Professional Documents
Culture Documents
dari mesin pengupas sekam tipe rol karet, tipe banting (flash type) dan tipe
penggilingan batu (disc husker) tidak hancur seperti yang keluar dari penggilingan
padi Engelberg sekitar 17% dari berat total gabah adalah kulit gabah atau sekam.
Kulit gabah dapat digunakan untuk berbagai keperluan, antara lain bahan energi
alternatif, bahan baku industri kimia, bahan baku industri bangunan, dan bahan
pakan. Kulit gabah termasuk bahan pakan berkualitas rendah (Murni dkk, 2008).
Menurut BPS (2004), produksi sekam padi di Sulawesi Selatan mencapai
1.959.731 ton. Saat ini sekam padi tidak memiliki nilai nutrisi langsung dan pada
pada kebanyakan penggilingan padi, sekam padi hanya dibiarkan membusuk atau
digunakan sebagai bahan bakar. Terbatasnya manfaat sekam padi khususnya sebagai
pakan, karena sekam padi pada ternak menghasilkan pertumbuhan yang lambat
sebagai hasil dari rendahnya kualitas nutrisi, tingginya serat kasar, dan kandungan
lignin (Aderolu dan Iyayi, 2002).
Tabel 1. Komposisi Kimia Sekam Padi (%)
Komposisi
Kadar air
Jumlah (%)
9,02
Protein kasar
3.03
Lemak
1.18
Serat kasar
35.68
Abu
17.17
Karbohidrat dasar
33.71
pelapuk
putih
menguraikan
lignin
melalui
proses
oksidasi
menjadi karbon dioksida untuk masuk ke polisakarida kayu yang dilindungi oleh
lignin-karbohidrat kompleks (Wilson dan Walter 2002).
tidak hanya menggunakan lignin sebagai satu-satunya sumber energi dan karbon bagi
pertumbuhannya, tetapi juga beberapa polisakarida yang ada pada substrat
lignoselulosik, dan fungsi utama ligninolisis adalah untuk membuka polisakarida
sehingga polisakaridanya (selulosa dan hemiselulosa) dapat dipecahkan oleh jamur
(Hammel, 1997).
Phanerochataete
versicolor
chrysosprium
dan
Coriolus
sedangkan
contoh
merombak lignin menjadi CO2 dan H2O. Jamur pelapuk putih menghasilkan tiga
kelas enzim ektraseluler perombak lignin yaitu lakase pengoksidasi fenol,
peroksidase lignin, dan oksidase mangan, sehingga mampu menguraikan semua
polimer-polimer utama seperti selulosa dan hemiselulosa (Soeparjo, 2004).
Jamur pelapuk putih merupakan jamur yang ada pada kayu yang dipakai
untuk meningkatkan kualitas bahan pakan yang sulit dicerna. Jamur pelapuk ini dapat
memecah ikatan lignoselulosa karena jamur ini mengeluarkan. enzirn fenoloxidase,
laccase dan manganoxidase yang termasuk enzim-enzim pemecah lignin (Chang et
al., 1980).
Jamur pelapuk putih memproduksi enzim oksidatif ekstraselular yang unik
yang digunakan pada proses degradasi lignin. Sistem enzim hasil sekresi
mikroorganisme inilah yang berfungsi sebagai agen biodegradasi yang mampu
memecah bahan berlignoselulosa menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana
(Djarwanto 1997).
Jamur pelapuk putih ini dapat menguraikan lignin, selulosa dan hemiselulosa
yang terdapat dalam limbah padat seperti tandan kosong kelapa sawit. (Moriya et al.,
2001). Secara garis besar selulosa terdiri dari 3 komponen utama,
yaitu lignin,
selulosa, dan hemiselulosa. Selulosa berbentuk serat panjang, rantai selulosa menyatu
dengan ikatan hidrogen membentuk serat selulosa. Serat-serat ini diikat menjadi satu
oleh hemiselulosa membentuk benang halus. Beberapa serat diikat dan diselubungi
oleh lignin (Isroy, 2010).
seperti timbul rasa dan bau alkohol dari bahan tersebut (Norman, 1988).
Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi produk
tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba. Produk-produk
tersebut biasanya dimanfatkan sebagai minuman atau makanan. Fermentasi suatu cara
telah dikenal dan digunakan sejak lama sejak jaman kuno. Sebagai suatu proses
fermentasi memerlukan mikroba sebagai inokulum, tempat (wadah) untuk menjamin
proses fermentasi berlangsung dengan optimal, substrat sebagai tempat tumbuh
(medium) dan sumber nutrisi bagi mikroba (Waites et al., 2001).
Proses
fermentasi
Tinggi
rendahnya
memberikan arti seberapa besar bahan pakan itu mengandung zat-zat makanan dalam
bentuk yang dapat dicernakan ke dalam saluran pencernaan (Ismail, 2011).
10
Evaluasi
degradasi
rumen dapat
dilaksanakan
menggunakan metode in vitro, in sacco, dan in vivo (Tillman, dkk., 1998). Dalam
menentukan nilai kecernaan dan pakan ruminansia ada tiga teknik utama yang dapat
digunakan saat ini, yaitu ; a) pencernaan dengan mikroorganisme rumen, b)
menggunakan enzim selulase, dan c) inkubasi sampel-sampel in situ menggunakan
nylon bag dalam rumen dengan menggunakan ternak fistula (Getachew et al., 2004).
Kecernaan in vitro adalah teknik pengukuran degradabilitas dan kecernaan
evaluasi ransum secara biologis dapat dilakukan secara laboratorium dengan meniru
seperti kondisi sebenarnya (Mulyawati, 2009). Pada dasarnya teknik In vitro adalah
meniru kondisi rumen. Kondisi yang dimodifikasi dalam hal ini antara lain larutan
penyangga, bejana fermentasi, pengadukan dan fase gas, suhu fermentasi, pH
optimum, sumber inokulum, kondisi anaerob, periode fermentasi serta akhir
fermentasi.
Larutan
penyangga
sebagai
unsur
buffer
berfungsi
untuk
11
Kelebihan dari teknik in vitro adalah degradasi dan fermentasi pakan terjadi di
dalam rumen dapat diukur secara cepat dalam waktu relatif singkat, biaya murah,
pengaruh terhadap ternak sedikit serta dapat dikerjakan dengan menggunakan
banyak sampel.
beberapa keuntungan, yaitu (1) dapat digunakan untuk menentukan nilai kecernaan
pakan dalam waktu yang relatif singkat, (2) mengurangi resiko kematian ternak, (3)
lebih ekonomis dan (4) mewakili penampilan ternak (Ismail, 2011).
Kecernaan in vitro dipengaruhi beberapa hal yaitu pencampuran pakan, cairan
rumen dan inokulan, pH kondisi fermentasi, pengaturan suhu fermentasi, lamanya
waktu inkubasi, ukuran partikel sampel dan buffer. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap nilai kecernaan yaitu pakan, ternak dan lingkungan (pH, suhu dan udara baik
secara aerob maupun anaerob) (Mulyawati, 2009).
Teknik in vitro dapat dilakukan dengan penambahan enzim seperti enzim
pepsin dan selulosa. Pepsin adalah enzim yang terdapat dalam perut yang akan mulai
mencerna protein dengan memecah protein menjadi bagianbagian yang lebih kecil.
Enzim ini termasuk protease, pepsin disekresi dalam bentuk inaktif, pepsinogen, yang
akan diaktifkan oleh asam lambung (Rahima, 2010).
Kecernaan BK yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat
nutrisi yang dicerna oleh mikroba rumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai
kecernaan BK ransum adalah tingkat proporsi bahan pakan dalam ransum, komposisi
kimia, tingkat protein, persentase lemak dan mineral (Anggorodi, 1994).
12
Suhu fermentasi diusahakan sama dengan suhu fermentasi dalam rumen yaitu
berkisar 36-39oC. Suhu tersebut harus stabil selama proses fermentasi berlangsung,
hal ini dimaksud agar mikroba dapat berkembang sesuai dengan kondisi asal.
Aktifitas mikroba rumen tetap berlangsung normal apabila pH rumen berkisar antara
6,0-6,7.
13
Bahan organik merupakan bahan kering yang telah dikurangi abu, komponen
bahan keringnya bila difermentasi di dalam rumen akan menghasilkan asam lemak
terbang yang merupakan sumber energi bagi ternak. Kecernaan BO sangat erat
kaitannya dengan kecernaan BK karena sebagian bahan kering terdiri dari bahan
organik. Penurunan kecernaan BK akan mengakibatkan kecernaan BO yang ikut
menurun atau sebaliknya (Ismail, 2011).
Sekam padi adalah kulit biji padi yang sudah digiling dan biasanya dijadikan
sebagai media pertumbuhan jamur. Tahun 2004, produksi sekam padi memcapai
1.959,731 ton, namun terbatasnya sekam padi sebagai pakan dikarenakan sekam padi
memiliki kandungan serat kasar dan lignin yang tinggi. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kandungan nutrisi sekam padi sebagai pakan adalah
fermentasi menggunakan jamur pelapuk putih.
Jamur pelapuk putih adalah jamur yang memiliki kemampuan mendegradasi
lignin sehingga yang difermentasi dengan jamur pelapuk putih belum diketahui nilai
kecernaan bahan kering dan bahan organiknya, salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk mengetahui nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik sekam padi adalah
dengan menggunakan metode in vitro.
14