dan lebih akibat proses penyakit

dikalangan social

diterima orang lain

25

suka menyendiri.

3. Dorong pasien untuk mandiri


Kriteria Hasil:
1. Perasaan

3. Kemandirian membantu meningkatkan


harga diri

menerima

4. Kaji perilaku menarik diri,

kekurangan diri akan

penggunaan menyangkal atau

metode koping

diterima oleh pasien

terlalu

membutuhkan intervensi lebih lanjut.

2. Pasien

memahami

memperhatikan

4. Dapat menunjukkan emosional ataupun


maladaptive,

perubahan.

proses penyakit

5. Memudahkan aktivitas pasien, dan


5. Modifikasi lingkungan sesuai
dengan kondisi pasien

meningkatkan

rasa

percaya

karena

diperhatikan

4.4 Implementasi
Diagnosa Keperawatan

Implementasi

Paraf
dan
Nama

Gangguan
kembang
dengan
hormone

proses

tumbuh 1. Mengidentifikasi pertumbuhan dan perkembangan klien sesuai dengan usia klien

berhubungan 2. Mencatat derajat penyimpangan yang dialami klien


gangguan

pada 3. Mencatat secara berkala tinggi dan berat badan klien

pertumbuhan 4. Memberikan stimulasi atau rangsangan untuk perkembangan kepada anak

26

ditandai dengan pertumbuhan 5. Menyediakan aktivitas yang dianjurkan untuk berinteraksi dengan teman sebayanya
6. Mendiskusikan tindakan yang harus diambil untuk menghindari komplikasi yang dapat
fisik yang terhambat.
dicegah
7. Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lain yaitu ahli gizi dan spesialis dalam
mengembangkan rencana perawatan.

Perubahan pola berpikir


berhubungan dengan

1. Mengkaji proses pikir pasien, seperti memori, rentang perhatian, orientasi terhadap tempat,
waktu, dan orang

gangguan neurologis akibat

2. Mencatat adanya perubahan tingkah laku

suplai oksigen ke otak tidak

3. Menciptakan lingkungan yang tenang. Membatasi pengunjung

adekuat

4. Memberikan jam, kalender, ruangan dengan jendela, mengatur tingkat cahaya untuk
menstimulasi siang/ malam
5. Menganjurkan keluarga atau orang terddekat untuk memberi dukungan
6. Berkolaborasi pemberikan obat sesuai indikasi, seperti sedative atau obat antipsikotik

Gangguan body image


berhubungan dengan
perubahan penampilan

1. Mendorong pasien untuk mengungkapkan rasa takut dan cemasnyamenghadapi proses


penyakit
2. Memberikan support yang sesuai
3. Mendorong pasien untuk mandiri
4. Memodifikasi lingkungan sesuai dengan kondisi pasien

27

4.5 Evaluasi
Diagnosa Keperawatan
Gangguan body image
berhubungan dengan perubahan
penampilan

Evaluasi
S: Klien mengatakan bahwa belum bisa menerima kondisinya yang sekarang
ini
O: Klien tampak murung selama mendengarkan saran dan masukan dari
perawat
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

Perubahan pola berpikir


berhubungan dengan gangguan
neurologis

S: Klien mengatakan bahwa ia mampu mengerti perkataan dari orang yang


berbicara kepada dirinya
O: Klien tampak memperhatikan apa yang sedang dikatakan oleh perawat
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan

Paraf dan Nama

28

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kreatinisme merupakan gangguan karena kegagalan kelenjar tiroid yag
memproduksi hormone tiroid atau hipotiroidisme. Selain itu juga gejala
kekurangan iodium atau gangguan akibat kekurangan yodium. Biasanya penderita
kelainan ini mengalami keterlambatan dalam perkembangan fisik maupun
mentalnya. Penyakit ini dapat di derita sejak lahir atau pada awal masa kanakkanak. Penyebab gangguan ini salah satunya yaitu agenesis (kegagalan
pembentukan atau pengembangan sebagian atau seluruh organ atau bagian tubuh
saat masih dalam tahap embrio. Tidak hanya itu kekurangan iodium juga dapat
menyebabkan kreatinisme. Biasanya pada bayi yang menyusui sejak lahir hingga
penyapihan terdapat gejala-gejala yang timbul akan tertunda karena masih
mengkonsumsi ASI yang mengandung sedikit hormone

tiroid. Bayi dengan

kreatinisme akan mengalami tidur yang semakin lama dan jarang menangis dan
juga kurang aktif bahkan tidak aktif. Selain itu faktor hormon merupakan peran
yan g penting dalam mengatur pertumbuhan, dan faktor genetik dan nutrisi juga
sangat mempengaruhi pertumbuhan pada masa ini.
5.2 Saran
Berdasarkan pembahasan diatas, saran yang dapat diberikan penulis yaitu bagi
penulis yang membahas terkait askep pada kretinisme ini agar isi dan materinya
lebih lengkap lagi terkait menambah wawasan yang lebih lagi dalam materi di
keperawatan klinik 6B. selain itu sebagai tenaga kesehatan seharusnya
memberikan pemahaman atau pengetahuan kepada masyarakat terkait dengan
informasi tentang factor resiko dan pencegahan kreatinisme. Perawat membantu
keluarga dank lien untuk memotivasi dalam menguatkan mentalnya.

29

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawata,. Edisi 3. Jakarta: EGC.


J. H. Green. 2002. Fisiologi Kedokteran. Tangerang : Binarupa Aksara
Moeljanto, Doko. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal
Publishing.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M.2006. Patofisiologi, Konsep Klinis,
Proses-proses Penyakit, Volume 1, edisi 6. Jakarta: EGC
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Kedokteran : dari Sel ke Sistem. Jakarta :
EGC.
Sloane, Ethel.2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta:EGC.
Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G.. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keprawatan. Edisi 9.
Jakarta : EGC.

You might also like